Selain itu juga akan ada tambahan pasokan apartemen sewa, seperti TBS
Linera Apartmen Service, Fraser Place Setia Budi Sky Garden, Pejaten
Park Residen, dan Fraser Suite Ciputra World.[4] Sementara, pasokan
lahan industri diperkirakan tidak bertambah, melainkan bergeser ke
wilayah periferi seperti Bodebek dan Banten.[5] Pergeseran ini
menunjukkan adanya tren deindustrialisasi di wilayah Jakarta dengan
memposisikan Jakarta sebagai pusat keuangan.
Di sisi lain, transformasi ini berdiri di atas penggusuran massal. Pada
tahap awalnya, penggusuran dilakukan dengan menyingkirkan becak dan
perkampungan kumuh di Jakartakondisi yang terus berjalan hingga
hari ini, seperti yang dialami oleh warga Bukit Duri.[6] Penyingkiran
rakyat miskin ini kemudian berdampak pada tingginya ketimpangan
pendapatan di kota Jakarta. Pada tahun 2016, indeks gini di Jakarta
mencapai 0.41, melebihi angka rata-rata ketimpangan di Indonesia
sebesar 0.40.
Ketimpangan ini juga dapat dilihat dari reorganisasi ruang di Jakarta
yang mana mengonsentrasikan orang kaya di pusat perkotaan, sementara
rakyat miskin terpinggirkan ke daerah-daerah pinggiran yang berbatasan
dengan Jakarta (Depok, Tangerang, dan Bekasi). Peminggiran ini
kemudian membentuk apa yang dikenal sebagai daerah penyangga. Hal
ini diperlihatkan pada masifnya pembangunan properti hunian di daerah
penyangga tersebut.
Menurut perkiraan BI, perkembangan pasokan apartemen di
Jabodetabek ke depan diperkirakan akan terus meningkat sampai tahun
2018 terkait dengan banyaknya apartemen yang
memasarkan tower lanjutan. Kenyataan ini diperkuat oleh
terkonsentrainya penduduk Jakarta di wilayah perbatasan. Di wilayah
Selatan, Timur dan Barat Jakarta, konsentrasi penduduk berturut-turut
sebesar 21,48%, 27,94% dan 24,20%.
Di saat yang bersamaan, peminggiran rakyat miskin ini dibarengi oleh
arus urbanisasi penduduk desa ke kota. Hal ini dapat ditunjukkan
setidaknya lewat data komuter DKI Jakarta. Hasil survey BPS mengenai
komuter Jabodetabek 2014, seluruh komuter Jabodetabek sebagian besar
tinggal di Bodetabek (63 persen atau 2,26 juta orang sedangkan sisanya
(37 persen atau 1,30 juta orang) bertempat tinggal di DKI Jakarta. Data
lain menunjukkan adanya tren peningkatan urbanisasi, di mana jumlah
penduduk DKI Jakarta meningkat dari 9.640.406 penduduk tahun 2010
menjadi 10.177.924 penduduk di tahun 2015.
Pertumbuhan kota seperti di atas dapat menunjukan karakter aliansi
kekuasaan yang terbentuk melalui mesin pertumbuhan. Fakta-fakta di
atas dapat menunjukan bahwa kota, seperti Jakarta, tumbuh melalui
dukungan kapitalis developer yang difasilitasi oleh pemerintah kota.
Aliansi kekuasaan di antara mesin pertumbuhan ini terbentuk karena
adanya adanya tangible benefits berupa sumber daya material yang riil
yang ingin diperoleh bersama. Tangible benefits yang bisa didapatkan
Kemenangan Politik SARA Rizal Assalam Halaman 3
dalam aliansi kekuasaan ini setidaknya terdiri dari, pertama, dari ruang
yang disediakan untuk memfasilitasi pertumbuhan properti seperti di
atas dan kedua, dukungan anggaran yang tinggi dalam hal infrastruktur.
Rezim Ahok saat ini berdiri di atas topangan atau basis politik yang
didukung oleh kapitalis developer dalam membangun kotanya. Selain
fakta pertumbuhan properti seperti di atas, hal itu juga dapat dilihat dari
prioritas angggaran dalam APBD Jakarta. Prioritas anggaran itu bisa
dimaknai sebagai ekspresi dari hasil pertarungan antar kekuatan sosial
yang membentuk aliansi kekuasaan tertentu dalam suatu kota.
Upaya Ahok untuk membangun basis aliansi politik dengan kapitalis
developer itu dapat ditangkap dari meningkatnya angggaran infrastruktur
di Jakarta. Di saat bersamaan, ia meninggalkan basis dukungan politik
dari rezim sebelumnya (Foke) yang banyak menggunakan instrumen
bantuan sosial untuk meraih dukungan politik. Tentunya, kelompok yang
banyak menerima bantuan dan hibah sosial tersebut adalah kelompok-
kelompok penyokong suara di Jakarta. Oleh karena itu, anggaran bantuan
sosial dan juga pelayanan sosial (pendidikan dan kesehatan) mengalami
penurunan dalam APBD.
Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta (APBD DKI)
menunjukan bahwa sejak tahun 2009, anggaran untuk pembangunan
infrastruktur selalu menempati posisi dominan, meskipun sampai tahun
2012 selalu menunjukan tren yang menurun. Bahkan pada tahun 2013,
anggaran infrastruktur lebih kecil dari anggaran sosial.
Di saat yang bersamaan anggaran sosial, pendidikan dan kesehatan,
menunjukan tren yang meningkat tiap tahunnya (17,5% di bawah
anggaran pendidikan yang mencapai 18,38%). Namun, sejak APBD-P
2013, anggaran untuk infrastruktur mulai naik (18,55%) dan mengalami
lonjakan yang sangat signifikan pada tahun 2014 (23,8%). Kemudian,
anggaran untuk infrastruktur itu tetap menjadi prioritas pada tahun
anggaran 2016 dengan mendapatkan kucuran sebesar 30,5 %.
Anggaran PU atau infrastruktur menjadi salah satu sumber daya material
karena salah di sana tersedia anggaran publik yang bisa digunakan untuk
bagian dari akumulasi. Karena secara spesifik, karakter kapitalis
developer itu bermain dalam kerangka oligarkis, maka pencarian dana
publik atau proyek pemerintah menjadi salah satu sumber
pendapatannya. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga bisa
menopang pertumbuhan properti dalam suatu kawasan tertentu.[7]
Sehingga, disini anggaran publik menjadi salah satu sumber daya
material yang penting untuk diperebutkan diantara mereka. Lonjakan
anggaran APBD untuk pembangunan umum itu ternyata juga paralel
dengan pola penggusuran selama ini. Data LBHJ menunjukan bahwa
sebagian besar penggusuran di Jakarta pada 2015 ditujukan untuk
pembangunan infrastruktur, termasuk normalisasi perairan,
pembangunan waduk, penertiban dan pembangunan fasilittas
Kemenangan Politik SARA Rizal Assalam Halaman 4
umum.[8] Selain itu, dana yang digunakan untuk menggusur itu juga
sebagian besar (85%) menggunakan dana APBD (96 kasus).[9]
Untuk memperumit situasi ekonomi-politik, lebih jauh agenda
pembangunan di kota juga melibatkan lembaga donor internasional.
Dalam skema pemberian utang, Bank Dunia dan Bank Investasi
Infrastruktur Asia (AIIB) mengucurkan dana kepada pemerintah
Indonesia masing-masing dengan jumlah sama sebesar Rp. 2,814 trilyun
untuk proyek National Slum Upgrading.[10] Oleh pemerintah
Indonesia, proyek itu dijalankan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU).
Pelaksanaan program itu akan berjalan dengan pola penggusuran paksa
dan penyingkiran warga miskin. Dari 153 kota yang akan dibiayai oleh
utang Bank Dunia/AIIB melalui proyek National Slum Upgrading, Elsam
memprediksi 9,7 juta jiwa penghuni pemukiman kumuh di seluruh
indonesia akan mengalami dampak sosial dengan 4,85 juta jiwa
diantaranya merupakan perempuan. Kasus penggusuran paksa
warga sah Bukit Duri dan misalnya, diketahui berada dalam skema
pendanaan Bank Dunia. Berdasarkan data Bank Dunia, Bukit Duri
termasuk dari salah satu titik dari proyek Jakarta Urgent Flood
Mitigation Project/ Jakarta Emergency Dredging Initiative
Project (JUFMP/ JEDIP).
Apa artinya pembacaan atas situasi ekonomi-politik Jakarta di atas? Poin
penting yang mengemuka adalah tentang karakter rezim kota saat ini dan
yang akan berjalan ke depannya. Kepala daerah, atau dalam hal ini
Gubernur DKI Jakarta, berada dalam struktur ekonomi-politik yang
membatasinya. Keterbatasan ini menjadi jelas ketika Jakarta sebagai
wilayah geografis diposisikan tidak terisolir dengan agenda pembangunan
neoliberal. Lalu, apa konsekuensinya bagi Pilkada DKI Jakarta kali ini?
Kontestasi Borjuasi Merebutkan DKI Jakarta
Penguasaan atas posisi sentral DKI Jakarta sebagai situs utama operasi
kapital ini menjadi agenda utama kelompok-kelompok borjuasi yang
saling bersaing. Hal ini setidaknya terlihat dalam kasus kemenangan
Jokowi dalam Pilpres 2014 yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur
DKI Jakarta periode 2012-2017. Kontestasi ini dapat dilihat berdasarkan
pembacaan atas latar belakang kedua pasangan calon yang tengah
bersaing dalam Pilkada DKI 2017 pada putaran kedua.
Berdasarkan pembacaan situasi ekonomi-politik di atas, sulit untuk tidak
mengatakan bahwa siapapun pemenang Pilkada tidak akan meneruskan
rezim politik perkotaan yang melayani kepentingan kapital. Dalam
kampanyenya, paslon Ahok-Djarot menunjukkan komitmen akan
meneruskan pola pembangunan yang berjalan. Dalam program
pembangunannya, paslon tersebut akan meneruskan beberapa program
yang berorientasi pada infrastruktur. Program yang dimaksud seperti
Kemenangan Politik SARA Rizal Assalam Halaman 5
Rizal Assalam
Sekretaris Kota Partai Rakyat Pekerja
Komite Kota Khusus Jakarta Raya
Kemenangan Politik SARA Rizal Assalam Halaman 9