Oleh :
PENDAHULUAN
Kista Bartholin dan abses Bartholin merupakan masalah umum pada wanita usia
reproduksi. Kelenjar Bartholin terletak bilateral di posterior introitus dan bermuara
dalam vestibulum pada posisi arah jam 4 dan 8. Kelenjar ini biasanya berukuran
sebesar kacang dan tidak teraba kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi. Pada masa
pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi, memberikan kelembaban bagi vestibulum.
Di Amerika Serikat, incidensnya adalah sekitar 2% dari wanita usia reproduksi
akan mengalami pembengkakan pada salah satu atau kedua kelenjar Bartholin.
Penyakit yang menyerang kelenjar Bartholin biasanya terjadi pada wanita antara usia
20 dan 30 tahun. Pembesaran kelenjar Bartholin pada pasien yang berusia lebih dari 40
tahun jarang ditemukan, dan perlu dikonsultasikan pada gynecologist untuk dilakukan
biopsi.
Penyebab dari kelainan kelenjar Bartholin adalah tersumbatnya bagian distal dari
duktus kelenjar yang menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga terjadi pelebaran
duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan selanjutnya
berkembang menjadi abses. Abses Bartholin selain merupakan akibat dari kista
terinfeksi, dapat pula disebabkan karena infeksi langsung pada kelenjar Bartholin.
Kista bartholin bila berukuran kecil sering tidak menimbulkan gejala. Dan bila
bertambah besar maka dapat menimbulkan dispareunia. Pasien dengan abses Bartholin
umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan
progresif.
Dalam penanganan kista dan abses bartholin, ada beberapa pengobatan yang dapat
dilakukan. Dapat berupa intervensi bedah, dan medikamentosa. Intervensi bedah yang
dapat dilakukan antara lain berupa incisi dan drainase, pemasangan Word catheter,
marsupialisasi, dan eksisi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
2.2 FISIOLOGI
Pada introitus vagina terdapat kelenjar yang berfungsi untuk membasahi
mengeluarkan lender untuk memberikan pelumas vagina saat melakukan hubungan
seksual ,kira-kira spertiga dari introitus vagina kanan dan kiri yang terletak
postelateral.dalam keadaan normal keaadaan ini tidak teraba pada palpasi .
2.3 DEFINISI
Kista dan abses kelenjar Bartolini merupakan kelainan yang disebabkan karena adanya
sumbatan pada duktus kelenjar Bartolini. Sumbatan tersebut menyebabkan terjadinya
akumulasi cairan sehingga membentuk kantong (kista). Kista tersebut umunya tidak
menimbulkan gejala apapun dan hanya akan terdeteksi apabila dilakukan pemeriksaan.
Abses Bartolini didefinisikan sebagai penghasilan pus yang membentuk bengkak pada
satu dari kelenjar Bartolini yang terletak di samping labia pada alat kelamin wanita
Namun kista tersebut dapat terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme sehingga
akan menghasilkan pus dan terjadi abses dengan gejala utama yaitu nyeri pada daerah
sekitar vagina.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Kista Bartholin merupakan pertumbuhan kistik yang paling sering ditemukan
pada vulva.4,5 Sekitar dua persen wanita pernah terinfeksi kista
Bartholindanabses selama hidupnya.6 Abses hampir tiga kali lebih sering
ditemukan daripada kista. Sebuah case control study membuktikan bahwa
wanita berkulit hitam dan putih lebih mudah mengalami kista atau abses
Bartholin dibandingkan dengan wanita ras Hispanik; dan studi ini juga
mengemukakan bahwa wanita dengan angka paritas yang tinggi berada pada
risiko terendah.2
Involusi bertahap dari kelenjar Bartholin dapat terjadi pada saat seorang
wanita mencapai usia 30 tahun.8 Hal ini mungkin menjelaskan sering terjadinya
Kista Bartholin dan abses kelenjar selama usia reproduksi, khususnya antara 20
hingga 29 tahun.
Karena massa vulva pada wanita pascamenopause dapat berupa kanker,
biopsi excisional mungkin diperlukan. Beberapa peneliti mengusulkan bahwa
eksisi pembedahan tidak diperlukan karena risiko kanker kelenjar Bartholin
sangat rendah (0,114 kasus per 100.000 womanyears). Namun, jika diagnosis
kanker tertunda, prognosis dapat menjadi buruk.
2.4 ETIOPATOLOGI
Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi
dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan
kista.Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang
dalam kelenjar. Kelenjar Bartholin sangat sering terinfeksi dan dapat
membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses
bartholin seringkali dibedakan secara klinis. Kista Bartholin terbentuk ketika
ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan
tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari
peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 13 cm
seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang
menyebabkan nyeri dan dispareunia.
Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau
kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya mengeluhkan
nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses
kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial (Tabel 1). 4,11,12
2.5 Patogenesis
Akumulasi cairan
2) Disparenia
4) Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang
purulen.
Kista Bartholin harus dibedakan dari abses dan dari massa vulva lainnya.
Karakteristik dari lesi kistik dan solid dari vulva dapat dilihat pada Tabel 2.
Karena kelenjar Bartholin mengecil saat usia menopause, suatu pertumbuhan
massa pada wanita postmenopause perlu dievaluasi terhadap tanda tanda
keganasan, terutama bila massanya bersifat irreguler, nodular, dan keras.10
Karsinoma kelenjar Bartholin memiliki persentase sekitar 1% dari kanker
vulva, dan walaupun kasusnya jarang, merupakan tempat tersering timbulnya
adenocarcinoma. Sekitar 50% dari tumor kelenjar Bartholin adalah karsinoma
sel skuamosa. Jenis lain dari tumor yang timbul di kelenjar Bartholin adalah
adenokarsinoma, kistik adenoid (suatu adenokarsinomadengan histologis
spesifik dan karakteristik klinis), adenosquamousa, dan transitional cell
carcinoma.
Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista
Bartholin yang jinak hanya dengan pemeriksaan fisik, setiap wanita berusia
lebih dari 40 tahun perlu menjalani tindakan biopsi untuk menyingkirkan
kecurigaan neoplasma, dimana penyakit inflamasi jarang ditemui pada usia
tersebut. Karena lokasinya yang jauh di dalam, tumor dapat mempengaruhi
rektum dan langsung menyebar melalui fossa ischiorectalis. Akibatnya, tumor
ini dapat masuk ke dalam saluran limfatik yang langsung menuju ke kelenjar
getah bening inguinal profunda serta superficialis. Kesalahan dalam
mendiagosis keganasan Bartholin akan memberikan prognosa yang buruk,
sehingga ketepatan dan kecepatan dalam mendiagnosa sangat diperlukan.
Beberapa kondisi berikut ini dapat merupakan sugestif keganasan
kelenjar Bartholin, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut
hingga biopsi:
1) Usia yang lebih tua dari 40 tahun
2) Massa yang tidak nyeri, kronis, dan bertambah besar secara progresif
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebris; tes laboratorium darah tidak
diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri
dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi
abses Bartholin.
Beberapa jenis lesi vulva dan vagina dapat menyerupai kistaBartholin. Beberapa
diantaranya adalah:
1. Kista sebaceous pada vulva sangat sering ditemukan. Kista sebaseous ini
merupakan suatu kista epidermal inklusi dan seringkali asimptomatik.
Pada keadaan terinfeksi, diperlukan incisi dan drainase sederhana.
2. Dysontogenetic cysts merupakan kista jinak yang berisi mukus dan
berlokasi pada introitus atau labia minora. Terdiri dari jaringan yang
menyerupai mukosa rektum, dan seringkali asimptomatik.
3. Hematoma pada vulva. Dapat dibedakan dengan adanya trauma akibat
berolahraga, kekerasan.
4. Fibroma merupakan tumor solid jinak vulva yang sering ditemukan.
Indikasi untuk eksisi berupa timbulnya rasa nyeri, pertumbuhan yang
progresif, dan kosmetik.
5. Hidradenoma merupakan tumor jinak yang dapat muncul pada labia
majora dan labia minora. Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi
apabila timbul perdarahan dan diangkat bila timbul gejala.
2.7 TERAPI
Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah
dilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun prosedur
2. Word Catheter
3. Marsupialisasi
(Kiri) Suatu incisi vertikal dibuat pada bagian tengah kista, lalu
pisahkan mukosa sekitar; (Kanan) Dinding kista dieversi dan
ditempelkan pada tepi mukosa vestibular dengan jahitan interrupted.
Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat
diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak denganhemostat.
Dinding kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular
mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 20.18
Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah prosedur dilakuka
Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar
510%. Komplikasi yang timbul berkaitan dengan dyspareunia, hematoma,
dan infeksi.1
4. Eksisi (Bartholinectomy)
2. Ciprofloxacin
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan
antibiotik tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan,
oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan
menginhibisi DNAgyrase pada bakteri.
Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari
3. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara
berikatan dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri.
Diindikasikan untuk C trachomatis.
Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari
4. Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedang yang
disebabkan oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untuk
C trachomatis. Dosis yang dianjurkan: 1 g PO 1x
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum dari abses Bartholin adalah kekambuhan.
o Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah
dilakukan drainase abses.
o Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati.
o Timbul jaringan parut.
2.9 PROGNOSIS
Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah,
prognosisnyabaik. Tingkat kekambuhanumumnya dilaporkan kurang dari 20%.
BAB III
KESIMPULAN
Kista Bartholin dan abses Bartholin merupakan masalah umum pada wanita
usia reproduksi. Incidensnya adalah sekitar 2% dari wanita usia reproduksi. Usia
yang paling sering terserang penyakit kelenjar Bartholin adalah wanita antara usia
20 dan 30 tahun. Pembesaran kelenjar Bartholin pada pasien yang berusia lebih dari
40 tahun jarang ditemukan, dan perlu dikonsultasikan pada gynecologist untuk
dilakukan biopsi. Penyakit ini seringkali recurrence, sehingga diperlukan suatu
penanganan yang adekuat.
Penyebab dari kelainan kelenjar Bartholin adalah tersumbatnya bagian distal
dari duktus kelenjar yang menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga terjadi
pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi,
dan selanjutnya berkembang menjadi abses. Abses Bartholin selain merupakan
akibat dari kista terinfeksi, dapat pula disebabkan karena infeksi langsung pada
kelenjar Bartholin.
Kista bartholin bila berukuran kecil sering tidak menimbulkan gejala. Dan bila
bertambah besar maka dapat menimbulkan dispareunia. Pasien dengan abses
Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara
cepat dan progresif.
Dalam penanganan kista dan abses bartholin, ada beberapa pengobatan yang
dapat dilakukan. Dapat berupa intervensi bedah, dan medikamentosa. Intervensi
bedah yang dapat dilakukan antara lain berupa incisi dan drainase, pemasangan Word
catheter, marsupialisasi, dan eksisi. Pemilihan terapi ini disesuaikan dengan ukuran
dan keadaan kista. Jika Kista Bartholin atau abses terlalu dalam, pemasangan Word
catheter tidak praktis, dan pilihan lain harus dipertimbangkan. Prosedur seperti
marsupialisasi tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda tanda abses akut. Oleh
sebab itu, abses perlu diobati dengan pemberian antibiotik broad spectrum. Eksisi dari
kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berespon terhadap
drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif.
DAFTAR PUSTAKA