PENDAHULUAN
I. Identitas Pasien
Nama : An. S
Jenis Kelamin : Perempuan
No. rekam medis : 32 87 **
Usia : 12 Tahun 10 Bulan 27 Hari
Alamat : Kp Babakan
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Tanggal masuk RS : 27/05/2014
4. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan untuk mengkonsumsi
makanan di luar rumah.
Pasien memiliki kebiasaan susah buang air besar
dikarenakan pasien tidak suka mengkonsumsi sayuran.
Pasien mengaku buang air besar terjadi sekali dalam dua
hari dan terkadang hanya sekali dalam tiga hari.
Kesan :
Non-visual filling apendiks.
V. Resume
Pasien perempuan berumur 12 tahun datang unit gawat darurat rumah
sakit marinir cilandak dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak
empat hari SMRS. Nyeri yang dirasakan bersifat tumpul, awalnya
terasa pada daerah di sekitar umbilicus kemudian berpindah ke kanan
bawah dan nyeri bersifat hilang timbul. Pasien mengatakan nyeri di
perutnya akan semakin terasa jika ia berlari maupun berpindah dari
posisi tidur ke posisi duduk. Pasien juga mengaku badannya demam
sejak 3 hari yang lalu. Demam bersifat naik turun dan akan semakin
tinggi pada malah hari. Gangguan buang air besar dan buang air kecil
disangkal pasien. Pasien memiliki jumlah total 9 pada Alvarado score.
Pada pemeriksaan fisik didapati pasien demam dengan suhu 38,8oC
diikuti dengan nyeri tekan positif pada daerah mc burny. Pemeriksaan
obturator sign negative namun psoas sign dan Blumberg sign
menunjukkan nilai positif. Pemeriksaan darah dan radiology dilakukan
untuk menegakkan dugaan terhadap appendicitis dengan hasil didapati
adanya peningkatan pada leukosit serta tidak tampak adanya kontras
mengisi appendicitis atau Non-visual filling apendiks disertai dengan
tidak tampak adanya gambaran batu sepanjang traktus urinarius.
VI. Diagnosis
Diagnosis Kerja: Appendicitis akut
Diagnosis Banding: Typhoid
7 Glenn Ega B.T (07120100108)
Divertikulosis meckel
Batu Saluran Kencing
VII. Tatalaksana
Konsul dokter spesialis anasthesi
Persiapan Operasi:
o Puasa 8 jam
o Infus RL 20 tpm
o Pengecekan laboratorium
o Cefaflox 2 x 1 gram (IV)
o Ranitidine 2 x 1 mg (IV)
Dilakukan tindakan pembedahan Appendectomy pada tanggal 29
Mei 2014 pk 07.00
o Dilakukan spinal anastesi pada pasien
o Pasien diposisikan terlentang (supine)
o Tindakan asepsis dan antisepsis pada
lapangan target operasi
o Dilakukan penutupan daerah sekitar
lapangan target operasi dengan duk steril
O:
KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TTV:
- TD: 110/70 mmHg
- HR: 80 x/min
- RR: 18 x/min
- Suhu: 36.7 C
Kepala : normocephal
Mata: CA -/-, SI -/.
THT, leher: dalam batas normal
Dada: gerak napas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
Abdomen:BU (+) lemah, NT (+) pada daerah sekitar luka operasi,
tampak luka op tertutup kassa verban
P:
Puasa makan minum
IVFD RL 20 tpm
Cefaflox 2x1 gr iv
O:
KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TTV:
TD: 110/70 mmHg
HR: 82x/min
RR: 18x/min
Suhu: 36.6 C
Kepala : normocephal
Mata: CA -/-, SI -/.
THT, leher: dalam batas normal
Dada: gerak napas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
Abdomen: BU (+) lemah, Nyeri (+) pada daerah sekitar luka operasi,
tampak luka op tertutup kassa verban
O:
KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TTV:
TD: 110/70 mmHg
HR: 60x/min
RR: 18x/min
Suhu: 36,4 C
Kepala : normocephal
Mata : CA -/-, SI -/.
THT, leher: dalam batas normal
Dada: gerak napas simetris, retraksi (-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-
P:
Puasa makan minum
Cefaflox 2x1 gr iv
Ranitidine 2x1 @ iv
Tramadol 3x1 @ iv drip dalam cairan infus
Obs perdarahan
Mobilisasi
01/07/2014 S: Nyeri pada daerah operasi, makan (+) makanan lunak, minum (+),
mual (-), muntah(-), BAK(+) dan BAB(+), flatus (+) terasa sakit pada
luka bekas operasi, pasien sudah mampu melakukan aktifitas seperti
biasa tanpa bantuan.
O:
KU: tampak baik
Kesadaran: compos mentis
TTV:
TD: 110/70 mmHg
HR: 70x/min
RR: 16x/min
P:
IVFD RL 20 tpm
Cefaflox 2x1 gr iv
Ranitidine 2x1 @ iv
Tramadol 3x1 @ iv drip dalam cairan infus
Ganti verban
Obs pendarahan
Mobilisasi
Mulai melatih makan makanan seperti biasa
Control hari senin (9 juni)
TINJAUAN PUSTAKA
Appendicitis
adalah peradangan pada
apendiks vermiformis
(berbentuk seperti
cacing) dan merupakan
penyebab abdomen
akut yang paling sering.
Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Appendicitis adalah penyebab
paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Penyakit ini
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000) dan sangat jarang
menyerang anak kecil di bawah umur 5 tahun.
Jadi, dapat disimpulkan appendicitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai
apendiks atau sering disebut sebagai umbai cacing.
Klasifikasi appendicitis terbagi menjadi dua yaitu, appendicitis akut dan appendicitis
kronik
1. Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum
lokal. Gajala appendicitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat
Appendicitis akut dibagi menjadi :
Appendicitis akut sederhana
16 Glenn Ega B.T (07120100108)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disertai dengan penumpukan sekresi mukosa yang
menyebabkan peningkatan tekanan dalam lumen yang
menganggu aliran limfe. Mukosa apendiks jadi menebal,
edema dan kemerahan.
Muncul gejala nyeri pada daerah umbilicus.
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI APPENDICITIS
Appendicitis disebabkan mulai dari obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh fekalit
maupun pembesaran kelenjar limphoid.
Inflamasi ini akan berlanjut dari lumen berlanjut ke lapisan mukosa, submukosa
hingga ke lapisan muskularis. Jika inflamasi ini terus berlanjut maka apendiks akan
terus mengalami pembengkakan sehingga menyebabkan apendiks akan teregang atau
terdilatasi. Pembengkakan pada apendiks terkadang juga dapat disertai dengan pus
dari hasil nekrosis mukosa glandular.
Dilatasi dari apendiks ini akan menyebabkan penekanan pada artery yang menyuplai
apendiks. Pada saat suplai darah menurun, apendiks akan mengalami kematian
jaringan atau gangrene yang dapat diikuti dengan perforasi apendiks. Jika terjadi
perforasi maka invasi bakteri ataupun cairan eksudat yang terbentuk dalam apendiks
dapat menyebar hingga ke peritoneum parietalis sehingga dapat menyebabkan
peritonitis. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).
PEMERIKSAAN APPENDICITIS
ANAMNESA
Pertama kali yang dapat kita lakukan
untuk menegakkan diagnosis appendicitis
yaitu dengan melakukan anamnesa kepada
Selain menanyakan mengenai gejala nyeri yang dirasakan pasien, kita dapat
juga melakukan penilaian terhadapa kemungkinan pasien terkena appendicitis dengan
menggunakan ALVARADO score.
PSOAS SIGN
DUNPHY SIGN
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk
BLUMBERG SIGN
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba-tiba
TEN HORN SIGN
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan
AURE-REZANOVAS SIGN
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif
Shchetkin-Bloombergs sign)
BARTOMIER-MICHELSONS SIGN
Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien
dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang
Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka kita juga dapat
meneruskan pemeriksaan melakukan pemeriksaan penunjang seperti :
1. Pemeriksaan darah lengkap ( LEUKOSIT DAN DIFF COUNT ).
2. Pemeriksaan radiology dengan melakukan pencitraan
APPENDICOGRAM.
3. Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinis tidak jelas,
pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas
100%
4. Melakukan pemeriksaan kebidanan untuk menyingkirkan penyakit
kebidanan pada pasien wanita.
DIAGNOSIS
24 Glenn Ega B.T (07120100108)
Pada umumnya diagnosis dapat ditegakkan hanya melalui anamnesis namun
terkadang dibutuhkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada sebagian
pasien. Kesulitan diagnosis terkadang dipengaruhi letak dari apendiks yang berbeda
beda serta gejala klinis yang dirasakan pasien.
DIAGNOSIS BANDING
KOMPLIKASI
1. Apendikular Infiltrat
Infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
apendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus
atau usus besar.
2. Perforasi
Komplikasi dari appendicitis akut yang paling sering adalah perforasi.
Perforasi dari apendiks dapat menyebabkan timbulnya abses periappendicitis,
yakni terkumpulnya pus yang terinfeksi bakteri atau peritonitis difus.
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum). Peradangan ini merupakan komplikasi
berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ organ
abdomen.
4. Syok Septik
Perforasi yang tidak ditangani dengan segera akan menimbulkan syok septik
dimana kuman akan menyebar di peritoneum dan sebagian akan masuk ke
pembuluh darah, menyebabkan keadaan atau kondisi yang disebut dengan
septik abdomen. Septik abdomen dapat menjadi septik syok jika tidak
ditangani dengan baik serta dapat menyebabkan kematian.
TERAPI
Medikamentosa
Meskipun ada banyak kontroversi terhadap pengelolaan appendicitis akut
secara nonoperatif, antibiotikmemiliki peran penting dalam pengobatan pasien dengan
kondisi ini. Antibiotik yang digunakan untuk pasien dengan appendicitis harus
mencakup kuman anaerobic dan aerobic (broad spectrum antibiotic). Lama pemberian
terkait erat dengan stadium appendicitis pada saat diagnosis, dengan
mempertimbangkan kondisi dan temuan baik saat tindakan pembedahan maupun
perubahan yang terjadi pasca pembedahan. Menurut beberapa penelitian, antibiotic
profilaksis harus diberikan setiap sebelum dilakukan appendectomy. Ketika pasien
menjadi afebris dan hitungan sel darah putih menunjukkan angka yang normal,
pengobatan antibiotic dapat dihentikan. Cefotetan dan cefoxitin tampaknya menjadi
pilihan terbaik untuk menangani appendicitis secara medikamentosa. Pengobatan
secara medikamentosa ini mungkin berguna ketika appendectomy tidak dapat
dilakukan atau ketika appendectomy tergolong prosedur beresiko tinggi. Laporan
anecdotal menggambarkan keberhasilan antibiotic IV dalam mengobati appendicitis
akut pada pasien tanpa akses terhadap intervensi bedah (misalnya, kru awak kapal
selam). Meski begitu, ketika appendectomy sudah dapat dilakukan, sebaiknya segera
dilakukan demi mencegah appendicitis kronik, eksaserbasi akut dari appendicitis
kronik, maupun komplikasi lainnya.
Dalam sebuah studi prospektif dari 20 pasien yang didiagnosis appendicitis melalui
pemeriksaan ultrasonografi, gejala mereda pada 95% pasien yang menerima antibiotic
saja, tetapi 37% dari pasien memiliki appendicitis berulang dalam waktu 14 bulan.
Pemberian antipiretik pada pasien yang menunjukkan gejala klinis demam juga dapat
membantu untuk memberi kenyamanan terhadap pasien namun, pemberian analgetik
masi menimbulkan kontroversi terhadap timbulnya diagnosis yang salah pada
pemeriksaan fisik.
Operatif
Meskipun terapi appendicitis dapat dilakukan secara medikamentosa namun,
terapi yang lebih dipilih yaitu dengan melakukan pembuangan apendiks atau sering
disebut dengan apendiktomy. Terapi secara operatif lebih dipilih karena terapi ini
27 Glenn Ega B.T (07120100108)
dapat mencegah terjadinya komplikasi dari appendicitis akut yaitu perforasi yang
dapat menyebabkan timbulnya peritonitis. Pada zaman sekarang banyak sekali terapi
secara operatif yang digunakan selain mempertimbangkan dari segi keamanan, terapi
operatif yang dipilih juga mempertimbangkan segi kosmetik yaitu meminimalisir
adanya bekas luka yang ditimbulkan dari luka sayatan pada saat dilakukannya terapi
secara operatif. Meskipun banyak cara operatif yang digunakan namun,
appendectomy terbuka dan appendectomy dengan laparoskopi merupakan cara yang
paling dipilih.
Appendectomy terbuka.
Salah satu cara operatif yang sering digunakan oleh dokter bedah adalah cara
appendectomy terbuka atau sering disebut dengan open appendectomy. Kebanyakan
pada saat melakukan appendectomy terbuka para
dokter bedah lebih memilih melakukan insisi
menggunakan insisi Mc-Burney (Grid Iron) atau
Rocky-Davis (transverse) pada kuadran kanan bawah.
Laparoscopic Appendectomy
Operasi appendectomy ini sudah
mulai dilakukan pada tahun 1987
dengan presentase keberhasilan 90
94% dan juga sebanyak 90% kasus
appendicitis perforasi dapat tertangani
dengan baik. Appendectomy dengan
laparoscopic mulai banyak dipilih
dikarenakan memiliki penyembuhan
luka post operasi yang sangat baik
serta mencegah kecacatan dari segi kosmetik. Tidak semua pasien dapat dilakukan
appendectomy dengan laparoscopic, pasien dengan perlengketan intra abdominal
29 Glenn Ega B.T (07120100108)
menjadi kontra indikasi dilaksanakannya appendectomy laparoskopik. Namun operasi
laparoscopic ini dipilij sebagai terapi bagi pasien yang sesuai dalam indikasi menurut
pedoman SAGES yaitu pasien geriatric, pasien pediatric, ibu hamil serta pasien
obesitas.
PROGNOSIS
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit,
namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi
peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan
setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien,
penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang
biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari. Alasan adanya kemungkinan ancaman
jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus
buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi
hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis
dibiarkan dan tidak diobati secara benar.