Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS TIPE II

I. Konsep Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II


1.1 Definisi
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak
adekuat (Brunner & Suddart).

Diabetes mellitus Tipe 2 atau dikenal dengan istilah Non-insulin


Dependent Millitus (NIDDM) adalah keadaan dimana hormone insulin
dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, hal ini
dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam
produksi insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan
jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya
kadar insulin di dalam darah. (Nurul Wahdah, 2011)

Diabetes Mellitus Tipe II adalah defek sekresi insulin, dimana


pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan glukosa plasma yang normal, sehingga terjadi
hiperglikemia yang disebabkan insensitifitas seluler akibat
insulin. (Elizabeth J Corwin, 2009)

Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi,


kadar insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik,
sehingga gagal membawa glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi
gangguan transport glukosa yang dijadikan sebagai bahan bakar
metabolisme energi. (FKUI, 2011)

Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan


dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal
pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110
mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL
pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula
maupun karbohidrat lainnya.

I.2. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain:

1
1.2.1 Penurunan fungsi cell b pancreas
Penurunan fungsi cell b disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan
menyebkan peningkatan stress oksidatif, IL-1b DAN NF-
kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel beta
2) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan
adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolism
non oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel
beta sehingga terjadi apoptosis
3) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat
sehingga kadar glukosa darah akan meningkat, karena itu
sel beta akan berusaha mengkompensasinya dengan
meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi
hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti
dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk
disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan
mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel
beta dalam pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM
Tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.
4) Efek inkretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan
cara meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan
sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel beta.
5) Umur
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan
semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya
terus meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang
mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 92%.
Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun
mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada
tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang dapat
mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang

2
mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang
mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa.
6) Genetik

1.2.2 Retensi insulin


Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak
begitu jelas, tapi faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
1) Obesitas terutama yang bersifat sentral ( bentuk apel )
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap
glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel
diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan
keaktifannya kurang sensitif.
2) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3) Kurang gerak badan
4) Faktor keturunan ( herediter )
5) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi
sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis
adrenal medular dan bila stress menetap maka sistem
hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing factor yang
menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol, yang
akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah
(FKUI, 2011)

1.3 Tanda dan Gejala


1.3.1 Tanda dan gejala spesifik DM Tipe II, antara lain:
1) Penurunan penglihatan
2) Poliuri ( peningkatan pengeluaran urine ) karena air
mengikuti glukosa dan keluar melalui urine.
3) Polidipsia (peningkatan kadar rasa haus)akibat volume
urineyang sangat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel
mengikuti ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi

3
keplasma yang hipertonik (konsentrasi tinggi) dehidrasi
intrasel menstimulasi pengeluaran hormon anti duretik
(ADH, vasopresin)dan menimbulkan rasa haus
4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat kataboisme protein
di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi. Aliran darah yang
buruk pada pasien DM kronis menyebabkan kelelahan
5) Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan
pascaabsorptif yang kronis, katabolisme protein dan
lemak dan kelaparan relatif sel. Sering terjadi penurunan
berat badan tanpa terapi
6) Konfusi atau derajat delirium
7) Konstipasi atau kembung pada abdomen(akibat
hipotonusitas lambung)
8) Retinopati atau pembentukan katarak
9) Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki akibat
kerusakan sirkulasi perifer, kemungkinan kondisi kulit
kronis seperti selulitis atau luka yang tidak kunjung
sembuh, turgor kulit buruk dan membran mukosa kering
akibat dehidrasi
10) Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek,
dan kemungkinan nyeri perifer atau kebas
11) Hipotensi ortostatik (Jaime Stockslager L dan Liz
Schaeffer,2007)

1.3.2 Tanda dan gejala non spesifik DM Tipe II, antara lain:
1) Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan
konsentrasi glukosa diskresi mukus, gangguan fungsi
imun dan penurunan aliran darah
2) Gangguan penglihatan yang berhubungan dengan
keseimbangan air atau pada kasus yang berat terjadi
kerusakan retina
3) Paretesia atau abnormalitas sensasi
4) Kandidiasis vagina ( infeks ragi ), akibat peningkatan
kadar glukosa disekret vagina dan urine, serta gangguan
fungsi imun . kandidiasis dapat menyebabkan rasa gatal
dan kadas di vagina

4
5) Pelisutan otot dapat terjadi kerena protein otot digunakan
untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh
6) Efek Somogyi: Efek somogyi merupakan komplikasi akut
yang ditandai penurunan unik kadar glukosa darah di
malam hari, kemudian di pagi hari kadar glukosa kembali
meningkat diikuti peningkatan rebound pada paginya.
Penyebab hipoglikemia malam hari kemungkinan besar
berkaitan dengan penyuntikan insulin di sore harinya.
Hipoglikemia itu sendiri kemudian menyebabkan
peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan. Hormon ini menstimulasi glukoneogenesis
sehingga pada pagi harinya terjadi hiperglikemia.
Pengobatan untuk efek somogyi ditujukan untuk
memanipulasi penyuntikan insulin sore hari sedemikian
rupa sehingga tidak menyebabkan hipoglikemia.
Intervensi diet juga dapat mengurangi efek somogyi. Efek
somogyi banyak dijumpai pada anak-anak.
7) Fenomena fajar ( dawn phenomenon) adalah
hiperglikemia pada pagi hari ( antara jam 5 dan 9 pagi)
yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan sirkadian
kadar glukosa di pada pagi hari. Fenomena ini dapat
dijumpai pada pengidap diabetes Tipe I atau Tipe II.
Hormone-hormon yang memperlihatkan variasi sirkadian
pada pagi hari adalah kortisol dan hormon pertumbuhan,
dimana dan keduanya merangsang glukoneogenesis. Pada
pengidap diabetes Tipe II, juga dapat terjadi di pagi hari,
baik sebagai variasi sirkadian normal maupun atau
sebagai respons terhadap hormone pertumbuhan atau
kortisol. (Elizabeth J Corwin, 2009)

1.4 Patofisiologi
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi
insulin perifer, gangguan hepatic glucose production (HGP), dan
penurunan fungsi cell , yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total
sel . Mula-mula timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh
peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi retensi insulin itu
agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak

5
akan sanggup lagi mengkompensasi retensi insulin hingga kadar
glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat
itulah diagnosis diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel
beta itu berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali
tidak mampu lagi mengsekresi insulin.( FKUI,2011 )

Individu yang mengidap DM Tipe II tetap mengahasilkan insulin.


Akan tetapi jarang terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan
penurunan jumlah total insulin yang di lepaskan. Hal ini mendorong
semakin parah kondisi seiring dengan bertambah usia pasien. Selain
itu, sel-sel tubuh terutama sel otot dan adiposa memperlihatkan
resitensi terhadap insulin yang bersirkulasi dalam darah. Akibatnya
pembawa glukosa (transporter glukosa glut-4) yang ada disel tidak
adekuat. Karena sel kekurangan glukosa, hati memulai proses
glukoneogenesis, yang selanjutnya makin meningkatkan kadar glukosa
darah serta mestimulasai penguraian simpanan trigliserida, protein, dan
glikogen untuk mengahasilkan sumber bahan bakar alternative,
sehingga meningkatkan zat- zat ini didalam darah. Hanya sel-sel otak
dan sel darah merah yang terus menggunakan glukosa sebagai sumber
energy yang efektif . Karena masih terdapa insulin , individu dengan
DM Tipe II jarang mengandalkan asam lemak untuk menghasilkan
energi dan tidak rentang terhadap ketosis. (Elizabeth J Corwin, 2009)

1.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penyaringan :
a. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu.
b. Kadar glukosa puasa.
c. Tes toleransi glukosa oral ( TTGO ) standar.
Kadar gula glukosa sewaktu dan puasa enzimatik sebagai patokan
panyaringan dan diagnostik DM (mg/dl).

Bukan DM Belum pasti DM DM

6
a. Kadar glukosa darah sewaktu :
Plasma Vena. < 110 110119 >200
Darah Perifer. < 90 90199 >200

b. Kadar glukosa darah sewaktu :


Plasma Vena. < 110 110 125 > 126
Darah Kapiler. < 90 90 199 > 110

c. Cara pemeriksaan TTGO adalah :


- Tiga hari sebelum melakukan pemeriksaan klien seperti
biasa.
- Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
- Klien puasa semalam selama 10 12 jam.
- Pemeriksaan glukosa darah puasa.
- Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml,
lalu minum dalam waktu 5 menit.
- Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban
glukosa.
- selama pemeriksaan, klien yang diperiksa tetap beristirahat.
(Mansjoer, dkk. 1999 : 580 581)

1.6 Komplikasi
1.6.1 Komplikasi jangka pendek
1) Hiperglikemia
- Insulin menurun
- Glukagon meningkat
- Pemakaian glukosa perifer terhambat
2) Hipoglikemia
KGD < 60 mg%
Akibat terapi insulin
Ketoasidosis Diabetik : insulin menurun, lipolisis,
ketonbodi, koma
Neuropati Diabetik : kesemutan, lemas, baal, mual,
muntah, kembung
Nefropati Diabetik : proteinuria
Retinopati Diabetik : penglihatan kabur
Ulkus/Gangren
Kelainan Vaskuler
Mikrovaskuler
Makrovaskuler

Komplikasi jangka panjang dari diabetes

7
Organ/jaringan
Yg terjadi Komplikasi
yg terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk Sirkulasi yg jelek
& menyumbat arteri menyebabkan penyembuhan
berukuran besar atau sedang luka yg jelek & bisa
di jantung, otak, tungkai & menyebabkan penyakit
penis. jantung, stroke, gangren kaki
Dinding pembuluh darah & tangan, impoten & infeksi
kecil mengalami kerusakan
sehingga pembuluh tidak
dapat mentransfer oksigen
secara normal & mengalami
kebocoran
Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan &
pembuluh darah kecil retina pada akhirnya bisa terjadi
kebutaan
Ginjal Penebalan Fungsi ginjal yg buruk
pembuluh darah ginjal Gagal ginjal
Protein bocor ke
dalam air kemih
Darah tidak
disaring secara normal
Saraf Kerusakan saraf karena Kelemahan
glukosa tidak dimetabolisir tungkai yg terjadi secara
secara normal & karena tiba-tiba atau secara
aliran darah berkurang perlahan
Berkurangnya
rasa, kesemutan & nyeri
di tangan & kaki
Kerusakan saraf
menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg
otonom mengendalikan tekanan naik-turun
Kesulitan
darah & saluran pencernaan
menelan & perubahan
fungsi pencernaan
disertai serangan diare

8
Kulit Berkurangnya aliran darah Luka, infeksi
ke kulit & hilangnya rasa yg dalam (ulkus diabetikum)
Penyembuhan
menyebabkan cedera
luka yg jelek
berulang
Darah Gangguan fungsi sel darah Mudah terkena infeksi,
putih terutama infeksi saluran
kemih & kulit
Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir Sindroma
secara normal sehingga terowongan karpal
jaringan menebal atau Kontraktur Dupuytren
berkontraksi

Komplikasi ulkus DM
Penggolongan Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377), terdapat lima
grade ulkus diabetikum antara lain:
Grade 0 : tidak ada luka
Grade I :kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II :kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III :terjadi abses
Grade IV :Gangren pada kaki bagian distal
Grade V :Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

1.7 Penatalaksanaan
Kerangka utama penatalaksanan Diabetes Melitus yaitu perencanan
makan, latihan jasmani, obat hipoglikemia dan penyuluhan.
1) Perencanaan makan.
Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat (69 70 %), protein (10 15 %) dan
lemak (20 25 %). Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani
untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan kolesterol <
300 mg/hari, jumlah kandungan serta kurang lebih 25 gr/hari,
diutamakan jenis serat larut.
2) Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3 4 kali setiap minggu selama
kurang lebih 0,5 jam, latihan dilakukan secara terus menerus tanpa
berhenti, otot otot berkontraksi dan berelaksasi secara teratur,
selang seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur angsur

9
dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan
bertahan dalam waktu tertentu. Contoh latihan tersebut adalah jalan
kaki, jogging, renang, bersepeda dan mendayung. Dalam latihan
jasmani ini jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai
sepatu yang pas, harus didampingi oleh orang yang tahu, dan
memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.
3) Obat berkhasiat hipoglikemik.
Jika klien sudah melakukan pengaturan makan dan kegiatan
jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darah belum baik,
dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik.
- Sulfonilurea.
- Biguanid.
- Inhibitor glukosidose.
- Insulin sentizing agent.
Indikasi pemakaian insulin pada NIDDM adalah :
- DM dengan berat badan menurun cepat.
- Ketoasidosis, asidosis, laktat dan koma hiperosmolar.
- Dm yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi
berat dan lainnya)
- DM dengan kehamilan.
- DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik
oral dosis maksimal.
Tujuan utama pengobatan Diabetes Melitus adalah :
1. Mengembalikan metabolisme glukosa darah menjadi
senormal mungkin. mungkin agar penderita merasa nyaman
dan sehat.
2. Mencegah atau memperlambat timbulnya komplikasi
3. Mendidik penderita dalam pengetahuan dan motivasi agar
dapat merawat sendiri penyakitnya sehingga mampu mandiri.
(Mansjoer, 1999 : 583 585)

1.8 Pathway

10
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Diabetes Mellitus
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. PK : Infeksi

11
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
4. PK: Hipo / Hiperglikemi
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar)
dengan sumber informasi.
8. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit
9. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

III. PERENCANAAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri : Respon nyeri sangat
askep selama 3 x 24 1. Lakukan pegkajian nyeri secara individual sehingga
jam tingkat komprehensif termasuk lokasi, penangananyapun
kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi, berbeda untuk masing-
meningkat, dan kualitas dan ontro presipitasi. masing individu.
dibuktikan dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari Komunikasi yang
level nyeri: klien ketidaknyamanan. terapetik mampu
dapat melaporkan 3. Gunakan teknik komunikasi meningkatkan rasa
nyeri pada petugas, terapeutik untuk mengetahui percaya klien terhadap
frekuensi nyeri, pengalaman nyeri klien perawat sehingga dapat
ekspresi wajah, dan sebelumnya. lebih kooperatif dalam
menyatakan 4. Kontrol ontro lingkungan yang program manajemen
kenyamanan fisik mempengaruhi nyeri seperti suhu nyeri.
dan psikologis, TD ruangan, pencahayaan, Lingkungan yang
120/80 mmHg, N: kebisingan. nyaman dapat
60-100 x/mnt, RR: 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri. membantu klien untuk
16-20x/mnt 6. Pilih dan lakukan penanganan mereduksi nyeri.
Control nyeri nyeri (farmakologis/non Pengalihan nyeri
dibuktikan dengan farmakologis).. dengan relaksasi dan
klien melaporkan 7. Ajarkan teknik non farmakologis distraksi dapat
gejala nyeri dan (relaksasi, distraksi dll) untuk mengurangi nyeri yang
control nyeri. mengetasi nyeri.. sedang timbul.
8. Berikan analgetik untuk Pemberian analgetik
mengurangi nyeri. yang tepat dapat
9. Evaluasi tindakan pengurang membantu klien untuk
nyeri/ontrol nyeri. beradaptasi dan

12
10.Kolaborasi dengan dokter bila ada mengatasi nyeri.
komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
11.Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan Tindakan evaluatif
frekuensi. terhadap penanganan
2. Cek riwayat alergi.. nyeri dapat dijadikan
3. Tentukan analgetik pilihan, rute rujukan untuk
pemberian dan dosis optimal. penanganan nyeri yang
4. Monitor TTV sebelum dan mungkin muncul
sesudah pemberian analgetik. berikutnya atau yang
5. Berikan analgetik tepat waktu sedang berlangsung.
terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 PK : Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi Penularan infeksi dapat
askep selama 5 x 24 primer & sekunder melalui pengunjung
jam perawat akan 2. Bersihkan lingkungan setelah yang mempunyai
menangani / dipakai pasien lain. penyekit menular.
mengurangi 3. Batasi pengunjung bila perlu. Tindakan antiseptik
komplikasi defsiensi 4. Intruksikan kepada keluarga dapat mengurangi
imun untuk mencuci tangan saat kontak pemaparan klien dari
dan sesudahnya. sumber infeksi
5. Gunakan sabun anti miroba untuk Pengunaan alat
mencuci tangan. pengaman dapat
6. Lakukan cuci tangan sebelum dan melindungi klien dan
sesudah tindakan keperawatan. petugas dari tertularnya
7. Gunakan baju dan sarung tangan penyakit infeksi.
sebagai alat pelindung. Perawatan luka setiap
8. Pertahankan teknik aseptik untuk hari dapat mengurangi
setiap tindakan. terjadinya infeksi serta
9. Lakukan perawatan luka dan dapat untuk
dresing infus setiap hari. mengevaluasi kondisi
10.Amati keadaan lukaluka. dan
sekitarnya dari tanda tanda Penemuan secara dini
meluasnya infeksi tanda-tanda infeksi
11.Tingkatkan intake nutrisi.dan dapat mempercepat
cairan penanganan yang
12.Berikan antibiotik sesuai program. diperlukan sehingga
13.Monitor hitung granulosit dan klien dapat segera

13
WBC. terhindar dari resiko
14.Ambil kultur jika perlu dan infeksi atau terjadinya
laporkan bila hasilnya positip. infeksi dapat dibatasi.
15.Dorong istirahat yang cukup. Pengguanan teknik
16.Dorong peningkatan mobilitas aseptik dan isolasi klien
dan latihan. dapat mengurangi
17.Ajarkan keluarga/klien tentang pemaparan dan
tanda dan gejala infeksi. penyebaran infeksi.
Satus nutrisi yang
adekuat, istirahat yang
cukup serta mobilisasi
dan latihan yang teratur
dapat meningkatkan
percepatan proses
penyembuhan luka.
Hasil kultur positif
menunjukan telah
terjadi infeksi.

3 Ketidakseim Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi Manajemen nutrisi dan


bangan askep selama 3x24 1. kaji pola makan klien monitor nutrisi yang
nutrisi jam klien 2. Kaji adanya alergi makanan. adekuat dapat membantu
kurang dari menunjukan status 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien mendapatkan nutrisi
kebutuhan nutrisi adekuat klien. sesuai dengan kebutuha
tubuh dibuktikan dengan 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk tubuhnya.
BB stabil tidak penyediaan nutrisi terpilih sesuai
terjadi mal nutrisi, dengan kebutuhan klien.
tingkat energi 5. Anjurkan klien untuk
adekuat, masukan meningkatkan asupan nutrisinya.
nutrisi adekuat 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
3. Monitor lingkungan selama
makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan

14
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak
dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan
kalori.
4 PK: Hipo / Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia: Hipoglikemia dapat
Hiperglikemi askep 3x24 jam 1. Monitor tingkat gula darah disebabkan oleh insulin
diharapkan perawat sesuai indikasi yang berlebian,
akan menangani dan 2. Monitor tanda dan gejala pemasukan makanan yg
meminimalkan hipoglikemi ; kadar gula darah tidak adekuat, aktivitas
episode hipo / < 70 mg/dl, kulit dingin, fisik yang berlebiha,
hiperglikemia. lembab pucat, tachikardi, peka Hipoglikemia akan
rangsang, gelisah, tidak sadar , merangsang SS simpatis
bingung, ngantuk. u/ mengeluarkan
3. Jika klien dapat menelan adrenalin, klien menjadi
berikan jus jeruk / sejenis jahe berkeringat, akral dingin,
setiap 15 menit sampai kadar gelisah dan tachikardi.
gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi Hiperglikemia
2. Monitor tanda dan gejala dipengaruhi oleh beberapa
diabetik ketoasidosis ; gula factor diantaranya: terlalu
darah > 300 mg/dl, pernafasan banyak makan / kurang
bau aseton, sakit kepala, makan, terlalu sedikit
pernafasan kusmaul, anoreksia, insulin, dan kurang
mual dan muntah, tachikardi, aktivitas.
TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur
atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai

15
kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna
kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
4 Kerusakan Setelah dilakukan Wound care Pengkajian luka akan
integritas askep 6x24 jam 1. Catat karakteristik lebih
jaringan Wound healing luka:tentukan ukuran dan realible dilakukan oleh
meningkat: kedalaman luka, dan klasifikasi pemberi asuhan yang
Dengan criteria pengaruh ulcers sama dengan posisi yang
Luka mengecil 2. Catat karakteristik cairan secret sama dan tehnik yang
dalam ukuran dan yang keluar sama
peningkatan 3. Bersihkan dengan cairan anti
granulasi jaringan bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing
steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada
balutan
11. Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari
tekanan
5 Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
mobilitas Askep 6x24 jam 1. Pastikan keterbatasan ROM exercise membantu
fisik dapat teridentifikasi mempertahankan
gerak sendi yang dialami
Mobility level mobilitas sendi,
2. Kolaborasi dengan
Joint movement: meningkatkan sirkulasi,

16
aktif. fisioterapi mencegah kontraktur,
Self care:ADLs
3. Pastikan motivasi klien meningkatkan
Dengan criteria kenyamanan.
untuk mempertahankan
hasil:
1. Aktivitas fisik
pergerakan sendi
meningkat 4. Pastikan klien untuk
2. ROM normal mempertahankan
3. Melaporkan pergerakan sendi
perasaan
5. Pastikan klien bebas dari
peningkatan
kekuatan
nyeri sebelum diberikan
kemampuan latihan
dalam bergerak 6. Anjurkan ROM Exercise Pengetahuan yang cukup
4. Klien bisa aktif: jadual; keteraturan, akan memotivasi klien
melakukan untuk melakukan latihan.
Latih ROM pasif.
aktivitas
Exercise promotion
5. Kebersihan diri
klien terpenuhi 1. Bantu identifikasi Meningkatkan dan
walaupun dibantu program latihan yang membantu berjalan/
oleh perawat atau sesuai ambulasi atau
keluarga memperbaiki otonomi dan
2. Diskusikan dan
fungsi tubuh dari injuri
instruksikan pada klien
mengenai latihan yang
tepat
Exercise terapi ambulasi
1. Anjurkan dan Bantu klien
duduk di tempat tidur
sesuai toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam Memfasilitasi pasien
atau sesuai toleransi dalam memenuhi

3. Fasilitasi penggunaan alat kebutuhan perawatan diri


untuk dapat membantu
Bantu
klien hingga klien dapat
mandiri melakukannya.
Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing,
feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi untuk
kegiatan mandi dan
kebersihan diri,

17
berpakaian, makan dan
toileting klien
2. Berikan bantuan
kebutuhan sehari hari
sampai klien dapat
merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku,
kulit, berpakaian , dietnya
dan pola eliminasinya.
4. Monitor kemampuan
perawatan diri klien dalam
memenuhi kebutuhan
sehari-hari
5. Dorong klien melakukan
aktivitas normal
keseharian sesuai
kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai
usia
6 Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process
pengetahuan askep selama 3x24 1. Kaji tingkat pengetahuan klien Dengan pengetahuan yang
tentang jam, pengetahuan dan keluarga tentang proses cukup maka keluarga
penyakit dan klien meningkat. penyakit mampu mengambil
perawatan Knowledge : Illness 2. Jelaskan tentang patofisiologi peranan yang positif
nya Care dg kriteria : penyakit, tanda dan gejala serta dalam program
1Tahu Diitnya penyebab yang mungkin pembelajaran tentang
2Proses penyakit 3. Sediakan informasi tentang proses penyakit dan
3Konservasi energi kondisi klien perawatan serta program
4Kontrol infeksi 4. Siapkan keluarga atau orang- pengobatan.
5Pengobatan orang yang berarti dengan
6Aktivitas yang informasi tentang perkembangan
dianjurkan klien
7Prosedur pengobatan 5. Sediakan informasi tentang
8Regimen/aturan diagnosa klien
pengobatan 6. Diskusikan perubahan gaya
9Sumber-sumber hidup yang mungkin diperlukan
kesehatan untuk mencegah komplikasi di
10 Manajemen masa yang akan datang dan atau
penyakit kontrol proses penyakit
7. Diskusikan tentang pilihan
tentang terapi atau pengobatan

18
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk
melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.

7 Defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri Bantuan perawatan diri
care asuhan 1. Monitor kemampuan pasien dapat membantu klien
keperawatan 3x24 terhadap perawatan diri dalam beraktivitas dan
jam klien mampu 2. Monitor kebutuhan akan melatih pasien untuk
Perawatan diri personal hygiene, berpakaian, beraktivitas kembali.
Self care :Activity toileting dan makan
Daly Living 3. Beri bantuan sampai klien
(ADL) dengan mempunyai kemapuan untuk
indicator : merawat diri
Pasien dapat 4. Bantu klien dalam memenuhi
melakukan kebutuhannya.
aktivitas sehari- 5. Anjurkan klien untuk
hari (makan, melakukan aktivitas sehari-hari
berpakaian, sesuai kemampuannya
kebersihan, 6. Pertahankan aktivitas
toileting, perawatan diri secara rutin
ambulasi) 7. Evaluasi kemampuan klien
Kebersihan diri dalam memenuhi kebutuhan
pasien terpenuhi sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas
usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri

19
sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2,
Penerbit EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6, Penerbit EGC, Jakarta.
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby
year book. St. Louis
Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year
book. St. Louis
Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-
2002. NANDA
NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 2006, USA
www.medicastore.com, 2004, Informasi tentang penyakit : Diabetes Melitus

20
Banjarmasin, Juni 2017

Perseptor Akademik, Perseptor Klinik,

( ) ( )

21
22

Anda mungkin juga menyukai