BAB I
PRNDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, dan proses spesifik (M. tuberculosa, jamur)
(Rasjad, 2007). Menurut perjalanan waktunya, osteomielitis dikatagorikan atas
akut, sub-akut, atau kronik dengan pembagian pada tiap tipe berdasarkan onset
penyakit.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II, tetapi dapat juga
ditemukan pada bayi dan neonatus. Insidens di Amerika 1 dari 5000 anak dan 1
dari 1000 pada neonatal. Kejadian pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan
anak perempuan dengan perbandingan 4:1. Lokasi yang tersering adalah tulang-
tulang panjang, misalnya femur, tiba, humerus, radius, ulna, fibula. Namun tiba
menjadi lokasi tersering untuk ostemielitis post trauma karena pada tiba hanya
terdapat sedikit pembuluh darah (Siregar, 1995).
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-tidak, tanpa dan
aesthesos, persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh . Secara umum anestesi
dibedakan menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum
(Boulton, 1994).
Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu menghambat
konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik.
Sedangkan pada anestesi lokal kesadaran penderita tetap utuh dan rasa nyeri yang
hilang bersifat setempat (lokal) (Boulton,1994).
Anestesi regional adalah hambatan implus nyeri suatu bagian tubuh untuk
sementara pada impuls saraf, dengan menyuntikan obat anestesi disekitar saraf
sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi
motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap dalam
keadaan sadar. Anestesi regional terbagi menjaadi epidurl, spinal dan kaudal.
2
Spinal anastesi atau yang biasa disebut Subarachnoid Block (SAB) (Boulton,
1994).
Anestesi umum (general anestesi) adalah meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya
dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien
dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya pada kasus bedah jantung,
pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-lain (Boulton,
1994).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, atau proses spesifik (Micobacterium tuberculosa,
jamur). Menurut perjalanan waktunya, osteomielitis dikatagorikan atas akut, sub-
akut, atau kronik dengan pembagian pada tiap tipe berdasarkan onset penyakit
(timbulnya infeksi) (Rasjad, 2007).
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II, tetapi dapat juga
ditemukan pada bayi dan neonatus. Insidens di Amerika 1 dari 5000 anak dan 1
1
dari 1000 pada neonatal. Pada keseluruhan insiden terbanyak pada Negara
berkembang (Siregar, 1995).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas (Rasjad, 2007):
1. Osteoblast
Osteoblast merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang
sangat penting dalam proses osteogenesis dan osifikasi.
4
2. Osteosit
Osteosit berfungsi memelihara konten mineral dan elemen organic tulang.
3. Osteoklas
Sel yang berfungsi multinukleus, tidak tertutupi oleh permukaan tulang
dengan sifat dan fungsi resorpsi serta mengerluarkan tulang.
2.2 Osteomielitis
2.2.1 Definisi
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, dan proses spesifik (M. tuberculosa, jamur)
(Rasjad, 2007). Menurut perjalanan waktunya, osteomielitis dikatagorikan atas
akut, sub-akut, atau kronik dengan pembagian pada tiap tipe berdasarkan onset
penyakit. Osteomielitis akut berkembang dalam dua minggu setelah onset
penyakit, sedangkan osteomielitis sub-akut dalam dua minggu sampai tiga bulan
dan osteomeilitis lebih dari tiga bulan (Jong, 2005).
2.2.2 Epidemiologi
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II, tetapi dapat juga
ditemukan pada bayi dan neonatus. Insidens di Amerika 1 dari 5000 anak dan 1
dari 1000 pada neonatal. Pada keseluruhan insiden terbanyak pada Negara
berkembang. Osteomielitis pada anak-anak sering bersifat akut dan menyebar
secara hematogen sedangkan osteomielitis pada orang dewasa merupakan infeksi
5
sub-akut atau kronik yang berkembang secara sekunder dari fraktur terbuka dan
mengikuti jaringan lunak (Siregar, 1995).
Kejadian pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan anak perempuan
dengan perbandingan 4:1. Lokasi yang tersering adalah tulang-tulang panjang,
misalnya femur, tiba, humerus, radius, ulna, fibula. Namun tiba menjadi lokasi
tersering untuk ostemielitis post trauma karena pada tiba hanya terdapat sedikit
pembuluh darah (Siregar, 1995).
Faktor-faktor pasien seperti pertahanan netrofil, imunitas humoral dan
humonitas seluler dapat meningkatkan osteomielitis (Siregar, 1995).
2.2.3 Klasifikasi
Osteomielitis merupakan penyakit kompleks, sehingga system klasifikasi
yang bervariasi telah dikembangkan disamping katagori umum yaitu aku, sub-
akut dan kronis (Lew, 1997). Sistem klasifikasi Waldvogel membagi osteomielitis
dalam katagori hemotogenous, contiguous, chronic, sedangkan klasifikasi yang
lebih baru menurut system klasifikasi Cierry-Mader berdasarkan status dari proses
penyakit bukan etiologi, kronisitas, atau faktor lainnya sehingga istilah akut dan
kronik tidak dipergunakan pada system Cierry-Mader derajat pada system ini
bersifat dinamik dan dapat berubah-ubah sesuai kondisi medik pasien,
keberhasilan antibiotik dan pengobatan lainnya (Khoshhal, 2008).
2.2.4 Etiologi
Organanisme spesifik yang diisolasi dari osteomielitis sering dihubungkan
dengan usia pasien atau keadaan-keadaan yang menyertainya (trauma atau riwayat
operasi). Staphylococcus aureus terlibat dalam kebanyakan pasien dengan
osteomielitis hematogenous akut dan bertanggung jawab atas 90% kasus pada
anak-anak yang sehat. Penyebab osteomielitis pada anak-anak ialah
Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophillus influenza
(2-4%), Salmonella typhy dan E. colli (1-2%). Penyebab osteomielitis kronis
terutama Staphylococcus aureus (75%), atau Escherichia colli, Proteus atau
Pseudomonas aerudinosa. Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab
6
2.2.6 Patofisiologi
Osteomyelitis paling sering disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Organisme penyebab yang lain yaitu salmonella, streptococcus, dan
pneumococcus. Metafisis tulang terkena dan seluruh tulang mungkin terkena.
Tulang terinfeksi oleh bakteri melalui 3 jalur : hematogen, melalui infeksi
didekatnya atau scara langsung selama pembedahan. Reaksi inflamasi awal
menyebabkan trombosis, iskemia dan nekrosis tulang. Pus mungkin menyebar ke
bawah ke dalam rongga medula atau menyebabkan abses superiosteal. Suquestra
tulang yang mati terbentuk. Pembentukan tulang baru dibawah periosteum yang
terangkat diatas dan disekitar jaringan granulasi, berlubang oleh sinus-sinus yang
memungkinkan pus keluar. (Siregar, 1995).
2.2.10 Penatalaksanaan
Sasaran awal adalah untuk mengontrol dan memusnahkan proses infeksi
(Khoshhal, 2008):
1. Imobilisasi area yang sakit : lakukan rendam salin noral hangat selama 20
menit beberapa kali sehari.
2. Kultur darah : lakukan smear cairan abses untuk mengindentifikasi organisme
dan memilih antibiotik.
3. Terapi antibiotik intravena sepanjang waktu.
4. Berikan antibiotik peroral jika infeksi tampak dapat terkontrol : teruskan
selama 3 bulan.
5. Bedah debridement tulang jika tidak berespon terhadap antibiotik pertahankan
terapi antibiotik tambahan. Debridement adalah suatu tindakan eksisi yang
bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis maupun debris yang
menghalangi proses penyembuhan luka dan potensial terjadi atau
berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan pemutus rantai respon
inflamasi sistemik dan maupun sepsis.
9
2.2.11 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari osteomielitis antara lain (Rasjad,
2007):
1. Osteomielitis kronis
2. Penyebaran infeksi yang lokal
3. Penurunan fungsi ekstremitas dan sendi
4. Amputasi
5. Ankilosis
6. Fraktur patologis
7. Arthritis supuratif.
2.2.12 Prognosis
Setelah mendapatkan terapi umumnya osteomielitis akut menunjukkan
hasil yang memuaskan. Prognosis osteomielitis kronis umumnya buruk walaupun
dengan pembedahan, abses dapat terjadi sampai beberapa minggu, bulan atau
tahun setelahnya. Amputasi mungkin dibutuhkan, khususnya pada pasien diabetes
atau berkurangnya sirkulasi darah. Pada penderita yang mendapatkan infeksi
dengan penggunaan alat bantu prostetik perlu dilakukan monitoring lebih lanjut.
Mereka perlu mendapatkan terapi antibiotik profilaksis sebelum dilakukan operasi
karena memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan osteomielitis. (Rasad,
1995)
2.3.7 Preoperatif
a) Penilaian Preoperatif
Penilaian preoperatif merupakan langkah awal dari serangkaian tindakan
anesthesia yang dilakukan terhadap pasien yang direncanakan untuk menjalani
tindakan operatif (Boulton 1994, Dabson 1994).
Tujuan:
1. Mengetahui status fisik pasien praoperatif
2. Mengetahui dan menganalisis jenis operasi
3. Memilih jenis atau teknik anestesia yang sesuai
4. Meramalkan penyulit yang mungkin terjadi selama operasi dan atau
pascabedah
5. Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi penyulit yang diramalkan.
b) Tatalaksana evaluasi
1. Anamnesis
Anamnesis baik autoanamnesis maupun hetero anamnesis, yakni meliputi
identitas pasien, anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah yang
mungkin menimbulkan kerusakan fungsi organ, dan anamnesis umum yang
meliputi riwayat penyakit sistemik, riwayat pemakaian obat-obatan, riwayat
operasi/anestesia terdahulu, kebiasaan buruk, dan riwayat alergi (Boulton 1994,
Dabson 1994).
2. Pemeriksaan fisik
Yakni memeriksa status pasien saat ini yang meliputi kesadaran, frekuensi
nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat dan tinggi badan untuk menilai
status gizi/BMI. Disamping itu juga dilakukan pemeriksaan fisik umum yang
meliputi pemeriksaan status psikis, saraf, respirasi, hemodinamik, penyakit
darah, gastrointestinal, hepato-bilier, urogenital dan saluran kencing, metabolik
dan endokrin, otot rangka (Boulton 1994, Dabson 1994).
3. Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan yang lainnya
Meliputi pemeriksaan rutin yakni pemeriksaan darah dan urin. Selain itu pada
pasien yang akan operasi besar dan pasien yang menderita penyakit sistemik
tertentu diperlukan pemeriksaan khusus sesuai indikasi yang meliputi
14
c) Persiapan Preoperatif
1. Masukan oral
Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama
pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua
pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus dipantangkan
dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesi. Pada
pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4
jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi.
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum
obat air putih dalam jumlah terbatas boleh I jam sebelum induksi anesthesia
(Boulton 1994, Dabson 1994).
2. Terapi Cairan
Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami
defisit cairan karena durasi puasa . Dengan tidak adanya intake oral, defisit cairan
dan elektrolit bisa terjadi cepat karena terjadinya pembentukan urin, sekresi
gastrointestinal, keringat, dan insensible losses yang terus menerus dari kulit dan
paru. Defisit bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan cairan maintenance
dengan waktu puasa (Boulton 1994, Dabson 1994).
16
3. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi
diantaranya (Boulton 1994, Dabson 1994) :
a) Meredakan kecemasan dan ketakutan
b) Memperlancar induksi anestesi
c) Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
d) Meminimalkan jumlah obat anestetik
e) Mengurangi mual muntah pasca bedah
f) Menciptakan amnesia
g) Mengurangi isi cairan lambung
h) Mengurangi reflek yang membahayakan
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada
situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat
membangun kepercayaan dan menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan
bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi
anestesi. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan opioid misalnya
petidin 50 mg intramuskular (Boulton 1994, Dabson 1994).
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis
asam. Untuk meminimalkan kejadian di atas dapat diberikan antagonis reseptor H2
histamin misalnya simetidin 600 mg atau oral ranitidin 150 mg 1-2 jam sebelum
jadwal operasi. Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan
premedikasi suntikan intramuskular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau
ondansetron 2-4 mg (Boulton 1994, Dabson 1994).
Sebelum dilakukan anestesi, pasien diberikan premedikasi berupa
pemberian injeksi Metoclopramide 10 mg dan injeksi Ranitidine 50 mg untuk
profilaksis dari PONV (postoperative nausea and vomiting). Metoclopramide
digunakan sebagai anti emetik dan untuk mengurangi sekresi kelenjar. Pemilihan
metokloperamide dikarenakan obat ini mempunyai efek menstimulasi asetilkolin
pada otot polos saluran cerna, meningkatkan tonus sfinger esofagus bagian bawah,
mempercepat pengosongan lambung dan menurunkan volume cairan lambung
17
baik air dan elektrolit, penggantian dengan cairan elektrolit isotonik, juga
disebut cairan jenis replacement (Boulton 1994, Dabson 1994).
Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan
jenis replacement yang umumnya digunakan. Cairan yang paling umum
digunakan adalah larutan Ringer laktat. Meskipun sedikit hipotonik,
menyediakan sekitar 100 mL free water per liter dan cenderung untuk
menurunkan natrium serum 130 mEq/L, Ringer laktat umumnya memiliki
efek yang paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan merupakan
menjadi cairan yang paling fisiologis ketika volume besar diperlukan.
Kehilangan darah durante operasi biasanya digantikan dengan cairan RL
sebanyak 3 hingga empat kali jumlah volume darah yang hilang (Boulton
1994, Dabson 1994).
Metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan kehilangan
darah adalah pengukuran darah dalam wadah hisap/suction dan secara visual
memperkirakan darah pada spons atau lap yang terendam darah. Untuk 1
spon ukuran 4x4 cm dapat menyerap darah 10 cc sedangkan untuk lap dapat
menyerap 100-150 cc darah. Pengukuran tersebut menjadi lebih akurat jika
spons atau lap tersebut ditimbang sebelum dan sesudah terendam oleh darah
(Boulton 1994, Dabson 1994).
d) Monitoring
Standard monitoring intraoperatif yang diadopsi dari ASA (standard monitor
berikut ini adalah standard minimal monitoring) (Boulton 1994, Dabson
1994) :
1. Standard Basic Anesthetic Monitoring
Standard ini diterapkan di semua perawatan anestesi walaupun pada
kondisi emergensi, appropriate life support harus diutamakan. Standard
ini ditujukan hanya tentang basic anesthetic monitoring, yang merupakan
salah satu komponen perawatan anestesi. Pada beberapa kasus yang
jarang atau tidak lazim (1) beberapa metode monitoring ini mungkin tidak
praktis secara klinis dan (2) penggunaan yang sesuai dari metode
monitoring mungkin gagal untuk mendeteksi perkembangan klinis
selanjutnya.
19
1) Standard I
Personel anestesi yang kompeten harus ada di kamar operasi selama
general anestesi, regional anestesi berlangsung, dan memonitor
perawatan anestesi.
2) Standard II
Selama semua prosedur anestesi, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, dan
temperature pasien harus dievalusi terus menerus.
Parameter yang biasanya digunakan untuk monitor pasien selama
anestesi adalah:
a) Frekuensi napas, kedalaman, dan karakter
b) Heart rate, nadi, dan kualitasnya
c) Warna membran mukosa, dan capillary refill time
d) Kedalaman/stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas
reflek palpebra)
e) Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi
f) Pulse oximetry: tekanan darah, saturasi oksigen, suhu.
BAB III
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Suprapti
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Taut No 73 Medan
Pekerjaan : PNS
Status Perkawinan : Menikah
No RM : 04.66.32
2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Lemas disertai nyeri pada ibu jari kaki kanan
Telaah :
Pasien perempuan datang ke IGD RS Haji dengan keadaan lemas disertai
keluhan nyeri pada ibu jari kaki kanan. Terlihat bengkak dan kemerahan
pada ibu jari kaki kanan. Keluhan tidak disertai demam, batuk, sesak
nafas, sakit kepala. Riwayat operasi sebelumnya tidak ada. Terdapat
riwayat penyakit diabetes mellitus tipe II, hipertensi, dan post stroke.
RPT : (-)
RPO : (-)
RPK : (-)
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Vital Sign
Sensorium : Compos Mentis
26
Pemeriksaan Umum
Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor (-)
Kepala : Normocepali
Mata : Anemis -/-, Ikterik -/-, Edema palpebra -/-
Mulut : Hiperemis pharing (-), Pembesaran tonsil (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Paru
Inspeksi :Pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan
abdominotorakal, retraksi costae -/-
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler seluruh lapang paru
Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba
Perkusi : Nyeri Ketok (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Ekstremitas : Edema -/-
Genitalia : tidak ada pembesaran
27
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Darah Rutin
Hb : 9,5 g/dl
HT : 27,8 %
Eritrosit : 3,2 x 106/L
Leukosit : 10.200/ L
Trombosit : 278.000/L
Metabolik
KGDS : 142 mg/dl
Asam Urat :-
Fungsi Ginjal
Ureum: 28 mg/dl
Kreatinin: 0,65 mg/dl
Diagnosis : Osteomielitis
5. RENCANA TINDAKAN
Tindakan : Debridement
Anesthesi : RA-SAB
PS-ASA :2
Posisi : Supinasi
Pernapasan : Kanul nasal O2
B2 (Blood)
Akral : Hangat/Merah/Kering
TD : 130/70 mmHg
HR : 88 x/menit
B3 (Brain)
Sensorium : Compos Mentis
Pupil : Isokor, ka=ki 3mm/3mm
RC : (+)/(+)
B4 (Bladder)
Urine Output : -
Kateter : tidak terpasang
B5 (Bowl)
Abdomen : Soepel
Peristaltik : Normal (+)
Mual/Muntah : (-)/(-)
B6 (Bone)
Oedem : (-)
Jumlah Cairan
PO : RL 200 cc
DO : RL 100 cc
Produksi Urin :-
29
Perdarahan
Kasa Basah :-
Kasa 1/2 basah :5x5 = 25 cc
Suction :-
Jumlah :-
EBV : 65 x 87 = 5665 cc
EBL 10 % = 566,5 cc
20 % = 1131 cc
30 % = 1696,5cc
Durasi Operatif
Lama Anestesi = 14.45 15.15 WIB
Lama Operasi = 14.50 15.15 WIB
8. POST OPERASI
Operasi berakhir pukul : 15.15 WIB
Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan
darah, nadi dan pernapasan dipantau hingga kembali normal.
Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette score > 9
o Pergerakan :2
o Pernapasan :2
o Warna kulit :2
o Tekanan darah :2
o Kesadaran :2
30
BAB IV
KESIMPULAN
1. Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, atau proses spesifik (Micobacterium
tuberculosa, jamur). Menurut perjalanan waktunya, osteomielitis
dikatagorikan atas akut, sub-akut, atau kronik dengan pembagian pada tiap
tipe berdasarkan onset penyakit (timbulnya infeksi).
2. Pada kasus Osteomielitis dengan diagnosa yang sudah pasti tindakan yang
biasanya dilakukan adalah Debridement. Debridement adalah suatu tindakan
eksisi yang bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis maupun debris
yang menghalangi proses penyembuhan luka dan potensial terjadi atau
berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan pemutus rantai respon
inflamasi sistemik dan maupun sepsis.
3. Anestesi regional adalah pemberian anestesi ke bagian tubuh tanpa terjadi
hilangnya kesadaran atau berkurangnya kesadaran. Ada dua kelompok
teknik yaitu central neuraxis blockade (blokade epidural atau subarachnoid)
dan peripheral nerve blockade.
32
DAFTAR PUSTAKA