Anda di halaman 1dari 8

DEFINISI

Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh


arbovirus (Arthropadborn Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aides
(Aides albopictus dan Aedes Aegepty) (Ngastiyah, 2005).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri
demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer, 2000).
Dengue hemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai
leukopenia, dengan / tanpa ruam (rash) dan limfadenopati. Thrombocytopenia
ringan dan bintik-bintik perdarahan (Noer Syaifullah, 2000).

KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (Suroso, 2010) yaitu:
1. Derajat I:
Panas 2-7 hari, gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2. Derajat II:
Sama dengan derajat I ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena,
perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III:
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 x/menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg), tekanan
darah menurun (120/80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

ETIOLOGI
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus Dengue. Di
Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus
Dengue yang termasuk dalam grup B arthropediborne viruses (arboviruses),
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.(Nursalam Susilaningrum, 2005).
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes. Di
Indonesia dikenal dua jenis nyamuk Aedes yaitu:
a. Aedes Aegypti
1) Paling sering ditemukan
2) Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih
atau tempat penampungan air di sekitar rumah
3) Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik puti
4) Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
5) Jarak terbang 100 meter
b. Aedes Albopictus
1) Tempat habitatnya di tempat air bersih. Biasanya di sekitar rumah atau
pohon-pohon, seperti pohon pisang, pandan kaleng bekas
2) Menggigit pada waktu siang hari
3) Jarak terbang 50 meter. (Rampengan T H, 2007)

FAKTOR RISIKO
Faktor- faktor risiko demam berdarah dengue adalah:
a. Peningkatan populasi nyamuk,
b. Penurunan Angka Bebas Jentik (ABJ) <95%,
c. Adanya perubahan cuaca, dan
d. Peningkatan tempat-tempat perindukan
Beberapa faktor penularan infeksi dengue adalah:
a. Pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu,
b. Urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik, semakin
majunya sistem transportasi sehingga mobilisasi penduduk sangat mudah,
c. Sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang tidak memadai,
berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk, kurangnya
sistempengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur
kesehatan masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut diatas status
imunologiseseorang, strain virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan
riwayat genetik juga berpengaruh terhadap penularan penyakit.
d. Pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans.
Perubahan iklim (climate change) yang cenderung menambah jumlah
habitatvektor DBD menambah risiko penularan
PATOFISIOLOGI
(terlampir)

MANIFESTASI KLINIS
1. Demam :Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 7 hari
2. Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis, epistaksis,
gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.
3. Uji torniquet positif : Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan
darah sampai suatu titik tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5
menit. Hasil uji di nyatakan positif jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2.
Pada kasus DHF, uji tersebut biasanya memberikan hasil yang pasti positif bila
tampak 20 petekia atau lebih. Hasil uji mungkin negatif atau agak positif selama
fase syok yang dalam. Hasil tersebut kemudian akan menjadi positif, bahkan
terkadang sangat positif, jika dilakukan setelah pulih dari syok.
4. Pembesaran hati (hepatomegali) : Tampak pada beberapa tahap penyakit
yaitu sekitar 90 98 % pada anak anak di thailand, tetapi di negara lain
frekuensinya mungkin bervariasi.
5. Syok : Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut
yang menurun ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang
lembab, dingin, dan gelisah.
6. Temuan laboratorium
a. Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
b. Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau
lebih
Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk
menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura ( tampak melalui rontgen dada )
dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya kebocoran
plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan / atau
mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi
dan trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS. ( WHO,
2005 : 19)
Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF
gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF
adalah:
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang
dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal -pegal pada saluran tubuh
dan lain-lain.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Soegijanto (2002), pemeriksaan diagnostik pada pasien DHF meliputi:
a. Laboratorium
Darah lengkap
1) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)
Normal: pria 40-48%
2) Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm)
Normal: 150000-400000/ui
3) Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin
4) Asidosis
5) Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia
b. Uji tourniquet positif
Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan dengan cara
memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik dan diastolik
selama lima menit. Hasil dipastikan positif selama lima menit. Hasil
dipastikan positif bila terdapat 10 atau lebih ptekie per 2,5 cm. Pada DHF
biasanya uji tourniquet memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20
ptekie atau lebih. Uji tourniquet bisa saja negatif atau hanya positif ringan
selama masa shok, dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah
masa pemulihan fase shok.
c. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat terjadi
karena adanya rembesen plasma
d. Urine : albuminuria ringan
e. Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari
ke-5 dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya normal.
f. Pemeriksan serologi : dilakukan pengukuran titer antibody pasien dengan
cara haemaglutination inhibition tes (HI test)/ dengan uji pengikatan
komplemen (complemen fixationtest/ CFT) diambil darah vena 2-5 ml
g. USG : hematomegali-splenomegali
PENATALAKSANAAN
1. Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif
a. DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5
sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan
bila mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan
orang tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak
mau minum sesuai ang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde
karena merangsang resiko terjadi perdarahan. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat anti piretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang
diberi luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis :
anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15
menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg BB.
Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien
DHF tanpa renjatan apabila :
a) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b) Hematokrit yang cenderung meningkat.
Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya
mendahului mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi,
penurunan tekanan nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya
mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga
menderita DHF harus diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari
ke-3 sakit sampai demam telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itlah yang
menentukan apabila pasien perlu dipasang infus atau tidak.
b. DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus
sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Caiaran yang
diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon
diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB. Pada
pasien dengan renjatan berat diberikan infs harus diguyur dengan cara
membuka klem infus. Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba,
amplitudo nadi besar, tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan
dikurangi 10 l/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam, maka
pemberian infus dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn tanda-tanda vital
telah baik. Pada pasien renjtan berat atau renjaan berulang perlu dipasang
CVP (Central Venous Pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui
vena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. Trafusi
darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang berat.
Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai
hemoglobin dan hematokrit menutun sedangkan perdarahanna sedikit tidak
kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka
dengan keadaan ini dianjurkan pemberian darah.
2. Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb
dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 2 liter dalam 24 jam
dan kompres dingin.
b. Derajat II
Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang
pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka
tetesan infus atau tetesan cairan tetap tidak lancer maka jika 2 tempat
akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan
plasma darah dan yang lain cairan biasa.
c. Derajat III dan IV (DSS)
1) Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL)
dengan cara diguyur kecepatan 20 mL/ kg BB/ jam.
2) Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
3) Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
4) Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
5) Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.
6) Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk
membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT perlu dibilas dengan
Nacl karena sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube dicabut bila
perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh
diberikan makanan cair walaupun feses mengndung darah hitam
kemudian lunak biasa. (Ngastiyah, 1997, hal : 345-346)

KOMPLIKASI
1. Syok
Pada Dengue Hemorrhagic Fever derajat IV akan terjadi syok yang
disebabkan kehilangan banyak cairan melalui pendarahan yang diakibatkan
oleh ekstravasasi cairan intravaskuler.
2. Ikterus pada kulit dan mata
Adanya pendarahan akan menyebabkan terjadinya hemolisis dimana
hemoglobin akan dipecah menjadi bilirubin. Ikterus disebabkan oleh adanya
deposit bilirubin.
3. Kematian
Kematian merupakan komplikasi lebih lanjut dari Dengue Hemorrhagic Fever
apabila terjadi Dengue Shock Syndrom ( DSS ) yang akan berakibat kepada
kematian. ( www. pdpersi.co.id, 2003 )
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Edisi Ketiga, Jakarta,
Media Aesculapius
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC
Nursalam, Susilaningrum & Utami, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak,
Edisi 1, Jakarta, Salemba Medika.
Nursalam, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Salemba Medika
Rampengan, T.H., 2007 . Penyakit Infeksi Tropik pada Anak, Edisi 2, Jakarta,
EGC

Soegijanto, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan, Edisi
Pertama, Salemba Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai