Anda di halaman 1dari 14

Referat

Gangguan Cemas Menyeluruh

Disusun Oleh:

Ellen Sintia

11.2015.249

Pembimbing:

dr. Dharmawan A, Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN

PERIODE 6 Juni 2016 9 Juli 2016

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan
karunia-Nya yang memberikan kesehatan, keselamatan, dan membimbing penulis sehingga
dapat menyelesaikan referat ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Dharmawan
Ardi, SpKJ selaku pembimbing. Tujuan pembuatan referat ini merupakan salah satu syarat dari
kepaniteraan klinik di RSJ dr. Soeharto Heerdjan.

Penulis menyadari bahwa pembuatan referat ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis akan sangat terbuka dan dengan senang hati
menerima segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga referat ini bisa
berguna bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Jakarta, 14 Juni 2016

Penulis

BAB I

2
PENDAHULUAN

Gangguan cemas merupakan gangguan yang sering dijumpai pada klinik psikiatri.
Kondisi ini terjadi sebagai akibat interaksi faktor-faktor biopsikososial, termasuk kerentanan
genetik yang beriteraksi dengan kondisi tertentu, stress atau trauma yang menimbulkan
sindroma klinis yang bermakna.
Cemas merupakan suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat
dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan cemas
terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh
kecemasan tersebut. Gangguan kecemasan dapat ditandai hanya dengan rasa cemas, atau dapat
juga memperlihatkan gejala lain seperti fobia atau obsesif dan kecemasan muncul bila gejala
tersebut dilawan. Rasa takut juga bersifat universal dan dapat menimbulkan gambaran gejala
kecemasan yang akut; tetapi berbeda dengan cemas, penyebab rasa takut biasanya jelas dan
dapat dipahami. Suatu gambaran yang lazim pada semua gangguan cemas adalah kualitas
gejala tidak menyenangkan dan tidak alami (ansietas, fobia, obsesi)- yaitu ego alien dan ego
distonik. Gejala gejala ini cenderung menjadi kondisi relaps kronik-waspadalah terhadap
kemungkinan bunuh diri.1
Gangguan cemas merupakan gangguan yang sering dijumpai pada klinik psikiatri.
Kondisi ini terjadi sebagai akibat interaksi faktor-faktor biopsikososial, termasuk kerentanan
genetik yang beriteraksi dengan kondisi tertentu, stress atau trauma yang menimbulkan
sindroma klinis yang bermakna.
Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8% dan rasio antara perempuan
dan laki-laki sekitar 2:1. Pasien gangguan cemas menyeluruh sering memiliki komorbditas
dengan gangguan mental lainnya seperti Gangguan Panik, Gangguan Obsesif Kompulsif,
Gangguan Stress Pasca Trauma, dan Gangguan Depresi Berat.

3
BAB II
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

A. DEFINISI
Gangguan cemas meyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD), merupakan
kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan
dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa
kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung
sekurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan
berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas,
kesulitan tidur dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. 2

B. EPIDEMIOLOGI
Gangguan Kecemasan merupakan salah satu kelompok gangguan psikiatri yang
tersering. The National Comorbidity Study melaporkan bahwa ditemukan salah satu
dari 4 orang dengan kriteria diagnosis paling sedikit satu gangguan kecemasan dan
menetap selama 1- 2 bulan dengan tingkat prevalensinya 17,7 %, pada wanita (30,5%)
lebih sering mengalami gangguan kecemasan dibandingkan laki-laki (19,2%).
Prevalensi gangguan kecemasan menurun pada kalangan menegah keatas.3

C. ETIOLOGI
Teori Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAD adalah lobus oksipitalis yang
mempunyai reseptor benzodiazepin teringgi di otak. Basal ganglia, sistem limbikdan
korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAD. Pada pasien
GAD juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal. Neurotransmiter yang
berkaitan dengan GAD adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamat, dan
kolesistokinin.2
Pemeriksaan PET (Positron Emmision Tomography) pada pasien GAD ditemukan
penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak.2
Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkakn bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan
gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat

4
pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian
pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada
kembar dizigotik.2
Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menhipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari konflik bawah
sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif anxietas dihubungkan
dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi anxietas
dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas kastrasi
berhubungan dengan fase oedipal sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan
seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri (merupakan anxietas
yang paling matang).2
Terapi Kognitif Perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, dissebabkan
oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungan, adanya distorsi
pada pemprosesan informasi dan pandangan yang sangat negatif terhadap kemampuan
diri untuk meghadapi ancaman.2

D. GAMBARAN KLINIS
Gejala utama GAD adalah anxietas, ketegangan motoric, hiperaktivitas autonom,dan
kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan pasien. Ketegangan motoric bermanifestasi bergetar,
kelelahan, dan sakit kepala. Hiperaktivitas autonom timbul dalam bentuk pernapasan
yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan diserta gejala saluran pencernaan. Terdapat
juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.2
Pasien GAD biasanya datang ke dokter umum karena keluhan somatik, atau datang ke
dokter spesialis karena gejala spesifik seperti diare kronik. Pasien biasanya
memperlihatkan perilaku mencari perhatian (seeking behavior). Beberapa lainnya
meminta konsultasi medis tambahan untuk masalah-masalah mereka.2

E. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM V.4
Ansietas dan kekhawatiran berlebihan (perkiraan yang menakutkan), terjadi hampir
setiap hari selama setidaknya 3 bulan (atau lebih), mengenai dua (atau lebih) kejadian
atau aktivitas (cth. Keluarga, kesehatan, finansial, bekerja atau bersekolah)

5
A. Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan satu (atau lebih) dari gejala
berikut:
1. Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok
2. Otot tegang

B. Ansietas dan kekhawatiran menyebabkan kecenderungan perubahan kepribadian


ditunjukkan dengaan satu (atau lebih) dari:
1. Ditandai dengan menghindar dari kejadian atau aktivitas yang berpotensi
negatif
2. Ditandai dengan waktu dan usaha mempersiapkan kemungkinan hasil
negatif dari suatu kejadian atau aktivitas
3. Ditandai dengan penundaan dalam perilaku atau membuat keputusan karena
kekhawatiran
4. Berulang kali mencari kepastian karena kekhawatiran

Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ III.4


Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau
hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau
mengambang)

Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur:


a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb)
b. Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai), dan
c. Overaktivitas autonomic (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,
sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan


(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic yang berulang dan menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan cemas menyeluruh, selama hal
tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan
anxietas fobik (F40.-), gangguan panic (F41.0), atau gangguan obsesif kompulsif (F42.-
).

6
F. DIAGNOSIS BANDING
Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis
umum maupun gangguan yang verhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan
pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid.
Klinis harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia,
kondisi putus zat atau obat seperti alcohol, hipnotik-sedatif, dan anxiolitik.2
Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah gangguan
panik, fobia, gangguan obsesif kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi,
gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian. Membedakan
GAD dengan gangguan depresi dan distimik tidak mudah, dan gangguan-gangguan ini
seringkali bersama-sama GAD. 2

G. TERAPI
Terapi yang paling efektif untuk gangguan ansietas menyeluruh mungkin adalah terapi
yang menggabungkan pendekatan psikoterapeutik, farmakoterapeutik, dan suportif.
Terapi ini dapat memakan waktu yang cukup lama bagi klinisi yang terlibat, baik bila
klinisi tersebut adalah seorang psikiater, dokter keluarga atau spesialis lain.3
A. Farmakoterapi
1. Benzodiazepine
Merupakan pilihan obat pertama. Metabolisme hepar memiliki fungsi untuk
klirens benzodiazepine. Namun pola dan nilai dari metabolism tergantung pada
setiap obat sendiri. Alprazolam dan triazolam mengalami -hidroksilasi, dan
hasil metabolitnya memberikan efek farmakologi yang pendek karena mereka
secara cepat dikonjugasi membentuk glukoronida inaktif. 2,3
Benzodiazepin secara luas digunakan untuk managemen ansietas dan
mengontrol panic attacks. Bisa juga digunakan dalam terapi jangka panjang
untuk generalize anxiety disorder (GAD). Gejala ansietas dapat dikurangi
dengan pemberian benzodiazepine. Pemilihan benzodiazepine utnuk ansietas
berdasarkan dari beberapa prinsip farmakologik: 2,3
1. Rapid inset of action;
2. Indeks terapi yang cukup tinggi, ditambah ketersediaan flumazenil sebagai
terapi jika terjadi overdosis;
3. Resiko rendah interaksi obat berdasarkan induksi enzim hati;
4. Efek minimal pada fungsi kardiovaskular dan otonom.

7
Benzodiazepin dapat menyebabkan gangguan kognitif teruatama pada
penggunaan jangka panjang. Pemberian dosis benzodiazepin dimulai dari dosis
terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi. Penggunaan dengan
sediaan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya
efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu,
dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu sebab penghentian
benzodiazepine secara tiba-tiba dapat menimbulkan gejala putus zat.
Pemilihan obat
Golongan Benzodiazepine sebagai obat anti-anxietas mempunyai ratio
terapeutik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi denga toksistas
yang rendah, dibandingkan dengan meprobamate atau phenobarbital.
Disamping itu phenobarbital meng-induksi ensim mikrosomal di hepar,
sedangkan golongan benzodiazepine tidak.
Golongan Benzodiazepine : "drug of choice dari semua obat yang mempunyai
efek anti-anxietas, disebabkan spesifisitas, potensi, dan keamanannya.
Spektrum Klinis Benzodiazepine meliputi efek anti-anxietas antikonvulfsan,
anti-insomnia, premedikasi tindakan operatif. 5

- Diazepam/Chlordiazepoxide : 'broadspectrum'.
- Nitrazepam/Flurazepam : dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berdekatan (non dose-related, lebih efektif sebagai anti-insomnia
- Midazolam : onset cepat dan kerja singkat, sesuai kebutuhan untuk
premedikasi tindakan operatif.
- Bromazepam, Lorazepam, Clobazam : dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-ansietas.

Beberapa spesifikasi :

- Clobazam = 1 ,5 benzodiazepine = 'psychomotor performance" paling


kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang ingin tetap
aktif.
- Lorazepam = Short half life benzodiazepine & no significant drug
accumulation at clinical dose, untuk pasien-pasien dengan kelainan
fungsi hati atau ginjal.

8
- Alprazolam = efektif untuk anxietas antisipatorik, onset of action' lebih
cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi.
- Sulpiride-50 = efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindrom
anxietas dan paling kecil risiko ketergantungan obat. 5
2. Buspiron
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam
memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatic pada GAD. Tidak
menyebabkan withdrawal. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa 2-
3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan
benzodiazepine tidak akan memberikan respon yang baik dengan buspiron.
Dapat dialkukan penggunaan bersama antara benzodiazepine dengan buspiron
kemudian dilakukan tapering benzodiazepine setelah 2-3 minggu, disaat efek
terapi buspiron sudah mencapai maksimal. 2

3. SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor)


SSRI menjadi lini pertama dalam pengobatan farmakoterapi pada gangguan
mood dan ansietas. Terapi awal SSRI dapat memberikan efek seperti
meningkatnya ansietas, rasa gelisah, gementar dan agitasi. Oleh karena itu
pemberian initial dose harus diberikan dalam dosis kecil, kemudian diitrasi
meningkat secara perlahan. Terapi dosis inisial rendah diberikan selama 3
hingga 7 hari., kemudian peningkatan dosis dilakukan perlahan tergantung dari
toleransi tiap individu hingga mencapai standar dosis terapi rumatan. Obat
diberikan selama 3 sampai 6 bulan atau lebih, tergantung kondisi individu agar
kadarnya stabil dalam darah sehingga mencegah kekambuhan.2
Efek samping yang paling sering ditimbulkan SSRI antara lain adalah sakit
kepala, irritable, mual serta gangguan gastrointestinal lainnya, insomnia,
disfungsi seksual, meningkatnya ansietas, rasa kantuk dan tremor. Dilihat dari
efek sampingnya, SSRI lebih aman dibandingkan antidepresan jenis lain seperti
TCA (Tricyclic Antidepressan) dan MAO (Monoamine Oxidase Inhibitor).
Dosis pemberian obat SSRI sebaiknya diturunnkan secara perlahan (tapering)
apabila pengobatan akan dihentikan, minimal 7 hingga 10 hari sebelum
menghentikan pengobatan. Terapi SSRI yang dihentikan secara tiba-tiba dapat
menyebabkan discontinuation syndrome pada sistem neurosensorik (parestesia,
shock-like reaction, mialgia), gastrointestinal (mual, diare), neurophsyciatric

9
(cemas, irritable), vasomotor (berkeringat) dan berbagaia manifestasi lainnya
seperti insomnia, pusing, sakit kepala serta rasa lelah. Apabila terjadi gejala
diskontinuitas tersebut, maka terapi SSRI diberikan kembali sesuai dosis
terakhir diberikan selama beberapa hari diikuti penurunan dosis secara
perlahan.2,3
Pada kasus gangguan cemas menyeluruh, SSRI jenis sertraline dan paroxetine
merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin
dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI selektif terutama pada pasien GAD
dengan riwayat depresi. 2,3
a. Paroksetin
Paroksetin memiliki efek sedative dan membuat pasien lebih tenang. Pemberian
dimulai pada dosis kecil dan dititrasi meningkat secara perlahan. Pemberian
awal 5 sampai 10 mg per hari selama 1 sampai 2 minggu pertama kemudian
dosisnya ditiingkatkan 10 mg setiap 1 sampai 2 minggu hingga dosis maksimum
60 mg. Apabila sedasi tidak dapat ditoleransi, dosis diturunkan kembali hingga
10 mg per hari dan diganti fluoxetine 10 mg per hari dan dititrasi meningkat.
b. Sertralin
Sertralin merupakan penghambat ambilan (reuptake) serotonin 5-HT yang
poten dan spesifik pada Central Nervous System (CNS) neuronal sehingga
meningkatkan konsentrasi serotonin 5-HT pada synaptic cleft. Dosis rumatan
100-200 mg/hari.

Pengaturan dosis
Steady state (keadaan dengan jumlah obat yang masuk kedalam badan sama dengan
jumlah obat yang keluar dari badan) dicapai seteiah 5 - 7 hari dengan dosis 2- 3 kali
sehari (half lite < 24 jari Onset of action cepat dan langsung memberikan efek . Efek
klinis terlihat bila kadar obat dalam darah telah mencapai "steady state.
Pengaturan dosis tidak perlu seperti neuroleptika dan antidepresan. Mulai dengan dosis
awal (dosis anjuran) naikkan dosis setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal
dipertahankan 2-3 minggu diturunkan 1/8 x setiap 2 -4 minggu dosis minimal
yang masih efektif (maintenance dose) bila kambuh dinaikan lagi dan bila tetap
efektif pertahankan 4-8 minggu tapering off. 5

Lama Pemberian

10
Pada sindrom anxietas yang disebabkan faktor situasi ekstemal, pemberian obat tidak
lebih dari 1-3 bulan. Pemberian yang sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila sindrom
anxietas dapat diramalkan waktu datangnya dan hanya pada situasi tertentu
(anticipatory anxiety), serta terjadinya tidak sering. Penghentian selalu secara bertahap
(stepwise) agar tidak menimbulkan gejala lepas obat (withdrawal symptoms). 5

Perhatian khusus
Kontra-indikasi : pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepine, gluacoma,
myasthenia gravis, chronic pulmonary insufficiency, chronic renal or hepatic disease.
Gejala Overdosis/Intoksikasi :

- kesadaran menurun, Iemas, jarang yang sampai dengan coma.


- pernapasan, tekanan darah, denyut nadi menurun sedikit.
- ataksia, disertai, confusion, refleks fisiologis menurun.

Terapi Suportif : Tata-laksana terhadap respiratory Depression dan Shock".


Terapi Kausal : Benzodiazepine antagonist Flumazenil (ANEXATE) Ampul 0,5
mg/5 cc (LV).
Tidak ada kematian pada Diazepam sampai dengan 1400 mg dan Chlorazepoxide 6000
mg (benzodiasepines are the safest of all psy.chotropic agents when taken in overdose).
Efek teratogenik (khususnya pada semester I) berkaitan dengan obat golongan
benzodiazepine yang dapat melewati placenta dan mempengaruhi janin.
Pemberian obat golongan benzodiazepine pada saat persalinan (khususnya dosis tinggi)
harus dihindarkan oleh karena dapat menyebabkan hypotonia, penekanan pernapasan,
dan hypothermia pada anak yang dilahirkan.
Pada penderita usia lanjut dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxical
reaction) berupa : kegelisahan, iritabilitas, disinhibisi, spastisitas otot meningkat, dan
gangguan tidur. 5

B. Terapi Nonfarmakologis (Psikoterapi)


Psikoterapi merupakan terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara
psikologis, yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus yang menjalin
hubungan kerjasama secara professional dengan seseorang pasien dengan tujuan
untuk menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan
akibat penyakit. Psikoterapi dilakukan dengan wawancara atau interview.Hal yang
11
terpenting dalam wawancara dalah tujuan teraupetik dan penegakan diagnosis yang
diperoleh dengan menjalin hubungan interpersonal yang baik dari waktu ke wantu
setiap kali wawancara dilakukan.
1. Terapi kognitif perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorisi kognitif
dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatic secara langsung. Teknik utama
yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.1,2
2. Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi yang ada dan belum
Nampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi social
dan pekerjaannya.2
3. Psikoterapi berorientasi tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
memiliki ego strength, relaksasi objek, serta keutuhan diri pasien. Dari pemahaman
akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapi dapat memperkirakan
sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai,
minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.2

H. PROGNOSIS
Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan
panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.

BAB III
KESIMPULAN

Cemas merupakan suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan
yang sering disertai dengan gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan cemas terkandung
unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan
tersebut. Gangguan ansietas dapat ditandai hanya dengan rasa cemas, atau dapat juga
memperlihatkan gejala lain seperti fobia atau obsesif dan kecemasan muncul bila gejala
tersebut dilawan. Rasa takut juga bersifat universal dan dapat menimbulkan gambaran gejala

12
kecemasan yang akut; tetapi berbeda dengan cemas, penyebab rasa takut biasanya jelas dan
dapat dipahami. Suatu gambaran yang lazim pada semua gangguan cemas adalah kualitas
gejala tidak menyenangkan dan tidak alami (ansietas, fobia, obsesi)- yaitu ego alien dan ego
distonik. Gejala gejala ini cenderung menjadi kondisi relaps kronik-waspadalah terhadap
kemungkinan bunuh diri.
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan jika penderita
menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk
beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja (mengambang). Gejala-gejala tersebut biasanya
mencakup unsur-unsur berikut: Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di
ujung tanduk, sulit berkonsentrasi), ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran,
tidak dapat santai); dan overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb).
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara
yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Obat
pilihan yang digunakan adalah antianxietas (golongan benzodiazepine, buspiron, dan SSRI).

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Tomb DA. Buku saku psikiatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 97.
2. Redayabi P. Gangguan cemas menyeluruh. Dalam: Buku ajar psikiatri fakultas
kedokteran universitas Indonesia.Jakarta:Badan Penerbit FK UI:2015;hal.230-34
3. Sadock JB, Sadock AV.Synopsis of psychiatry: behavioral science/ clinical psychiatry.
11th edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins:2015;page 287-91.
4. Maslim R.Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-
III.Jakarta:bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya:2013;h.74
5. Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya.:2014;hal. 44-45
6.

14

Anda mungkin juga menyukai