Anda di halaman 1dari 15

ANEMIA

Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering di jumpai baik di klinik
maupun di lapangan. Untuk mendapatkan pengertian tentang anemia maka kita perlu
menetapkan definisi anemia :

1. Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringa tubuh.
2. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal kadar hemoglobin,
hitung eritrosit dan hematokrit.

Kriteria anemia

Cut off point (titik pemilah) sangat dipengaruhi oleh : umur, jenis kelamin, ketinggian
tempat tinggal dari permukaan laut, dan lain lain.

Cut off point yang umum dipakai adalah kriteria WHO. Dinyatakan anemia bila :
Laki-laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl
Perempuan dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl
Perempuan hamil : hemoglobin < 11 g/dl
Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12 g/dl
Anak umur 6 bulan 6 tahun : hemoglobin < 11 g/dl

Derajat anemia

1. Ringan sekali : Hb 10 g/dl-cut off point


2. Ringan : Hb 8 g/dl - Hb 9,9 g/dl
3. Sedang : Hb 6 g/dl Hb 7,9 g/dl
4. Berat : Hb < 6 g/dl
Perkiraan prevalensi anemia di indonesia

Kelompok Populasi Angka Prevalensi

1. Anak prasekolah (balita) 30-40%


2. Anak usia sekolah 25-35%
3. Dewasa tidak hamil 30-40%
4. Hamil 50-70%
5. Laki-laki dewasa 20-30%
6. Pekerja penghasilan rendah 30-40%

Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi Eritrosit


A. Anemia hipokromik mikrositer
(MCV < 80fl; MCH < 27 pg)
1. anemia defisiensi besi
2. thalasemia
3. anemia akibat penyakit kronis
4. anemia sideroblastik
B. Anemia normokromik normositer
(MCV 80 95 fl; MCH 27 34 pg)
1. anemia pasca perdarahan akut
2. anemia aplastik hipoplastik
3. anemia hemolitik terutama bentuk yang didapat
4. anemia akibat penyakit kronik
5. anemia mieloplastik
6. anemia pada gagal ginjal kronik
7. anemia pada mielofibrosis
8. anemia pada sindrom mielodisplastik
9. anemia pada leukimia akut
C. Anemia makrositer (MCV > 95 fl)
1. Megaloblastik
a. anemia defisiensi folat
b. anemia defisiensi vitamin B12
2. Nonmegaloblastik
a. anemia pada penyakit hati kronik
b. anemia pada hipotiroid
c. anemia pada sindroma mielodisplastik

Gejala umum anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada
semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di
bawah titik tertentu. Gejala gejala tersebut bila diklasifikasikan menurut organ yang
terkena adalah :

a. sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi sesak waktu kerja,
angina pectoris dan gagal jantung;
b. sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang kunang,
kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstermitas;
c. sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun;
d. epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa elastisitas kulit menurun, rambut tipis
dan halus.
Kasus yang akan saya bahas kali ini tentang Anemia Normokromik
Normositer dan salah satu penyakit yg akan di bahas dari anemia normokromik
normositer adala Anemia Aplastik.
Berikut ini adalah algoritma pendekatan diagnostik anemia normokromik
normositer.
ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITER

Penyebab Anemia Normokromik Normositer

Anemia normokromik Normositer dapat terjadi karena

a. Hemolitik
b. Pasca perdarahan akut
c. Anemia aplastik
d. Sindrom mielodisplasia
e. Anemia pada penyakit hati kronik

Patofisiologi terjadinya Anemia Normokromik Normositer

Anemia ini terjadi karena pengeluaran darah / destruksi darah yang berlebih sehingga
menyebabkan sum sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoesis (proses
pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang). Sehingga banyak eritrosit muda
(retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Jika retikulosit tidak ditemukan, maka
dicurigai adanya anemia aplastik, anemia defisiensi besi, dan B12 yang tidak diobati, terapi
radiasi, masalah endokrin, kegagalan sumsum tulang, sindrom mielodiplasia.
ANEMIA APLASTIK

DEFINISI

Anemia aplastik adalah anemia dengan karakteristik adanya pansitopenia disertai


hipoplasia/aplasia sumsum tulang tanpa adanya penyakit primer yang mensupresi atau
menginfiltrasi jaringan hematopoietik.

Anemia aplastik dapat diwariskan atau didapat. Perbedaan keduanya bukan


berdasarkan usia pasien, melainkan berdasarkan klinis dan laboratorium. Oleh karena itu,
pasien dewasa mungkin membawa kelainan herediter yang muncul di usia dewasa.

Pada kasus lain, anemia aplastik ini disebabkan oleh induksi obat atau induksi toxin
yang dapat menyebabkan kerusakan sel induk. Sedangkan penyebab kasus lainnya adalah
infeksi virus.

Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 5 kasus/juta


penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski termasuk
jarang, tapi penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan biasanya
dapat menyebabkan kematian.

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat dapat dibagi menjadi
anemia aplastik tidak berat, berat, atau sangat berat. Anemia aplastik tidak berat jarang
mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi.

KLASIFIKASI

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat dapat dibagi
menjadi anemia aplastik tidak berat, berat, atau sangat berat. Anemia aplastik tidak berat
jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi.

Anemia aplastik tidak berat

Sumsum tulang hiposelular namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat.

Anemia aplastik berat

- Selularitas sumsum tulang <25%


- Sitopenia sedikitnya 2 dari 3 seri sel darah:
Hitung neutrofil < 500/mL
Hitung trombosit < 20.000/mL
Hitung retikulosit absolut < 60.000/mL

Anemia aplastik sangat berat

Anemia aplastik berat dengan hitung neutrofil < 200/mL

Kriteria anemia berat :

Darah tepi :

- netrofil < 500/mm3


- trombosit < 20.000/mm3
- retikulosit < 1% (setelah koreksi)

Sumsum tulang :

- hiposelularitas sedang (selularitas < 25%)


- hiposelularitas sedang (selularitas < 50%) dengan sel hematopoetik <30%

Anemia aplastik berat : 2 atau 3 kriteria darah tepi dan 1 kriteria sumsum tulang diatas.

Ada juga yang menyatakan anemia aplastik biasanya disebabkan oleh dua faktor penyebab,
yaitu faktor primer dan sekunder.

Secara sederhana anemia aplastik dapat diklasifikasi sebagai berikut.

Penyebab Primer

- Idiopatik (paling banyak)


- Anemia Fanconi
- c. Dyskeratosis congenita

Penyebab Sekunder

- Zat kimia
- Obat-obatan
- Infeksi
- Radiasi

Gangguan kongenital yang paling umum terjadi adalah anemia Fanconi. Penyakit ini
dapat menyerang anak-anak dan biasanya dikarenakan defek pada DNA Repair dan aplasia
yang sering disertai kelainan rangka, pigmentasi pada kulit dan abnormalitas pada ginjal.
Pemaparan pada bahan-bahan kimia, obat-obatan dan radiasi juga dapat merusak sel induk.
Obat-obatan dapat menekan hematopoiesis secara idiosinkratik ataupun secara terduga.

Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi pada sumsum tulang dapat dibagi dua:

1. Sering atau selalu menyebabkan depresi sumsum tulang


a. Sitostatika
b. Kadang-kadang menyebabkan depresi sumsum tulang
1. Antikonvulsan, misalnya: metilhidantoin
2. Antibiotik, misalnya: kloramfenikol, sulfonamide, penicillin dan lain-lain
3. Analgesik, misalnya: fenilbutazon
4. Relaksan otot, misalnya: meprobamat

Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya pemberian
kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 3 bulan akan menyebabkan anemia aplastik
setelah berumur 6 tahun.

America Medical Association juga telah membuat daftar obat-obat yang dapat menimbulkan
anemia aplastik. Lihat tabel berikut.

Obat-obat yang sering dihubungkan dengan Anemia Aplastik

- Azathioprine

- Karbamazepine

- Inhibitor carbonic anhydrase

- Kloramfenikol

- Ethosuksimide

- Indomethasin

- Imunoglobulin limfosit

- Penisilamine

- Probenesid

- Quinacrine

- Obat-obat sulfonamide

- Sulfonilurea

- Obat-obat thiazide
- Trimethadione

Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen,
insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena (secara
kontak kulit) pada individu.

Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat mengakibatkan
kerusakan pada stem cell atau sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada lingkungan sel
induk. Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang berlebihan ataupun
jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir).

Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis maupun anemia aplastik. Terutama
sel-sel germinal dan sel hematopoietik. Sel-sel tersebut merupakan sel yang paling mudah
mengalami kerusakan tersebut.

Selain radiasi, infeksi juga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya seperti infeksi
virus Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue dan lain-lain.

Dari semua faktor penyebab anemia aplastik diatas, faktor yang paling banyak terjadi ialah
faktor idiopatik. Dimana penyebabnya anemia aplastik ini masih belum jelas.

PATOFISIOLOGI

Ada dua hal yang menjadi patofisiologi anemia aplastik.

1. Kerusakan pada sel induk pluripoten

Gangguan pada sel induk pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia
aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal membentuk atau berkembang
menjadi sel-sel darah yang baru.

Gangguan pada sel induk pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia
aplastik. Sel induk pluripoten ataupun karena fungsinya yang menurun.

Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten ataupun karena
fungsinya yang menurun.

Penanganan yang tepat untuk individu anemia aplastik yang disebabkan oleh gangguan
pada sel induk adalah terapi transplantasi sumsum tulang.

2. Kerusakan pada microenvironment


Ditemukan gangguan pada mikrovaskuler, faktor humoral (misal eritropoetin) maupun
bahan penghambat sel. Hal ini mengakibatkan gagalnya jaringan sumsum tulang untuk
berkembang.

Gangguan pada microenvironment merupakan kerusakan lingkungan sekitar sel induk


pluripoten sehingga menyebabkan kehilangan kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi
menjadi sel-sel darah.

Selain itu pada beberapa penderita anemia aplastik ditemukan cell inhibitors atau
penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya limfosit T yang
menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang.

Sampai saat ini, teori yang paling dianut sebagai penyebab anemia aplastik adalah
gangguan pada sel induk pluri poten.

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Riwayat penyakit

- Adanya riwayat terpapar zat kimia, obat-obatan, radiasi atau infeksi yang mungkin
menyebabkan aplasia
- Gejala anemia seperti pusing, lemah badan, pandangan berkunang-kunang, berdebar,
pucat, sesak nafas
- Gejala infeksi seperti demam, sakit kepala dan batuk, yang terjadi akibat leukopeni
- Gejala perdarahan yang terjadi akibat trombositopeni, adanya gejala mudah memar
atau perdarahan yang dapat terjadi di semua organ.
- Asimtomatik

Tanda dan gejala klinik

- Tanda-tanda anemia : pucat pada conjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, jaringan
dibawah kuku
- Tanda-tanda infeksi : demam
- Tanda-tanda perdarahan : pada kulit, gusi, mata, hidung, saluran cerna, vagina
- Tidak ada pembesaran organ/infiltrasi. Kadang ditemukan hepatomegali, tetapi sangat
jarang. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.

Pada pasien yang menderita anemia aplastik akan ditemukan tiga gejala utama yaitu, anemia,
trombositopenia, dan leukopenia. Ketiga gejala ini disertai dengan gejala-gejala lain yang
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang selera makan,
dan palpitasi.
- Trombositopenia, misalnya: perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosia dan lain-
lain.
- Leukopenia ataupun granulositopenia, misalnya: infeksi
Selain itu, hepatosplenomegali dan imfadenopati juga dapat ditemukan pada penderita
anemia aplastik ini meski sangat jarang terjadi.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Ada dua jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis anemia
aplastik, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik penderita anemia aplastik akan ditemukan :

o Pucat
o Perdarahan pada gusi, retina, hidung, dan kulit.
o Tanda-tanda infeksi, misalnya demam.
o Pembesatran hati (hepatomegali)
o Tanda anemia fanconi, yaitu bintik Cafe au lait dan postur tubuh yang
pendek.
o Tanda dyskeratosis congenita, yaitu jari-jari yang aneh dan leukopenia.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah tepi

o Granulosit < 500/mm


o Trombosit < 20,000 /mm
o Retikulosit < 1.0 % (atau bahkan sampai tidak ada)

Pada penderita anemia aplastik ditemukan kadar retikulosit yang sedikit atau bahkan
tidak ditemukan. Sedangkan jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun.

Dari ketiga kriteria darah tepi di atas, dapat ditentukan berat tidaknya suatu anemia
aplastik yang diderita oleh pasien. Cukup dua dari tiga kriteria di atas yang terpenuhi, maka si
individu sudah dapat digolongkan sebagai penderita anemia aplastik berat.

Sumsum tulang

o Hiposeluler < 25%

Pemeriksaan sumsum tulang ini dilakukan pemeriksaan biopsi dan aspirasi.

DIAGNOSIS BANDING

- Penyakit yang menginfiltrasi sumsum tulang:


- Aleukemik leukemia, mieloma multipel, metastase karsinoma, limfoma, mielofibrosis
- Penyakit yang mengenai limpa:
- Splenomegali kongestif, limfoma
- Defisiensi B12 atau folat
- Lupus Eritematosus Sistemik
- Paroksisimal Nokturnal Hemoglobinuria

PENATALAKSANAAN

Terapi Suportif

Transfusi darah dan platelet sangat bermanfaat, namun harus digunakan dengan bijaksana
dan baik karena dapat terjadi sensitisasi pada sel dan imunitas humoral pasien anemia
aplastik. Bila terjadi hal yang demikian, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang
tua atau saudara kandung).

Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik

Terapi dengan Growth factor sebenarnya tidak dapat memperbaiki kerusakan sel induk.
Namun terapi ini masih dapat dijadikan pilihan terutama untuk pasien dengan infeksi berat.

Penggunaan G-CSF (granulocyte-colony stimulating factor) terbukti bermanfaat


memulihkan neutrofil pada kasus neutropenia berat. Namun hal ini tidak berlangsung lama.
G-CSF harus dikombinasikan dengan regimen lain misalnya ATG/CsA untuk mendapatkan
hasil terapi yang lebih baik.

Transplantasi Sumsum Tulang (SCT, Stem Cell Transplantation)

Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik jika
memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara kandung).
Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih anak-anak.

Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika
memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang
mendapat terapi semakin tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula
reaksi penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versus-
host disease.

Terapi imunosupresif

Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia
aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang termasuk terapi
imunosupresif ini antara lain antithymocyte globulin (ATG) atauantilymphocyte
globulin (ALG), siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone.

Regimen terbaik adalah kombinasi dari ATG dan siklosporin. Namun kedua obat ini juga
dapat berpotensi toksik. ATG dapat memproduksi pyrexia, ruam dan hipotensi sedangkan
siklosporin dapat menyebabkan nefrotoksik dan hipertensi.

Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam dan kerusakan hati.

Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi transplantasi sumsum tulang,
dapat melakukan terapi imunosupresif ini.
PROGNOSIS

Prognosis pada penderita anemia aplastik tergantung pada tingkat hipoplasia sumsum
tulang, makin berat hipoplasia makin buruk prognosis.

Perjalanan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan hidup selama 4 bulan, 25%
selama 4-12 bulan, 35% selama >1 tahun, 10-20% penderita mengalami perbaikan spontan
(pardial/komplit). Dengan transplantasi sumsum tulang, kelangsungan hidup 6 tahun
mencapai 72%, sedangkan dengan terapi imunosupresif mencapai 45%.

Kondisi semakin buruk jika ditemukan:

- Neutrofil < 0.5 x 109


- Platelet < 20 x 109
- Retikulosit < 40 x 109

Sebelum era transplantasi sumsum tulang tulang, angka mortalitas sangatlah tinggi. Kira-
kira 65% sampai 80%. Dengan adanya transplantasi sumsum tulang, angka mortalitas ini
dapat dipastikan turun.

Transplantasi sumsum tulang ini sangatlah baik dilakukan bagi mereka yang berumur
dibawah 25 tahun dan lebih baik lagi bila dilakukan pada anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Anemia Aplastik. Jilid II. Edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2010

Buku Hematologi dasar

Buku ajar patofisiologi, edisi 6, Vol. 1, Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson

Buku ajar fisiologi manusia, edisi 2, Lauralee Sherwood


TUGAS BOLOK DARAH
ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITER

ANEMIA APLASTIK

Di susun oleh:

Sarjia

09711212

Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Indonesia

2015

Anda mungkin juga menyukai