2.1.2. Administratif
Kota Baubau awalnya terdiri dari 4 (empat) kecamatan, namun semenjak tahun 2006 mekar
menjadi 6 (enam) kecamatan dan menjadi 7 (tujuh) kecamatan di akhir tahun 2008 dengan luas wilayah
221,00 km2 dan luas tiap kecamatan yaitu Kecamatan Betoambari 27,89 km2 dengan persentase luas
wilayah 2,62% dari luas wilayah Kota baubau, Kecamatan Murhum 6,45 km2 dengan persentase luas
wilayah 2,92% dari luas wilayah Kota baubau, Kecamatan Wolio 17,33 km2 dengan persentase luas
wilayah 7,84% dari luas wilayah Kota baubau, Kecamatan Kokalukuna 9,44 km2 dengan persentase luas
wilayah 4,27% dari luas wilayah Kota baubau, Kecamatan Sorawolio 83,25 km2 dengan persentase luas
wilayah 37,67% dari luas wilayah Kota baubau, Kecamatan Bungi 47,71 km2 dengan persentase luas
wilayah 21,59% dari luas wilayah Kota baubau, dan Kecamatan Lea-Lea seluas 28,93 km2 dengan
persentase luas wilayah 13,09% dari luas wilayah Kota Baubau. Kecamatan dan Kelurahan yang
mempunyai luas wilayah terbesar terdapat di Kecamatan Sorawolio, yakni 83,25 (Ha). Sedangkan
Kecamatan dan Kelurahan yang mempunyai luas wilayah terkecil terdapat di Kecamatan Murhum, yakni
6,45 (Ha). Adapun Kecamatan yang mempunyai jumlah Kelurahan terbanyak terdapat di Kecamatan
Murhum, yakni 11 Kelurahan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 tentang Letak Geografis dan Data
Administrasi Kota Baubau yang berikut ini :
Tabel 2.1.1 Letak Geografis Kota BauBau menurut Kecamatan tahun 2011
Kecamatan Lintang Selatan Bujur Timur
(1) (2) (3)
Betoambari 5050 5051 122o56' 122o61
Murhum 5047 - 5047 122o59 122o60
Wolio 5046 - 5047 122o61 122o62
Kokalukuna 5048 - 5043 122o63 122o62
Sorawolio 5045 - 5044 122o68 122o75
Bungi 5040 - 5o44 122o67 122o66
Lea-Lea 5o33 5o34 122o67 122o69
Kota BauBau 5 o21 5 o30 122 o30 122 o45
Sumber; Badan Pusat Statistik Kota BauBau tahun 2011
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kota dan Cakupan Wilayah Kajian Kondisi Fisik
2.1.3. Topografi
Kondisi topografi Daerah Kota Baubau pada umumnya memiliki permukaan yang bergunung,
bergelombang dan berbukit-bukit. Di antara gunung dan bukitbukit terbentang dataran yang merupakan
daerahdaerah potensial untuk mengembangkan sector pertanian. Kota Baubau memiliki pula sungai
yang besar yaitu sungai Baubau yang membatasi Kecamatan Wolio dan Kecamatan Murhum dan
membelah Kota Baubau. Sungai tersebut umumnya memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai
sumber tenaga irigasi dan kebutuhan rumahtangga.
Perkembangan jumlah penduduk yang relatif tinggi di Kota Baubau lebih dipengaruhi oleh faktor
migrasi disamping pertilitas. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari letak geografis wilayah Kota
Baubau yang memiliki akses yang tinggi ke daerah-daerah tetangganya. Disamping itu lonjakan
peningkatan jumlah penduduk tersebut terjadi karena adanya arus pengungsi dari daerah konflik di
Maluku dan pengungsi dari Timor Timur yang masuk ke Kota Baubau.
Penduduk daerah Kota Baubau menurut hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 1990 berjumlah 77.224 orang
dan sepuluh tahun kemudian tepatnya saat Sensus Penduduk 2000 bertambah lagi hingga mencapai
106.092 orang. Jumlah ini dikutip dari hasil Sensus Penduduk di kecamatan-kecamatan bentukan Kota
Baubau. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 yang dilaksanakan BPS, penduduk Kota
Baubau mencapai jumlah 136.991 orang. Untuk data selengkapnya jumlah penduduk yang dirinci menurut
kecamatan disajikan pada tabel 3.1.1. Luas areal Kota Baubau adalah 221 km2. Seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk, maka kepadatan terus meningkat dari tahun ke tahun. Kepadatan penduduk
Kota Baubau tahun 1990 sebesar 349 orang per km2 kemudian tahun 2000 sebesar 480 per km2 dan
pada tahun 2010 meningkat menjadi 620 orang per km 2. Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan
Murhum dengan luas wilayah terkecil yaitu sebesar 7.000 orang per km2, sedangkan Kecamatan
Sorawolio dengan luas wilayah terbesar justru memiliki kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 85
orang per km2.
Seperti disebutkan di atas bahwa jumlah penduduk Kota Baubau pada tahun 1990 sebanyak
77.224 orang dan pada tahun 2000 sebanyak 106.092 orang dengan rata-rata laju pertumbuhan pertahun
selama kurun waktu 10 tahun sebesar 3,23 persen, dan pada kurun waktu tahun 2000-2010 mengalami
pertumbuhan sebesar 2,59 persen yaitu dari 106.092 orang menjadi 136.991 orang di tahun 2010. Dari 7
kecamatan yang ada di Baubau, semuanya dengan tingkat pertumbuhan penduduk di atas 2 persen.
Dari jumlah penduduk yang mencapai 136.991 orang pada tahun 2010, sebagian besar tersebar di
4 kecamatan yang merupakan pusat perkotaan yaitu Kecamatan Murhum (terbesar persentasenya yaitu
32,96 persen), Wolio, Kokalukuna dan Betoambari. Sedangkan 3 kecamatan lainnya yang berada di
pinggiran perkotaan persebaran penduduknya dibawah 6 persen. Begitu pula dengan Kepadatan
Penduduk di Kota Baubau, di tahun 2010, Kecamatan Murhum kepadatan penduduknya terbesar di Kota
Baubau, disusul kecamatan Wolio di urutan ke-2 dan Kokalukuna di posisi ke-3, sedangkan 4 kecamatan
lainnya seperti Betoambari, Sorawolio, Bungi dan Lea-lea capaianya kepadatan penduduknya kuang dari
1000 orang/km2.
Tabel 2.6. Luas Wiyalah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kota
Baubau tahun 2010
Penduduk Kepadatan
Luas Proyeksi Kepadatan Penduduk
Kecamatan (orang) Penduduk
(jiwa/Ha)
Km 2) % Jml % (orang/km 2)
201 201 202 202 203
0 5 0 5 0
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Betoambari 27,89 12,62 16.283 11,89 584 5 6 8 10 13
Murhum 6,45 2,92 45.150 32,96 7.000 44 49 49 49 49
Wolio 17,33 7,84 37.974 27,72 2.191 12 14 20 20 20
Kokalukuna 9,44 4,27 16.736 12,22 1.773 9 11 16 21 27
Sorawolio 83,25 37,67 7.112 5,19 85 1 1 1 1 2
Bungi 47,71 21,59 7.096 5,18 149 1 1 3 5 8
Lea-Lea 28,93 13,09 6.630 4,84 229 2 2 6 10 16
KOTA BAUBAU 221,00 100,00 136.99 100,0 620 74 84 103 116 135
1 0
Sumber; Badan Pusat Statistik Kota Baubau
Tabel 2.7. Struktur Ekonomi Sektoral Kota Baubau dan Jenis Kegiatannya
SEKTOR PRIMER
1 Pertanian 1. Tanaman pangan
Sektor primer merupakan sektor primitif yang sudah ada dari jaman manusia diciptakan, yang
membedakan hanyalah penggunaan alat dan teknologi yang disesuiakan dengan jamannya. Kegiatan
sektor primer sangat bergantung dengan kondisi alam, baik mengolah tanah di permukaan atau menggali
dan mengambil material di dalam tanah. Kegiatan sektor sekunder merupakan kelanjutan dari kegiatan
sektor primer yaitu dengan cara mengolah hasil alam dengan menggunakan teknologi sederhana maupun
modern untuk menghasilkan suatu produk dengan nilai yang lebih tinggi. Sedangkan kegiatan sektor
tersier merupakan jenis kegitan pelengkap yang memfasilitasi kegiatan-kegiatan di sektor primer dan
sekunder. Inti dari kegiatan sektor tersier adalah pada jasa pelayanan, jasa persewaan, perdagangan dan
sejenisnya.
Tabel 2.11. PDRB Struktur Ekonomi ADH Konstan 2000 Tahun 2007-
2012
PDRB ADH Konstan (juta Rp)
SEKTOR
2007 2008 2009 2010 2011** 2012**
PRIMER 58,949.82 61,460.24 66,684.94 77,308.18 83,619.51 89,930.84
Pertanian 56,094.58 58,484.51 62,820.01 73,316.64 79,333.11 85,349.57
Pertambangan 2,855.24 2,975.73 3,864.93 3,991.54 4,286.40 4,581.27
144,318.9 159,018.9 177,668.7 203,511.1 223,300.1 243,089.0
SEKUNDER
8 9 4 6 2 9
Industri Pengolahan 23,938.06 27,320.95 30,701.53 34,306.10 37,500.68 40,695.26
Listrik, Gas dan Air bersih 5,737.71 6,245.26 7,051.56 7,995.03 8,875.72 9,756.42
Konstruksi 114,643.21 125,452.78 139,915.65 161,210.03 176,923.72 192,637.41
383,055.7 411,499.8 455,804.9 521,507.0 567,346.3 613,185.5
TERSIER
2 0 7 3 0 7
Perdagangan, Hotel &
128,018.20 137,569.34 156,796.43 175,477.84 190,702.05 205,926.25
Restoran
Pengangkutan & Komunikasi 61,794.23 69,949.36 82,611.47 89,218.52 97,131.85 105,045.18
Keuangan, persewaan &
43,331.28 47,965.30 49,099.12 60,496.49 66,785.73 73,074.98
Jasa perusahaan
Jasa-Jasa 149,912.01 156,015.80 167,297.95 196,314.18 212,726.67 229,139.16
586,324.5 631,979.0 700,158.6 802,326.3 874,265.9 946,205.5
Total
2 3 5 7 4 0
Sumber : BPS kota Baubau, Dokumen PDRB tahun 2007-2009
(*) Data diolah
(**) Data Proyeksi
Gambar 2.2. Struktur PDRB ADH Berlaku tahun 2011 (dalam Persen)
Gambar 2.3. Struktur PDRB ADH Berlaku tahun 2012 (dalam Persen)
Fenomena yang hampir sama, diperkirakan tetap akan berlanjut pada tahun 2012, tetapi peranan
dari sektor perdagangan, hotel dan restoran cenderung menurun dari 24,70% tahun 2011 menjadi 24,69
pada tahun 2012 sedangkan sektor jasa-jasa dan konstruksi cenderung meningkat, Dalam hal ini,
perkiraan tahun 2012 sektor perdagangan, hotel & restoran masih tetap sebagi sektor tertinggi dalam
kontribusi struktur PBRD kota Baubau melebih sektor-sektor lainnya. Selain itu, sektor konstruksi dan
sektor jasa-jasa terus menunjukkan konsistensi sebagai kandidat sektor unggulan Kota Baubau di masa
yang akan datang.
2.3.2 PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi
Analisis ekonomi daerah bertujuan untuk menilai sejauh mana realisasi pembangunan di Kota
Baubau dapat mempengaruhi kinerja ekonomi kota dan sejauh mana indikator makro ekonomi sesuai
dengan yang diasumsikan dalam RPJMD tahun 2008-2013. Salah satu indikator ekonomi daerah adalah
perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pembangunan daerah yang terwakili melalui
Gambar 2.4. Nilai Produk Domestik Regional Bruto Kota Baubau, Tahun 2007-2012
Secara sektoral, tingginya laju pertumbuhan ekonomi Kota Baubau selama kurun waktu 2008-2009
didukung oleh pertumbuhan sektor-sektornya. Pertumbuhan terbesar terjadi di sektor pertambangan dan
penggalian sebesar 29,88 persen, kondisi ini berbeda dengan tahun sebelumnya dimana pertumbuhan
terbesar terjadi pada industri pengolahan, sedangkan pertumbuhan terkecil pada sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan yang hanya tumbuh sebesar 2,36 persen. Adapun sektorsektor yang
mendukung pertumbuhan ekonomi Kota Baubau pada tahun 2009 yaitu sektor pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan meningkat sebesar 7,41 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar
Pada tahun 2010, sector-sektor pembentuk PDRB pada umumnya menunjukkan pertumbuhan
yang cukup signifikan, diantaranya sektor pertanian, peternakan dan perikanan yang meningkat sebesar
16,71 persen dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 7,41 persen dan sector keuangan, persewaan
Penyerapan tenaga kerja per lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 2.12 berikut di bawah ini :
Tabel 2.13. Perkembangan PDRB Terhadap Serapan Tenaga Kerja Kota Baubau
Per Sektor/Lapangan Usaha 2007-2012
Sektor/Lapangan PDRB terhadap Serapan Tenaga Kerja Per Sektor Kota Bau-Bau (dalam juta
Usaha rupiah)
2007 2008 2009 *2010 **2011 **2012
Pertanian 21.381 21.190 27.401 33.664 42.691 54.757
Gambar 2.8. Grafik Perkembangan PDRB Terhadap Serapan Tenaga kerja Per Sektor
Tahun 2007-2012
Tingkat kemampuan rata-rata penduduk dalam membeli barang dan jasa dan/atau tingkat
kesejahteraan penduduk Kota Baubau yang direfleksikan dengan indikator pendapatan (PDRB) per
kapita, secara nominal menunjukkan peningkatan, yaitu dari Rp. 12,205 juta per tahun atau Rp. 1,017 juta
Dalam mengamati perkembangan ekonomi, indikator lainnya yang cukup penting disamping
pertumbuhan ekonomi produktivitas sektoral. Produktivitas Sektoral merupakan rasio antara Nilai Tambah
Bruto (NTB) setiap sektor terhadap jumlah tenaga kerja di sektor yang bersangkutan.
Secara makro, produktivitas sektoral tertinggi ditempati oleh sektor listrik, gas dan air bersih yakni
sebesar 362,58 persen ditahun 2007 dan diproyeksikan akan tetap menempati urutan tertinggi pada tahun
2011 dan tahun 2012 masing-masing sebesar 218,65 dan 348,98. Perkembangan Tingkat harga dan/atau
tingkat inflasi merupakan indikator ekonomi makro penting lainnya disamping pertumbuhan ekonomi.
Indikator ini sekaligus menunjukkan tingkat stabilitas perekonomian atau ekonomi makro yang merupakan
prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat.
30.00
26.02
23.90
25.00
20.00 18.30
16.03
15.00
%
0.00
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Inflasi PDRB Deflator Inflasi IHK
Tingkat inflasi dapat dihitung dengan menggunakan PDRB deflator (PDRB ADH berlaku dibagi
dengan PDRB ADH konstan) dan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari sekelompok barang-barang yang
telah ditetapkan. Berdasarkan PDRB deflator (y.o.y), pada tahun 2006, tingkat inflasi Kota Baubau berada
di atas dua digit atau di atas 10%, yaitu sebesar 10,48% dan 26,02% berdasarkan IHK serta masuk dalam
kategori tingkat inflasi sedang. Sementara pada tahun 2007, menurut PDRB deflator berada dibawah
angka dua digit, yaitu hanya sebesar 9,92% dan masuk dalam kategori tingkat inflasi ringan, sementara
menurut IHK sebesar 10,65%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional
maupun Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2006 yang masing-masing hanya mencapai 6,60% dan
10,57%
25.00 9.00
8.41
20.86 8.00
20.00 19.18 7.00
17.38
15.45 6.00
15.00
12.27 11.04 5.00
9.95 10.12 9.99 9.86 9.73 4.00
10.00 8.96
3.95
3.68
3.00
3.44
3.04
5.00 2.00
2.37
2.11
2.24
2.23
2.12
2.00
1.96
1.00
0.00 0.00
% q1 q2 q3 q4 q1 q2 q3 q4 q1 q2 q3 q4 %
2006 2007 2008
Tingkat Inflasi PDRB Deflator (q.o.q)
Tingkat Inflasi PDRB Deflator (q.t.q)
Tahun/Kuartal
50.00
Tingkat Inflasi IHK (q.t.q) Tingkat Inflasi IHK (y.o.y) Laju Inflasi IHK (m.t.m)
40.00
30.00
20.00
%
10.00
0.00
Mei
Mei
Mei
Maret
Maret
Maret
November
November
November
Januari
April
Januari
April
Januari
Juni
Juni
Juli
Juni
Juli
April
Juli
Oktober
Oktober
Oktober
Februari
Februari
Agustus
Agustus
Agustus
Februari
September
September
September
Desember
Desember
Desember
-10.00
-20.00
2006 2007 2008
Tahun/Kuartal/Bulan
Lebih rendahnya tingkat inflasi pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2006 diduga karena dampak
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tanggal 1 Oktober 2005 yang mendorong kenaikan
harga-harga di Kota Baubau berangsur-angsur stabil. Kuat dugaan bahwa dampak rambatan ( multiplier
effect) kenaikan BBM pada inflasi di Kota Baubau hanya nampak selama kuartal keempat tahun 2005
sampai dengan kuartal kedua tahun 2006 (2005.IV-2006.II) Indikasi ini dengan jelas terlihat dimana
berdasarkan perhitungan kuartal terhadap kuartal (q.o.q), tingkat inflasi PDRB deflator, Kota Baubau
mengalami tingkat inflasi dua digit hanya pada kuartal pertama tahun 2007 (2007.I), sementara pada
tahun 2006 terjadi selama dua kuartal, yaitu antara 2006.I-2006.II.
Lebih lanjut, berdasarkan perhitungan tingkat inflasi IHK, lebih rendahnya laju inflasi pada tahun
2007 dibandingkan dengan tahun 2006 dengan jelas terlihat dari nilai inflasi dari bulan ke bulan ( m.t.m)
Kota Baubau yang berada dibawah angka satu digit. Bahkan, pada bulan April, Mei, Juni, Juli, September
dan Oktober 2007, Kota Baubau mengalami deflasi, yaitu masing-masing sebesar 1,90%, 1,04%, 3,18%,
0,76%, 0,95% dan 1,34%. Secara kuartalan, deflasi terjadi selama kuartal kedua sampai keempat tahun
2007 (2007.II-2007.IV) dan hanya pada kuartal pertama tahun 2007 (2007.I) berdasarkan perhitungan
kuartal ke kuartal (q.t.q) mengalami inflasi yang relatif tinggi yaitu sebesar 6,57%.
Pada tahun 2008, secara rata-rata berdasarkan perhitungan tahun terhadap tahun ( y.o.y), tingkat
inflasi diperkirakan sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2007 yaitu mencapai 16,41% berdasarkan
IHK atau 18,30% berdasarkan PDRB deflator. Berdasarkan perhitungan bulan ke bulan (m.t.m), laju inflasi
relatif tinggi terjadi pada bulan Februari (6,78%) dan bulan Maret (5,65%), sementara pada bulan Januari,
April, Mei, Juni, Juli, Agustus dan September Tahun 2008, Kota Baubau mengalami deflasi, yaitu masing-
masing sebesar 13,28%, 2,49%, 2,20%, 3,82%, 2,78%, 0,15% dan 0,59%. Hal ini menunjukkan bahwa
Rencana tata ruang wilayah atau biasa juga disebut rencana tata ruang wilayah adalah rencana
pemanfaatan ruang kota atau kawasan perkotaan secara umum yang disusun untuk penyiapan perwujudan
ruang dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan kota. Pada dasarnya rencana tata ruang
wilayah, termasuk rencana tata ruang kawasan perkotaan, disusun dengan perspektif :
a. Menuju keadaan pada masa depan yang diharapkan,
b. Bertitik tolak dari data informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat di pakai, serta
c. Memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sector.
2.4.1 Kebijakan Penataan Ruang
3. Menempatkan pasukan komando (TNI) Kostrad dan POLRI (Brimob) pada titik-titik strategis yang
memudahkan pola gerak pasukan untuk pengamananan dan pertahanan Negara.
4. menjadikan depot logistic PERTAMINA sebagai pemasok energi dalam keadaan darurat perang.
5. Menjadikan Bandara Betoambari sebagai pusat distribusi pasukan gerak cepat dalam
mengantisipasi keadaan darurat perang.
2.4.16Kebijakan Kependudukan
1. Kebijakan penyediaan ruang yang optimal dalam kaitannya dengan pengembangan kependudukan
dijabarkan dalam strategi :
a. Menentukan ruang-ruang yang sesuai dengan kultur/budaya masyarakat setempat.
b. Menentukan ruang-ruang yang sesuai dengan kondisi fisik lahan dan kelayakan lahan.
c. Menentukan ruang-ruang yang sesuai dengan potensi untuk dikembangkan.
d. Menentukan ruang-ruang yang mempunyai aksesbilitas yang baik terhadap struktur tata ruang
kota.
2. Konservasi dan revitalisasi warisan budaya terbangun dijabarkan dalam strategi :
a. Penataan dan pengaturan ruang untuk kawasan permukiman.
b. Penetapan akan fungsi dari masing-masing kawasan.
3. Memberikan kesempatan pendidikan penduduk baik pendidikan formal maupun non formal.
4. Penyediaan dan peningkatan fasilitas kesehatan.
5. Mengembangkan sistem pencatatan (registrasi) dan pemantauan penduduk migran yang lebih
efektif.
6. Mengembangkan sistem disintensif dalam upaya untuk mengurangi penduduk migran.
7. Melibatkan desa adat, baik dalam pencatatan dan pemantauan maupun dalam hal penerapan sistem
disinsentif bagi penduduk migran.
8. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat yang
dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan keselarasan dan keseimbangan aspek
kependudukan dan lingkungan untuk pembangunan yang berkelanjutan.
9. Pembangunan kependudukan dan lingkungan hidup dilakukan dengan mengembangkan berbagai
program yang bertujuan mempertahankan kelestarian potensi sumber daya alam dan sumber daya
buatan, mencegah kerusakan dan pencemaran lingkungan, sehingga kemampuan sumber daya
untuk menunjang pembangunan tetap dapat dipertahankan.
Mengembangkan kemampuan pranata dan lembaga yang memiliki visi pemberdayaan perempuan,
termasuk organisasi perempuan agar lebih berpartisipasi aktif dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender. Kebijakan penataan ruang wilayah kota adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah kota guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kota dalam kurun waktu 20 (dua
puluh) tahun. Kebijakan penataan ruang meliputi :
1. Memantapkan sistem perencanaan tata ruang dengan meningkatkan
ketersediaan rencana tata ruang wilayah, kawasan perkotaan, kawasan perdesaan dan kawasan khusus
yang dilakukan secara transparan, partisipatif dan sesuai dengan kaidah perencanaan.
2 Meningkatkan ketertiban pemanfaatan ruang melalui penyediaan rencana rinci tata ruang dan
melengkapinya dengan kebijakan, peraturan-peraturan, dan mekanisme perizinan dalam pemanfaatan
ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan penataan ruang melalui pengembangan prosedur dan
mekanisme, pengembangan organisasi, pemasyarakatan prinsip penataan ruang, termasuk mengenai
hak dan kewajiban masyarakat dalam penyusunan rencana, perwujudan pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Menata kembali dan mengembangkan kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
Begitu pula dengan Kebijakan pengembangan struktur kota, yang meliputi;
5. Menciptakan kerangka kota baru yang merangkai seluruh wilayah Kota Bau-Bau.
6. Merevitalisasi kerangka kota yang ada.
7. Memanfaatkan alur sungai sebagai unsur kerangka kota.
8. Mengendalikan pemanfaatan lahan pada area patahan.
9. Meningkatkan fungsi dan peran unsur pembentuk struktur tata ruang kota.
10. Mengembangkan unsur pembentuk struktur tata ruang kota yang baru.
11. Mengendalikan dan membatasi ruang-ruang struktural yang tidak sesuai.
Peta 2.2
Peta Rencana Pola/Struktur Ruang Wilayah Kota Bau-Bau
2.5.1. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu proses penting untuk meningkatkan kualitas Sumber daya Manusia
(SDM), Peningkatan kualitas SDM ditandai oleh semakin meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia yang
dapat dilihat dari tiga indikator utama, yaitu kesehatan, pendidikan dan daya beli. Pendidikan membuka
peluang individu maupun masyarakat untuk memperoleh pengetahuan. Pengukuran keberhasilan
pembangunan melalui pendekatan IPM dari aspek pendidikan dimulai dari Indeks Angka Melek Huruf (AMH),
Indeks Rata-rata Lama Sekolah, Angka Rata-rata Lama Sekolah. Kemudian dilanjutkan dengan indikator
makro yang terkait dan ikut mempengaruhi angka tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung
seperti Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni. Pencermatan atas data sebaran Rata-rata
Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf (AHM) menunjukan bahwa ketersediaan saran prasarana,
aksesibilitas serta kondisi sosial ekonomi berpengaruh pada peningkatan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan
Angka Melek Huruf (AMH).
Dalam skala nasional Pembangunan pendidikan sampai dengan tahun 2011, telah berhasil
meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia yang ditandai dengan menurunnya proporsi buta
aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 5,3 persen, serta meningkatnya angka partisipasi kasar
(APK) dan angka partisipasi murni (APM) pada semua jenjang pendidikan. Pemerintah Kota Baubau telah
menetapkan misi pendidikan dalam kerangka upaya perwujudan sumberdaya manusia yang memiliki kualitas
iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
profesional sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan global.
Berbagai upaya telah dan akan terus dilakukan untuk mendukung misi tersebut diantaranya
peningkatan akses masyarakat pada berbagai jenjang pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini
(PAUD) sampai pendidikan menengah, pendidikan non formal, pendidikan luar biasa, peningkatan kualitas
dan kuantitas tenaga didik, serta manajemen pelayanan pendidikan. Selain itu kompetensi penguasaan
tehnologi informasi. Tabel 2.3. memperlihatkan capaian indikator pendidikan dan IPM Kota Bau-bau tahun
2008 2012.
Indikator Capaian
No
Indikator Pendidikan 200 2009 201 2011 2012
.
8 0 *
1 Angka Partisipasi Murni
(%)
92,2
a. SD 88,12 94,40 98,80
9
82,9
b. SMP 72,08 76,00 83,00
7
85,6
c. SMA 69,73 84,80 90,00
2
2 Angka Partisipasi Kasar
(%)
101,8 116, 110,2 115,0
a. SD
3 43 5 0
122, 122,0 122,0
b. SMP 79,40
40 0 0
137, 121,0 121,0
c. SMA 97,70
41 0 0
3 Rasio Guru terhadap
murid (%)
a. SD 0.05 0.05 0.06 0,14 0,19
b. SMP 0.05 0.05 0.06 0,09 0,11
c. SMA 0.05 0.05 0.06 0,10 0,12
4 Indeks Pembangunan
Manusia
a. Angka melek huruf 95.2 95.5
95.30 98,86 99,81
(%) 0 8
b. Angka Rata-rata 9.60 9.75 9.84 9.92* 10,00
lama sekolah (tahun)
c. Angka harapan 69.7 70.3 70.66
70.09 70,92
hidup (tahun) 9 9 *
d. Pengeluaran riil 607. 608.1 616. 620,9 625,8
perkapita (Rp.000) 11 2 11 6* 5
72.1 73.4 74.33
IPM Kota Baubau 72.56 75,18
4 8 *
69.0 70.3 71.05
IPM Prov. Sultra 69.68 71,75
0 6 *
71.1 72.2 72.79
IPM Nasional 71.76 73,34
7 3 *
Keberhasilan bidang pendidikan di Kota Baubau dapat dilihat dari capaian indikator pembangunan
bidang Pendidikan yang tergambar dari Angka Partisipasi Murni (APM) SD-SMA diatas 80% sejak tahun
2010, sedangkan Angka Partisipasi Kasar (APK) diatas 110%. Capaian tersebut lebih tinggi dari target
RPJMD 2008-2013. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Baubau juga mengalami peningkatan yang
cukup signifikan dari 72,14 tahun 2008 menjadi 73,48 pada tahun 2010. Capaian ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan IPM Sultra (70,36) dan IPM Nasional (72,23).
Tabel 2.4. Perkembangan Sarana kesehatan di Kota Baubau Tahun 2008 2011
Tahun
Sarana Kesehatan
2008 2009 2010 2011
Rumah Sakit 2 2 2 3
Puskesmas non
11 11 13 14
Perawatan
Output dari upaya penyediaan sarana dan tenaga kesehatan adalah terselenggaranya upaya
pelayanan kesehatan yang baik yang bermuara pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Indikator
keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari Angka Kematian Ibu, Angka kematian Bayi dan
Balita, Angka Gizi Buruk, Angka Pengendalian Penyakit menular, Pertolongan Persalinan, dan Umur Harapan
Hidup. Selain menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif di RSUD Kota
Baubau, Pemerintah Kota Baubau juga menyelenggarakan upaya kesehatan yang sifatnya promotif dan
preventif di Puskesmas dan jaringannya. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan menjadi bagian
penting dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat; mendekatkan sarana pelayanan dengan
penduduk sehingga upaya-upaya kesehatan berbasis puskesmas akan semakin baik.
Cakupan sarana pelayanan kesehatan per 1000 penduduk akan menggambarkan angka
pemanfaatannya. Sebagaimana tabel 2.6. menunjukkan bahwa rasio puskesmas, poliklinik, dan pustu per
1000 penduduk di Kota Baubau pada periode 2008-2011 menunjukkan peningkatan (0.30-0,31) per 1000
penduduk seiring dengan bertambahnya jumlah sarana dimaksud. Demikian juga dengan rasio posyandu
menunjukkan angka pemanfaatan posyandu cukup baik dengan sebesar (6,90 7,57) per 1000 balita.
Angka Kematian Ibu (AKI) menurun dengan rata-rata 11,30 per 100.000 kelahiran hidup pada periode
2008-2011. Pada tahun 2008 AKI sebesar 232,00 per 100.000 kelahiran hidup, menjadi 143,33 pada tahun
2010 dan diperkirakan akan menurun menjadi 106,00 pada tahun 2011. Kondisi ini diikuti juga dengan
penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) dari tahun 2008 sebesar 24 bayi per 1000 kelahiran menjadi 7,50 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Kondisi ini didukung pula oleh makin baiknya upaya pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan dengan cakupan pelayanan antara 86,16%-87,45% pada periode itu, lebih
tinggi dibandingkan dengan angka Standar Pelayanan Minimal (85%). Balita dengan status Gizi Buruk masih
ada di Kota Baubau meskipun dengan angkanya lebih kecil dari Kabupaten lain di Sulawesi Tenggara.
Cakupan Balita Gizi Buruk yang berhasil ditangani pada tahun 2008-2011 meningkat dari 86,49 % pada tahun
2008 menjadi 100% pada tahun 2010.
Selain itu, upaya pengendalian penyakit menular terus menunjukkan perbaikan, yang antara lain
ditunjukkan oleh meningkatnya cakupan penemuan dan penanganan penyakit TBC dari 55,11% pada tahun
2008 menjadi 66,75% pada tahun 2010, cakupan desa dengan UCI meningkat menjadi 98,80% tahun 2010.
Serta upaya kesehatan lainnya meliputi cakupan akseptor KB-aktif yang meningkat dari 78,60% menjadi
Buku Putih sanitasi Kota Baubau tahun 2012
Program Percepatan Sanitasi Perkotaan PPSP
Kota Baubau 2012
82,65%, peningkatan presentase rumah layak huni (97,22% menjadi 97,46%), cakupan rumah dengan air
bersih (64,56%-95,65%).
Tabel. 2.16. Capaian Indikator Kesehatan Di Kota Baubau Tahun 2008 2012
Capaian indikator
No Indikator Kesehatan
2008 2009 2010 2011
Rasio Dokter terhadap
1
penduduk per 1000
a. Dokter spesialis 0.04 0.06 0.06 0.07
b. Dokter umum 0.16 0.20 0.20 0.22
c. Dokter gigi 0.05 0.07 0.08 0.09
Rasio SKM terhadap
2 0.20 0.30 0.44 0.64
penduduk (1000)
Rasio Posyandu per 1000
3 6.90 7.57 7.35 7.37
Balita
Rasio Puskesmas,
4 Poliklinik,Pustu per 1000 0.30 0.31 0.31 0.31
penduduk
Cakupan pertolongan
5 persalinan oleh tenaga 86.28 86.16 87.45 87.60
kesehatan (%)
Capaian indikator
No Indikator Kesehatan
2008 2009 2010 2011*
Angka kematian ibu per 172.0
6 232.00 143.33 120,48
100.000 kelahiran hidup 0
Angka kematian bayi per
7 24.00 11.00 7.50 5.07
1000 kelahiran hidup
Cakupan Balita Gizi buruk 100.0
8 86.49 100.00 105.40
yang ditangani (%) 0
Cakupan penemuan dan
9 55.11 68.10 66.75 71,20
penanganan TBC (%)
Cakupan desa dengan UCI
10 (Universal Child Imunization) 90.9 98 98.8 103.52
(%)
Persentase Akseptor KB Aktif
11 79.35 75.83 82.65 84.17
(%)
Persentase Rumah layak huni
12 97.22 95.15 97.46 97.56
(%)
13 Rumah dengan air bersih (%) 93.48 94.24 95.65 110,67
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Baubau (2010): Diolah
Gambar 2.14. Angka Kemiskinan Kota Baubau dan Prov. Sultra tahun 2008-
2010