Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Appendicitis merupakan kasus


nyeri perut yang sering terjadi dan
membutuhkan pengobatan operasi pada
anak-anak dan dewasa di bawah umur
50 tahun, dengan puncak kejadian pada
usia dekade kedua dan ketiga yaitu usia
10-20 tahun. Insiden appendicitis akut
di negara maju lebih tinggi daripada di
Negara berkembang. Kejadian ini
mungkin disebabkan akibat perubahan
pola makan di Negara berkembang yang banyak mengonsumsi makanan berserat. Di
Amerika Serikat, jumlah kasus appendicitis dilaporkan oleh lebih dari 40.000 rumah
sakit tiap tahunnya. Laki-laki memiliki rasio tinggi terjadi appendicitis, dengan rasio
laki-laki:perempuan yaitu 1,4:1, dengan resiko seumur hidup appendicitis yaitu pada
laki-laki 8.6% dan 6.7% pada perempuan. Di Indonesia, insiden appendicitis akut
jarang dilaporkan. Insidens appendicitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada
wanita jumlahnya 218 dari keseluruhan 460 kasus. Pada tahun 2008, insiden
appendicitis mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena peningkatan
konsumsi junk food daripada makanan berserat. Appendicitis akut yang merupakan
keadaan akut abdomen maka diperlukan tindakan yang segera maka kecepatan
diagnosis sangat diperlukan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium, USG, laparoskopi, dan CT scan. Tingkat
akurasi diagnosis appendicitis akut berkisar 76-92%. Pengobatan untuk appendicitis
akut adalah pembedahan, appendectomy. Sebelum pembedahan, pasien diberikan
antibiotik perioperatif yang spectrum luas untuk menekan insiden infeksi luka
postoperasi dan pembentukan abses intraabdominal

1 Glenn Ega B.T (07120100108)


BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. S
Jenis Kelamin : Perempuan
No. rekam medis : 32 87 **
Usia : 12 Tahun 10 Bulan 27 Hari
Alamat : Kp Babakan
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Tanggal masuk RS : 27/05/2014

II. Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 27 Mei 2014)


1. Keluhan utama
Nyeri pada perut sebelah kanan bawah sejak 4 hari yang lalu.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Unit Gawat Darurat dengan keluhan nyeri
pada perut kanan bawah sejak 4 hari yang lalu. Nyeri yang
dirasakan pasien bersifat tumpul, pada awalnya pasien merasakan
nyeri terasa di perut bagian tengah hingga keesokan harinya nyeri
mulai berpindah ke perut kanan bawah dan nyeri yang dirasakan
bersifat hilang timbul. Pasien mengaku nyeri yang dirasakannya
tidak dapat hilang sepenuhnya melainkan nyeri dirasakan tidak
begitu sakit dibandingkan ketika ia berlari ataupun berpindah
posisi dari posisi tidur ke posisi duduk. Pasien merasakan nyerinya
tidak semakin membaik melainkan nyeri di perutnya semakin
bertambah sejak 4 hari yang lalu hingga sekarang. Selain nyeri
pada perutnya pasien juga mengeluhkan badannya terasa demam
sejak 3 hari yang lalu. Demam yang dirasakan pasien bersifat naik
turun dimana pasien akan merasakan demamnya meninggi hingga
menginjak sore hari. Pasien tidak melakukan pengukuran pada
2 Glenn Ega B.T (07120100108)
demamnya sejak hari pertama hingga sekarang. Pasien mengatakan
buang air besar lancar, tidak terdapat adanya darah maupun
kotoran yang cair namun, pasien merasakan mual dan pusing sejak
hari pertama dia demam serta pasien mengaku tidak memiliki nafsu
semenjak nyeri di perut serta rasa mualnya timbul. Gangguan
buang air kecil dan gejala muntah disangkal oleh pasien.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Penyakit
Pasien mengaku tidak memiliki penyakit mag, gula darah
maupun tekanan darah tinggi.
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap
makanan atau obat apapun.

4. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan untuk mengkonsumsi
makanan di luar rumah.
Pasien memiliki kebiasaan susah buang air besar
dikarenakan pasien tidak suka mengkonsumsi sayuran.
Pasien mengaku buang air besar terjadi sekali dalam dua
hari dan terkadang hanya sekali dalam tiga hari.

III. Pemeriksaan Fisik ( 27 Mei 2014 )


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
o Tekanan darah : 110/70 mmHg
o Nadi : 95 x/menit
o Laju nafas : 20 x/menit
o Suhu : 38,8oC
Status Generalis
Kepala dan Leher

3 Glenn Ega B.T (07120100108)


Normosefali, tidak tampak adanya
Kepala
benjolan ataupun bekas luka.
Sklera ikterik, -/- konjungtiva anemis
Mata -/-, refleks cahaya langsung +/+,
tidak langsung +/+
Leher Pembesaran KGB (-)
THT
Telinga Dalam batas normal
Mukosa hidung dalam batas normal,
Hidung
sekret (-), darah (-)
Tonsil T1/T1, mukosa faring tidak
Tenggorokan
hiperemis, lidah bersih
Thorax
- Inspeksi: gerak napas simetri
kanan dan kiri, lesi (-), massa (-)
- Palpasi: gerakan napas simetris
kanan dan kiri
Paru
- Perkusi: sonor pada kedua
lapang paru
- Auskultasi: suara nafas vesikuler
+/+, ronchi -/-, wheezing -/-
- Inspeksi: tidak tampak iktus
kordis
- Palpasi: iktus kordis tidak teraba
Jantung
- Perkusi: batas jantung normal
- Auskultasi: S1S2 regular,
murmur (-), gallop (-)
- Inspeksi: datar dan tidak tampak
lesi
- Palpasi: supel, hepar dan lien
Abdomen
tidak teraba, nyeri tekan (+)
pada titik Mc Burney
- Obturator sign (-)

4 Glenn Ega B.T (07120100108)


- Psoas sign (+)
- Blumberg test (+)
- Perkusi: timpani pada seluruh
lapang abdomen
- Auskultasi: bising usus (+) dan
melemah pada quadran kanan
bawah.
Lain - Lain
Akral hangat, tidak tampak edema,
Ekstrimitas atas dan bawah tidak tampak sianosis, capillary refill
time < 2 detik

Status Alvarado score

Alvarado score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut 1
kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah (McBurney 2
Point )
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 C 1
Pemeriksaan Lab Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to the left 0
Total 9
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan appendicitis akut
5-7 : sangat mungkin appendicitis akut
8-10 : pasti appendicitis akut
IV. Pemeriksaan Penunjang

5 Glenn Ega B.T (07120100108)


Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 27 Mei 2014
Reference
Test Result Unit
Range
Darah Rutin
Hemoglobin 14,5 g/dl 13 17
Hematokrit 43 % 37-54
Trombosit 152 103/ul 150-400
Leukosit 12,5 103/ul 5-10
Salmonella Typhi O - Negatif
Salmonella Paratyhphi AO - Negatif
Salmonella Paratyhphi BO - Negatif
Salmonella Paratyhphi CO - Negatif
Salmonella Typhi H - Negatif
Salmonella Paratyhphi AH - Negatif
Salmonella Paratyhphi BH - Negatif
Salmonella Paratyhphi CH - Negatif
Masa Pembekuan 4 Menit 2-6
(CT)
Masa Perdarahan 2 Menit 1-3
(BT)

Pemeriksaan Radiology (APPENDICOGRAM & BNO 28 Mei 2014)

Kesan :
Non-visual filling apendiks.

6 Glenn Ega B.T (07120100108)


Kesan :
Distribusi gas usus baik,
sampai ke distal.
Ukuran dan bentuk ginjal
tampak normal.
Tidak terdapat adanya
gambaran batu di sepanjang
traktus urinarius.

V. Resume
Pasien perempuan berumur 12 tahun datang unit gawat darurat rumah
sakit marinir cilandak dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak
empat hari SMRS. Nyeri yang dirasakan bersifat tumpul, awalnya
terasa pada daerah di sekitar umbilicus kemudian berpindah ke kanan
bawah dan nyeri bersifat hilang timbul. Pasien mengatakan nyeri di
perutnya akan semakin terasa jika ia berlari maupun berpindah dari
posisi tidur ke posisi duduk. Pasien juga mengaku badannya demam
sejak 3 hari yang lalu. Demam bersifat naik turun dan akan semakin
tinggi pada malah hari. Gangguan buang air besar dan buang air kecil
disangkal pasien. Pasien memiliki jumlah total 9 pada Alvarado score.
Pada pemeriksaan fisik didapati pasien demam dengan suhu 38,8oC
diikuti dengan nyeri tekan positif pada daerah mc burny. Pemeriksaan
obturator sign negative namun psoas sign dan Blumberg sign
menunjukkan nilai positif. Pemeriksaan darah dan radiology dilakukan
untuk menegakkan dugaan terhadap appendicitis dengan hasil didapati
adanya peningkatan pada leukosit serta tidak tampak adanya kontras
mengisi appendicitis atau Non-visual filling apendiks disertai dengan
tidak tampak adanya gambaran batu sepanjang traktus urinarius.

VI. Diagnosis
Diagnosis Kerja: Appendicitis akut
Diagnosis Banding: Typhoid
7 Glenn Ega B.T (07120100108)
Divertikulosis meckel
Batu Saluran Kencing

VII. Tatalaksana
Konsul dokter spesialis anasthesi
Persiapan Operasi:
o Puasa 8 jam
o Infus RL 20 tpm
o Pengecekan laboratorium
o Cefaflox 2 x 1 gram (IV)
o Ranitidine 2 x 1 mg (IV)
Dilakukan tindakan pembedahan Appendectomy pada tanggal 29
Mei 2014 pk 07.00
o Dilakukan spinal anastesi pada pasien
o Pasien diposisikan terlentang (supine)
o Tindakan asepsis dan antisepsis pada
lapangan target operasi
o Dilakukan penutupan daerah sekitar
lapangan target operasi dengan duk steril

8 Glenn Ega B.T (07120100108)


9 Glenn Ega B.T (07120100108)
Instruksi pasca bedah :
o IVFD RL 20 tpm
o Cefaflox 2x1gr iv
o Tramadol 3x1@ iv
o Ranitidine 2x1@ iv
o Instruksi khusus : pasien jangan duduk 24 jam post
op
o Puasa
VIII. Prognosis
Jika diagnosis serta penanganan dapat dilakukan secara cepat maka
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

CATATAN PERKEMBANGAN DAN TINDAK LANJUT

Inisial Pasien : An. S


Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 12 Tahun 10 Bulan 27 Hari
No. RM : 32 87 **
Tanggal masuk : 27/04/2014
Tanggal pulang : /04/2014
10 Glenn Ega B.T (07120100108)
29/06/2014 Pasien post op Appendictitis pukul 07:00
11:00 S: nyeri (+) pada daerah sekitar operasi, perut terasa kencang

O:
KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TTV:
- TD: 110/70 mmHg
- HR: 80 x/min
- RR: 18 x/min
- Suhu: 36.7 C
Kepala : normocephal
Mata: CA -/-, SI -/.
THT, leher: dalam batas normal
Dada: gerak napas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
Abdomen:BU (+) lemah, NT (+) pada daerah sekitar luka operasi,
tampak luka op tertutup kassa verban

Ekstrimitas: hangat, edema (-), CRT<2

St. Lokalis Regio Abdomen


Tampak luka operasi tertutup kassa verban, rembes (-) pada right lower
quadrant.

A: Pasien post op appendectomy 2 jam

P:
Puasa makan minum
IVFD RL 20 tpm
Cefaflox 2x1 gr iv

11 Glenn Ega B.T (07120100108)


Ranitidine 2x1 @ iv
Tramadol 3x1 @ iv
Inpepsa syrup 3xIIc p.o
Paracetamol 3x1 tab p.o k/p
Omeprazol 1x1 caps p.o
Jangan duduk 24 jam post op
30/06/2014 S: Pasien mengeluhkan nyeri di luka bekas operasi, minum (+) sedikit
sedikit, makan (-), flatus (-)segala keperluan pasien masi dibantu

O:
KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TTV:
TD: 110/70 mmHg
HR: 82x/min
RR: 18x/min
Suhu: 36.6 C
Kepala : normocephal
Mata: CA -/-, SI -/.
THT, leher: dalam batas normal
Dada: gerak napas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
Abdomen: BU (+) lemah, Nyeri (+) pada daerah sekitar luka operasi,
tampak luka op tertutup kassa verban

Ekstrimitas: hangat, edema (-), CRT<2

St. Lokalis Regio Abdomen


Tampak luka operasi tertutup kassa verban, rembes (-) pada right lower
quadrant.

A: Post operasi appendicitis (Hari ke-1)

12 Glenn Ega B.T (07120100108)


P:
Diet lunak
Boleh minum bertahap
IVFD RL 20 tpm
Cefaflox 2x1 gr iv
Ranitidine 2x1 @ iv
Tramadol 3x1 @ iv
Inpepsa syrup 3xIc p.o
Paracetamol 3x1 tab p.o k/p
Omeprazol 1x1 caps p.o
Obs perdarahan
Mobilisasi

31/06/2014 S: Nyeri pada daerah operasi semakin berkurang, pasien mulai


melakukan mobilisasi dengan sedikit bantuan, pasien mulai
mengkonsumsi makanan lunak dan minum sudah mulai meningkat.
BAK normal, BAB belum, flatus (+), mual muntah (-)

O:
KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TTV:
TD: 110/70 mmHg
HR: 60x/min
RR: 18x/min
Suhu: 36,4 C
Kepala : normocephal
Mata : CA -/-, SI -/.
THT, leher: dalam batas normal
Dada: gerak napas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-

13 Glenn Ega B.T (07120100108)


Abdomen: datar, lemas, BU (+), Nyeri (+) pada daerah dekat luka
operasi, tampak luka op tertutup kassa verban

Ekstrimitas: hangat, edema (-), CRT<2

St. Lokalis Regio Abdomen


Tampak luka operasi tertutup kassa verban, rembes (-) pada right lower
quadrant

A: Post operasi appendectomy (Hari ke-2)

P:
Puasa makan minum
Cefaflox 2x1 gr iv
Ranitidine 2x1 @ iv
Tramadol 3x1 @ iv drip dalam cairan infus
Obs perdarahan
Mobilisasi

01/07/2014 S: Nyeri pada daerah operasi, makan (+) makanan lunak, minum (+),
mual (-), muntah(-), BAK(+) dan BAB(+), flatus (+) terasa sakit pada
luka bekas operasi, pasien sudah mampu melakukan aktifitas seperti
biasa tanpa bantuan.

O:
KU: tampak baik
Kesadaran: compos mentis
TTV:
TD: 110/70 mmHg
HR: 70x/min
RR: 16x/min

14 Glenn Ega B.T (07120100108)


Suhu: 36,2 C
Kepala : normocephal
Mata: CA -/-, SI -/.
THT, leher: dalam batas normal
Dada: gerak napas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
Abdomen: BU (+), Nyeri (+) pada daerah dekat luka operasi, tampak
luka op tertutup kassa verban
Ekstrimitas: hangat, edema (-), CRT<2

St. Lokalis Regio Abdomen


Tampak luka operasi tertutup kassa verban, rembes (-) pada right lower
quadrant.

A: Post operasi appendectomy (Hari ke-3)

P:
IVFD RL 20 tpm
Cefaflox 2x1 gr iv
Ranitidine 2x1 @ iv
Tramadol 3x1 @ iv drip dalam cairan infus
Ganti verban
Obs pendarahan
Mobilisasi
Mulai melatih makan makanan seperti biasa
Control hari senin (9 juni)

15 Glenn Ega B.T (07120100108)


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Appendicitis
adalah peradangan pada
apendiks vermiformis
(berbentuk seperti
cacing) dan merupakan
penyebab abdomen
akut yang paling sering.
Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Appendicitis adalah penyebab
paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Penyakit ini
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000) dan sangat jarang
menyerang anak kecil di bawah umur 5 tahun.
Jadi, dapat disimpulkan appendicitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai
apendiks atau sering disebut sebagai umbai cacing.

Klasifikasi appendicitis terbagi menjadi dua yaitu, appendicitis akut dan appendicitis
kronik
1. Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum
lokal. Gajala appendicitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat
Appendicitis akut dibagi menjadi :
Appendicitis akut sederhana
16 Glenn Ega B.T (07120100108)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disertai dengan penumpukan sekresi mukosa yang
menyebabkan peningkatan tekanan dalam lumen yang
menganggu aliran limfe. Mukosa apendiks jadi menebal,
edema dan kemerahan.
Muncul gejala nyeri pada daerah umbilicus.

Appendicitis akut purulenta


Penekanan intralumen secara terus menerus dapat
menyebabkan penekanan terhadap vena pada apendiks
sehingga menyebabkan terbentuknya thrombosis. Dengan
terbentuknya thrombosis ini maka dapat memperberat
iskhemi dan edema pada apendiks. Pada tahap ini akan
terbentuk cairan eksudat fibrinopurulen di dalam serosa dan
pada tahap ini juga bakteri mulai menginvasi lapisan
muscular dari apendiks sehingga menyebabkan timbulnya
rangsangan peritoneum local.
Muncul gejala nyeri pada titik Mc Burney.

Appendicitis akut gangrenosa


Tekanan intralumen yang semakin lama semakin tinggi
menyebabkan penekanan pada arteri sehingga terjadi infark
dan ganggren. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau
keabuan atau merah kehitaman. Pada tahap ini terbentuk
adanya mikroperforasi yang menyebabkan keluarnya cairan
serosa yang mengandung eksudat fibropurulen dari dalam
apendiks. Cairan serosa yang keluar akan memenuhi rongga
peritoneum dan akan menimbulkan terjadinya peritonitis
umum.

2. Appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya


riwayat nyeri perut kanan bawah berulang lebih dari 2 minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik.

17 Glenn Ega B.T (07120100108)


Secara histologis, appendicitis kronik ditandai dengan adanya
penebalan pada dinding apendiks, sub mukosa dan muskularis
propia mengalami fibrosis serta terdapat infiltrasi sel radang
limfosit dan eusinofil pada sub mukosa, muskularis propia dan
serosa. Insiden appendicitis kronik antara 1-5%.
.
ANATOMI-FISIOLOGI APENDIKS
Saluran pencernaan
merupakan hasil perkembangan
dari lapisan endoderm dan
mesoderm yang nantinya akan
bergabung menjadi satu. Lapisan
endoderm akan berperan
membentuk lapisan epithel serta
kelenjar sedangkan lapisan
mesoderm berperan membentuk
otot polos dan jaringan ikat.
Endoderm akan mem4bentuk suatu cavitas yang disebut dengan primitive gut.
Lapisan endoderm pada primitive gut ini nantinya akan bergabung dengan lapisan
mesoderm, mengalami pemanjangan hingga nantinya akan terbagi menjadi anterior
atau foregut , intermediate atau midgut dan bagian posterior atau sering disebut
hindgut. Foregut nantinya akan berkembang menjadi faring, esophagus, lambung dan
sebagian dari duodenum (usus dua belas jari) sedangkan Midgut akan berkembang
menjadi duodenum, jejunum dan bagian dari colon (usus besar) seperti cecum,
apendiks, colon ascending, dan
sebagian besar proximal colon 1% 0,5%
transverse dan Hindgut akan 64%
berkembang menjadi colon.

Apendiks mulai muncul pada


minggu kedelapan perkembangan
embrio sebagai tonjolan dari bagian
32%
terminal sekum. Selama
perkembangannya laju pertumbuhan sekum melebihi laju pertumbuhan apendiks,

18 Glenn Ega B.T (07120100108)


sehingga apendiks akan bergeser ke medial menuju katup ileocecal. Karena
perkembangan apendiks terjadi saat penurunan kolon maka sebagian besar apendiks
terletak di belakang sekum atau colon.

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4


inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileosekal dan terletak pada ujung pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior,
medial dan posterior. Hubungan antara basis apendiks dengan sekum tetap konstan,
sedangkan ujung apendiks dapat ditemukan di posisi retrocecal, dalam panggul
(pelvic), posisi subcecal, preileal, postileal, subileal dan paracecal. Apendiks memiliki
Lumen yang sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun
demikian, pada bayi (dibawah 5 tahun) apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insidens appendicitis pada usia itu (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah
UGM, 2010).
Pendarahan apendiks berasal dari
artery apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral (End Artery) dan merupakan
cabang dari artery ileocecal yang
merupakan cabang dari Artery mesenterica
superior. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
karena thrombosis pada infeksi, apendiks
akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat,
De Jong, 2004).

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti


a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

ETIOLOGI

Appendicitis merupakan suatu bentuk infeksi bakteri. Berbagai hal berperan


sebagai faktor pencetusnya. Faktor utama yang dianggap sebagai penyebab timbulnya

19 Glenn Ega B.T (07120100108)


infeksi bakteri pada apendiks yang paling utama dikarenakan adanya sumbatan pada
celah masuk apendiks. Sumbatan tersebut dapat disebabkan karena mucus ataupun
fecal material dalam cecum yang menyumbat saluran apendiks hingga berubah
menjadi keras seperti batu. Fecal material dan mucus yang menyumbat ini disebut
dengan fekalit. Celah masuk yang tersumbat ini menyebabkan bakteri yang
normalnya ada dalam apendiks menginfeksi atau menyerang lumen apendiks hingga
tercipta adanya suatu peradangan. Sumbatan pada celah masuk apendiks kadang dapat
disebabkan karena kelenjar getah bening yang mengalami pembengkakan hingga
menyumbat pada lumen apendiks. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
appendicitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada
pasien appendicitis yaitu
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

Gram-negative bacilli Gram-negative bacilli


Escherichia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Other Bacteroides species
Klebsiella species Fusobacterium species

Gram-positive cocci Gram-positive cocci


Streptococcus anginosus Peptostreptococcus species Gram-
Other Streptococcus species positive bacilli
Enterococcus species Clostridium species

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan


rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya appendicitis
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Inflamasi pada apendiks yang tidak
segera ditangani dapat menyebabkan adanya
rupture atau perforasi dari apendiks dikarenakan
kurangnya suplai darah ke jaringan tersebut.

20 Glenn Ega B.T (07120100108)


Jika apendiks mengalami rupture atau perforasi, maka dapat menimbulkan adanya
penyebaran bakteri ke luar jaringan apendiks hingga dapat menyerang organ organ
lain di dalam rongga abdomen.

PATOFISIOLOGI APPENDICITIS

Appendicitis disebabkan mulai dari obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh fekalit
maupun pembesaran kelenjar limphoid.

Sumbatan tersebut menyebabkan suatu proses inflamasi pada apendiks yang


disebabkan oleh invasi kuman E koli dan spesibakteroides pada lumen apendiks.

Inflamasi ini akan berlanjut dari lumen berlanjut ke lapisan mukosa, submukosa
hingga ke lapisan muskularis. Jika inflamasi ini terus berlanjut maka apendiks akan
terus mengalami pembengkakan sehingga menyebabkan apendiks akan teregang atau
terdilatasi. Pembengkakan pada apendiks terkadang juga dapat disertai dengan pus
dari hasil nekrosis mukosa glandular.

Dilatasi dari apendiks ini akan menyebabkan penekanan pada artery yang menyuplai
apendiks. Pada saat suplai darah menurun, apendiks akan mengalami kematian
jaringan atau gangrene yang dapat diikuti dengan perforasi apendiks. Jika terjadi
perforasi maka invasi bakteri ataupun cairan eksudat yang terbentuk dalam apendiks
dapat menyebar hingga ke peritoneum parietalis sehingga dapat menyebabkan
peritonitis. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).

PEMERIKSAAN APPENDICITIS

Diagnosa appendicitis dapat


dilakukan dengan berbagai macam cara,
seperti :

ANAMNESA
Pertama kali yang dapat kita lakukan
untuk menegakkan diagnosis appendicitis
yaitu dengan melakukan anamnesa kepada

21 Glenn Ega B.T (07120100108)


pasien mengenai gejala appendicitis yang dirasakan pasien.

Lokasi nyeri Buang air besar


Durasi Gejala lain
Penyebaran

Selain menanyakan mengenai gejala nyeri yang dirasakan pasien, kita dapat
juga melakukan penilaian terhadapa kemungkinan pasien terkena appendicitis dengan
menggunakan ALVARADO score.

The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut 1
kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 C 1
Pemeriksaan Lab Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan appendicitis akut
5-7 : sangat mungkin appendicitis akut
8-10 : pasti appendicitis akut

Karakter klinis dari appendicitis dapat


bervariasi oleh karena itu, melakukan anamnesis
terhadap gejala yang dirasakan pasien tidaklah cukup.
Pada umumnya gejala yang dikeluhkan pasien adalah
riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana
dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti
mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya

22 Glenn Ega B.T (07120100108)


berpindah dari fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Namun
terkadang pasien juga dapat merasakan gejala nyeri di daerah perut yang berbeda -
beda bahkan terkadang pasien tidak dapat menunjukkan secara spesifik lokasi nyeri
yang dirasakan oleh karena itu, selain melakukan anamnesis kita dapat juga
melakukan pemeriksaan fisik. Kebanyakan titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga
dari umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya
tajam dan diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik
Mc Burney juga dirasakan dengan melakukan pemeriksaan - pemeriksaan sebagai
berikut
OBTURATOR SIGN

Pada pasien dilakukan fleksi


panggul dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada
hipogastrium atau vagina.

PSOAS SIGN

Pasien dibaringkan pada sisi kiri,


kemudian dilakukan ekstensi dari panggul
kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan
bawah.
ROVSINGS SIGN

Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan


pada iliaka kiri diikuti dengan nyeri pada daerah Mc
Burney. Posisi pasien dipengaruhi oleh posisi dari
apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi retrosekal
(terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak
terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke
lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal

23 Glenn Ega B.T (07120100108)


nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa

DUNPHY SIGN
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk

BLUMBERG SIGN
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba-tiba
TEN HORN SIGN
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan

AURE-REZANOVAS SIGN
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif
Shchetkin-Bloombergs sign)

BARTOMIER-MICHELSONS SIGN
Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien
dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang

KOCHER (KASHER)S SIGN


Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
berpindah ke kuadran kanan bawah.

Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka kita juga dapat
meneruskan pemeriksaan melakukan pemeriksaan penunjang seperti :
1. Pemeriksaan darah lengkap ( LEUKOSIT DAN DIFF COUNT ).
2. Pemeriksaan radiology dengan melakukan pencitraan
APPENDICOGRAM.
3. Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinis tidak jelas,
pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas
100%
4. Melakukan pemeriksaan kebidanan untuk menyingkirkan penyakit
kebidanan pada pasien wanita.
DIAGNOSIS
24 Glenn Ega B.T (07120100108)
Pada umumnya diagnosis dapat ditegakkan hanya melalui anamnesis namun
terkadang dibutuhkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada sebagian
pasien. Kesulitan diagnosis terkadang dipengaruhi letak dari apendiks yang berbeda
beda serta gejala klinis yang dirasakan pasien.

DIAGNOSIS BANDING

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis


banding, seperti:

GastroenteritisPada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului


rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis
sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
dengan appendicitis akut.

Demam DengueDapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini


didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan
hematokrit meningkat.

Kelainan ovulasiFolikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin


memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.

Infeksi panggulSalpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan


appendicitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri
perut bagian bawah perut lebih difus.

Kehamilan di luar kandunganHampir selalu ada riwayat terlambat haid


dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus
kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

Kista ovarium terpuntirTimbul nyeri mendadak dengan intensitas yang


tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok
vaginal, atau colok rektal.

Endometriosis ovarium eksternaEndometrium di luar rahim akan

25 Glenn Ega B.T (07120100108)


memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah
menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.

Urolitiasis pielum/ ureter kananAdanya riwayat kolik dari pinggang ke


perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria sering ditemukan.

Penyakit saluran cerna lainnyaPenyakit lain yang perlu diperhatikan


adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak
duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon,
obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan
mukokel apendiks.(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004)

KOMPLIKASI
1. Apendikular Infiltrat
Infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
apendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus
atau usus besar.
2. Perforasi
Komplikasi dari appendicitis akut yang paling sering adalah perforasi.
Perforasi dari apendiks dapat menyebabkan timbulnya abses periappendicitis,
yakni terkumpulnya pus yang terinfeksi bakteri atau peritonitis difus.
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum). Peradangan ini merupakan komplikasi
berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ organ
abdomen.
4. Syok Septik
Perforasi yang tidak ditangani dengan segera akan menimbulkan syok septik
dimana kuman akan menyebar di peritoneum dan sebagian akan masuk ke
pembuluh darah, menyebabkan keadaan atau kondisi yang disebut dengan
septik abdomen. Septik abdomen dapat menjadi septik syok jika tidak
ditangani dengan baik serta dapat menyebabkan kematian.
TERAPI

26 Glenn Ega B.T (07120100108)


Terapi pada appendicitis dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi secara
medikamentosa dan terapi secara operatif.

Medikamentosa
Meskipun ada banyak kontroversi terhadap pengelolaan appendicitis akut
secara nonoperatif, antibiotikmemiliki peran penting dalam pengobatan pasien dengan
kondisi ini. Antibiotik yang digunakan untuk pasien dengan appendicitis harus
mencakup kuman anaerobic dan aerobic (broad spectrum antibiotic). Lama pemberian
terkait erat dengan stadium appendicitis pada saat diagnosis, dengan
mempertimbangkan kondisi dan temuan baik saat tindakan pembedahan maupun
perubahan yang terjadi pasca pembedahan. Menurut beberapa penelitian, antibiotic
profilaksis harus diberikan setiap sebelum dilakukan appendectomy. Ketika pasien
menjadi afebris dan hitungan sel darah putih menunjukkan angka yang normal,
pengobatan antibiotic dapat dihentikan. Cefotetan dan cefoxitin tampaknya menjadi
pilihan terbaik untuk menangani appendicitis secara medikamentosa. Pengobatan
secara medikamentosa ini mungkin berguna ketika appendectomy tidak dapat
dilakukan atau ketika appendectomy tergolong prosedur beresiko tinggi. Laporan
anecdotal menggambarkan keberhasilan antibiotic IV dalam mengobati appendicitis
akut pada pasien tanpa akses terhadap intervensi bedah (misalnya, kru awak kapal
selam). Meski begitu, ketika appendectomy sudah dapat dilakukan, sebaiknya segera
dilakukan demi mencegah appendicitis kronik, eksaserbasi akut dari appendicitis
kronik, maupun komplikasi lainnya.
Dalam sebuah studi prospektif dari 20 pasien yang didiagnosis appendicitis melalui
pemeriksaan ultrasonografi, gejala mereda pada 95% pasien yang menerima antibiotic
saja, tetapi 37% dari pasien memiliki appendicitis berulang dalam waktu 14 bulan.
Pemberian antipiretik pada pasien yang menunjukkan gejala klinis demam juga dapat
membantu untuk memberi kenyamanan terhadap pasien namun, pemberian analgetik
masi menimbulkan kontroversi terhadap timbulnya diagnosis yang salah pada
pemeriksaan fisik.

Operatif
Meskipun terapi appendicitis dapat dilakukan secara medikamentosa namun,
terapi yang lebih dipilih yaitu dengan melakukan pembuangan apendiks atau sering
disebut dengan apendiktomy. Terapi secara operatif lebih dipilih karena terapi ini
27 Glenn Ega B.T (07120100108)
dapat mencegah terjadinya komplikasi dari appendicitis akut yaitu perforasi yang
dapat menyebabkan timbulnya peritonitis. Pada zaman sekarang banyak sekali terapi
secara operatif yang digunakan selain mempertimbangkan dari segi keamanan, terapi
operatif yang dipilih juga mempertimbangkan segi kosmetik yaitu meminimalisir
adanya bekas luka yang ditimbulkan dari luka sayatan pada saat dilakukannya terapi
secara operatif. Meskipun banyak cara operatif yang digunakan namun,
appendectomy terbuka dan appendectomy dengan laparoskopi merupakan cara yang
paling dipilih.

Appendectomy terbuka.
Salah satu cara operatif yang sering digunakan oleh dokter bedah adalah cara
appendectomy terbuka atau sering disebut dengan open appendectomy. Kebanyakan
pada saat melakukan appendectomy terbuka para
dokter bedah lebih memilih melakukan insisi
menggunakan insisi Mc-Burney (Grid Iron) atau
Rocky-Davis (transverse) pada kuadran kanan bawah.

Insisi Mc-Burney (Grid Iron)

Insisi Gridiron pada titik McBurney.


Garis insisi paralel dengan otot oblikus
eksternal, melewati titik McBurney yaitu
1/3 lateral garis yang menghubungkan
spina liaka anterior superior kanan dan
umbilikus.

Insisi Rocky-Davis (Transverse)

Insisi dilakukan pada titik McBurney


secara transverse skin crease, irisan ini
lebih kosmetik.

28 Glenn Ega B.T (07120100108)


Pada saat dilakukan insisi, insisi diusahakan harus dibuat di tengah tengah
permukaan daerah yang teraba adanya massa atau di daerah yang terasa paling nyeri
namun, insisi tersebut harus dibuat dengan indikasi tidak terdapat adanya abscess.
Jika dicurigai terdapat
adanya abscess, insisi
harus dibuat lebih ke arah
lateral untuk menghindari
adanya kebocoran dari
jaringan yang pecah, yang
dapat menimbulkan
terjadinya kontaminasi
jaringan peritonitis serta
untuk memudahkan
dilakukannya drainasi saat
operasi berjalan. Jika dicurigai terdapat adanya perforasi atau gangrene pada pasien
appendicitis maka appendectomy terbuka diharapkan menggunakan insisi dengan cara
Low Midline Incision serta jika pada orang dewasa luka bekas operasi diharapkan
tidak langsung ditutup melainkan dapat mengandalkan secondary wound healing atau
kita dapat menutupnya setelah 4 atau 5 hari kemudian. Hal ini ditujukan untuk
mencegah terjadinya infeksi pada luka. Berbeda halnya dengan anak anak, kita
dapat langsung menutup luka bekas operasi.

Laparoscopic Appendectomy
Operasi appendectomy ini sudah
mulai dilakukan pada tahun 1987
dengan presentase keberhasilan 90
94% dan juga sebanyak 90% kasus
appendicitis perforasi dapat tertangani
dengan baik. Appendectomy dengan
laparoscopic mulai banyak dipilih
dikarenakan memiliki penyembuhan
luka post operasi yang sangat baik
serta mencegah kecacatan dari segi kosmetik. Tidak semua pasien dapat dilakukan
appendectomy dengan laparoscopic, pasien dengan perlengketan intra abdominal
29 Glenn Ega B.T (07120100108)
menjadi kontra indikasi dilaksanakannya appendectomy laparoskopik. Namun operasi
laparoscopic ini dipilij sebagai terapi bagi pasien yang sesuai dalam indikasi menurut
pedoman SAGES yaitu pasien geriatric, pasien pediatric, ibu hamil serta pasien
obesitas.

PROGNOSIS
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit,
namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi
peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan
setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien,
penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang
biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari. Alasan adanya kemungkinan ancaman
jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus
buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi
hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis
dibiarkan dan tidak diobati secara benar.

30 Glenn Ega B.T (07120100108)


DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of
Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
2. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. Hal 524-532
3. Sabiston, Devid C; Buku Ajar Bedah : Sabistons Essential Surgey, Alih
Bahasa Petrus Andrianto, Timah I. S; editor, Jonatan Oswan - Jakarta :
EGC, 1995, hal 228 - 231.
4. Tortora jG, Derrickson HB. Principle of Anatomy And Physiology. 12thed.
USA: John Wiley & Sons Inc; 2006.p.145-70
5. Putz, Renate & Putz, Pabst, Sobotta Atlas Der Anatomie Des Menschen Band
2, 21st. ed. Jakarta: EGC; 2000.

31 Glenn Ega B.T (07120100108)

Anda mungkin juga menyukai