Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN HASIL

MP3-MI DIKABUPATEN PINRANG


MODEL PENGEMBANGAN SISTEM PEMBIBITAN SAPI POTONG BERBASIS
ZERO WASTE DAN PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN
SEBAGAI PAKAN TERNAK

Ir.Matheus Sariubang, MS, dkk

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah pada tahun 2011 melakukan pengembangan diseminasi


inovatif yang terintegrasi di satu kawasan pengembangan agribisnis dengan
nama Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (MP3MI).
MP3-MI adalah suatu Model Pengembangan Pertanian Perdesaan melalui
Inovasi. MP3-MI merupakan suatu modus kegiatan diseminasi melalui suatu
percontohan kongkrit di lapang. Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan
peragaan inovasi teknologi, yang melibatkan satu poktan atau gapoktan.
Peragaan inovasi yenag dilakukan meliputi aspek teknis dan aspek
kelembagaan. Kegiatan ini sifatnya partisipatif ini mengintegrasikan berbagai
program strategis daerah dengan berbagai model yang dikembangkan selama
ini seperti organisasi dan kelembagaan pada Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP), model penyuluhan dari Farmer Empowerment
through Agriculture Technology and Information (FEATI) dan model
pendampingan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT),
serta Sekolah Lapang Agribisnis Sapi Potong (SL-ASP).

Kabupaten Pinrang merupakan salah satu daerah basis pengembangan


ternak di Provinsi Sulawesi Selatan. Masalah yang dihadapi yakni sistem
pertanian di kabupaten Pinrang adalah lemahnya peranan kelembagaan, baik

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 0
kelembagaan di tingkat petani (lembaga kelompok tani, lembaga produksi,
lembaga pemasaran, lembaga pasca panen), maupun kelembagaan
pendukung di luar sistem usahatani (lembaga pemasaran, lembaga
penyuluhan, lembaga keuangan mikro dan sebagainya).

Pelaksanaan program MP3-MI di Kabupaten Pinrang mengarah pada


pelaksanaan diseminasi teknologi pertanian yang berfokus pada
pengembangan komoditas ternak sapi. Implementasinya yakni membentuk
unit percontohan berskala pengembangan berwawasan agribisnis terpadu.
Unit percontohan ini meliputi aspek perbaikan teknologi produksi, pasca
panen/pengolahan hasil, aspek pemberdayaan masyarakat tani, aspek
pengembangan dan penguatan sarana pendukung agribisnis. Dengan
demikian akan terjadi proses pembelajaran dan diseminasi teknologi yang
berjalan secara simultan, sehingga spektrum diseminasi menjadi semakin
meluas. Unit percontohan dalam MP3-MI sekaligus berfungsi sebagai
laboratorium lapang untuk ajang kegiatan pengkajian dalam rangka
perbaikan teknologi dan perekayasaan kelembagaan pendukung usaha
agribisnis, untuk mengantisipasi perubahan lingkungan biofisik dan sosial
ekonomi yang berkembang secara dinamis.

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan melalui Inovasi (M-P3MI)


merupakan salah satu upaya untuk memperkenalkan dan memasyarakatkan
hasil inovasi pertanian kepada masyarakat pengguna dalam rangka memacu
adopsi inovasi di tingkat petani. Badan Litbang Pertanian bersama-sama
dengan lembaga dan masyarakat pertanian lainnya telah berperan penting
dalam pembangunan pertanian melalui inovasi teknologi, kelembagaan, dan
kebijakan. Namun demikian, sejak pasca swasembada pangan terjadi
kecenderungan melambatnya adopsi inovasi tersebut dalam peningkatan
produksi, seperti terlihat dari gejala stagnasi atau pelandaian produktivitas

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1
berbagai komoditas pertanian dan pendapatan serta kesejahteraan
masyarakat petani di perdesaan. Kelambatan tersebut terjadi antara lain
karena diseminasi inovasi teknologi belum efektif dilaksanakan. Melalui
program M-P3MI diharapkan dapat menjadi wadah yang mampu
mensinergikan antar komponen-komponen tersebut sehingga sistem
percepatan adopsi teknologi mulai dari lembaga pemasok, lembaga
penyampai sampai ke pengguna dapat berjalan baik.
Melalui implementasi M-P3MI secara komprehensif, diharapkan dapat
mewujudkan terciptanya Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) pada masing-
masing komoditi secara terpadu dari sektor hulu (sumberdaya lahan dan
manusia, teknologi produksi, dan permodalan) hingga sektor hilir (pasca
panen dan kelembagaan), yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan
dampak terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), menciptakan
nilai tambah, penumbuhan simpul-simpul agribisnis, pemantapan ketahanan
pangan dan peningkatan kesejahteraan petani di kawasan binaan di Sulawesi
Selatan. Dengan demikian, Model Pengembangan Pertanian Perdesaan
Melalui Inovasi dapat menjawab apa yang diharapkan oleh Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Jangka Pendek

Tujuan yang akan dicapai dari kegiatan ini adalah (i) memfasilitasi
penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis
berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif (ii) Menciptakan agribisnis
berkelanjutan melalui penerapan teknologi di tingkat petani-peternak. (iii)
Meningkatkan peran kelembagaan baik kelembagaan di tingkat petani
maupun kelembagaan pendukung di luar sistem usahatani.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2
1.2.2. Tujuan Jangka Panjang
Kegiatan ini bertujuan: 1). Memperluas spektrum atau jangkauan
sasaran penggunaan teknologi berbasis kebutuhan pengguna dan kadar
adopsi teknologi inovatif Badan Litbang Pertanian khususnya teknologi sistem
pembibitan sapi potong berbasis Zero Waste dengan pemanfaatan pakan
ternak berbasis sumberdaya lokal dan pengolahan limbah ternak menjadi
pupuk organik dan biogas 2). Menumbuhkembangkan usaha agribisnis
perdesaan sesuai potensi pertanian melalui pemberdayaan kelompok
tani/gapoktan.
1.2.3. Sasaran
Sasaran yang dituju adalah Kelompok tani -ternak/gapoktan di kecamatan
Lanrisang Kabupaten Pinrang

1.2.4. Keluaran

Hasil akhir dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan luaran-


luaran sebagai berikut :

Model kelembagaan sistem pembibitan sapi potong dan usaha agribisnis


sapi berbasis Zero Waste

Model penyediaan sistem informasi, konsultasi dan sekolah lapang bagi


para praktisi berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif

Model MP3-MI berbasis sapi potong di Desa Amassangang, Kecamatan


Lanrisang, Kabupaten Pinrang

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3
II. TINJAUAN PUSTAKA

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)


merupakan kegiatan pengembangan konsep diseminasi inovasi yang lebih
efektif dengan basis lesson learn dari PRIMATANI, PUAP, FEATI, dan
pendampingan program strategis Kemtan (SL-PTT, Kawasan Hortikultura,
PSDS, dan Gernas Kakao). Konsep M-P3MI yang dimulai pada tahun 2011
mengacu pada konsep Prima Tani, yang merupakan keterpaduan berbagai
program pembangunan pertanian berkelanjutan untuk mewujudkan
swasembada atau kemandirian pangan dalam negeri sebagai salah satu
upaya untuk memperkuat ketahanan pangan di Indonesia. Beberapa program
pembangunan pertanian berkelanjutan pendukung M-P3MI tersebut antara
lain adalah SL-PTT, FEATI, PUAP, Desa Mandiri Pangan, dan program
pemerintah daerah seperti WISMP dll.(Anonim, 2005).
Kegiatan operasional untuk pengembangan usaha perbibitan sapi
potong yang murah dan efisien dapat dilakukan secara terintegrasi dengan
perkebunan, tanaman pangan dan memanfaatkan sumber pakan biomas
lokal. Melalui inovasi teknologi limbah dan sisa hasil ikutan agroindustri
pertanian dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan sapi yang potensial
untuk usaha penggemukan dan pembibitan (Badan Litbang Pertanian, 2005).
Pembenahan aspek yang berperan dalam sistem usaha agribisnis hanya
dapat berjalan baik jika ditunjang oleh kerjasama antar komponen terkait
yang meliputi : lembaga pemasok teknologi, lembaga penyampai, dan
pengguna teknologi, serta pemerintah daerah (Badan Litbang Pertanian,
2010).
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70%
dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut,
aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar yaitu sekitar 60%. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4
pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka
produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar
terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi
yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60-
80% dari keseluruhan biaya produksi (Maryono, dkk. 2003)

Pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan yaitu sekitar 60-70%;


namun demikian karena ketersediaan pakan hijauan sangat terbatas maka
pengembangan peternakan dapat diintegrasikan dengan usaha pertanian
sebagai suatu strategi dalam penyediaan pakan ternak melalui optimalisasi
pemanfaatan limbah pertanian dan limbah agroindustri pertanian. Hijauan
identik dengan sumber serat. Warna tidak selalu hijau, tidak selalu berbentuk
rumput yang sudah umum dikenal (rumput gajah, rumput lapangan, dll.);
namun dapat berupa jerami kering (jerami padi, jerami jagung, jerami
kedelai, dll.), daun-daunan (nangka, pisang, kelapa sawit, dll), limbah industri
(bagase tebu, kulit kacang, tumpi jagung, kulit kopi, dll.), (Aminudin. 1999)

Konsep zero waste production system yaitu seluruh limbah dari


ternak dan tanaman didaur ulang dan dimanfaatkan kembali ke dalam siklus
produksi. Inovasi teknologi untuk mendukung model tersebut telah dilakukan
di Sulawesi Selatan antara lain meliputi: (1) Teknologi penyimpanan/
pengolahan limbah pertanian (jerami padi) untuk produksi pakan; (2)
Teknologi pembuatan pupuk organik; (3). Teknologi pengolahan kotoran sapi
untuk produksi biogas skala rumah tangga. Petani dan peternak sapi di
Sulawesi Selatan sebagian telah mengenal teknologi tersebut, baik teknologi
keseluruhan maupun sebagian untuk mendukung system.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5
IV. METODOLOGI

4.1. Pembentukan Tim Pelaksana

Organisasi pelaksana ditetapkan oleh unit organisasi BPTP berdasarkan


tingkat kebutuhan sesuai bidang keahlian masing-masing. Adapun susunan
organisasi pelaksana SL-PTT di Kabupaten Pinrang dapat di lihat pada tabel
berikut :
Tabel 1. Susunan organisasi pelaksana SL-PTT di Kab. Pinrang, Tahun 2011
No Nama Bidang Status dalam
Fungsional kegiatan
1 Ir. Matheus Sariubang, MS Peneliti P. Jawab
2 Repelita Kallo, STP Penyuluh Anggota Tim
3 Novia Qomariyah, S.Pt Peneliti Anggota Tim
4 Muh. Sidik Teknisi Anggota Tim
5 Rahmat Teknisi Anggota Tim

4.2. Metode Pelaksanaan


Kegiatan M-P3MI dilaksanakan di Desa Amassangang Kecamatan
Lanrisang, Kabupaten Pinrang. Kegiatan ini berlangsung mulai bulan Januari-
Desember 2011. Tahapan operasional yang akan dilakukan adalah:
4.2.1. Penentuan lokasi

Diawali dengan melakukan hunting lokasi bersama pemda setempat


dalam hal ini Dinas Pertanian dan peternakan Kabupaten Pinrang. Hunting
lokasi dilaksanakan di 2 kecamatan yakni Kecamatan Lanrisang dan
kecamatan Mattirobulu. Hasil yang dicapai bahwa di Desa Amassangang
Kecamatan Lanrisang ditetapkan sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan MP3-MI
dengan pertimbangan bahwa di wilayah tersebut terdapat kegiatan sinergi
antara berbagai program strategis Kementerian Pertanian seperti, PUAP,
Program SL-PTT, dan Program Pemda.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6
4.2.2. Sosialisasi dan Koordinasi

Sosialisasi dilaksanakan di tingkat kabupaten, dihadiri oleh Pemda


setempat dalam hal ini Bupati, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Pinrang, Kadis Pertanian Propinsi, BPK, dan unsur lainnya seperti
BPTP Sul-Sel, Ketua kelompok tani, Gapoktan, serta Penyuluh Pendamping.
Sosialisasi ini bertujuan untuk pemahaman maksud dan tujuan kegiatan M-
P3MI ke pemerintah daerah. Sedangkan koordinasi dilaksanakan pada
pemerintah daerah setempat dalam hal ini Dinas pertanian dan peternakan
Kabupaten Pinrang untuk merumuskan perencanaan, pelaksanaan, dan
tindak lanjut dari pada pelaksanaan kegiatan.

4.2.3. Pemahaman Potensi, Masalah dan Peluang (PPMP)

Perencanaan dan implementasi Program MP3-MI di Kabupaten Pinrang


dibutuhkan data dan informasi yang akurat dan lengkap meliputi data biofisik,
sosial ekonomi dan budaya masyarakat, maupun preferensi petani dan
pemerintah setempat. Oleh karena itu, langkah awal yang dilakukan setelah
menetapkan lokasi adalah melakukan Pemahaman Potensi Masalah dan
Peluang (PPMP). Identifikasi ini dilakukam secara partisipatif bersama
seluruh komponen masyarakat desa mengenai masalah pembangunan di
perdesaan dan upaya antisipasi yang dibutuhkan dengan memperhitungkan
kendala dan masalah seluruh potensi sumberdaya yang tersedia. Dengan
Pemahaman Masalah dan Peluang ini dapat dipahami apa masalah yang
sebenarnya dihadapi masyarakat desa dalam berusahatani serta peluang
pengembangannya, (dilaporkan secara terpisah).

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7
4.2.4. Penentuan teknologi Inovasi Pertanian
Penentuan teknologi inovasi pertanian dilakukan berdasarkan
permasalahan spesifik yang dialami peternak secara umum di Kecamatan
Lanrisang yang diperoleh dari hasil pelaksanaan PRA. Adapun permasalahan
dibidang peternakan antara lain :
1. Sumber pakan hijauan terbatas yang disebabkan luas lahan terbatas
2. Pengetahuan dan pengalaman beternak secara teknis masih kurang
3. Belum tersedia lembaga pelayanan jasa konsultasi, diseminasi dan
informasi teknologi pertanian pada tingkat desa
4. Usaha peternak umumnya belum berorientasi agribisnis
5. Akses informasi teknologi pada lembaga penelitian teridentifikasi masih
terbatas

4.2.5. Implementasi teknologi Inovasi Pertanian

Implementasi teknologi inovasi pertanian dilakukan melalui kegiatan


demonstrasi dengan melibatkan para petani/peternak yang ada di Desa
Amassangang. Adapun jenis teknologi yang diimplementasikan adalah sesuai
kebutuhan petani/peternak antara lain :
1. Pengolahan pakan murah
2. Pembuatan pakan konsentrat dan pakan komplit
3. Pembuatan pupuk cair dari urine sapi
4. Pembuatan biogas
5. Teknologi Inseminasi buatan (IB)
6. Sistem informasi Pertanian

4.2.6. Pengambilan data

Data dan informasi dikumpulkan yakni data sekunder dan data primer.
Data sekunder adalah data penunjang yang diperoleh dari hasil kajian
pustaka, laporan-laporan yang ada pada berbagai instansi terkait antara lain

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8
monografi Desa, laporan tahunan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Pinrang, Peta desa, Buku statistik kecamatan/kabupaten, sedangkan data
primer diperoleh melalui hasil wawancara terstruktur kepada petani/peternak
menggunakan kuisioner. Cakupan informasi meliputi :

- Potensi, Masalah dan kendala yang dihadapi petani/peternak untuk dapat


mengembangkan usahataninya
- Persepsi petani/peternak terhadap produktivitas sistem usahatani/ternak
yang ada dan kemungkinan pengembangannya
- Mekanisme aliran input - output teknologi dan informasi yang
berlangsung saat ini dan alternatif yang dapat digunakan untuk
mengembangkan agribisnis ke depan.

4.2.7. Pelaporan hasil kegiatan dan Seminar

Pada akhir kegiatan dilakukan penyusunan laporan hasil dan


melakukan seminar untuk memaparkan hasil pelaksanaan kegiatan di lapang.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kinerja Teknis Pelaksanaan IB, Pengolahan Pakan dan


Pemanfaatan Limbah Ternak berbasis Zero Waste
Introduksi teknologi dilaksanakan dengan metode demonstrasi yang
diikuti oleh petani-peternak dan penyuluh pendamping setempat. Jenis
teknologi diterapkan sesuai kebutuhan petani antara lain teknologi
pengolahan pakan, formulasi pakan konsentrat dan formulasi pakan komplit.
Demonstrasi teknologi dilakukan dengan menghadirkan 30 orang petani-
peternak perwakilan dari 5 kelompok peternak yang ada di Desa
Amassangang, koordinator BPP dan penyuluh pendamping. Adapun inovasi
teknologi yang didemonstrasikan adalah sebagai berikut :
1. Teknologi pakan murah, pakan konsentrat dan pakan komplit
2. Teknologi pembuatan pupuk organik cair dari urine sapi dengan
memanfaatkan mikro organisme lokal (MOL) dari keong mas
3. Teknologi biogas dan pengolahan limbah digester biogas (slurry)
menjadi pakan udang
4. Inseminasi Buatan (IB)

5.1.1. Inseminasi buatan (IB)

Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau
teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan
dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam
saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus
yang disebut 'insemination gun'. Adapun hasil pelaksanaan IB yang dilakukan
pada unit percontohan pembibitan sapi di Desa Amassangan dapat di lihat
pada tabel 2.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10
Tabel 2. Hasil Inseminasi Buatan Kegiatan MP3-MI di Kecamatan Lanrisang
Kabupaten Pinrang

Jumlah Jumlah
No Kelompok Tani Induk (ekor) Straw yg Hasil IB S/C
digunakan (ekor)
1 Pammase Dewata 10 12 10 1,2
2 Padangloang 35 37 17 2,2
3 Banggae 10 14 8 1,8
4 Makkawaru 33 33 15 2,2
5 Perorangan 22 17 7 2,4
Jumlah 112 113 57 9,8
Rata-rata 1,96

Service Per Conception (S/C) adalah jumlah perkawinan atau


inseminasi hingga diperoleh kebuntingan. Semakin rendah S/C semakin tinggi
kesuburan ternak betina tersebut, sebaliknya semakin tinggi S/C kesuburan
seekor ternak semakin rendah (Partodiharjo, 1992). Perhitungan S/C adalah
perbandingan jumlah straw yang digunakan untuk IB dengan jumlah
keseluruhan ternak yang di inseminasi dan menjadi bunting.
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa sapi yang dikandangkan secara
intensif pada kelompok tani Pammase Dewata dan Banggae masing-masing
100% dan 80%. IB dapat mencapai di atas 80% karena pengamatan birahi
dapat dikontrol sepenuhnya termasuk pada malam hari. Sedangkan sapi
yang hanya dikandangkan (pemeliharaan individu) pada malam hari,
keberhasilan IB nya hanya 32%. Hal ini disebabkan deteksi birahi yang
kurang cermat karena tidak dapat dikontrol sepenuhnya dan kadangkala IB
dilakukan tidak tepat waktu.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11
Gambar 1. Pelaksanaan Inseminasi Buatan di Kecamatan Lanrisang
Kabupaten Pinrang

5.1.2. Pakan Murah

Kawasan utama usaha sapi potong di Kabupaten Pinrang umumnya


berada di daerah sentra pertanian, oleh karena itu pemanfaatan limbah
pertanian perlu dioptimalkan. Salah satu permasalahan umum dalam
pengembangan sapi potong di Kabupaten Pinrang, dan khususnya di Desa
Amassangang adalah keterbatasan pakan yang berkualitas dan
ketersediannya yang tidak kontinu. Faktor pembatas limbah pertanian adalah
kandungan nutrisi dan kecernaan yang rendah.
Perlu dipahami bersama bahwa tidak ada strategi dan komposisi
pakan terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha peternakan
sapi potong yang tersebar di berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah
strategi untuk mengungkap dan mengolah bahan pakan potensial setempat
menjadi produk ekonomis yang aman, sehat, utuh, halal dan berkualitas.
Pakan yang baik adalah pakan yang murah, mudah didapat, tidak
beracun, disukai ternak, mudah diberikan dan tidak berdampak negatif
terhadap produksi dan kesehatan ternak serta lingkungan. Bahan pakan asal
biomas lokal yang berharga murah pada umumnya bersifat bulky (memiliki

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12
volume yang besar) serta mempunyai keterbatasan kualitas karena
kandungan protein, TDN (Total Digestabity Nutrient), palatabilitas dan
kecernaan yang rendah. Bahan pakan ini dapat digunakan secara optimal
sebagai pakan basal (pakan dasar) dan telah terbukti selain dapat
menurunkan biaya ransum juga mampu meningkatkan produktivitas ternak.
Teknologi inovasi pakan murah untuk usaha pembibitan sapi potong lokal
diharapkan dapat memenuhi target :
1. Menekan kematian pedet pra-sapih kurang dari 3%,
2. Jarak beranak selambat-lambatnya dari 14 bulan,
3. Laju pertambahan bobot badan harian (PBBH) pedet s/d. disapih umur 7
bulan sekurang-kurangnya 0,4 kg,
4. Skor kondisi tubuh (kegemukan) induk selama menyusui dalam kategori
sedang .
5. Usaha pembibitan sapi potong lokal dapat memberikan keuntungan
ekonomis.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan pakan
diantaranya, ketersediaan bahan, kadar gizi, harga, kemungkinan adanya
faktor pembatas seperti zat racun atau anti nutrisi serta perlu tidaknya bahan
tersebut diolah sebelum digunakan sebagai pakan ternak. Jenis pakan dan
persentase kandungan nutrisinya sebagai syarat dari penyusunan pakan
murah dapat dilihat pada gambar 1.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13
Pakan Sumber Pakan Sumber Sumber Vitamin
Protein PK > Energi TDN > dan Mineral
20% 75% Premix

Ransum PK > Limbah Tanaman


20%; LK < 5% Pertanian Pakan

10% 80% 10%

Ransum
Seimbang PK >
9% dan LK< 5%

Ket : PK = Protein Kasar


LK = Lemak Kasar

Gambar 1. Formulasi Pakan Murah

Bahan formulasi pakan murah terdiri dari : Dedak padi, keong mas,
tongkol jagung, tumpi jagung, jerami padi dan limbah pertanian lainnya.
Seluruh limbah pertanian digiling sampai halus dan dicampur kemudian
diberikan ke ternak sapi sebanyak 3% dari berat badan.

5.1.3. Pakan Konsentrat

Di Desa Amassangang penggunaan bahan pakan ternak sapi masih


didominasi oleh hijauan rumput gajah dan jerami padi sedangkan konsenrat
hanya sebagian kecil peternak yang menggunakan, mereka mengandalkan
dedak padi sebagai makanan tambahan, sedangkan sumber pakan
konsentrat lainnya yang mengandung protein tinggi belum digunakan. Salah
satu penyebabnya adalah tingkat penguasaan teknologi bidang peternakan
relatif rendah sehingga peternak cenderung melakukan usaha peternakan
secara konvensional. Pada umumnya peternak belum memanfaatkan limbah

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 14
pertanian baik perkebunan maupun tanaman pangan sebagai limbah yang
dapat diolah sebagai pakan konsentrat.
Konsentrat adalah suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang
dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi
dari keseluruhan pakan yang dimakan untuk disatukan dan dicampur sebagai
pelengkap (suplemen). Konsentrat sapi potong tidak selalu berbentuk
konsentrat buatan pabrik atau yang dijual di pasaran (konsentrat komersial);
namun dapat berupa bahan pakan tunggal atau campuran beberapa bahan
pakan.
Introduksi penggunaan konsentrat sapi potong dianjurkan sebesar 1-
1,5% bobot badan. Untuk menekan biaya ransum, pemberian konsentrat
dapat dikombinasikan dengan bahan pakan limbah agroindustri potensial
setempat. Pemanfaatan bahan pakan setempat dapat menggantikan
konsentrat komersial s/d 75%. Penggunaan konsentrat murah lebih
dianjurkan untuk pengembangan sapi potong di wilayah potensial bahan
pakan limbah pertanian atau agroindustri pertanian berkualitas rendah
diantaranya potensial limbah jerami padi, jerami jagung, dedak padi, tumpi
jagung, kulit kopi, kulit kacang dll. Adapun jenis pakan dan persentase
kandungan nutrisinya sebagai syarat dari penyusunan pakan konsentrat
dapat dilihat pada gambar 2.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 15
Pakan Sumber Pakan Sumber
Protein PK > 15% Energi TDN = Sumber Vitamin
60% dan Mineral

Konsentrat
KA=12% Limbah Hijauan
PK > 12%; LK < pertanian
5%

25% 65% 10%

Ransum Seimbang
PK = 9% dan LK<
5%

Ket : PK = Protein Kasar


LK = Lemak Kasar
KA = Kadar Air

Gambar 2. Formulasi Pakan Konsentrat


Bahan formulasi pakan konsentrat terdiri dari : Dedak padi, tepung
ikan, bungkil kelapa, dan mineral tambahan (pikuten). Pakan konsentrat ini
diberikan kepada ternak sapi sebanyak (3% dari berat badan sapi). Selain
dari pakan konsentrat diberikan pula hijauan seperti jerami jagung, jerami
padi dan rumput gajah sebanyak 10% dari berat badan sapi.

5.1.4. Pakan Komplit

Salah satu pengembangan teknologi formulasi pakan adalah pakan


komplit, yaitu semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan (limbah
pertanian) dan konsentrat dicampur menjadi satu campuran yang homogen
dan diberikan kepada ternak sapi. Pakan komplit merupakan campuran dari
limbah agroindustri, limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara
optimal sehingga ternak tidak perlu lagi diberi hijauan. Teknologi ini mudah
diduplikasi di setiap sentra peternakan dengan memanfaatkan potensi bahan

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 16
pakan lokal dengan menggunakan mesin pencampur sederhana serta ramah
lingkungan sehingga harganya sangat murah. Banyak digunakan untuk
pengembangan sapi potong penggemukan/pembibitan di wilayah yang tidak
tersedia pakan hijauan sepanjang tahun.

Limbah Pertanian,
Limbah Hijauan Segar Vitamin dan
Agroindustri, Mineral
Leguminosa

Pakan Komplit
KA=12%, PK = 9%
dan LK < 6%

Ket : PK = Protein Kasar


LK = Lemak Kasar
KA = Kadar Air

Gambar 3. Formulasi Pakan Komplit

Bahan formulasi pakan komplit terdiri dari limbah-limbah pertanian


seperti jerami padi, jerami jagung, atau jerami kacang-kacangan, molases
dan daun gamal serta rumput gajah. Limbah pertanian dan leguminosa
(kacang-kacangan) diolah lalu diberikan pada ternak sapi sebanyak 3 kg/ekor
+ rumpur gajah yang diberikan secara adlibitum serta mineral tambahan
(pikuten).
Secara keseluruhan, penerapan teknologi formulasi pakan murah,
pakan konsentrat dan pakan komplit dilakukan dengan metode demonstrasi
yang melibatkan peternak dilokasi kegiatan MP3-MI maupun peternak di
lokasi sekitar. Hal ini dimaksudkan agar informasi teknologi mengarah pada
perluasan jangkauan penggunaan inovasi. Antusias peternak juga terlihat
pada saat pelaksanaan demonstrasi karena teknologi ini merupakan hal baru
bagi mereka dan sangat membantu dalam mengatasi keterbatasan bahan

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 17
pakan yang dialami para peternak pada umumnya. Berikut ini dapat dilihat
proses pencampuran pakan yang dilakukan para peternak yang dibimbing
oleh peneliti/Penyuluh BPTP Sul-Sel.

Gambar 4.Demonstrasi formulasi pakan murah, konsentrat dan pakan komplit

5.1.5. Teknologi pembuatan pupuk cair dari urine sapi

Model yang dibangun melalui kegiatan MP3-MI di Desa Amassangang


merupakan unit percontohan penggunaan inovasi yang menyediakan
berbagai teknologi pilihan yang merupakan solusi terbaik bagi petani dalam
memecahkan persoalan usahataninya.
Di Desa Amassangang, usaha beternak sapi telah dilakukan sejak lama
oleh masyarakat/peternak secara turun-temurun, namun sifatnya hanya
sebagai sambilan, sebagai tabungan dan dianggap dapat meningkatkan
status sosial, dengan rata-rata kepemilikan hanya 2 3 ekor/rumah tangga

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 18
sehingga hasilnya tidak optimal dan juga produksinya juga masih rendah.
Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan, teknologi, manajemen
yang dimiliki oleh peternak. Masalah utama yang dialami peternak adalah
limbah yang dihasilkan oleh ternak sapi peliharaannya cenderung
menyebabkan pencemaran lingkungan. Para peternak terkendala dalam
pemanfaatan limbah ternak karena keterbatasan pengetahuan/informasi
teknologi sehingga diperlukan suatu penerapan teknologi yang dapat
mendorong peningkatan pendapatan dan nilai tambah produk yang
dihasilkan.
Urine sapi merupakan limbah yang cukup banyak dihasilkan oleh
ternak sapi selain veses. Kini air kencing (urine) sapi ternyata telah mulai
menjadi komoditi berharga. Dalam sehari, ternak sapi menghasilkan antara
10 - 15 liter urine. Jika tidak dikelola dengan baik, maka limbah ini dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan. Bentuk penanggulangannya adalah
mengolah urine menjadi pupuk organik cair. Pupuk organik mempunyai efek
jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat memperbaiki struktur
kandungan organik tanah dan selain itu juga menghasilkan produk pertanian
yang aman bagi kesehatan. Oleh karena itu penggunaan pupuk organik saat
ini digalakkan pemakaiannya di kalangan petani.
Melalui program MP3-MI, BPTP Sul-Sel berkomitmen mengarahkan
petani untuk mendukung pertanian organik. Komitmen ini diwujudkan
dengan menyebarluaskan informasi teknologi pemeliharaan/pembibitan
ternak sapi berbasis zero waste. Salah satu contoh adalah mendiseminasikan
teknologi pemanfaatan limbah ternak sapi berupa urine menjadi pupuk rganik
cair. Pembuatan pupuk organik cair dari urine sapi menggunakan bioaktivator
berupa MOL yang terbuat dari keong mas. Adapun kerangka pembuatan
pupuk organik cair urine sapi dapat dilihat pada skema berikut :

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 19
Urine sapi
(2500 ltr) Dicampur Diaerasi
dalam tower POC
menggunakan URINE
penampung POC
aerator SAPI
URINE
lalu ditutup selama 1 POC
SAPI
MOL Keong rapat & URINE
minggu untuk POC
SAPI
Mas (50 ltr) difermentasi URINE
menguapkan POC
SAPI
selama 3 gas amoniak URINE
POC
SAPI
minggu URINE
SAPI
Molases
(10 ltr)

Gambar 5. Skema pembuatan pupuk organik cair dari urine sapi

Gambar. 6
Unit pengolahan
Pupuk Organik Cair
(PCO) di Desa
Amassangang

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 20
5.1.6. Teknologi Biogas

Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap


harinya atau satu ekor sapi dengan bobot badan 300400 kg dapat
menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 20-35 kg/ekor/hari. Kotoran sapi
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif berupa biogas untuk
pemanasan dan pupuk organik. Pemanfaatan dan penanganan limbah ternak
dapat membantu terciptanya lingkungan yang sehat dan bersih sehingga
tercapainya tujuan zero waste pada sistem peternakan. Biogas memiliki
peluang yang besar dalam pengembangannya. Biogas merupakan gas yang
dihasilkan melalui proses fermentasi dari bahan-bahan organik, seperti
kotoran hewan, limbah rumah tangga dan sampah-sampah organik secara
anaerobik. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar dan juga dapat
menghasilkan listrik. Ada beberapa alasan mengapa biogas merupakan bahan
bakar alternatif terbaik, di antaranya biogas memproduksi bahan bakar
ramah lingkungan, biogas memiliki kandungan energi dalam jumlah yang
besar dan limbah biogas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Biogas juga
tidak menghasilkan limbah yang bisa mencemari lingkungan.
Untuk membangun sebuah instalasi biogas (Biodigester) yang bisa
memenuhi kebutuhan energi rumah tangga, sebuah rumah tangga harus
memiliki minimal 3 ekor sapi. Energi dari tiga ekor sapi ini bisa dimanfaatkan
untuk memasak, memanaskan air, penerangan bahkan untuk lemari
pendingin.
Di Desa Amassangang, pembuatan instalasi biogas dilakukan oleh
kelompok tani Pammase Dewata, untuk memanfaatkan limbah ternak sapi
pada skala usaha pembibitan sapi sebanyak 10 ekor. Walaupun biogas ini
masih pada skala rumah tangga, namun manfaatnya sangat besar dirasakan
oleh warga setempat.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 21
Berikut ini disajikan skema pemanfaatan by produk ternak sapi dimana
pemanfaatannya sebagai bahan baku produk klaster lainnya, misalnya dari
budidaya ternak sapi selain menghasilkan veses dan urine yang dapat
dimanfaatkan menjadi produk bio gas dan pupuk organik cair, limbah pada
pembuatan bio gas (slurry) dimanfaatkan menjadi produk pakan udang dan
kompos sehingga tidak dikenal by produk yang dinamakan limbah, dengan
kata lain unit usaha akan merubah aktivitas cost center menjadi profit center.
Adapun skema pemanfaatan by produk ternak sapi dapat dilihat pada gambar
4:
BIOGAS

VESES
& URINE

PAKAN UDANG KOMPOS

PEMANFAATAN
SLURRY
BY PRODUK SLURRY
TERNAK SAPI

URINE

PUPUK ORGANIK CAIR

Gambar 7. Skema pemanfaatan by produk ternak sapi pada kegiatan MP3-MI


di Kabupaten Pinrang

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 22
5.1.7. Pengolahan limbah digester biogas (slurry) menjadi pakan
udang

Dalam proses pembuatan biogas, akan dihasilkan sisa kotoran ternak


yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik maupun pakan
udang/ikan. Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya
(slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang
dibutuhkan oleh tanaman maupun ikan/udang. Adapun komposisi bahan
yang digunakan pada pembuatan pakan udang dari kotoran ternak yang
merupakan limbah dari bio gas (slurry) adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi bahan pembuatan pakan udang dari kotoran ternak sapi
No Nama Bahan Komposisi
1 Slurry 500 liter
2 Dedak padi 50 kg
3 Limbah gergaji 50 kg
4 Tepung jagung 50 kg
5 Bungkil Kelapa 25 kg
6 MOL (mikro organisme lokal) 2 liter

Cara pembuatan dilakukan dengan mencampur semua bahan lalu


masukkan ke dalam drum kemudian ditutup rapat (sirkulasi udara tetap ada).
Simpan selama 1 minggu. Setelah difermentasi selama 1 minggu biasanya
menimbulkan bau seperti bau tape, hal ini menandakan bahwa bahan sudah
jadi. Lakukan penyaringan dan simpan di wadah lain kemudian jemur bahan
yang sudah difermentasi sampai kadar air 28%. Setelah itu kemas dalam
karung dan siap untuk dijual.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 23
5.2. Inisiasi Model Percontohan Penggunaan inovasi

Kegiatan MP3-MI meskipun arahnya menuju kepada perluasan


jangkauan penggunaan inovasi, akan tetapi fokus MP3-MI tetap pada model
percontohan, untuk tahap selanjutnya dilakukan pemasalan inovasi. Model
yang dibangun pada pelaksanaan MP3-MI di Kabupaten Pinrang merupakan
unit percontohan model pembibitan sapi potong berbasis zero waste.
Introduksi teknologi dilakukan berbasis inovasi pertanian untuk mendukung
aktivitas agribisnis ditingkat petani. Introduksi teknologi diarahkan untuk
mendukung unit produksi yang berpeluang untuk dikembangkan.
Pelaksanaannya melibatkan satu poktan yaitu poktan Pammase Dewata.
Model percontohan yang dibangun antara lain sistem pembibitan sapi potong,
serta beberapa klaster pengolahan limbah ternak yang berpotensi menjadi
unit usaha komersial. Adapun bagan rancang bangun MP3-MI di Kabupaten
Pinrang adalah sebagai berikut :

KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

PENDAPATAN BERSIH
30 40 JUTA/THN

D
P I
A O INPUT (benih, pupuk, INPUT (bibit, pakan, obat-
S L tenaga kerja dll) obatan, tenaga kerja dll)
A A
R H

TANAMAN PADI, JAGUNG, , SINERGI PEMBIBIITAN TERNAK


HORTIKULTURA, DAN KAKAO SAPI POTONG

URINE BIO URINE

BIOMAS
LIMBAH PADAT

BIOGAS
ENERGI

KOMPOS
PAKAN UDANG

Gambar 8. Bagan Rancang Bangun MP3-MI di Kabupaten Pinrang

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 24
5.3. Sinergi dan Peran Beberapa Kelembagaan Pemerintah pada
Pelaksanaan Kegiatan MP3-MI di Kabupaten Pinrang

Pada pelaksanaan program MP3-MI di Kabupaten Pinrang, dukungan


beberapa institusi penting berdampak signifikan terhadap terbentuknya daya
saing rantai pasok, dimana produk bio urine yang dihasilkan oleh kelompok
tani, diinstruksikan oleh Bupati Kabupaten Pinrang untuk digunakan pada
pertanaman padi sehingga permintaan akan produk tersebut meningkat yang
memberi dampak terhadap profitabilitas usaha kelompok.

Pemda Kabupaten pinrang : BPTP Sul-Sel :


- Instruksi penggunaan produk Bio - Pengawalan inovasi Teknologi dan
Urine Pendampingan teknis di lapangan
- Mensinergikan kegiatan Pemda dan - Sertifikasi Produk
MP3-MI

KELOMPOK TANI
PELAKSANA MP3-MI

Dinas Pertanian dan Peternakan BPK :


- Sinergikan kegiatan Pemda dan - Pendampingan Teknis di lapang
MP3-MI
-

Petani Pelaksana SL-PTT

Gambar 9. Bagan Institusi Pendukung dan Perannya pada kegiatan MP3-MI

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 25
VI. KESIMPULAN

Kegiatan pembenahan kelembagaan pembibitan sapi potong dan


pemanfaatan by produk sebagai bentuk inisiasi model percontohan sistim
dan usaha agribisnis telah diawali dengan langkah-langkah strategis
bersama Kelompok Tani pelaksana di Desa Amassangang, Kecamatan
Lanrisang, terbukti dengan pelaksanaannya yang bergerak maju,
menghasilkan produk bernilai ekonomi yang potensial untuk
dikembangkan
Proses diseminasi berjalan efektif yang diindikasikan dengan keterlibatan
4 kelompok tani pada setiap kegiatan demonstasi dan bangunnya
kandang kolektif untuk ternak sapi yang dilengkapi dengan instalasi bio
gas di dua tempat yang merupakan repikasi dari program MP3-MI.
Implementasi teknologi berupa teknologi pengolahan pakan murah dari
limbah pertanian dan teknologi pemanfaatan limbah ternak, dapat
diadaptasikan secara lokal karena input (fisik dan jasa) yang dibutuhkan
untuk menerapkannya tersedia dan terjangkau oleh petani
Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang telah menginstruksikan pada
petani pelaksana SL-PTT agar menggunakan Produk Bio urine Lantonic
yang diproduksi oleh kelompok tani Pammase Dewata untuk digunakan
pada pertanaman padi di Musim Tanam I tahun 2012 sehingga
permintaan akan produk tersebut meningkat yang memberi dampak
terhadap profitabilitas usaha kelompok

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 26
ROAD MAP KEGIATAN MP3-MI DI KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011- 2015

Tahun 2011 2012 2013 2014 2015


Tujuan Masyarakat sejatera, pertanian berkelanjutan, lingkungan lestari
Pendapatan Petani 100% 120% 150% 180% 200%
Tahapan Pelaksanaan Tahap Inisiasi Tahap Tahap Tahap Tahap Pemasalan
Pengembangan Pengawalan Pemasalan
Indikator Progress Rancang bangun Peningkatan mutu, Laboratorium Unit produksi Unit produksi
model agribisnis efisiensi produk tertata baik terbentuk berkembang
Kegiatan Sosialisasi MP3-MI Implementasi Penataan Peningkatann Agribisnis
tingkat kabupaten teknologi dan laboratorium skala usaha perdesaan
dan desa Pembinaan SDM lapang tanaman menyeluruh dan
Petani pangan dan horti berkelanjutan
kultura
Identifikasi wilayah Pemberdayaan Penguatan Fasilitasi Kemitraan investasi
dengan metode kelompok rumah kelembagaan kemitraan usaha
PPMP (Pemahaman tangga tani pasar melalui
Potensi Masalah dan kemitraan
Peluang)
Implementasi inovasi Implementasi Difersifikasi Fasilitasi Model agribisnis
teknologi skala teknologi usaha dan kemitraan skala luas
terbatas pengolahan pasca Gapoktan
panen
Pembentukan klinik Difersifikasi komoditi
agribisnis

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 0
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Rencana Kerja Penyuluhan Pertanian Desa Amassangang.


Balai Penyuluhan Kecamatan, Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005. Pedoman Umum


Primatani. 2005. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian,Departemen Pertanian Republiuk Indonesia.

Departemen Pertanian, Draft Naskah Pedoman Umum Pengelolaan Agro-


industri Ramah Lingkungan, Jakarta, 2007

Hendayana, R., A. Djauhari, Enrico S., A. Gozali, dan Sad Hutomo. 2009.
Disain Model Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Program Unggulan
Badan Litbang Pertanian. Laporan Penelitian SINTA 2009. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Mariyono dkk, Teknik Pengolahan Limbah Pertanian Untuk Pakan Ternak,


Makalah pada Dialog Bioenergi, Temu Karya dan Pameran Bioenergi
Pedesaan dan Pemanfaatan Limbah Pertanian, P2HP-Deptan Jakarta 23-
24 Agustus 2007

Mariyono, U. Umiyasih, D.E. Wahyono, Y.N. Anggraeny da M. Zulbardi. 2003.


Penelitian Nutrisi Untuk Mendukung Pembentukan Bibit Sapi Potong
Unggul. Analisis Respons Pakan Berbahan Biomas Lokal terhadap
produktivitas Sapi PO Induk.Laporan Akhir Proyek PAATP. Loka
Penelitian Sapi Potong. Badan Litbang Pertanian .

Parakkasi, Aminudin. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-
Press. Jakarta

Simatupang, P. 2004. PRIMATANI Sebagai Langkah Awal Pengembngan


Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Analisi Kebijakan Pertanian.
Volume 2 NO.3, September 2004 : 209 225.

Anda mungkin juga menyukai