Anda di halaman 1dari 6

ABSES BARTOLINI

Nur Adilah binti Shaharuddin, Fitria Amalia

I. DEFINISI
Abses Bartolini didefinisikan sebagai penghasilan pus yang membentuk bengkak pada
satu dari kelenjar Bartolini yang terletak di samping labia pada alat kelamin wanita.1-4 Abses
Bartolini biasa terjadi sendiri karena infeksi pada kelenjar Bartolini ataupun dari infeksi sekunder
yang berlaku pada kista Bartolini. 3,5

II. EPIDEMIOLOGI
Dua persen wanita mengalami abses Bartolini atau kista kelenjar pada suatu saat dalam
kehidupannya.2,3 Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu
penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang lebih
cenderung untuk mengalami abses bartolini atau kista bartolini daripada wanita hispanik, dan
bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Involusi bertahap dari
kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini
mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi abses Bartolini dan kista selama usia reproduksi.
Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau abses di dalam hidup mereka.
Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia
antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang
lebih tua atau lebih muda.3

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Dikutip dari kepustakaan 3

Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini atau
glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar,dan berada di sebelah dorsal
dari bulbus vestibuli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat di antara
labium minus pudendi dan tepi hymen.3 Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis
pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk
membasahia tau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. Kelenjar bartolini diperdarahi
oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervus hemoroidal inferior.
Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus
menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid
yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira-
kira 2 cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar
bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palapasi.
Kelenjar Bartholini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina. Mukosa
kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus. Cairan ini mengalir ke dalam duktus sepanjang 2,5 cm
dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Duktus ini bermuara diantara labia minor dan hymen
dan dilapisi pada bagian ini terdiri atas epitel skuamosa. Oleh karena itu, kelenjar ini dapat
berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma. Kelenjar ini mengeluarkan
lendir untuk memberikan pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir
yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme.
Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian
dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih
dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan
daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.3,6,7

IV. ETIOPATOGENESIS
Abses Bartolini biasa terjadi sendiri karena infeksi pada kelenjar Bartolini ataupun dari infeksi
sekunder yang berlaku pada kista Bartolini. 2,3 :
a) Infeksi langsung pada kelenjar Bartolini3
Berlaku disebabkan organisme piokokkus seperti gonokokkus dan Chlamydia
Trachomatis. Bisa juga disebabkan oleh Staphylococcus, Escheria Coli, atau
Streptococcus faecalis.5

b) Infeksi sekunder pada kista Bartolini


Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan
dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan abses atau kista. 5 Kista dapat
terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus
terjadi sebelum abses kelenjar. Abses kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial.
Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. Infeksi
pada kelenjar ini disebabkan oleh kuman gram negatif ,yaitu golongan staphylococcus
dan golongan gonococcus.2
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di
bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartolin terjadi ketika
kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini biasanya tersumbat karena berbagai
alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar
ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan
menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista.2 Suatu
abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.1,2
Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme
yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore (Neisseria
Gonorrhea) serta bakteri yang biasanya ditemukan disaluran pencernaan, seperti
Escherichia coli. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang
dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Umumnya abses ini melibatkan
lebih dari satu jenis organisme. 2-5

Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan, maka lama kelamaan sejalan dengan
membesarnya abses, tekanan di dalam abses semakin besar. Dinding kelenjar mengalami
peregangan dan meradang.3 Demikian juga akibat peregangan pada dinding abses/kista,
pembuluh darah pada dinding abses/kista terjepit mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak
mendapatkan pasokan darah sehingga jaringan menjadi mati (nekrotik). Dibumbui dengan
kuman, maka terjadilah proses pembusukan, bernanah dan menimbulkan rasa sakit. Karena
letaknya di vagina bagian luar, abses akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri menimbulkan
rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam.1 Pasien berjalan mengegang ibarat menjepit
bisul diselangkangan.3

V. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pasien pada umumnya adalah demam, malais, benjolan, nyeri, dan dispareunia.
Penyakit ini bisa menjadi ringan sampai sering terjadi rekurens.5 Bengkak pada mula infeksi
abses Bartolini cepat membesar dalam jangka waktu beberapa jam hingga beberapa hari. Pada
abses Bartholini kelenjar merah, nyeri,dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat
menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul
di dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek.3
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini dengan
gejala klinik berupa1,5 :
Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme
yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan
kelenjar limfe pada inguinal.
Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan,
terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan
seksual.
Dapat terjadi ruptur spontan.
Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut,
dan berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.
Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau
melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri pada vulva.2 Kista duktus Bartholini
dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva lainnya. Karena kelenjar Bartholini
biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan, khususnya jika massa irregular, nodular
dan indurasi persisten.5

Dikutip dari kepustakaan 2 Dikutip dari kepustakaan 1

VI. DIAGNOSIS
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada
anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti panas, gatal, sudah berapa lama gejala berlangsung,
kapan mulai muncul, faktor yang memperberat gejala, apakah pernah berganti pasangan seks,
keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menular seks sebelumnya, riwayat penyakit kulit
dalam keluarga, riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin, dan riwayat penyakit yang
lainnya misalnya diabetes dan hipertensi.2
Riwayat pengobatan sebelumnya Abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik,
khususnya dengan pemeriksaan dermatologi pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi
litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang
eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior. Pemeriksaan gram dan kultur
jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk
mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan
Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes
ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari
hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan.3
Selain itu direkomendasi dilakukan biopsi pada wanita lanjut usia untuk mengeliminasi
tumor atau keganasan.1,3 Jika terdapat sekret vagina atau drainase cairan, specimen ini dapat
dihantar ke laboratorium untuk pemeriksaan lanjut.1

VII.PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan abses bartholini adalah memelihara dan mengembalikan fungsi dari
kelenjar bartholini. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk kista
dan abses kelenjar bartholini dan marsupialisasi untuk kista kelenjar bartholini yang rekuren
menjadi abses.1-4
a) Insisi dan drainase abses : Tindakan ini dilakukan bila terjadi
simptomatik Bartholin's gland abscesses dan jika sering terjadi rekurensi4
b) Drainase definitif menggunakan word kateter: Word catheter biasanya digunakan ada
penyembuhan kista duktus bartholin dan abses bartholin.4
c) Marsupialisasi: Digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin karena memberi hasil
yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara saluran
kelenjar bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word kateter.
Komplikasi berupa dispareuni, hematoma, infeksi.3,4

Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word catheter akan
dilepas setelah 4-6 minggu, meskipun epithelisasi biasa terbentuk pada 3-4 minggu. Bedrest
selama 2-3 hari mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat menimbulkan terjadinya selulitis,
antibiotik tidak diperlukan. Antibiotik diberikan bila terjadi selulitis (jarang).
Terapi antibiotik spektrum luas diberikan apabila kista atau abses kelenjar bartholini disertai
dengan adanya selulitis.1,4 Biopsi eksisional dilakukan untuk pengangkatan adenokarsinoma pada
wanita menopause atau perimenopause yang irregular dan massa kelenjar Bartholini yang
nodular. Penatalaksanaan dari kista duktus bartholin tergantung dari gejala pada pasien. Kecuali
kalau terjadi rupture spontan, abses jarang sembuh dengan sendirinya. 3

Penggunaan antibiotik 3,4:


Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari hasil pewarnaan
gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin
Infeksi Neisseria gonorrhoe:
Ciprofloxacin 500 mg dosis tunggal atau Ofloxacin 400 mg dosis tunggal atau Cefixime 400 mg
oral ( aman untuk anak dan bumil) atau Cefritriaxon 200 mg i.m ( aman untuk anak dan bumil)
Infeksi Chlamidia trachomatis:
Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po atau Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po
Infeksi Escherichia coli:
Ciprofoxacin 500 mg oral dosis tunggal, atau Ofloxacin 400 mg oral dosis tunggal atau Cefixime
400 mg dosis tunggal.
Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus :
Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari, Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari,
atau Amoksisillin 250-500 mg/dosis 3x/hari po

VIII. PROGNOSIS

Prognosa penyembuhan baik. 10% dari kasus rekuren. Adalah penting untuk mengobati
pasien yang didiagnosa bersama dengan infeksi vagina sedini yang mungkin.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Vorvick LJ, Storck S, Zieve D: Bartholins abscess, Medline plus: [Online]. 2010 [cited 6
May 2010]. Available from:
URL:www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001489.htm
2. Schorge JO, Schaffer JI, Malvorson LM, et al. Cystic Vulvar Tumors In: Williams
Gynecology. China: Mc-Graw Hills Companies. 2008. p. 1723-1727.
3. Patil S, Sultah AH, Thakar R, et al: Bartholins Cyst and Abscess, Patient.co.uk:
[Online]. 2010 [cited 18 January 2010]. Available from:
URL:http://www.patient.co.uk/health/Bartholin%27s-Cyst-and-Abscess.htm
4. Farage MA, Maibach HI. Benign Vulvar Nodules and Tumors In: The Vulva natomy,
physiology, and pathology. New York: Informa Healthcare USA, Inc. 2006. p. 123-125.
5. Burns T, Breathnach S, Cox N, et al. The Genital, Perianal, and Umbilical Regions In:
Rooks Textbook of Dermatology. Oxford, UK: Blackwell Publishing Ltd. 2010. 8th ed.
Vol 1. p.71.68.
6. Guyton AC, Hall JE. Female Physiology Before Pregnancy and Female Hormones In:
Guytons Textbook. Philadelphia, Pennsylvania: Elsivier Inc. 2006. 11th ed. p. 1023.
7. Faller A, Schunke M. Schunke G. Vestibule (Vestibulum Vaginae), Labia Majora and
Minora, and Clitoris In: The Human Body. New York: Thieme. 2004. p.496.

Anda mungkin juga menyukai