Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

1.1 Landasan Teori


1.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam organisasi dapat
diartikan sebagai manusia yang bekerja dalam suatu organisasi. SDM dapat disebut
juga sebagai personil, tenaga kerja, pekerja, karyawan, potensi manusiawi sebagai
penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistansinya. Nawawi (2000) dalam Yani
(2012)
Menurut Dessler (2013), manajemen sumberdaya manusia adalah kebijakan
dan praktik menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi
manajemen termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan
penilaian.
Menurut Snell dan Bohlander (2010), manajemen sumber daya manusia
bersifat intangible dan tidak dapat di samakan peraturannya seperti kita mengatur
organisasi, mengatur pekerjaan dan produk-produk, dan teknologi.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Sutrisno (2014: 7) dapat
juga diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi
pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai
tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.
Jadi manajemen sumber daya manusia adalah bagaimana perusahaan mengatur
tenaga kerja dengan memanfaatkan kemampuan dan keahlian untuk mencapai
tujuan bersama. Perencanaan SDM perlu bagi suatu organisasi, supaya organisasi
tidak mengalami hambatan dalam bidang SDM dalam mencapai tujuannya.

1.1.2 Motivasi Kerja


1.1.2.1 Pengertian Motivasi Kerja
Robbins (2003: 156) dalam Wibowo (2014: 322) motivasi sebagai
proses yang menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction), dan usaha

9
terus menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan. Intensitas
menunjukan seberapa keras seseorang berusaha. Tetapi intensitas tinggi
tidak selalu mengarah pada hasil kinerja yang baik, kecuali usaha
dilakukan dalam arah yang menguntungkan organisasi. Karenanya harus
dipertimbangkan kualitas usaha maupun intensitasnya.
Motivasi menurut Feriyanto& Triana (2015:71) adalah suatu
sugesti atau dorongan yang muncul karena diberikan oleh seseorang
kepada orang lain atau dari diri sendiri. Dorongan itu dimaksudkan agar
orang tersebut menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
Sementara McCormick (1985) dalam Mangkunegara (2013)
mendefinisikan motivasi sebagai kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang
berhubungan dengan lingkungan kerja.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah sebuah dorongan
dengan memberikan energi positif demi mencapai hasil yang optimal.

1.1.2.2 Teori- Teori Motivasi


1. Teori Hierarki Kebutuhan
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham Maslow,
mengemukakan bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari
lima kebutuhan, yaitu:
a) Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini merupakan tingkat paling dasar, berupa kebutuhan
akan makan, minum, rumah, pakaian, yang harus dipenuhi oleh
seseorang upayanya untuk mempertahankan diri dari kelaparan,
kehausan, kedinginan, kepanasan, dan sebagainya.
b) Kebutuhan Keamanan
Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, muncul kebutuhan akan rasa
aman, keselamatan, kebebasan dari rasa takut dan cemas.
c) Kebutuhan Hubungan Sosial
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama dengan
orang lain. Kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi,
berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.
d) Kebutuhan Harga Diri
Keinginan untuk dihormati dan untuk diakui prestasi kerjanya.
Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya.
e) Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki, kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi
kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara
penuh.

2. David McClelland dengan Teori Motivasi Prestasi


Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David
McClelland (1974). Menurut teori ini, ada tiga komponen dasar yang
dapat digunakan untuk memotivasi orang bekerja, yaitu:
a) Need for achievement
Kebutuhan ini, berhubungan erat dengan pekerjaan, dan
mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi
tertentu.
b) Need for affiliation
Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan
hubungan secara akrab dengan orang lain.
c) Need for power
Kebutuhan untuk menguasai dan memengaruhi terhadap orang lain.

3. ERG Theory
Clayton Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok
kebutuhan inti yaitu:
a. Eksistensi (existence): berhubungan dengan kebutuhan untuk
mempertahankan keberadaan seseorang dalam hidupnya. Dikaitkan
dengan penggolongan dari Maslow, ini berkaitan dengan kebutuhan
fisik dan keamanan.
b. Hubungan (relatedness): Kelompok hubungan adalah hasrat yang
dimilikiuntuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting.
Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang lain,
dan hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial Maslow.
c. Pertumbuhan (growth): Suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan
pribadi, mencakup komponen intrinsik dari katagori penghargaan
Maslow dan karakteristik yang mencakup kepada aktualisasi diri.
4. Teori X dan Teori Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor, yaitu dengan
mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia, negatif
dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y.
Teori X (negatif) didasarkan pada pola pikir konvensional yang
ortodoks, dan menyorot sosok negatif manusia. Sebagai berikut:
- Malas dan tidak suka bekerja
- Kurang bisa bekerja keras, menghindari tanggung jawab
- Mementingkan diri sendiri, dan tidak mau peduli pada orang lain
- Kurang suka menerima perubahan

Sedangkan Teori Y (positif) merupakan suatu revolusi pola pikir


dalam memandang manusia secara optimis. Sebagai berikut:
- Rajin, aktif, dan mau mencapai prestasi
- Selalu ingin perubahan dan merasa jemu pada hal-hal yang
monoton
- Dapat berkembang

1.1.2.3 Dimensi Motivasi Kerja


Teori Herzberg dalam Sutrisno (2009) bahwa orang melaksanakan
pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, maintenance factor atau
disebut hygiene factor dan motivator factor.
a. Faktor Hygiene
Merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk
memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan
ketentraman, dan kesehatan. Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi
hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kebijakan organisasi, dan pengawasan
supervisi.
b. Faktor Motivasi
Faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis seseorang akan
perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi
berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara
langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya prestasi kerja,
pengakuan orang lain, tanggung jawab, dan pengembangan.
1.1.3 Kepuasan Kerja
1.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau tidak pekerja
dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya. Apabila seseorang
senang terhadap pekerjaanya, maka orang tersebut puas terhadap
pekerjaannya. Sutrisno (2009)
Menurut Robbins (2003) dalam Wibowo (2014) kepuasan kerja
adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan
perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah
yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Menurut Priansa (2014: 291) kepuasan kerja merupakan
sekumpulan perasaan terhadap pekerjaannya, apakah senang atau tidak
senang sebagai hasil interaksi pegawai dengan lingkungan pekerjaannya.
Kepuasan kerja menurut Handoko (2014) adalah suatu keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana
para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan kerja dan atasan,
mengikuti peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja,
hidup dengan kondisi kerja yang sering kurang ideal dan semacamnya.
Kepuasan kerja merupakan variabel utama karena dua alasan, yaitu: (1)
menunjukkan hubungan dengan faktor kinerja; dan (2) merupakan
preferensi nilai yang dipegang banyak peneliti perilaku organisasi
(Wibowo, 2014).

1.1.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja


Menurut Sutrisno (2014: 80) ada beberapa faktor-faktor yang
memengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
a. Faktor Psikologi, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan
karyawan.
b. Faktor Sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial
baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan
yang berbeda jenis pekerjaannya.
c. Faktor Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan.
d. Faktor Finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap
kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan
mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat
terpenuhi.

1.1.3.3 Respons terhadap Ketidakpuasan Kerja


Dalam suatu organisasi di mana sebagian terbesar pekerjaannya
memperoleh kepuasan kerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil
diantaranya merasakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan pekerja dapat
ditunjukkan dalam sejumlah cara. Robbins (2003: 32) dalam Wibowo
(2014) menunjukkan empat tanggapan yang berbeda satu sama lain dalam
dimensi konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai
berikut:
a) Exit
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada
meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau
mengundurkan diri.
b) Voice
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif
untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan,
mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas
perserikatan.
c) Loyalty
Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan
menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara
bagi organisasi di hadapan kritik eksternal dan mempercayai
organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.
d) Neglect
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif dengan
membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau
keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan
tingkat kesalahan.

2.1.3.1 Dimensi Kepuasan Kerja


Beberapa aspek yang digunakan untuk mengevaluasi kepuasan
kerja dari pekerjaan mereka, yaitu:

1. Pekerjaan itu Sendiri


Pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja.
Ada beberapa unsur yang paling penting dari kepuasan kerja yang
menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang, serta
pekerjaan yang dapat memberikan status untuk setiap karyawan
dengan cara memberikan kesempatan mereka untuk memberikan ide
bagi perbaikan produk atau layanan yang diberikan organisasi.

2. Upah/Gaji
Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang
diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja,
dan bagaimana gaji diberikan. Yang penting ialah sejauh mana gaji
yang diterima dirasakan adil.

3. Promosi
Kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam
kepuasan kerja. Hal ini disebabkan promosi mengambil beberapa
bentuk yang berbeda dan memiliki keanekaragaman dari yang
menyertai kompensasi. Contohnya, apabila seorang karyawan naik
jabatan, gaji karyawan tersebut juga naik sesuai dengan jabatannya
dan kepuasan kerja karyawan tersebut juga meningkat.

4. Supervisi
Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan
fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional
mencerminkan sejauh mana atasan membantu bawahan, untuk
memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan.

5. Kelompok kerja
Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan
sepihak yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para
pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam
satu ruangan, sehingga mereka dapat saling berinteraksi, dalam artian
kebutuhan sosialnya terpenuhi. Rekan kerja memberikan sumber-
sumber semangat, kenyamanan, nasihat dan bantuan kepada karyawan
individu. Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerjaan
menjadi menyenangkan.

6. Kondisi Kerja/Lingkungan Kerja


Keadaan atau suasana di tempat kerja merupakan faktor lain yang
memengaruhi kepuasan kerja. Bila kondisi kerjanya baik, bersih,
atraktif, dan nyaman, maka karyawan akan merasa mudah dalam
menjalankan pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-
kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.

1.1.4 Komitmen Organisasi


1.1.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen organisasional atau loyalitas pekerja menurut Newstrom
(2011: 223) dalam Wibowo (2014:428), yaitu tingkatan dimana pekerja
mengidentifikasi dengan organisasi dan ingin melanjutkan secara aktif
berpartisipasi di dalamnya. Komitmen organisasional merupakan ukuran
tentang keinginan pekerja untuk tetap dalam perusahaan di masa depan.
Komitmen berhubungan dengan kuat dan terikat dengan organisasi di
tingkat emosional. Sering mencerminkan keyakinan pekerja dalam misi
dan tujuan perusahaan, keinginan mengembangkan usaha dalam misi dan
tujuan perusahaan, keinginan mengembangkan usaha dalam penyelesaian,
dan intensi melanjutkan bekerja di sana. Komitmen biasanya lebih kuat di
antara pekerja berjangka panjang, mereka yang mempunyai pengalaman
keberhasilan personal dalam organisasi dan mereka yang bekerja dengan
kelompok kerja yang mempunyai komitmen.
Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2008: 184) dalam Wibowo
(2014: 427) menyatakan bahwa komitmen adalah perasaan identifikasi,
pelibatan, dan loyalitas dinyatakan oleh pekerja terhadap perusahaan.
Dengan demikian, komitmen menyatakan tiga sifat: (a) perasaan
identifikasi dengan tujuan organisasi, (b) perasaan terlibat dalam tugas
organisasi, dan (c) perasaan loyal pada organisasi.
McShane dan Von Glinow (2010 113) dalam Wibowo (2014)
memandang komitmen organisasi sebagai loyalitas organisasional. Cara
untuk membangun komitmen organisasi adalah melalui:
a. Justice and support (keadilan dan dukungan)
Memenuhi kewajiban pada pekerja dan tinggal dengan nilai-nilai
humanitarian seperti kejujuran kehormatan, kemauan memaafkan dan
integritas moral. Organisasi yang mendukung kesejahteraan pekerja
cenderung menuai tingkat loyalitas lebih tinggi.

b. Shared values (nilai bersama)


Para pekerja nyaman dan yakin pada nilai-nilai organisasi. Ketika
mereka sepakat dengan nilai-nilai mendasari keputusan korporasi.

c. Trust (kepercayaan)
Kepercayaan menunjukkan harapan positif satu orang terhadap orang
lain dalam situasi yang melibatkan resiko. Kepercayaan berarti
menempatkan nasib pada orang lain atau kelompok.

d. Organizational Comprehension (pemahaman organisasional)


Pemahaman organisasi menunjukkan seberapa baik pekerja memahami
organisasi, termasuk arah strategis, dinamika sosial, dan tata ruang fisik.

e. Employee involvement (pelibatan pekerja)


Pelibatan pekerja memperkuat identitas sosial pekerja dengan organisasi.
Pekerja merasa bahwa mereka menjadi bagian dari organisasi apabila
mereka berpartisipasi dalam keputusan yang mengarahkan masa depan
organisasi.
1.1.4.2 Dimensi Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi menurut Wibowo (2014: 429) bersifat
multidimensi, maka terdapat perkembangan dukungan untuk 3 model
komponen yang diajukan oleh Meyer dan Allen yaitu:
1) Komitmen Afektif (Affective commitment) adalah bagian komitmen
organisasi yang lebih menekankan pada sejauh mana pegawai
mengenal dan melibatkan diri dalam pencapaian tujuan organisasi.
Komitmen afefktif merupakan tingkat dimana individu terkait secara
psikologis terhadap organisasi melalui perasaan loyal dan kasih
sayang.

2) Komitmen Kelanjutan (Continuance commitment) adalah komitmen


organisasi dimana karyawan akan bertahan atau meninggalkan
organisasi karena melihat adanya pertimbangan rasional mengenai
keuntungan untuk tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen
kontinyu merupakan perasaan cinta pada organisasi karena pegawai
menghargai besarnya biaya yang dikorbankan seandainya ia
meninggalkan organisasi.

3) Komitmen Normatif (Normative commitment) adalah satu bagian dari


komitmen organisasi dimana karyawan bertahan dalam organisasi
karena merupakan refleksi dari perasaan wajib pegawai untuk tetap
bertahan di organisasi.

1.1.5 Kinerja Karyawan


1.1.5.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Setiap perusahaan menginginkan karyawannya memiliki
kemampuan menghasilkan suatu kinerja yang tinggi. Hal ini sangat sulit
dicapai apabila karyawan yang bekerja di dalamnya merupakan orang-orang
yang tidak produktif. Perusahaan yang sangat berorientasi pada profit,
banyak yang memandang bahwa karyawan adalah mesin pencetak uang
sehingga perusahaan lupa untuk memberikan maintenance dengan baik.
Padahal karyawan itu sendiri adalah sebuah investasi yang perlu untuk
selalu dipelihara agar dapat berproduksi dengan semaksimal mungkin.
Istilah kinerja menurut Mangkunegara (2013:67) berasal dari kata
Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Menurut Mathis dan Jackson (2006, 378) kinerja adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan pada
umumnya untuk kebanyakan pekerja meliputi elemen-elemen yaitu
kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran
dan kemampuan bekerja sama.
Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan
sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja
adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan
tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara
mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan
memberikan kontribusi ekonomi Armstrong dan Baron, (1998:15) dalam
Wibowo (2014).

1.1.5.2 Faktor Utama Kinerja


Menurut Mathis dan Jackson (2006, 113) kinerja karyawan adalah
awal dari keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan dan ada 3 faktor-
faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan antara lain:
1. Kemampuan yang dimiliki individu
Meliputi minat, bakat, dan faktor kepribadian dari individu tersebut.
Tingkat keterampilam merupakan bahan mentah yang dimiliki seseorang
karyawan berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan
interpersonal, dan kecakapan teknis.
2. Usaha yang dicurahkan
Meliputi motivasi, etika dalam bekerja dan kehadiran. Usaha yang
dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran
dan budaya organisasinya. Tingkat usaha merupakan gambaran budaya
organisasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan baik. Karyawan mempunyai tingkat keterampilan untuk
mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan bekerja dengan baik, jika
hanya sedikit upaya yang diberikan.

3. Dukungan organisasional
Meliputi dukungan dari perusahaan yang berupa penyediaan fasilitas
seperti pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar
kerja, manajemen, serta rekan kerja dalam organisasi.

1.1.5.3 Dimensi Kinerja


Elemen kinerja karyawan menurut Mathis dan Jackson (2006, 378)
1. Kualitas dari hasil
2. Kuantitas dari hasil
3. Ketepatan waktu dari hasil
4. Kehadiran, dan
5. Kemampuan bekerja sama

1.2 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan penjelasan diatas , dapat digambarkan kerangka pemikiran mengenai
hubungan antara Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi terhadap
Kinerja Karyawan adalah sebagai berikut:

Motivasi Kerja(X1)
Faktor Hygiene
Faktor Motivasi
(Sutrisno, 2009)
Kinerja Karyawan (Y)
Kepuasan Kerja(X2)
Kualitas dari hasil
Pekerjaan Itu Sendiri Kuantitas dari hasil
Upah/Gaji Ketepatan waktu dari hasil
Promosi Kehadiran
Supervisi Kemampuan bekerja sama
Rekan Kerja (Mathis dan Jackson,
Kondisi Kerja
(Priansa, 2014) 2006)

Komitmen Organisasi
(X3)
Komitmen Afektif
Komitmen Kelanjutan
Komitmen Normatif
(Wibowo, 2014)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


Sumber: Peneliti

Anda mungkin juga menyukai