Ectopic Pregnancy Refkas
Ectopic Pregnancy Refkas
Oleh:
07/251268/KU/12212
FAKULTAS KEDOKTERAN
KASUS
Seorang wanita G1P0A0, berumur 23 tahun datang dengan keluhan nyeri
perut bawah sejak 9 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien juga mengeluh keluar
bercak darah dari jalan lahir sejak seminggu yang lalu. Selama ini pasien memiliki
siklus menstruasi teratur, dengan periode menstruasi terakhir 8 minggu dan 1 hari
sebelum ini. Pada pemeriksaan didapatkan Tekanan darah 77/42 mmHg, Nadi 118
kali per menit, Pernapasan 20 kali permenit dan suhu 37,2 oC. Dari pemeriksaan
Ultrasonografi didapatkan uterus bentuk dan ukuran normal, tidak tampak
Gestasional Sac, tampak cairan bebas di cavum abdomen, kesan Kehamilan ektopik
terganggu. Dari pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar Hb 6,8 g/dL, leukosit
17,7, hematokrit 26, dan eritrosit 2,8, dan test kehamilan posiitif. Bagaimana evaluasi
dan penanganan pasien tersebut?
PERMASALAHAN KLINIS
Kehamilan ektopik terjadi bila implantasi ovum yang di luar rongga
endometrium, terjadi pada sekitar 1% - 2% dari kehamilan dan berpotensi
mengancam jiwa. Kerusakan pada tuba falopi akibat dari penyakit radang panggul,
operasi tuba sebelumnya, atau kehamilan ektopik sebelumnya sangat terkait dengan
peningkatan resiko kehamilan ektopik. Faktor resiko lain yang mungkin berpengaruh
yaitu riwayat merokok, usia lebih dari 35 tahun, dan banyaknya partner seksual.
Tidak didapatkan hubungan yang jelas antara kehamilan ektopik dengan penggunaan
kontrasepsi oral, terminasi kehamilan sebelumnya, keguguran atapun operasi caesar.
Konsepsi dengan alat kontrasepsi di tempat atau setelah ligasi tuba jarang terjadi,
namun diperkirakan 25-50% dari kehamilan ektopik yang terjadi.
Wanita subfertil juga mengalami peningkatan resiko untuk kehamilan
ektopik karena perubahan integritas tuba (atau pun fungsi tuba). Selain itu
penggunaan teknik reproduksi assisted, terutama fertilisasi in vitro juga
meningkatkan resiko kehamilan ektopik, bahkan pada wanita yang tidak mengalami
kerusakan tuba. Namun, setengah dari semua wanita yang didiagnosis kehamilan
ektopik yang melibatkan implantasi di leher rahim, bagian interstitial tuba falopi,
ovarium, abdomen, atau bekas luka dari operasi sesar kurang dari 10% dari semua
kejadian kehamilan ektopik. Biasanya kehamilan ektopik yang tidak biasa, sulit untuk
didiagnosis dan terkait dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Resiko rekurensi kehamilan ektopik adalah sekotar 10% diantara perempuan
dengan satu kehamilan ektopik sebelumnya dan setidaknya 25% diantara perempuan
dengan dua atau lebih kehamilan ektopik sebelumnya. Wanita yang mengalami
kehamilan ektopik sebelumnya yang terjadi di tuba falopi dan dilakukan
pengangkatan tuba falopi memiliki peningkatan resiko kehamilan ektopik pada tuba
falopi yang lainnya. Serangkaian kasus menunjukkan bahwa sekita 60% wanita yang
didiagnosis kehamilan ektopik dapat memiliki kehamilan intrauterin.
Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi untuk melihat kehamilan normal dan kehamilan tidak
normal pada awal kehamilan sangat diperlukan. Dalam kehamilan lebih dari 5,5
minggu, pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal sudah harus dapat
mengidentifikasi kehamilan intrauterin dengan akurasi hampir 100%. Sensitivitas
ultrasonografi transvaginal mencapai 73%-93% dalam mendiagnosis kehamilan
ektopik, tergantung pada usia kehamilan dan keahlian ultrasonografer.
Pada 8%-31% wanita yang diduga mengalami kehamilan ektopik,
pemeriksaan USG awal tidak menunjukkan kehamilan baik dalam rahim maupun di
saluran tuba (kadang-kadang disebut pregnancy of unknown location). Kehamilan
intrauterin tidak dapat divisualisasikan karena kantung kehamilan belum
berkembang atau telah kolaps. Sekitar 25-50% wanita dengan kehamilan ektopik
awalnya hadir dengan kehamilan dari lokasi yang tidak diketahui, dan sekitar 7-20%
wanita dengan pregnancy of unknown tersebut terdiagnosis sebagai kehamilan
ektopik.
MANAGEMENT
Manajemen kehamilan ektopik dapat secara medikal ataupun operatif.
Tindakan operatif mungkin melibatkan pengangkatan tuba falopi (salfingektomi) atau
diseksi konservasi tuba dengan salphingostomy. Laparoskopi dilaporkan lebih
diutamakan dan menggunakan biaya yang efektif. Laparotomi dilakukan untuk pasien
dengan perdarahan intraperitoneal yang luas, intravascular compromised, ataupun
visualisasi panggul yang buruk saat laparoskopi.
Surgery
Manajemen bedah sangat diperlukan pada kehamilan ektopik yang ruptur.
Penggunaan laparoskopi lebih baik digunakan pada pasien dengan hemodinamik
stabil. Prosedur laparoskopi berhubungan dengan waktu operatif yang lebih singkt,
kehilangan darah intraoperatif yang lebih sedikit, hospitalisasi dengan waktu yang
lebih pendek, dan analgetik yang diperlukan lebih sedikit. Laparotomi harus
dilakukan pada pasien dengan kehamilan ektopik yang ruptur dan dalam keadaan
hemodinamik yang tidak stabil (keadaan syok hipovolemik).
Jika tuba kontralateral masih bagus, pilihan yang pertama adalah
salphingectomi, dimana seluruh tuba falopi atau segmen yang terkena akan diangkat.
Sedangkan salphingostomy adalah pengankatan kehamilan ektopik dengan
melakukan diseksi pada tuba, dan meninggalkan tuba falopi in situ dalam upaya
fertilitas. Trofoblas persisten adalah perhatian utama setelah salphingostomy. Hal ini
biasanya terdeteksi dengan kegagalan serum hCG untuk turun dan kemudian diikuti
oleh perdarahan aktif tuba.
Expectant Management
Expectant management merupakan alternatif untuk pasien dengan tingkat
beta hCG yang rendah dan meurun, tidak ada bukti massa ektopik yang
tervisualisasikan dengan USG transvaginal dan yang mempunyai gejala minimal.
Ketika memilih untuk menggunakan expectant management, pasien harus diberi
informasi mengenai ruptur tuba, karena tetap ada resiko tuba ruptur bahkan dengan
level hCG yang rendah ataupun menurun. Tidak ada nilai tertentu untuk menentukan
jika penurunan hCG normal, dan jika pasien asimptomatik, expectant management
dapat terus dilakukan.
AREA OF UNCERTAINTY
Data dari percobaan acak yang masih kurang untuk menginformasikan
pengelolaan yang optimal pada pasien dengan kehamilan ektopik (bedah vs medis)
sehubungan dengan tingkat kekambuhan dan potensi kesuburan di masa depan. Data
yang membandingkan outcomes dari salphingostomi dan salphingectomy masih
sangat sedikit. Saalah satu review sistematis menyimpulkan bahwa tingkat
keberhasilan terapi methotrexate secara signifikan lebih rendah ketika hCG diatas
500IU per mililiter, sedangkan review lain menyimpulkan bahwa multi regimen
methotrexate digunakan hanya pada pasien dengan nilai serum awal kurang dari
3000 mIU per mililiter dan methotrexate dosis tunggal dapat dipertimbangkan pada
pasien dengan nilai hCG awal dibawah 1500mIU per mililiter.
GUIDELINES
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pasien yang dijelaskan pada kasus ini memiliki tanda dan gejala kehamilan
ektopikk dengan manifestasi klinis yang spesifik, disertai dengan shock hypovolemik.
Dilakukan evaluasi ultrasonografi untuk mengkonfirmasi temuan gestasi ektra uterin.
Selanjutnya denga diagnosis yang dibuat dilakukan operasi emergency yaitu
laparotomy untuk evakuasi dan identifikasi gestasi intrauterin serta pengangkatan
tuba yang rupur.
REFERENSI
Barnhart Kurt T., 2009. Ectopic Pregnancy. The New England Journal of Medicine;
361;4, pp. 379-387
ACOG Practice Bulletin no. 94, 2008. Medical management of ectopic pregnancy.
Obstet Gynecol;111:1479-85
Barnhart KT, Sammel MD, Rinaudo PF, Zhou L, Hummel AC, Guo W, 2004.
Symptomatic patients with an early viable intrauterine pregnancy: HCG curves
redefined. Obstet Gynecol;104:50-5