Anda di halaman 1dari 3

Nama : Anindya Misdiantari

Kelas : 6.KI.A

Sumber Pencemaran Air Laut yang Menyebabkan Terjadinya


Tragedi Minamata
Minamata adalah sebuah desa kecil yang menghadap ke laut Shiranui, bagian
selatan Jepang sebagian besar penduduknya hidup sebagai nelayan, dan merupakan
pengkonsumsi ikan cukup tinggi, yaitu 286-410gram/hari.
Tahun 1908 berdiri PT Chisso dengan Motto dahulukan Keuntungan
perkembangannya pada tahun 1932 Industri ini berkembang dan memproduksi
berbagai jenis produk dari pewarna kuku sampai peledak, dengan dukungan militer
industri ini merajai industri kimia, dan dengan leluasa membuang limbahnya ke teluk
Minamata diperkirakan 200-600 ton Hg dibuang selama tahun 1932-1968, selain
merkuri limbah PT Chisso juga berupa mangan. Thalium, dan Selenium.
Bencana mulai nampak pada tahun 1949 ketika hasil tangkapan mulai menurun
drastis ditandai dengan punahnya jenis karang yang menjadi habitat ikan yang
menjadi andalan nelayan Minamata.
Pada tahun 1953 beberapa ekor kucing yang memakan ikan dari teluk Minamata
mengalami kejang, menari-nari, dan mengeluarkan air liur beberapa saat kemudian
kucing ini mati.
Tahun 1956 adanya laporan kasus gadis berusia 5 tahun yang menderita gejala
kerusakan otak, gangguan bicara, dan hilangnya keseimbangan sehingga tidak dapat
berjalan. Menyusul kemudian adalah adik dan empat orang tetangganya, penyakit ini
kemudian oleh Dr. Hosokawa disebut sebagai Minamata disease.
Pada tahun 1958 terdapat bukti bahwa penyakit Minamata disebabkan oleh
keracunan Methyl-Hg, hal ini ditunjukkan dengan kucing yang mengalami kejang
dan disusul kematian setelah diberi makan Methyl-Hg. Pada tahun 1960 bukti
menyebutkan bahwa PT Chisso memiliki andil besar dalam tragedi Minamata,
karena ditemukan Methyl-Hg dari ekstrak kerang dari teluk Minamata, sedimen
habitat kerang tersebut mengandung 10-100 ppm Methyl-Hg, sedang di dasar kanal
pembuangan pabrik Chisso mencapai 2000 ppm. Pada tahun 1968 pemerintah secara
resmi mengakui bahwa pencemaran dari pabrik Chisso sebagai sumber penyakit
Minamata.

Peredaran Zat Pencemar Air Laut yang Menyebabkan Terjadinya


Tragedi Minamata
Peristiwa ini dimulai di Minamata, sebuah desa kecil yang menghadap ke laut
Shiranui, provinsi Kumamoto, bagian selatan Jepang, dimana sebagian besar
penduduknya hidup sebagai nelayan, dan merupakan pengkonsumsi ikan yang dukup
tinggi, yaitu 286-460 gram per hari.
Masalah dimulai ketika tahun 1908 berdiri PT Chisso dengan slogan dahulukan
keuntungan. Pada tahun 1932 industri ini berkembang dan memproduksi berbagai
jenis produk dari pewarna kuku sampai peledak. Dengan dukungan militer, industri
ini merajai industri kimia, dan dengan leluasa membuang limbahnya ke teluk
Minamata.
Selang beberapa lama, diketahui bahwa limbah industry ini berupa Merkuri
(Hydragyricum : Hg) yang digunakan sebagai katalis dalam proses produksi
asetaldehida (acetaldehyde). Asetaldehida (CH3COOH) digunakan sebagai bahan
mentah untuk pembuatan produk seperti plastik, obat-obatan, cuka, fiber dan produk
lain. Walaupun anorganik merkuri yang digunakan sebagai katalisator, namun
sistemnya merubah bentuk anorganik merkuri tersebut menjadi organik (metil)
merkuri. Dengan kata lain merkuri anorganik dapat ter-metilasi menjadi merkuri
organik di sedimen perairan. Pada biota laut merkuri anorganik mengalami
perubahan menjadi merkuri organik (metil merkuri). Selain itu kondisi asam dan
kadar ozon pada perairan mendorong aktivitas bakteri mengubah merkuri menjadi
metil merkuri.
Limbah yang dibuang ke teluk Minamata juga tidak terhitung sedikit,
diperkirakan 200-600 ton Hg dibuang selama 1932-1968, selain merkuri, terdapat
juga mangan, thalium, dan selenium dalam limbah yang dibuang. Tanda-tanda
keracunan mulai terlihat pada tahun 1949 ketika hasil tangkapan mulai menurun
drastis, yang ditandai dengan punahnya jenis karang yang menjadi habitat ikan yang
menjadi andalan nelayan. Tanda-tanda keracunan juga terlihat pada beberapa hewan
yang memakan ikan hasil tangkapan nelayan. Beberapa ekor kucing yang memakan
ikan tersebut mengalami kejang, menari-nari, dan mengeluarkan air liur, yang
beberapa saat kemudian kucing tersebut mati.
Metil merkuri dapat memasuki tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui
kulit, inhalasi (pernafasan) maupun lewat makanan. Pada kasus ini Merkuri
ditransfer masuk dalam rantai makanan melalui bioakumulasi di lingkungan laut
yang tercemar. Ikan atau hewan air lainnya yang tercemar merkuri melalui makanan
atau insangnya. Metil merkuri dan substansi racun lainnya yang telah terakumulasi
pada ikan dan moluska. Ikan-ikan berukuran besar seperti Tuna dan Swordfish yang
hidup di laut tercemar biasanya mengandung akumulasi metil merkuri lebih banyak.
Hewan air tersebut masuk dalam rantai makanan dan dimakan oleh predator di
atasnya, dan akhirnya sampai pada puncak pada rantai makanan, yaitu manusia.
Ikan-ikan yang telah terkontaminasi ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan
manusia ketika rantai makanan itu menyambung ke manusia. Merkuri akan meracuni
manusia saat kadarnya melebihi kadar normal dalam darah (sekitar 0,04 ppm).
Namun, sekali berada dalam tubuh, metil merkuri sangat lambat tercuci dan akan
terakumulasi dalam tubuh. Oleh sebab itu, memakan ikan yang tercemar metil
merkuri dengan dosis di bawah ambang pun, jika dilakukan dalam jangka waktu
lama, akan meningkatkan jumlah merkuri di dalam tubuh.
Merkuri yang terlarut dalam pembuluh darah setelah ikan dicerna oleh sistem
pencernaan manusia akan sampai ke ginjal, dimana senyawa anorganik merkuri akan
berpengaruh pada ginjal, sedangkan saat sampai pada susunan saraf, giliran metil
merkuri dan etil merkuri yang akan mempengaruhi susunan saraf. Senyawa merkuri
dapat dicerna dan terlarut dalam darah karena senyawa bersifat lipofilik, sehingga
terlarut dalam lemak yang terkandung dalam ikan, dan dapat masuk dalam peredaran
darah sekaligus dapat meracuni darah dan otak.

Anda mungkin juga menyukai