Anda di halaman 1dari 10

IMUNITAS

1. PENDAHULUAN3
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel
tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan
melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat
asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat
berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru
agar dapat menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang menetralisir
patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang
melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota
kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme
tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem
komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini,
dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis
protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin.
Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk
mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan
membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan pada masa depan dengan patogen
tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang,
membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun muncul
ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi
imun merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined immunodeficiency,
atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS)
yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang
hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit
autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus
erythematosus. Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari
penelitian.

Sistem imun

2. IMUNITAS SELULER4
Kekebalan selular adalah respon imun yang tidak mengikutsertakan antibodi, tetapi
mengikutsertakan aktivasi makrofaga, sel NK, sel T sitotoksik yang mengikat antigen tertentu,
dan dikeluarkannya berbagai sitokina sebagai respon terhadap antigen. Sistem imun terbagi
menjadi dua cabang: imunitas humoral, yang merupakan fungsi protektif imunisasi dapat
ditemukan pada humor dan imunitas selular, yang fungsi protektifnya berkaitan dengan sel.
Imunitas selular didefinisikan sebagai suatu respons imun terhadap antigen yang diperankan oleh
limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya.
Imunitas seluler merupakan bagian dari respons imun didapat yang berfungsi untuk mengatasi
infeksi mikroba intraseluler. Imunitas seluler diperantarai oleh limfosit T. Terdapat 2 jenis
mekanisme infeksi yang menyebabkan mikroba dapat masuk dan berlindung di dalam sel.
Pertama, mikroba diingesti oleh fagosit pada awal respons imun alamiah, namun sebagian dari
mikroba tersebut dapat menghindari aktivitas fagosit. Bakteri dan protozoa intraseluler yang
patogen dapat bereplikasi di dalam vesikel fagosit. Sebagian mikroba tersebut dapat memasuki
sitoplasma sel dan bermultiplikasi menggunakan nutrien dari sel tersebut. Mikroba tersebut
terhindar dari mekanisme mikrobisidal. Kedua, virus dapat berikatan dengan reseptor pada
berbagai macam sel, kemudian bereplikasi di dalam sitoplasma sel. Sel tersebut tidak
mempunyai mekanisme intrinsik untuk menghancurkan virus. Beberapa virus menyebabkan
infeksi laten, DNA virus diintegrasikan ke dalam genom pejamu, kemudian protein virus
diproduksi di sel tersebut.
Keterangan :
Masuknya antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu seri kejadian yang sangat
kompleks yang dinamakan respons imun. Secara garis besar, respons imun terdiri atas
respons imun selular dan humoral.
Sebenarnya kedua macam respons imun ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain, oleh karena respons yang terjadi pada umumnya merupakan gabungan dari kedua
macam respons tersebut. Hanya saja pada keadaan tertentu imunitas selular lebih
berperan daripada respons humoral, sedang pada keadaan lainnya imunitas humoral
yang lebih berperan.
Eliminasi mikroba yang berada di vesikel fagosit atau sitoplasma sel merupakan fungsi
utama limfosit T pada imunitas didapat. Sel T helper CD4+ juga membantu sel B
memproduksi antibodi. Dalam menjalankan fungsinya, sel T harus berinteraksi dengan
sel lain seperti fagosit, sel pejamu yang terinfeksi, atau sel B. Sel T mempunyai
spesifisitas terhadap peptida tertentu yang ditunjukkan dengan major histocompatibility
complex (MHC). Hal ini membuat sel T hanya dapat merespons antigen yang terikat
dengan sel lain.
Sel Limfosit T
Pada mulanya kita hanya mengenal satu macam limfosit. Tetapi dengan perkembangan
di bidang teknologi kedokteran, terutama sejak ditemukannya antibodi monoklonal,
maka kita mengetahui bahwa ada 2 macam limfosit, yaitu limfosit T dan limfosit B.
Keduanya berasal dari sel asal (stem cell) yang bersifat multipotensial, artinya dapat
berkembang menjadi berbagai macam sel induk seperti sel induk eritrosit, sel induk
granulosit, sel induk limfoid, dan lain-lain. Sel induk limfoid kemudian berkembang
menjadi sel pro-limfosit T dan sel pro-limfosit B. Sel pro-limfosit T dalam
perkembangannya dipengaruhi timus yang disebut juga organ limfoid primer, oleh
karena itu dinamakan limfosit T. Sedangkan sel pro-limfosit B dalam
perkembangannya dipengaruhi oleh organ yang pada burung dinamakan bursa fabricius
atau gut-associated lymphoid tissue, karena itu dinamakan limfosit B.
Perkembangan sel limfosit T intratimik membutuhkan asupan sel asal limfoid terus-
menerus yang pada fetus berasal dari yolk sac, hati, serta sumsum tulang; dan sesudah
lahir dari sumsum tulang. Sel yang berasal dari hati fetus dan sumsum tulang yang
bersifat multipotensial itu dalam lingkungan mikro timus akan berkembang menjadi sel
limfosit T yang matur, toleran diri (self tolerant) dan terbatas MHC diri (major
histocompatibllity complex restricted). Di dalam timus, dalam proses menjadi limfosit
matur terlihat adanya penataan kembali gen yang produk molekulnya merupakan
reseptor antigen pada permukaan limfosit T (TCR) dan juga ekspresi molekul-molekul
pada permukaan limfosit T yang dinamakan petanda permukaan (surface marker)
limfosit T. Dinamakan petanda permukaan limfosit T karena molekul tersebut dapat
membedakan limfosit T dengan limfosit lainnya. Di dalam timus, sebagian besar sel
limfosit T imatur akan mati dengan proses yang dinamakan apoptosis. Apoptosis adalah
kematian sel yang diprogram (fisiologis) demi kebaikan populasi sel lainnya.
Sedangkan nekrosis atau disebut juga kematian sel accidental adalah kematian sel
karena kerusakan berat (patologis), misalnya akibat infeksi mikroorganisme, trauma
fisis, zat kimia, hipertermia, iskemia, dan lain-lain.
TCR merupakan kompleks glikoprotein yang terdiri atas rantai , atau , . Sebagian
besar TCR matur merupakan dimer , sedangkan dimer , merupakan TCR limfosit
T awal (early). Hanya 0,5-10% sel T matur perifer mempunyai TCR, yaitu limfosit T
yang tidak memperlihatkan petanda permukaan CD4 dan CD8 yang dinamakan sel
limfosit T negatif ganda (double negative = DN). Sel DN matur ini dapat mengenal
aloantigen kelas I, mungkin juga aloantigen kelas II, dengan mekanisme yang belum
jelas. Masih belum jelas pula apakah sel DN matur juga dapat mengenal antigen asing.
Gen yang mengkode TCR terletak pada kromosom 14 (,) dan kromosom 7 (,). Gen
ini merupakan anggota dari superfamili gen imunoglobulin, karena itu molekul TCR
mempunyai struktur dasar yang sama dengan struktur dasar imunoglobulin. Segmen
gen ini ada yang akan membentuk daerah variabel M dari TCR, daerah diversitas (D),
daerah joining (J), dan daerah konstan (C). Karena segmen gen ini terletak terpisah,
maka perlu diadakan penataan kembali gen VDJC atau VJC agar dapat ditranskripsi
dan menghasilkan produk berupa TCR. Penataan kembali segmen DNA ini akan
memungkinkan keragaman (diversity) spesifisitas TCR yang luas. Setiap limfosit T
hanya mengekspresikan satu produk kombinasi VDJC atau VJC, yang membedakan
klon yang satu dari klon lainnya.
Limfosit T yang mempunyai TCR antigen diri (self antigen) akan mengalami apoptosis
karena ia telah terpajan secara dini pada antigen diri dan mati insitu dengan mekanisme
yang belum jelas. Karena itu, limfosit matur yang keluar dari timus adalah limfosit
yang hanya bereaksi dengan antigen non self dan dinamakan toleran diri. Di dalam
timus, limfosit T juga mengalami pengenalan antigen diri hanya bila berasosiasi dengan
molekul MHC diri, melalui proses yang juga belum diketahui dengan jelas yang
dinamakan terbatas MHC diri. Molekul TCR III diekspresikan pada membran sel T
bersama molekul CD3, yaitu salah satu molekul petanda permukaan sel T.

3. IMUNITAS HUMORAL5
Progenitor sel limfosit B adalah sel stem hematopoietik pluripoten. Dinamakan
pluripoten karena sel ini juga merupakan progenitor sel hematopoietik lainnya, seperti
sel polimorfonuklear, sel monosit dan sel makrofag.
Pada masa embrio sel ini ditemukan pada yolk sac, yang kemudian bermigrasi ke hati,
limpa dan sumsum tulang. Setelah bayi lahir, sel asal (stem cell) hanya ditemukan pada
sumsum tulang. Dinamakan limfosit B karena tempat perkembangan utamanya pada
burung adalah bursa fabricius, sedangkan pada manusia tempat perkembangan
utamanya adalah sumsum tulang.
Sel pertama yang dapat dikenal sebagai prekursor (pendahulu) sel limfosit B adalah sel
yang sitoplasmanya mengandung rantai berat , terdiri atas bagian variabel V dan
bagian konstan C tanpa rantai ringan L, dan tanpa imunoglobulin pada permukaannya.
Sel ini dinamakan sel pro-limfosit B. Selain rantai , sel pro-limfosit B juga
memperlihatkan molekul lain pada permukaannya, antara lain antigen HLA-DR,
reseptor komplemen C3b dan reseptor virus Epstein-Barr (EBV). Pada manusia sel pro-
limfosit B sudah dapat ditemukan di hati fetus pada masa gestasi minggu ke-7 dan ke-8.
Sel pro-limfosit B ini berkembang menjadi sel limfosit B imatur. Pada tahap ini sel
limfosit B imatur telah dapat membentuk rantai ringan L imunoglobulin sehingga
mempunyai petanda imunoglobulin pada permukaan membran sel yang berfungsi
sebagai reseptor antigen. Bila sel limfosit B sudah memperlihatkan petanda rantai berat
H dan rantai ringan L yang lengkap, maka sel ini tidak akan dapat memproduksi rantai
berat H dan rantai ringan L lain yang mengandung bagian variabel (bagian yang
berikatan dengan antigen) yang berbeda. Jadi setiap sel limfosit B hanya memproduksi
satu macam bagian variabel dari imunoglobulin. lni berarti imunoglobulin yang
dibentuk hanya ditujukan terhadap satu determinan antigenik saja. Sel B imatur
mempunyai sifat yang unik. Jika sel ini terpajan dengan ligannya (pasangan kontra
imunoglobulin yang ada pada permukaan membran sel), sel ini tidak akan terstimulasi,
bahkan mengalami proses yang dinamakan apoptosis sehingga sel menjadi mati
(programmed cell death). Jika ligannya itu adalah antigen diri (self antigen), maka sel
yang bereaksi terhadap antigen diri akan mengalami apoptosis sehingga tubuh menjadi
toleran terhadap antigen diri. Hal ini terjadi pada masa perkembangan di sumsum
tulang. Oleh karena itu, sel limfosit B yang keluar dari sumsum tulang merupakan sel
limfosit B yang hanya bereaksi terhadap antigen asing. Kemudian sel limfosit B imatur
yang telah memperlihatkan imunoglobulin lengkap pada permukaannya akan keluar
dari sumsum tulang dan masuk ke dalam sirkulasi perifer serta bermigrasi ke jaringan
limfoid untuk terus berkembang menjadi sel matur (lihat Gambar 9-1). Sel B ini
memperlihatkan petanda imunoglobulin IgM dan IgD dengan bagian variabel yang
sama pada permukaan membran sel dan dinamakan sel B matur.
Perkembangan dari sel asal (stem cell) sampai menjadi sel B matur tidak memerlukan
stimulasi antigen, tetapi terjadi di bawah pengaruh lingkungan mikro dan genetik.
Tahap perkembangan ini dinamakan tahapan generasi keragaman klon (clone diversity),
yaitu klon yang mempunyai imunoglobulin permukaan dengan daya ikat terhadap
determinan antigen tertentu.
Tahap selanjutnya memerlukan stimulasi antigen, yang dinamakan tahapan respons
imun. Setelah distimulasi oleh antigen, maka sel B matur akan menjadi aktif dan
dinamakan sel B aktif. Sel B aktif kemudian akan berubah menjadi sel blast dan
berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel plasma yang akan memproduksi
imunoglobulin.
Beberapa progeni sel B aktif tersebut akan mulai mensekresi imunoglobulin kelas lain
seperti IgG, IgA, dan IgE dengan bagian variabel yang sama yang dinamakan alih isotip
atau alih kelas rantai berat (isotype switching).
Beberapa progeni sel B aktif lainnya ada yang tidak mensekresi imunoglobulin
melainkan tetap sebagai sel B yang memperlihatkan petanda imunoglobulin pada
permukaannya dan dinamakan sel B memori.
Sel B memori ini mengandung imunoglobulin yang afinitasnya lebih tinggi. Maturasi
afinitas ini diperoleh melalui mutasi somatik. Sel B matur yang tidak distimulasi, jadi
yang tidak menemukan ligannya, akan mati dengan waktu paruh 3-4 hari. Sedangkan
sel B memori akan bertahan hidup lebih lama berminggu-minggu sampai berbulan-
bulan tanpa stimulasi antigen. Sel B memori ini akan beresirkulasi secara aktif melalui
pembuluh darah, pembuluh limfe, dan kelenjar limfe. Bila antigen dapat lama disimpan
oleh sel dendrit di kelenjar limfe, maka sel dendrit ini pada suatu waktu akan
mengekspresikan antigen tersebut pada permukaannya. Antigen yang diekspresikan
oleh sel dendrit ini akan merangsang sel B memori menjadi aktif kembali, berproliferasi
dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Dalam hal ini,
kadar antibodi terhadap suatu antigen tertentu dapat bertahan lama pada kadar protektif,
sehingga kekeba `lan yang timbul dapat bertahan lama.

Anda mungkin juga menyukai

  • Anestesi
    Anestesi
    Dokumen8 halaman
    Anestesi
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Beberapa Infeksi Kulit Akibat Bakteri
    Beberapa Infeksi Kulit Akibat Bakteri
    Dokumen32 halaman
    Beberapa Infeksi Kulit Akibat Bakteri
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis
    Dermatitis
    Dokumen54 halaman
    Dermatitis
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Antagonis H 1
    Antagonis H 1
    Dokumen6 halaman
    Antagonis H 1
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • KULIT
    KULIT
    Dokumen20 halaman
    KULIT
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Defisiensi Imun
    Defisiensi Imun
    Dokumen5 halaman
    Defisiensi Imun
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • IOHEXOL
    IOHEXOL
    Dokumen5 halaman
    IOHEXOL
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Pityriasis Versicolor
    Pityriasis Versicolor
    Dokumen5 halaman
    Pityriasis Versicolor
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Sepsis
    Sepsis
    Dokumen6 halaman
    Sepsis
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Pityriasis Versicolor
    Pityriasis Versicolor
    Dokumen5 halaman
    Pityriasis Versicolor
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Faringitis Akut
    Faringitis Akut
    Dokumen4 halaman
    Faringitis Akut
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • KEJANG
    KEJANG
    Dokumen7 halaman
    KEJANG
    Fenna Meriyani
    Belum ada peringkat
  • Endokarditis Infektif
    Endokarditis Infektif
    Dokumen7 halaman
    Endokarditis Infektif
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Sepsis
    Sepsis
    Dokumen6 halaman
    Sepsis
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • BRONKITIS
    BRONKITIS
    Dokumen3 halaman
    BRONKITIS
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat
  • Sepsis
    Sepsis
    Dokumen6 halaman
    Sepsis
    fenna meriyani
    Belum ada peringkat