Anda di halaman 1dari 115

DAMPAK KENAIKAN HARGA TANAH TERHADAP SEWA

BANGUNAN, PERTUMBUHAN DAN SEBARAN TEMPATUSAHA DI


KOTA SINTANG (PENDEKATAN TEORI BIDRENT)

Tesis

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Mgister Ekonnomi
pada Program Pasca Sarjana (S2) Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura

Oleh :

DAPOT HASIHOLAN SIAHAAN


NIM : B2051131001

PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
LEMBAR PENGESAHAN TESIS

i
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sesungguhnya menyatakan


bahwa
Tesis dengan judul :

DAMPAK KENAIKAN HARGA TANAH TERHADAP SEWA BANGUNAN,


PERTUMBUHAN DAN SEBARAN TEMPATUSAHA DI KOTA SINTANG
(PENDEKATAN TEORI BIDRENT)

yang diajukan untuk diuji pada tanggal 19 Februari 2016 adalah hasil karya saya
sendiri.

Bahwa dalam tesis ini tidak terdapat tulisan orang lain yang saya ambil
dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol,
tesis ini saya akui sebagai tulisan saya sendiri, dan tidak terdapat bagian atau
keseluruhan tulisan yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan
pengakuan pada penulis aslinya.
Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin
atau meniru tulisan karya orang lain, saya bersedia jika gelar dan ijazah yang
diberikanUniversitas Tanjungpura batal saya terima.

Pontianak, 19 Februari 2016


Yang membuat pernyataan

DAPOT H. SIAHAAN

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah S.W.T, atas

segala Rahmat dan Karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan penulisan Tesis dengan judul Determinan Kemiskinan di

Kabupaten Sanggau ini, sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan

program sarjana strata dua (S2) Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi

Universitas Tanjungpura Pontianak.

Dalam kesempatan ini penulis mengcapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian tesis ini. Melalui

kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak dalam penyelesaian studi pada Program Studi Magister Ilmu

Ekonomi Universitas Tanjungpura hingga dicapainya gelar Magister Ekonomi

oleh penulis, diantaranya :

1. Bapak Prof. Dr. H. Eddy Suratman, SE., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Tanjungpura.

2. Ibu Dr. Hj, Dinardjad Achmad, SE, M.Sc selaku Ketua Program Magister

Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura.

3. Ibu Dr. Fariasturi, SE, MA, sebagai Pembimbing I, yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

4. Dr. Windhu Putra, SE, M.S, sebagai anggota tim penguji tesis I, yang telah

banyak memberikan kritik dan saran demi perbaikan tesis ini.

5. Bapak Memet Agustiar, SE, MA, sebagai dosen pembimbinga II yang telah

banyak memberikan masukan dan arahan selama penulis tesis ini.

6. Bapak Muzan Sulaiman, SE, MS, sebagai anggota tim penguji II, yang juga
telah banyak memberikan kritik dan saran demi perbaikan tesis ini.

iii
7. Para Dosen dan Karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura.

8. Rekan-rekan seperjuangan di Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi

Universitas Tanjungpura yang terus menerus memberi dukungan agar

terselesaikannya tesis ini.

9. Rekan-Rekan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak

kekurangannya, baik dari segi teknis dan sistematis, bahasa dan penyajian maupun

bobot ilmiahnya. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan tangan terbuka

penulis akan menerima semua kritikan dan saran yang bersifat konstruktif demi

sempurnanya Penulisan Tesis ini.

Harapan penulis mudah-mudahan Tesis ini dapat diterima, dan dapat

bermanfaat bagi kita sekalian. Amin.

Pontianak, Desember 2015

Penulis,

DAPOT HASIHOLAN SIAHAAN

iv
ABSTRAK

Penelitian berjudul Dampak Kenaikan Harga Tanah Terhadap Sewa


Bangunan, Pertumbuhan dan Sebaran Tempatusaha di Kota Sintang (Pendekatan
Teori Bidrent). Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Tujuan penelitian adalah, pertama adalah menganalisis perubahan
harga tanah perkotan serta pertumbuhan tempat usaha dan tempat tinggal atau
pemukiman penduduk di 4 (empat) lokasi, yaitu Kelurahan Kapuas Kanan Hilir
(kawasan di Pasar tradisional Masuka), Kelurahan Ladang (Arah Melawi), dan
Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (Museum Dara Juanti), dan Kelurahan Kapuas
Kanan Hulu (Sungai Durian), serta menganalisis arah atau sebaran spasial
perluasan Kota Sintang.
Variabel yang diteliti adalah pertumbuhan harga/sewa tanah, jumlah
tempat usaha dan arah distribusi spasial perluasan kota, metode yang digunakan
adalah metode survei, pengamatan dan wawancara terhadap responden atau
informan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir


pertumbuhan harga tanah tertinggi adalah di daerah Kelurahan Kapuas Kanan
Hilir (Masuka) mencapai 122%, Tertinggi kedua Kelurahan Ladang (Lintas
Melawi), ketiga Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (Masuka) dan ke empat Kelurahan
Kapuas Kiri Hilir (Museum). Sementara harga tanah paling tinggi adalah di
daerah Kelurahan Kapuas Kanan Hulu antara Rp 1.500.000,- hingga
Rp11.000.000,- per meter persegi dengan rata-rata pertumbuhan 47,80%.
Meningkatnya harga tanah sebagai akibat dari perkembangan kota itu sendiri
yang diikuti oleh tumbuhnya pemukiman penduduk dan tempat usaha serta
fasilitas ekonomi, bank, hotel, pendidikan, kesehatan, dan sarana sosial lainnya.
Arah distribusi spasial pertumbuhan kota Sintang berkembang mengikuti
pertumbuhan jumlah tempat usaha dan harga tanah. Distribusi spasial
pertumbuhan Kota Sintang adalah 63,20% mengarah ke Kelurahan Kapuas Kanan
Hilir (Pasar Masuka). Ke Kelurahan Ladang (17,69%), ke Sungai Durian
(13,32%) dan arah ke Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (5,79%). Artinya bahwa teori
Bdrent hanya berlaku pada satu titik tertentu, tidak berlaku jika dikaitkan
dengan perkembangan suatu kota yang tidak simetris, karena di suatu kota
terdapat pusat-pusat pertumbuhan baru.

Kata kunci : harga tanah, tempat usaha, pertumbuhan, bidrent

v
ABSTRACT

This study entitled "The Impact of Land Price Increases To Rent Building,
Growth and Developed of Sintang City (Bidrent Theory Approach). This type is
descriptive research with qualitative and quantitative approaches. The aim of
research first is to analyze changes of the price of land in urban as well as the
growth of business premises and dwellings or settlements in four (4) locations,
namely the Kapuas Kanan Hilir Village (Masuka), Ladang Village (Near fo
Melawi River), and Kapuas Kiri Hilir Village (Dara Juanti Museum), and Kapuas
Kanan Hulu (Sungai Durian), the second aim is to analyze the spatial distribution
of direction of developed (expansion) of Sintang City.
The variables studied were growth in price/rent of land, the number of
businesses and the expansion of the city toward the spatial distribution, the
method used is survey method, observation and interviews with respondents or
informants.
The results of research showed that in the last 10 years the growth of land
prices are highest in Kapuas Kanan Hilir (Masuka) regions was reached as 122%,
Top two was Ladang Village (Cross of Melawi River), the third is Kapuas Kanan
Hilir village (Masuka) and its four is Kapuas Kiri Hilir Village (Museum). While
the price of land is highest in the area of Kapuas Hulu Kanan Village between
Rp1.500.000, - until Rp11.000.000, - per m2 (square meter) with an average
growth of 47.80%. The rising price of land as a result of the development of the
city it self, followed by the growth of residential and business premises as well as
economic facilities, bank, hotel, education, healthcare, and other social facilities.
Direction of the spatial distribution of urban growth Sintang developed following
the growing number of business premises and land prices. Spatial distribution of
growth is 63.20% Sintang City leads to the Kapuas Kanan Hilir village (Masuka).
To Ladang Village (17.69%), to Sungai Durian (13.32%) and the directions to the
Kapuas Kiri Hilir village (5.79%). This means that Bidrent theory applies only to
a certain point, does not apply if it is associated with the development of a city
that is not symmetrical, because in a city there is new growth centers.

Keywords: the price of land, a place of business, growth, bidren theory

vi
DAFTAR ISI

Hal
LEMBAR PENGESAHAN TESIS ....................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Perumusan Permasalahan ................................................................ 8
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 9
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 10


2.1. Kajian Teori ..................................................................................... 10
2.1.1. Hukum Permintaan, Penawaran dan Mekanisme Harga
di Pasar ................................................................................. 10
2.1.2. Keseimbangan Harga Pasar ................................................. 11
2.1.3. Teori Permintaan dan Penawaran Terhadap Tanah ............. 12
2.1.4. Teori Lokasi dan Analisis Ekonomi Spasial ........................ 14
2.1.5. Teori Bid Rent ...................................................................... 19
2.1.6. Pola Spasial Metropolitan .................................................... 22
2.1.7. Beberapa Konsep Perkembangan Kota ................................ 23
2.1.8. Pengembangan Kawasan Metropolitan ................................ 25
2.1.9. Konsep Pengembangan Kawasan ........................................ 26
2.1.10. Strategi Pembangunan Kawasan .......................................... 28
2.1.11. Beberapa Azas Penataan Ruang Kawasan Kota .................. 28
2.1.12. Beberapa Bentuk Metropolis ............................................... 30
2.1.13. Pentingnya Dimensi Wilayah (Regional)sebagai Faktor
Lokasional dalam Perencanaan Pembangunan .................... 33
2.1.14. Pengembangan Kota dengan Pembangunan Jalan Raya ...... 33

vii
2.2. Landasan Empiris............................................................................. 34

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 40


3.1. Jenis Penelitian ................................................................................ 40
3.2. Kerangka proses berfikir .................................................................. 41
3.3. Kerangka Konseptual Penelitian ...................................................... 42
3.4. Jenis Data dan Sumber Data ........................................................... 43
3.5. Populasi dan Sampel ........................................................................ 44
3.6. Metode Analisis ............................................................................... 45
3.7. Variabel Penelitian ........................................................................... 47
3.8. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 47

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 49


4.1. Kawasan Pasar Tradisional Masuka (Kelurahan Kapuas Kanan
Hilir)................................................................................................. 49
4.1.1. Perkembangan Harga Tanah ................................................ 50
4.1.2. Pertumbuhan Tempat Usaha ................................................ 52
4.2. Lokasi Arah Lintas Melawi Kelurahan Ladang (lokasi II) ............. 53
4.2.1. Perkembangan Harga Tanah ................................................ 54
4.2.2. Pertumbuhan Tempat Usaha ................................................ 56
4.3. Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (sekitar Museum Dara Juanti) ........... 57
4.3.1. Perkembangan Harga Tanah ................................................ 58
4.3.2. Pertumbuhan Tempat Usaha ................................................ 59
4.4. Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (Kawasan Sungai Durian) ............. 60
4.5. Arah Distribusi Spasial Pertumbuhan Kota Sintang ........................ 66
4.6. Pembahasan ..................................................................................... 67

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 76


5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 76
5.2. Saran ................................................................................................ 77

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79

viii
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 1.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Sintang Menurut
Desa/Kelurahan, Tahun 2000 dan 2010 ......................................... 3
Tabel 1.2 Jumlah dan Pertumbuhan Usaha Industri dan Perdagangan di
Kota Sintang, Tahun 2009-2012 .................................................... 5
Tabel 3.1 Daftar Narasumber/Sampel Penelitian.......................................... 44
Tabel 3.2 Identifikasi Harga/Sewa Tanah/Bangunan .................................... 45
Tabel 3.3 Identifikasi Pertumbuhan Tempat Usaha dan Tempat Tinggal ..... 46
Tabel 3.4 Identifikasi Arah Distribusi Pertumbuhan (Spasial) Kota
Sintang ........................................................................................... 46
Tabel 4.1 Rata-Rata Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan
Kapuas Kanan Hilir/Sekitar Kawasan Pasar Masuka, Tahun
2005-2015 ...................................................................................... 50
Tabel 4.2 Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kawasan
Masuka Kelurahan Kapuas Kanan Hilir, Tahun 2015 .................. 52
Tabel 4.3 Rata-Rata Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan
Ladang Sekitar Kawasan Lintas Melawi, Tahun 2005-2015 ......... 54
Tabel 4.4 Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kawasan
Lintas Melawi Kelurahan Ladang, Tahun 2015 ............................ 56
Tabel 4.5 Rata-Rata Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan
Kapuas Kiri Hilir/Sekitar Kawasan Museum Dara Juanti,
Tahun 2005-2015 ........................................................................... 58
Tabel 4.6 Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kawasan
Museum Dara Juanti Kel. Kapuas Kiri Hilir, Tahun 2015 ............ 60
Tabel 4.7 Rata-Rata Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan
Kapuas Kanan Hulu (Pasar Sungai Durian), Tahun 2005-2015 .... 61
Tabel 4.8 Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kelurahan
Kapuas Kanan Hulu (Kawasan Sungai Durian), Tahun 2015 ...... 63
Tabel 4.9 Identifikasi Arah Distribusi Pertumbuhan (Spasial) Kota
Sintang ........................................................................................... 67

ix
DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1.1 Perkembangan Jumlah Perusahaan/Usaha Industri dan


Perdagangan di Kota Sintang, Tahun 2010-2012 ......................... 5
Gambar 2.1 Keseimbangan Harga Permintaan dan Penawaran ........................ 11
Gambar 2.2 Kurva Penawaran Harga Tanah yang Inelastis .............................. 13
Gambar 2.3 Fungsi Sewa Tanah dari Berbagai Penggunaan ............................. 18
Gambar 2.4 Perbedaan tingkat sewa tanah sesuai jarak dari pusat kota/pasar .. 20
Gambar 3.1 Kerangka Berfikir (Prosedur) Penelitian ....................................... 42
Gambar 3.2 Kerangka Konseptual Penelitian .................................................... 43
Gambar 4.1 Trend Perkembangan Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di
Kelurahan Kapuas Kanan Hilir/Sekitar Kawasan Pasar
Masuka, Tahun 2005-2015 ............................................................ 51
Gambar 4.2 Trend Perkembangan Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di
Kelurahan Ladang/Sekitar Kawasan Lintas Melawi, Tahun
2005-2015 ...................................................................................... 55
Gambar 4.3 Persebaran Tempat Usaha di Kawasan Jalan Protokol di
Kelurahan Kapuas Kanan Hulu, Tahun 2015 ................................ 62
Gambar 4.4 Pertumbuhan Harga Tanah dan dan Tepat Usaha di Empat
Lokasi Penelitian Kabupaten Sintang (%) ..................................... 65
Gambar 4.5 Perbandingan Trend Pertumbuhan Harga Tanah pada Empat
Lokasi Penelitian di Kota Sintang ................................................. 69
Gambar 4.6 Perbandingan Pertumbuhan Tempat Usaha dan Harga Tanah ...... 72

No table of figures entries found.

x
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Jumlah Desa dan Dusun di Kecamatan Sintang Kabupaten
Sintang ......................................................................................... 82
Lampiran 2 Peta Kota Sintang ....................................................................... 83
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian .................................................................... 84
Lampiran 4 Hasil Survei Perkembangan Harga TanahLokasiI (Masuka)
Kelurahan Kapuas Kanan Hilir ................................................... 85
Lampiran 5 Hasil Survei Perkembangan Harga TanahLokasi II (Melawi)
Kelurahan Ladang) ...................................................................... 90
Lampiran 6 Hasil Survei Perkembangan Harga TanahLokasi III
(Museum) Kelurahan Kapuas Kiri Hilir ...................................... 92
Lampiran 7 Hasil Survei Perkembangan Harga TanahLokasiII (Sungai
Durian) Kelurahan Kapuas Kanan Hulu...................................... 96
Lampiran 8 Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi I
(Masuka) Kelurahan Kapuas Kanan Hilir ................................... 98
Lampiran 9 Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi
IIJalan Lintas Melawi Kelurahan Ladang ...................................99
Lampiran 10 Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi III
(Museum) Kelurahan Kapuas Kiri Hilir ......................................100
Lampiran 11 Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi IV
(Sungai Durian) Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (Jl. M.T.
Haryono) ......................................................................................100
Lampiran 12 Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi
Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (Jl. Kolonel sugiono,
Katamso, Sudirman, D.I. Panjaitan, Wirapati,
WR.Supratman) ...........................................................................102

xi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu faktor sumber daya yang mempunyai peranan

strategis dalam aktivitas kehidupan manusia. Kebutuhan akan tanah terutama di

perkotaan selalu bertambah, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di

sisi lain salah satu karakteristik yang paling mendasar dari tanah adalah lokasi

keruangannya tidak dapat dipindahkan dan total persediaan fisiknya relatif tetap

(Sari, et all, 2009:3). Kondisi ini mendorong peningkatan nilai tata guna tanah di

perkotaan dikelola dengan baik. Selanjutnya menurut Sari (2009:5) terdapat

hubungan yang erat antara lokasi dengan nilai tanah (land value), dimana tanah di

daerah pusat perdagangan atau pasar mempunyai tingkat aksesibilitas dan

mobilitas yang tinggi sehingga nilainya sangat tinggi dibandingkan tanah di

daerah pinggiran kota.

Dalam perkembangan perkotaan yang dinamis, agar pemanfaatan tanah

dilakukan secara optimal, diperlukan metode untuk memilih lokasi yang bisa

memaksimalkan nilai tanah. Berbagai teori atau model dalam penggunaan tanah

banyak dikemukakan oleh para ahli di antaranya teori lokasi Alfred Weber,

Casteller dan teori penentuan lokasi berdasarkan nilai (penawaran) harga sewa

(bidrent). Dasar Teori bidrent didasarkan pada teori penamfaatan tanah yang

dikembangkan oleh Van Thunen pada abad 19 di Jerman dalam Reksohadiprojo

(2001:19).

Menurut Thunen dalam Reksohadiprojo (2001:21) Dasar pemikiran yang

1
2

mendasari dalam teorinya adalah bahwa tanah harus dimanfaatkan sedemikian

rupa sehingga mengasilkan sewa tertinggi (bid-rent). Hal ini dilakukan dalam

rangka pengembangan wilayah. Sewa tertinggi jika tanah tersebut berada di pusat

kota atau pusat pasar. Semakin menjauhi dari pusat kota maka nilai sewa semakin

turun. Tingginya harga sewa menandakan tinggi juga nilai tanah tersebut. Dalam

Teorinya Thunen mengembangkan model/teori bagaimana pemanfaatan tanah

desa harus diatur sekitar kota yang menjadi pasar, dan sektor kehutanan berada di

sekitar pusat kota (Reksohadiprojo, 2001:21).

Lebih luas dalam teori pemanfaatan tanahnya dalam Reksohadiprojo

2001:23) Thunen mempersoalkan bagaimana menentukan tempat (lokasi)

kegiatan ekonomi yang paling efisien. Kegiatan-kegiatan ekonomi dapat dibagi ke

dalam kegiatan-kegiatan produksi dan kegiatan-kegiatan konsumsi. Kegiatan-

kegiatan konsumsi menyangkut penggunaan tata ruang untuk kehidupan rumah

tangga. Kegiatan-kegiatan produksi meliputi kegiatan-kegiatan sektor pertanian,

sektor industri, dan sektor tersier. Selanjutnya terdapat permasalahan yakni

bagaimana mengintegrasikan ketiga kegiatan ekonomi agar berjalan dengan baik

efektif dan efisien sehingga membentuk suatu land scap ekonomi yang baik dan

menguntungkan semua pihak.

Berdasarkan data BPS (2014) Kabupaten Sintang adalah salah satu

kabupaten kedua terbesar di ProvinsiKalimantan Barat dengan luas wilayah

21.635 km berpenduduk 365.000 jiwa dengan kepadatan 16 jiwa/km2 yang

terdiri dari multi etnis dengan mayoritas suku Dayak dan Melayu. Kabupaten

Sintang terbagi menjadi 14 kecamatan, 6 kelurahan dan 183 desa dengan Ibu kota
3

kabupaten di Kota Sintang. Wilayah Kab Sintang berbatasan langsung dengan

negara tetangga Serawak. Kota Sintang masuk dalam Kecamatan Sintang.

Seluruh wilayah Kabupaten Sintang terbagi menjadi 14 Kecamatan, 6

Kelurahan dan 281 Desa (RPJM Kabupaten Sintang, 2010). Kecamatan Sintang

terdiri dari 15 desa dan 26 dusun, luas keseluruhan kecamatan 277,05 km2 jumlah

penduduk berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 sebanyak 59.410, dengan

kepadatan 214 jiwa/km2.Berdasarkan data BPS tahun 2014 hasil Proyeksi

Penduduk pada tahun 2012 penduduk Kecamatan Ssintang berjumlah 62.336 jiwa

dengan rata-rata jumlah penduduk per RT sebanyak 300 jiwa dan kepadatan

penduduk per Km2 sekitar 225 jiwa. Penyebaran penduduk Kecamatan Sintang

tidak merata antar desa/kelurahan

Tabel 1.1
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Sintang Menurut
Desa/Kelurahan, Tahun 2000 dan 2010
Tahun 2000 Tahun 2010 Pert./Thn
Luas
No Desa/Kelurahan Kepadat Kepad
(km2) Jumlah Jumlah (%)
an atan
1 Tertung 17,10 649 37,95 964 56 4,85
2 Mungguk Bantuk 24,60 940 38,21 1.324 54 4,09
3 Tanjung Puri 41,00 10.622 259,07 11.522 281 0,85
4 Baning Kota 9,00 3.680 408,89 5.465 607 4,85
5 Ladang 5,00 2.199 439,80 5.122 1.024 13,29
6 Kapuas Kanan Hulu 32,00 3.627 113,34 5.977 187 6,48
7 Kapuas Kanan Hilir 19,50 11.110 569,74 14.551 746 3,10
8 Kapuas Kiri Hilir 20,50 2.082 101,56 2.797 136 3,43
9 Kapuas Kiri Hulu 25,00 3.397 135,88 4.884 195 4,38
10 Teluk Kelansam 19,50 413 21,18 921 47 12,30
11 Sungai Ana 8,00 2.015 251,88 2.993 374 4,85
12 Merti Guna 7,00 368 52,57 546 78 4,84
13 Tanjung Kelansam 20,75 407 19,61 908 44 12,31
14 Anggah Jaya 11,00 278 25,27 619 56 12,27
15 Lalang Baru 17,10 381 22,28 567 33 4,88
Jumlah 277,05 42.168 152,20 59.160 214 4,03
Sumber : BPS, Kecamatan Sintang Dalam Angka 2013
4

Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa Kelurahan Kapuas Kanan Hilir memiliki

jumlah penduduk tertinggi pada 2010 yaitu 14.551 jiwa, terbanyak kedua

Kelurahan Tanjung Puri dengan penduduk sebanyak 11.522 jiwa.Dilihat dari

kepadatan paling padat pada tahun 2010 adalah Desa Ladang dengan 1.024

jiwa/km2 dan yang paling jarang adalah Desa Lalang Baru 33 jiwa/km2.

Pertumbuhan tertinggi adalah Desa Ladang dengan rata-rata pertumbuhan 13,29%

per tahun, kemudian Desa Tanjung Kelansam, Teluk Kelansam, dan Angah Jaya

masing-masing 12,31%, 12,31 dan 12,27% per tahun.

Selain terjadi pertumbuhan jumlah penduduk, selama kurun waktu tahun

2000 sampai dengan 2010 juga telah terjadi pergeseran kepadatan. Beberapa

desa/kelurahan yang pada tahun 2000 memiliki kepadatan tertinggi yaitu

Kelurahan Kapuas Kanan Hilir dan Ladang, dan penduduk terjarang di Desa

Tanjung Kelansam. Sementara pada tahun 2010 kepadatan tertinggi terjadi di

Desa Ladang dan Kapuas Kanan Hilirdan terjarang terjadi di Desa Lalang Baru,

sementara Baning Kota tetap diurutan ketiga kepadatan penduduknya.Terjadinya

pergeserankepadatan ini menandakan bahwa pertumbuhan kota (urbaniasi) di

Kota Sintang penyebarannya tidak proporsional dan berbeda di setiap daerah.

Selain jumlah penduduk, berkembangnya sebuah kota ditandai dengan

pergeseran lapangan usaha dari sektor primer/pertanian ke sektor industri dan

perdagangtan. Berdasarkan data BPS perkembangan jumlah usaha berdasarkan

SIUP yang tercatat di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sintang

dalam BPS (Kecamatan Sintang Dalam Angka 2013) adalah.


5

Tabel 1.2
Jumlah dan Pertumbuhan Usaha Industri dan Perdagangan di Kota
Sintang, Tahun 2009-2012
Tahun
No Tahun
2009 2010 2011 2012

1 Industri berat 99 118 137

2 Industri ringan 383 425 467

3 Perdagangan 459 157 308 541

Jumlah 459 639 881 1.171


Sumber : Kecamatan Sintang Dalam Angka 2013

Jika dilihat perkembangan dari tahun ke tahun ketiga jenis usaha dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.1Perkembangan Jumlah Perusahaan/Usaha Industri dan


Perdagangan di Kota Sintang, Tahun 2010-2012

Jumlah usaha pedagang berdasarkan data pengurusan SIUP di Kota

Sintang mengalami peningkatan cukup tinggi setiap tahunnya dari 2009 hingga

2012 jumlah SIUP yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan
6

masing-masing sebanyak 157, 308, dan 460 buah pada 2012. Jika dilihat

pertumbuhannya usaha perdagangan merupakan usaha yang paling cepat

mencapai 86% per tahun dari tahun 2010 sampai dengan 2012. Sementara industri

besar dan kecil rata-rata hanya 18% dan 10% per tahun.

Tingginya pertumbuhan usaha perdagangan di Kota Sintang disebabkan

karena kondisi perekonomian yang sangat membutuhkan usaha perdagangan

dimana sebagian besar kebutuhan pokok masyarakat Kab Sintang sebagian besar

didatangkan dari luar daerah sehingga usaha distribusi dan perdagangan lebih

dibutuhkan. Sementara penyebab lambatnya pertumbuhan usaha industri

mengingat masih keterbatasan sumber daya dan skill yang mendukung.

Berkembangnya perluasan Kota Sintang tidak membentuk radius yang

simetris, melainkan menyebar mengikuti arah alur sungai dan pembangunan jalan

raya. Dalam sepuluh tahun terakhir nampak sekali perubahan atau perkembangan

aktifitas ekonomi di daerah-daerah Kota Sintang diantaranya di sekitar Pasar

tradisional Masuka Kelurahan Kapuas Kanan Hilir, Arah Melawi Kelurahan

Ladang, dan Museum Dara Juanti Kelurahan Kapuas Kiri Hilir, dan Sungai

Durian Kelurahan Kapuas Kanan Hulu.

Berkembangnya daerah tersebut juga dipicu dengan dibangunnya sarana-

arana penting oleh pemerintah dan pengembangan real estate, diantaranya

terminal, pasar tradisional, ruko-ruko dan kampus. Hal ini sesuai dengan pendapat

Wunas (2000) dalam Bahri (2007:36) bahwa Perkembangan suatu kawasan kota

diawali dengan perluasan ke arah sub urban diawali dengan pembangunan suatu

sarana publik, misalnya pasar, kampus, tempat perbelanjaan berskala regional


7

maupun nasional, dan juga adanya wacana dari pemerintah tentang

pengembangan suatu kota, pembangunan jalan, pasar, mall dan sebagainya.

Penelitian ini mencoba membuat suatu kajian tentang dampak

pertumbuhan kota terhadap perubahan harga sewa tanah atau bangunan

yangdikaitkan dengan teori pemanfaatan dan tata guna tanah dengan pendekatan

Teori Bid rent, dimana Kota Sintang saat ini telah menjadi suatu kota yang maju

dan cepat sekali perkembangannya.

Berdasarkan RTRW Kalbar (RTRW Kalbar Pasal 15 ayat 3) Kabupaten

Sintang masuk dalam Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kalimantan Barat,

termasuk juga Kota Singkawang, Ketapang, dan Sanggau. Tidak menutup

kemungkinan bahwa Sintang pada waktu mendatang menjadi sebuah kota yang

besar dan layak menjadi sebuah Ibukota provinsi.Visi Pembangunan Kabupaten

Sintang dalam RPJP tahun 2006-2026 adalah Kabupaten Sintang yang Maju, Mandiri

dan Sejahtera, dengan tetap mengacu pada pencapaian tujuan nasional yaitu

terciptanya masyarakat yang terlindungi, sejahtera dan cerdas serta berkeadilan.

Untuk itu maka diperlukan kebijakan dalam penanganan masalah pertumbuhan dan

perluasan kota ke depan.RTRW Kab Sintang Peraturan daerah Kabupaten Sintang

Nomor 14 tahun 2000 tentang Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Sintang.

Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tenang pwrwncanaan

pembangunan nasional bahwa Program Kewilayahan dan Lintas Wilayah adalah

sekumpulan rencana kerja terpadu antar Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja

Perangkat Daerah mengenai suatu atau beberapa wilayah, daerah, atau kawasan.

Sebagaimana diamanatkan dalam UU No 26 tahun 2007 bahwa Besarnya


8

lingkup luas suatu kawasan memang perlu dilakukan desain sedemikian rupa

dalam bentuk penataan secara terencana dan terarah dengan tetap mengacu pada

prinsif, asas dan tujuan yang mendasarinya.

Adapun asas-asas dimaksud dalam konteks penataan ruang sebagaimana

digariskan pasal 2 dalam UU Nomor 26 tahun 2007 mengenai Penataan Ruang

didasarkan pada; keterpaduan, keserasian, keselarasan, keseimbangan,

keberlanjutan, keberdayagunaan atau keberhasilgunaan, keterbukaan,

kebersamaan-kemitraan, pelindungan kepentingan umum, kepastian hukum-

keadilan, dan akuntabilitas. Sedangkan penyelenggaraan penataan ruang bertujuan

untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan

berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional..

1.2. Perumusan Permasalahan

Dampak perkembangan Kota Sintang dari tahun ke tahun menyebabkan

peningkatan harga tanah di dalam kota. Hal ini juga memicu terjadinya perluasan

kota di sekitar pinggiran kota (sub urban) yang pada mulanya sebagai tempat

tinggal atau pemukiman yang kemudian menjadi lokasi tempat usaha.Salah satu

contoh kawasan suburban Kota Sintang yang terus berkembang adalah Kawasan

Pemukiman di Lokasi Museum Dara Juante, komplek pertokoan jalan lintas

Melawi Kelurahan Ladang, lokasi pasar Masuka, dan di kawasan Sungai

Durian.Penelitian ini akan menjawab permasalahan penelitian sebagai berikut:

Bagaimana dampak perubahan harga tanah terhadap pertumbuhan tempat usaha

dan tempat tinggal penduduk di 4 lokasi kawasan di sekitar Museum Dara Juante

Kelurahan Kapuas Kiri Hilir, komplek pertokoan Jalan Lintas Melawi Kelurahan
9

Ladang, lokasi tempat usaha Pasar Masuka Kapuas Kanan Hilir, dan kawasan

Sungai Durian Kelurahan Kapuas Kanan Hulu?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, pertama adalah menganalisis perubahan harga

tanah perkotan serta pertumbuhan tempat usaha dan tempat tinggal atau

pemukiman penduduk di 4 (empat) lokasi, yaitu Kelurahan Kapuas Kanan Hilir

(kawasan di Pasar tradisional Masuka), Kelurahan Ladang (Arah Melawi), dan

Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (Museum Dara Juanti), dan Kelurahan Kapuas

Kanan Hulu (kawasan Sungai Durian), serta menganalisis arah atau sebaran

spasial perluasan Kota Sintang.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan ataupun

manfaat terhadap berbagai pihak, antara lain :

1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan penelitian ini merupakan sumber

referensi bagi kalangan akademis.

2. Penelitian ini sebagai bahan acuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya.

3. Bagi pemerintah atau lembaga terkait, sebagai pengambil kebijakan, penelitian

ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah

dalam pengambilan kebijakan dalam perencanaan pembangunan, terutama

yang berkaitan dengan penentuan lokasi-lokasi kegiatan ekonomi dalam rangka

pengembangan kota.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Hukum Permintaan, Penawaran dan Mekanisme Harga di Pasar

Permintaan, penawaran dan mekanisme harga di pasar merupakan dasar

operasional dari setiap kajian ilmu ekonomi. Terbentuknya harga suatu barang

merupakan keseimbangan kekuatan tarik menarik antara permintaan dan

penawaran atas barang tersebut. Pasar dalam ilmu ekonomi tidak hanya masalah

tempat, tetapi dimana saja terjadi transaksi antara penjual dan pembeli. Barang

yang di transaksikan bisa berupa barang apapun, dan setiap barang punya pasar

sendiri-sendiri. Jika terjadi suatu transaksi, berarti sudah ada persetujuan kedua

belah pihak antara pembeli dan penjual mengenai harga dan volume.

Dalam menganalisa pasar ahli ekonomi tidak membayangkan suatu tempat

terjadinya transaksi, tetapi melihat secara konseptual. Ia selalu membayangkan

bahwa suatu pasar adalah pertemuan antara kurva permintaan dan kurva

penawaran. Kurva permintaan mewakili apa yang di kehendaki konsumen (sisi

permintaan) dan kurva penawaran mewakili apa yang di kehendaki oleh produsen

(sisi penawaran).

Hukum penawaran menyatakan kurva penawaran mempunyai bentuk

yang menaik dari kiri bawah ke kanan atas yang berarti semakin tinggi harga jual

semakin banyak jumlan barang yang akan ditawarkan. Sementara kurva

permintaan adalah sebaliknya yaitu menurun dari kiri atas ke kanan bawah yang

10
berarti semakin rendah harga semakin banyak yang di minta dan semakin mahal

semakin sedikit yang di minta.

2.1.2. Keseimbangan Harga Pasar

Pada kondisi pasar persaingan sempurna keseimbangan harga pasar terjadi

apabila antara pembeli dan penjual telah sepakat tentang harga dan volume.

Dengan kata lain persetujuan terjadi apabila apa yang di kehendaki pembeli sama

dengan yang di kehendaki penjual. Secara grafik keseimbangan antara

permintaan dan penawaran dapat digambarkan sebagai berikut.

Harga
S
i
P
P1 A B

i
P0
E
i
P2
C D

0 Q1 Qe Q2 Q(volume)

Sumber : Budiono (2015:45)

Gambar 2.1
Keseimbangan Harga Permintaan dan Penawaran

Gambar 2.1 merupakan ilustrasi dari posisi keseimbangan harga pasar

terhadap suatu barang. Garis S (Suply) menunjukkan garis penawaran yang

merupakan kumpulan dari kemungkinan harga yang dikehendaki oleh penjual,

11
sedangan garis D (demand) merupakan kumpulan dari kemungkinan harga yang

dikehendaki oleh konsumen atau garis permintaan.

Dari gambar dapat diilustrasikan pada titik A dimana kuantitas atau

volume barang adalah Q1 tingkat harga yang dikehendaki penjual adalah P1

sedangkan tingkat harga yang dikehendaki pembeli adalah P2 sehingga tidak

terjadi keseimbangan harga, kemudian dengan berbagai alasan terjadi tarik

menarik antara kekuatan harga dari penjual dan pembeli sehingga akhirnya terjadi

keseimbangan harga di titik E dengan tingkat harga sebesar Po dan jumlah

kuantitas atau volume barang sebanyak Qe.

Persetujuan tercapai apabila kurva permintaan berpotongan dengan kurva

penawaran, sebab pada posisi inilah apa yang dikehendaki pembeli persis sama

dengan apa yang di kehendaki penjual. Posisi ini di beri nama posisi

keseimbangan harga pasar atau equilibrium.

2.1.3. Teori Permintaan dan Penawaran Terhadap Tanah

Dalam kajian ilmu ekonomi selalu ada asumsi yang mendukung

berlakunya hukum-hukum ekonomi, dengan istilah cateris paribus yaitu suatu

kondisi dimana faktor lain tidak berubah atau tidak mempengaruhi. Harga Tanah

adalah termasuk pengecualian dari dalil umum tentang Hukum Pasar karena

Tanah tidak dapat di Produksi atau di tambah jumlahnya walaupun permintaan

semakin tinggi. Permintaan yang semakin tinggi terhadap tanah hanya menaikkan

harga tanah karena tanah tidak dapat di tambah penawaranya, sebagaimana

diilustrasikan berikut ini.

12
Harga

i S
P
P2

i
i
P1 D2

D1

0 Q Q (tanah)

Sumber : Budiono (2015:49)

Gambar 2.2
Kurva Penawaran Harga Tanah yang Inelastis

Kurva penawaran tanah adalah Inelastis sempurna karena kenaikan

permintaan hanya berakibat kenaikan harga pasar tanpa adanya kenaikan volume

transaksi pasar. Pada ilustrasi gambar 2.2 di atas dapat dijelaskan bahwa harga

tanah hanya bisa naik dari P1 ke P2 sementara penawaran Q adalah tetap

jumlahnya, sehingga tidak ada kemungkinan harga tanah turun, dengan tetap

berlaku asumsi cateris paribus.

Bahkan Mark Twain berkata dalam Budiono (2015:171) Tanamkanlah

Uangmu pada tanah, karena Tuhan telah berhenti menciptakan tanah,

Permintaan atas tanah (demand) biasanya naik dari waktu ke waktu kareana :

a. Naiknya harga barang-barang hasil pertanian.

b. Naiknya harga barang barang lainnya ( mineral dan barang industry lainnya

yang bahan mentahnya dari tanah.

13
c. Bertambahnya penduduk yang memerlukan tempat tinggal, tempat usaha, dan

tempat tempat fasilitas lainnya.

2.1.4. Teori Lokasi dan Analisis Ekonomi Spasial

Teori Lokasi merupakan teori dasar yang sangat penting dalam analisis

ekonomi spasial di mana tata ruang dan lokasi kegiatan ekonomi merupakan unsur

utama. Menurut Sjafrizal (2012) teori lokasi memberikan kerangka analisis

yang sistematis mengenai pemilihan lokasi kegiatan ekonomi dan sosial, serta

analisis interaksi antar wilayah. Teori Lokasi tersebut menjadi penting dalam

analisis ekonomi karena pemilihan lokasi yang tepat akan dapat memberikan

penghematan cukup besar dalam ongkos angkut dan biaya produksi sehingga

mendorong terjadinya efisiensi baik dalam bidang produksi maupun pemasaran.

Sedangkan interaksi antar wilayah akan dapat pula memengaruhi perkembangan

bisnis yang pada gilirannya akan dapat pula mendorong pertumbuhan ekonomi

wilayah bersangkutan (Sjafrizal,2012:21).

2.1.4.1. Teori Weber

Pada dasarnya Alfred Weber mendasarkan teorinya bahwa pemilihan

lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan

dalam Tarigan (2005:140)bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total

biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus

minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang

minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.

Dalam perumusan modelnya (Tarigan, 2005:141), Weber bertitik tolak

pada asumsi bahwa :

14
15

1. unit telaahan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim yang homogen,

konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat, dan kondisi pasar adalah

persaingan sempuma;

2. beberapa sumber daya alam seperti air, pasir, dan batu bata tersedia di mana-

mana (ubiquitous) dalam jumlah yang memadai;

3. material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara

sporadis dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas; tenaga kerja

tidak ubiquitous (tidak menyebar secara merata) tetapi berkelompok pada

beberapa lokasi dan dengan mobilitas yang terbatas.

Berdasarkan asumsi itu, ada tiga faktor yang memengaruhi lokasi industri,

yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan agglomerasi atau de

agglomerasi. Biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor

umum yang secara fundamental menentukan pola lokasi. Kekuatan agglomerasi

atau deagglomerasi merupakan kekuatan lanjutan yang berpengaruh menciptakan

konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam ruang.

Menurut Weber, biaya transportasi merupakan faktor pertama dalam

menentukan lokasi sedangkan kedua faktor lainnya merupakan faktor yang dapat

memodifikasi lokasi. Biaya transportasi bertambah secara proporsional dengan

jarak. Jadi, titik terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan biaya

minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi.

2.1.4.2. Teori Penentuan Lokasi Christaller

Dalam teorinya Christaller dalam Tarigan (2005:123) menjelaskan bahwa

susunan dari besaran kota, jumlah kota dan distribusinya di dalam satu wilayah.
16

Christaller menyebutnya dengan sistem K-3, karena model teori dari Christaller

ini merupakan suatu sistem geometri di mana angka 3 yang ditetapkan secara

arbiter memiliki peran yang sangat berarti.

Dalam teorinya Chrislaller memandang suatu area dari sisi konsumen dan

sisi produsen. Dari sisi konsumen melihat bahwa harga suatu komoditi adalah

merupakan fungsi dari harga barang itu sendiri dan biaya tranportasi ke lokasi

tempat produksi komoditi tersebut. Dari sisi produsen bahwa suatu area

merupakan daerah pemasaran yang heterogen, artinya bahwa suatu area

merupakan daerah pemasaran dari berbagai komoditi dengan berbagai tingkatan

yang membaur membentuk suatu pola heksagonal (secara abstrak), yakni awal

terbentuknya pasar di suatu area/kota merupakan kumpulan dari berbagai

kebutuhan, dari mulai yang sangat perlu dan frekwensinya tinggi atau bahan

kebutuhan pokok hingga komoditi yang sangat jarang frekwensi pembeliannya

atau barang mewah, berkumpul dalam suatu lokasi, membentuk suatu hirarki

vertikal.

Selanjutnya Christaller dalam mengembangkan modelnya untuk suatu

wilayah secara abstrak diasumsikan dengan ciri-ciri sebagai berikut : (Tarigan,

2005:124).

1. Wilayahnya adalah dataran tanpa roman, semua adalah datar dan sama.

2. Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropic surface).

3. Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada

seluruh wilayah.

4. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak/biaya.


17

Dengan asumsi tersebut proses perluasan pasar untuk masing-masing

komoditi membentuk pola yang cenderung berkelompok dan berkumpul pada

suatu tempat pusat penyebaran yaitu kota. Suatu kota merupakan tempat atau

pasar dimana terdapat kelompok-kelompok/segmen yang merupakan gabungan

dari banyak jenis komoditi namun tidak saling tumpang tindih, karena

membbentuk suatu hirarki berdasarkan kemampuan dan prioritas masing-masing

individu/konsumen.

2.1.4.3. Tori Nilai Lokasi Van Thunen

Pada dasarnya Teori Van Thunen adalah melihat suatu lokasi dengan

fungsi lahan dan harga yang juga merupakan dasar dari Teori Bid Rent. Dalam

Tori Lokasi Van Thunen pemanfaatan tanah desa harus diatur sekitar kota yang

menjadi pasar, dan untuk pengembangan wilayah, maka sektor kehutanan berada

di sekitar pusat kota, selanjutnya daerah pertanian/peternakan ekstensif

(Reksohadiprojo, 2001:21). Sektor kehutanan diletakan di lebih dalam dari daerah

pertanian dan peternakan, dimaksudkan selain untuk pengembangan wilayah,

menjaga kelestarian hutan juga produk kehutanan dapat dimanfaatkan di pusat

kota, misalnya kayu bakar.

Pembagian spacial penggunaan lahan berdasarkan teori penempatan Van

Tunen jika dikaitkan dengan nilai harga sewa dan peruntukkan penggunaan

tanah/lahan menurut teori Van Thunen digambarkan sebagai berikut :


18

Retail

Manufacturing (Industri Pergudangan)

Residential

Gambar 2.3
Fungsi Sewa Tanah dari Berbagai Penggunaan

Sumber : Adisasamita, 2005:100

Pada gambar tersebut pusat kota/pasar berada di titik O, harga sewa

diwakili garis vertikal OA, sedangkan jarak pada sumbu X (OD). Tingginya

tingkat atau harga sewa ditunjukkan dengan tingkat kecuraman (gradien) garis A-

A ; B-B ; C-C ; D-D dapat dijelaskan sebagai berikut :

Daerah OK adalah daerah pasar atau pusat kota. Pada daerah tersebut

gradien harga sewa tanah sangat curam artinya setiap jengkal tanah harga sewanya

sangat tinggi atau paling tinggi diantara daerah lainnya (KL dan LM). Daerah ini

diperuntukkan bagi kawasan retail, super market, pasar tradisional, daerah

pertanian intensif (sayur dan susu). Tingginya harga sewa menandakan tingi juga

nilai tanah tersebut.

Daerah KL merupakan daerah mahal kedua, diperuntukkan bagi

pengembangan industri, pergudangan, pertanian dan peternakan ekstensif, daerah

permukiman. Daerah paling luar adalah daerah pembuangan sampah. Namun

demikian Menurut Bid Rent Theory pemilihan lokasi perusahaan industri tetap
19

lebih banyak ditentukan oleh kemampuan perusahaan yang bersangkutan untuk

membayar sewa tanah. Tentunya teori ini lebih banyak berlaku untuk pemilihan

lokasi pada daerah perkotaan dimana harga dan sewa tanah sangat tinggi sehingga

merupakan bagian ongkos produksi yang cukup menentukan.

Teori Von Thunen ini memiliki kekurangan antara lain bahwa semua kota

tidak memiliki kondisi fisik lingkungan yang sama (uniform plain). Sehingga kota

akan memiliki pola penggunaan lahan yang berbeda-beda sesuai dengan

karakteristik wilayahnya. Berdasarkan kekurangan tersebut maka William Alonso

(1964) dalam Rchardson (2001:78) menyempurnakan Teori Bid Rent. Alonso

tetap menggunakan variabel jarak sebagai fungsi dari dari harga sewa tanah,

dengan mengemukakan hanya empat asumsi yaitu: (1) one center; (2) flat,

features less plain; (3) biaya transportasi sebanding dengan jarak ; dan (4) adanya

highest bidder sehingga dimungkinkan terjadinya persaingan bebas (free market

competition).

Agar tidak terjadi penumpukkan lokasi kegiatan ekonomi, maka intervensi

pemerintah diperlukan dalam pemanfaatan/ penentuan lokasi kegiatan ekonomi

agar tidak terjadi penumpoukkan di suatu lokasi.

2.1.5. Teori Bid Rent

Teori Bidrent (sewa tawaran), merupakan pengembangan dari teori

pemanfaatan tanah yang dikemukakan oleh Van Thunen pada abad XIX (1783-

1850) di Jerman (Tarigan, 2009). Teori bid rent pada dasarnya adalah metode

penilaian harga tanah dikaitkan dengan jarak dari pusat kota. Teori ini

menyatakan bahwa biaya sewa untuk tanah yang dekat dengan pusat kota atau
20

pasar atau daerah industri (Business Distric Centre) akan lebih mahal dari lokasi

yang jauh dari kota atau pusat kegiatan ekonomi. Karena adanya ongkos angkut

dari pusat produksi ke pusat kota atau pasar.

Dalam model/teori pemanfaatan tanah Von Thunen dalam bukunya

berjudul The Isolated State in Relation to Agriculture (diterjemahkan ole Peter

Hall, 1966, dalam Tarigan, 2009:138) membuat asumsi sebagai berikut :

1. Wilayah analisis bersifat terisolir (isolated state) sehingga tidak terdapat


pengaruh pasar dari kota lain.

2. Tipe permukiman adalah padat di pusat wilayah (pusat pasar) dan makin
kurang padat apabila menjauh dari pusat wilayah.

3. Seluruh wilayah model memiliki iklim, tanah, dan topografi yang seragam.

4. Fasilitas pengangkutan adalah primitif (sesuai pada zamannya) dan relatif


seragam. Ongkos ditentukan oleh berat barang yang dibawa.

5. Kecuali perbedaan jarak ke pasar, semua faktor alamiah yang memengaruhi


penggunaan tanah adalah seragam dan konstan.

Berdasarkan asumsi di atas Von Thunen membuat kurva hubungan sewa

tanah dengan jarak ke pasar sebagai berikut.


Sewa
Tanah

Sewa yang terjadi


dari hasil tawar
menawar

Pusat kota/
pasar
O Jarak dari Pusat
Kota/pasar

Gambar 2. 4
Perbedaan tingkat sewa tanah sesuai jarak dari pusat kota/pasar
Sumber : Tarigan (2009:138)
21

Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat sewa tanah adalah paling

mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar.

Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi,

masing-masing ienis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk

membayar sewa tanah. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa tanah,

makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar.

Kelemahan utama dari bid rent theory yakni dalam satu daerah

diasumsikan hanya terdapat satu pusat kota/pasar. Sebagaimana dikemukakan

oleh Richardson (2001:79) bahwa Kelemahan utama dari teori Bid rent terletak

pada assumsinya bahwa di setiap kota hanya ada satu pusat inti tunggal,

sedangkan kita sudah lama menyadari adanya beberapa pusat inti di suatu kota

besar. Dengan adanya asumsi ini maka dalam penelitian ini penilaian harga tanah

dengan menggunakan analisis bid rent masih berlaku di Kota Sintang karena Kota

Sintang belum terlalu besar dan masih bisa diidentifikasi tempat sentral lainnya.

Teori sewa dan teori alokasi tanah dapat dipergunakan untuk menganalisis

pemanfaatan tanah pada setiap kasus desa atau kota. Pada dasarnya teori dasar

tentang alokasi tanah adalah merupakan bagian dari teori mikro ekonomi tentang

alokasi dan penentuan harga faktor-faktor produksi. Seperti halnya upah yang

menentukan "harga" bagi jasa tenaga kerja, maka sewa tanah adalah harga atas

jasa tanah, sehingga diperhitungkan dalam produksi dan menentukan harga

output suatu produk yang dihasilkan di tanah tersebut.


22

2.1.6. Pola Spasial Metropolitan

Menurut Adisasmita (2005:65) Pola pembangunan kota (urban) erat

berkaitan dengan banyak persoalan, misalnya persoalan pembangunan gedung-

gedung,lokasi berbagai kegiatan, jaringan transportasi atau sirkulasi. Daerah urban

bermacam-macam polanya, ada yang berbentuk konsentris (concentric) dan ada

pula yang berbentuk terhambur (dispersed).

Dalam kaitannya dengan pola kota metropolis terdapat tiga aspek yang

perlu dipertimbangkan, yakni Pertama, tingkat kepadatan dan kondisi struktural

secara keseluruhan.Tingkat kepadatan struktural dapat ditunjukkan misalnya

perbandingan antara luas lantai gedung dongan luas daerah urban,dan kondisi

strukturalnya yailu menyangkut keadaan perbaikan dan penyusutan dari gedung-

gedung tersebut.

Kedua, kapasitas, tipe, serta pola dan fasilitas sirkulasi penduduk,misalnya

jalan raya, kereta api, penerbangan, sistem transito, dan jalan kampung (lorong) di

seluruh pelosok. Sirkulasi dan inter komunikasi merupakan fungsi kota yang

sangat esensial ditinjau dari berbagai kepentingan mobilitas baik di daerah urban

maupun dari daerah urban ke daerah-daerah di luar daerah urban dan demikian

pula dari arah sebaliknya. Sirkulasi harus diusahakan menjadi lebih lancar, akan

tetapi dapat pula mengalami kepadatan dan bahkan kemacetan.

Ketiga, pola spasial suatu kota akan ditentukan oleh kegiatan-kegiatan

pelayanan kepada masyarakat luas yang sifatnya tetap,seperti department store

atau toko serba ada yang besar, pabrik-pabrik, kantor-kantor, bioskop, gedung-
23

gedung pemerintah, perguruan tinggi, rumah-rumah sakit, bioskop, taman-taman,

musium,dan sebagainya.

Kegiatan-kegiatan sebaliknya adalah kegiatan yang sifatnya lokal, seperti

rumah tempat tinggal, pertokoan lokal,sekolah-sekolah dasar, klinik-klinik

kesehatan lokal dan sebagainya.Ketiga aspek di atas yaitu: (1) tingkat kepadatan

dan kondisi struktural, (2) kapasitas, tipe, serta pola dan fasilitas sirkulasi

penduduk, dan (3) pola spasial suatu kota dapat dilukiskan di atas peta dengan

cara memplotkan lokasinya menurut kelompoknya.

Selanjutnya penting diketahui pula beberapa elemen pola spasial yang

dapat dikategorikan sebagai grain (butiran), focal organization (organisasi fokal),

dan accessibility (aksesibilitas). Grain terdiri dari berbagai unsur rumah-rumah

tempat tinggal, toko-toko dan unit-unit kegiatan lainnya kemudian membentuk

suatu daerah lingkungan tersendiri dan terpisah dengan daerah-daerah lingkungan

yang lain. Focal organization meliputi banyak daerah konsentris yang saling

berhubungan, misalnya dalam bidang perdagangan,sebuah pusat pelayanan besar

melayani beberap pusat pelayanan kecil. Accessibility dimaksudkan bahwa antar

pusat pusat pelayanan yang kurang lebih sama besar struktur hirarkinya

dihubungkan satu sama lainnya melalui jaringan sirkulasi.

2.1.7. Beberapa Konsep Perkembangan Kota

Pada umumnya "kota" itu diartikan sebagai suatu permukaan wilayah

dimana terdapat permusatan (konsentrasi) penduduk dengan berbagai jenis

kegiatan ekonomi, sosial budaya dan administrasi pemerintahan. Secara lebih rinci

dapat digambarkan yaitu meliputi lahan geografis utamanya untuk


24

pemukiman;berpenduduk dalam jumlah yang relatif banyak (besar); di atas lahan

yang relatil terbatas luasnya; dimana mata pencaharian penduduk didoniinasi oleh

kegiatan non pertanian, sebagian besar merupakan kegiatan sektor jasa atau sektor

tersier (perdagangan transportasi, keuangan, perbankan, pendidikan, kesehatan,

dan jasa lainnya), sektor pengolahan atau sektor sekunder (industri dan

manufaktur), serta pola hubungan lainnya antar individu dalam masyarakat dapat

dikatakan lebih bersifat rasional, ekonomis, dan individualistis.

Menururt Adisasmita (2005:79) terdapat bentuk perkembangan kota

menurut distribusi spasial. Perkembangan kota ternyata sangat pesat dan semakin

luas.Ada yang berkembang meluas secara horizontal atau bersifat mendatar.

Daerah terbangun makin luas, diperlukan lahan yang cukup luas, tetapi makin

lama akan makin sulit untuk memperoleh lahan. Orientasi perkembangannya

menuju ke arah wilayah perbatasan. Perluasan kota yang bersifat mendatar ini

memunculkan konsep kota mendatar (horizontal city).

Pada kota mendatar ini pemanfaatan lahan perkotaan makin bertambah

luas dan makin jauh dari pusat kota, yang berarti wilayah pengaruh pusat kota

menjadi semakin luas dan jauh, hal ini berpengaruh terhadap harga (nilai) lahan

perkotaan. Makin dekat kota, harga (nilai) menjadi lebih tinggi dibandingkan

dengan lahan yang terletak lebih jauh dari pusat kota.

Apabila pengembangan kota mendatar ini tidak mengikuti pola konsentris,

akan membentuk pusat-pusat kota (yang baru) yang berada di sekitar pusat kota

utama. Kota utama dan kota-kota baru tersebut membentuk semacam kerucut

kepadatan kegiatan yang tidak sama tingkat intensitasnya satu sama lainnya.
25

Lahan yang terletak pada puncak kerucut mempunyai harga (nilai) relative lebih

tinggi dibandingkan dengan yang terletak lebih jauh. Selain faktor letak dekat

pusat terdapat beberapa faktor lain seperti aksesibilitas, kemudahan

pengangkutan, kemudahan lainnya dan kondisi lingkungan merupakan faktor yang

mempemgaruhi harga (nilai) lahan.

Sebaliknya dari kota mendatar, pola pengembangan kotadapat bersifat

menjulang ke atas atau vertikal, maka muncul konsep kota vertikal (vertical city),

merupakan kota berskala besar,pembangunan gedung-gedung dan perumahan

sangat padat dan banyak yang bertingkat tinggi sebagai akibat kesulitan

danketerbatasan lahan yang diperlukan, bahkan ada gedung-gedungyang

membangun beberapa lantai di bawah dasarnya.

Gedung-gedung bertingkat tinggi di kota metropolitan internasional

mencapai sekitar 100 tingkat/lantai, yang dibangun diatas sebidang lahan dengan

luas tertentu, mencapai banyak sekali lantai pada gedung yang mencakar langit

tersebut. Kecenderungan ini terjadi pula pada rumah-rumah bertingkat tinggi.Kota

memanjang (linear city), dirancang menggunakan prinsip bahwa rute transportasi

harus menjadi determinan atau penentu mengenai bentuk kota dan yang

pembangunannya diatur pada kedua sisi poros atau jalan utama. Istilah kota

memanjang (linear city) diperkenalkan oleh Soria Y. Matta, seorang sarjana

teknik berkebangsaan Spanyol (Adisasmita, 2005:80).

2.1.8. Pengembangan Kawasan Metropolitan

Berdasarkan besarnya (jumlah penduduk) kota-kota di Indonesia menurut

Adisasmita (2005:86) dapat diklasifikasikan sebagai kota kecil (kurang dari


26

250.000 jiwa), kota menengah (250.000 - 750.000 jiwa), kota besar (750.000 -

1.250.000 jiwa) dan kota metropolitan (di atas 1.250.000 jiwa). Bertambah

besarnya suatu kota, mcmerlukan lahan perkotaanyang memadai, sedangkan

kenyatannya relatif terbatas,sehingga diperlukan perluasan wilayah kota. Di lain

pihak bertambahnya jumlah penduduk daerah perkotaan membutuhkan

tersedianya prasarana dan sarana pembangunan yang lebih banyak dan tersebar,

seperti drainase, sanitasi, serta fasilitas-fasilitas pelayanan ekonomi (seperti bank,

pasar dan lainnya) dan fasilitas-fasilitas pelayanan sosial (seperti sekolah, rumah

sakit dan lainnya).

Dalam mengantisipasi pengembangan di masa depan, kota-kota perlu

merencanakan perluasan wilayah pengembangannya. Kecenderungan

perkembangan daerah metropolitan Nampak menjadi penting karena dirasakan

sebagai kebutuhan dan tuntutan.Pengembangan kawasan metropolitan meliputi (i)

batasan metropolis dan metropolitan, (ii) ciri-ciri daerah metropolitan, dan(iii)

konsep dan strategi pengembangan kawasan metropolitan.

2.1.9. Konsep Pengembangan Kawasan

Suatu daerah yang sedang dalam perkembangan dalam kehidupan

perkotaan metropolitan menyangkut aspek-aspek dasar perekonomian seperti

sikap mental, sosial, dan budaya penduduk, spesifikasi pemanfaatan ruang,

prasarana/sarana fisik, system pendanaan investasi, sasaran administrasi

pemerintahan, danlainnva.

Daerah metropolitan sebagai suatu daerah perkotaan (urban area) secara

umum dicirikan oleh adanya konsentrasi pendudukyang sangat tinggi, kegiatan-


27

kegiatan industri, perdagangandan fasilitas bisnis, perdagangan, dan fasilitas

bisnis. Hal tersebut menjadi penyebab semakin berkembangnya daerah terbangun

kotayang melebihi batas administrasi kota. Kondisi tersebut padaa khirnya akan

mendorong tingginya harga lahan di daerah perkotaan sebagai akibat dari adanya

kebutuhan lahan yang tidak seimbang dengan ketersediaan lahan.

Aspek kependudukan merupakan faktor yang penting dalam

perkembangan tata ruang. Faktor penduduk merupakan faktor penentu, tetapi

dapat pula mejadi faktor sasaran pengembangan tata ruang (misalnya dalam

penyediaan prasarana perkotaan bagi penduduk).

Konsep pengembangan kawasan metropolitan adalah mengkonsolidasikan

pengembangan kota utama dengan pusat-pusat pertumbuhan yang ada di

sekitamya. Konsep pengembangan ini pada dasarnya ditujukan untuk

menyebarkan perkembangan perkotaan secara seimbang ke pusat-pusat

pertumbuhan di sekitamya,sehingga tidak terkonsentrasi pada kota utama.

Disamping itu tujuan lain dari pengidentifikasian kawasan metropolitan itu adalah

menggabungkan daerah metropolitan dalam suatu unit yang utuh, yang memiliki

basis perekonomian dan aglomerasi diperkotaan.

Penentuan batas-batas (administrasi) kawasan metropolitan ditentukan

oleh beberapa kriteria diantaranya adalah (i) letak geografis, (ii) pusat-pusat

perkembangan dalam lingkup metropolitan,(iii) fungsi dan peranan ekonomi, (iv)

pengelompokan aktivitas (kegiatan) dan (v) hal-hal lainnya yang dapat dijadikan

sebagai acuan dalam penentuan batas kawasan metropolitan tersebut. Kawasan

metopolitan harus dilihat dalam konteks yang dinamis.


28

Dengan menyiapkan sumber daya alam lahan secara dini yang cukup

memadai luasnya yang diharapkan mampu menampung perkembangan investasi

dan pembangunan (untuk itu diperlukan suatu Peraturan Daerah/Perda), dengan

demikian dapat diciptakan suatu kondisi penawaran dan permintaan (supply dan

demand) lahan pemukiman, lahan untuk berbagai kegiatan yang tersebar di

seluruh kawasan metropolitan.

2.1.10. Strategi Pembangunan Kawasan

Dalam konteks pembangunan kawasan metropolitan secara keseluruhan,

strategi pembangunan yang dilaksanakan harus mampu mengarahkan

pembangunan pada waktu sekarang dan pada masa depan.Salah satu strategi

pengembangan kawasan metropolitan adalah mengkoordinasikan, merangsang

pembangunan pusatpusat (konsentrasi) petumbuhan yang direncanakan untuk

mencapai suatu pola keseimbangan kegiatan dan pelayanan pada perluasan daerah

yang baru maupun yang lama, dan untuk menghindari kepadatan dan kemacetan

pada pusat kota.

Strategi pembangunan yang dilaksanakan harus bersifat komprehensif dan

dapat menjadi dasar pengembangan lima komponen utama, yaitu (i) pertumbuhan

penduduk, (ii) kebutuhan masyarakat,(iii) pertumbuhan ekonomi, (iv) potensi

sumberdaya alam dan (v) kualitas lingkungan (Adisasmita (2005:91).

2.1.11. Beberapa Azas Penataan Ruang Kawasan Kota

Kota meliputi beberapa bagian wilayah kota atau kawasan kota masing-

masing. Dalam penataan ruang kawasan kota, beberapa azaz yang seharusnya

diterapkan menururt Adisasmita (2005:92) adalah :


29

1. Azas merata. Pembangunan dilaksanakan secara merata keseluruh bagian

kawasan kota. Agar dihindari terjadinya kepadatan pembangunan yang tinggi

pada suatu atau beberapa bagian wilayah kota. Hal ini akan menimbulkan

dampak negatif,yaitu dalam bentuk ketidak efektifan dan ketidak

efisienan.Azas merata ini sering dikonotasikan dengan pengertian 'adil".

2. Azas interaktif. Interaktif memperlihatkan saling keterikatan pembangunan

antara bagian wilayah kota secara intensif sehingga dampaknya saling

menunjang, maka pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pembangunan

dilakukan secara optimal,yang berarti pula secara efektif dan efisien.

3. Azas responsif dimaksudkan masing-masing bagian wilayah kota bersikap

tanggap untuk memanfaatkan setiap peluang pembangunan dan pertumbuhan

dalam bentuk kegiatan pembangunan, baik yang bersifat peningkatan maupun

yang bersifat penunjang secara sektoral dan regional.

4. Azas manfaat yang optimal. Penataan ruang kawasan kota dilakukan untuk

menunjang pencapaian sasaran yang telah ditetapkan secara sebaik-baiknya

(optimal). Secara optimal berarti setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan

itu disesuaikan dengan potensi dan fungsi lahan, dengan demikian dapat

dihindari benturan-benturan kepentingan dari berbagai kelompok dalam

masyarakat, yang berarti dapat dihindari terjadinya dampak negatif, atau dapat

diperoleh manfaat. Jadi optimalisasi harus dikaitkan dengan manfaat. Penataan

ruang secara geografis harus diarahkan kepada pemenuhan kebutuhanmanusia

dalam kehidupannya sehari-hari pada saat sekarang dan pada masa depan,
30

maka penataan ruang kawasan kota seharusnya berorientasi pada tata ruang

ekonomi (economic space) secara optimal.

5. Azas aksesibilitas atau kemudahan perhubungan akan mendorongarus barang

dan arus manusia secara cepat (lancar),aman dan murah. Angkutan yang

lancar, aman dan murahakan menunjang berlangsungya perdagangan dalam

lingkupbagian kawasan kota secara efisien. Perdagangan secara efisien berarti

pasar menjadi lebih luas, biaya transportasi yang lebih murah dan harga barang

lebih murah.

6. Azas berkelanjutan (sustainable). Penataan ruang kawasan kota dilakukan

dengan memperhatikan dinamika perkembangan kota masa depan. Perencaan

kota dan kawasan kota harus mampu melihat 30 tahun ke depan dan bahkan 50

tahun kedepan (jangka panjang) bukan sekedar 5 tahun ke depan(jangka

pendek). Pembangunan kawasan kota berwawasan jangka panjang atau

berkelanjutan yang berarti pula berwawasan lingkungan.

2.1.12. Beberapa Bentuk Metropolis

Menururut Adisasmita (2005:68-72) terdapat beberapa alternatif bentuk

metropolitan, masing-masing dapat disebutkan yaitu: (1) the dispersed sheet

(seprei dengan pertumbuhan secara terhambur), (2) the galaxy ofsettlement

(pemukiman bintang sakti), (3) the core city (kota inti),(4) the urban stars

(bintang urban) dan (5) the ring (cincin).

1) The spread sheet

Yaitu pola kota yangdapat dimisalkan serupa dengan sehelai kain seprei,

dimana terdapat pusat-pusat lama atau lokasi-lokasi pertumbuhan yang terhambur


31

secara tidak menyolok tingkat kegiatannya. Pabrik-pabrik,kantor-kantor, rumah-

rumah sakit akan dibangun di setiap sub urban (daerah pinggiran kota) tergantung

pada sirkulasi kendaraan umum dan pribadi, karena kepadatan lalu lintas ke

daerah-daerah tersebut masih rendah, selama fasilitas rekreasi dan sebagainya

masih berada tidak jauh dari pusat pemukiman, maka aksesibilitaske daerah

pinggiran atau ke luar kota kurang penting.

2) The Galaxy of Settlement

Adalah kota terdiri dari banyak kelompok pemukiman urban (cluster) yang

independen satu sama lainnya. Pola semcam ini disebut urban galaxy. Pusat-

pusatnya berimbang dalam komposisinya atau dapat pula berkembang lebih luas

dibandingkan dengan yang lain karena spesialisasinya dalam jenis kegiatan,

misalnya suatu pusat adalah pusat pendidikan, yang lain merupakan suatu pusat

keuangan, yang lain mempuyai spesialisasi kegiatan tertentu. Sistem sirkulasi dan

arus mobilitas adalah menuju ke arah tiap pusat (cluster). Untuk mempertahankan

kemudahan arus ke semua arah, maka system sirkulasi diatur secara hubungan

segi tiga (triangular grid). Kelompok pemukiman yang independen tersebut akan

kurang menikmati manfaat metropolitan, misalnya dalam hal pemilihan pekerjaan

bagi para pegawai, pemilihan kontak sosial, kiontak jasa pelayanan dan

sebagainya. Semuanya berlangsung dalam lingkup yang sempit,akan tetapi jika

sistem transportasi bagus maka ciri independen tersebut akan menjadi kurang

menonjol lagi.
32

3) Pola ketiga adalah The Core City

Daerah metropolitan merupakan daerah inti yang mempunyai tingkat

kepadatan dan kegiatan yang tinggi pada pusatnya. Suatu metropolis dengan

penduduk sebanyak kurang lebih 20 juta jiwa mungkin meliputi lingkaran dengan

jari-jari 10 mil. Kota seperti ini sangat tergantung pada fasilitas transportasi umum

dari pada kendaraan pribadi. Pada beberapa jalan raya terjadi kepadatan lalu

lintas, hal ini berarti terjadi ketidak nyamanan, polusi udara, dan kebisingan

meningkat. Partisipasi individual dirasakan kurang berkembang, mungkin karena

kesulitan angkutan. Terlihat pula pengaruh segregasi kelompok sosial.

4) Pola keempat adalah The Urban Star

Dirasakan pengaruh dominan di pusat utama. Pusat utama tersebut

dikelilingi oleh beberapa pusat sekunder yang terletak di sepanjang jaringan

radial, yang memancar seperti bintang. Pada pusat metropolis yang berpola

bintang tersebut terdapat tipe kegiatan yang lebih intensif dan luas jangkauannya.

Pada dasarnya sistem arus lalu lintas diatur menurut pola radial di samping itu

juga secara cincin yang terletak pada jaringan radial. Kepadatan lalu lintas terjadi

pada pusat dan di sepanjang radial utama.

5) Pola kelima adalah pola the ring

Pusat metropolis tidak terlalu padat, sedangkan kepadatan tinggi dan

kegiatan khusus berada di sekitarya, yang dapat dilukiskan seperti sisi keliling

suatu roda (felek). Transportasi umum melayani pada jalur ring road dan

persimpangan-persimpangan radial, sedang kendaraan pribadi lebih banyak

digunakan untuk sirkulasi di luar ring road.


33

2.1.13. Pentingnya Dimensi Wilayah (Regional)sebagai Faktor Lokasional


dalam Perencanaan Pembangunan

Dimensi wilayah itu sangat penting dan merupakan faktor yang harus

diperhitungkan dalam menganalisis dan menentukan dimana suatu program atau

proyek diletakkan dalam perencanaan pembangunan. Wilayah dikonotasikan

dengan lokasi suatu kegiatan pembangunan atau kegiatan-kegiatan ekonomi

seperti industri atau pabrik, perusahaan, dan fasilitas pelayanan, dengan demikian

pemilihan atau penentuan lokasinya akan berpengaruh terhadap kelangsungan

kegiatan-kegiatan tersebut.

Jika penentuan lokasinya dilakukan secara tepat, maka diharapkan

kegiatan tersebut akan berlangsung secara produktif dan efisien, tetapi dapat pula

sebaliknya yaitu pemilihan lokasi yang salah akan mengakibatkan kegiatan

tersebut tidak produktif dan tidak efisien, oleh karena itu pemilihan lokasi dari

setiap kegiatan usaha harus dipertimbangkan secara cermat dan tepat. Penentuan

lokasi suatu industri atau unit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi

sumber bahan mentah dan wilayah pasarnya. Kriteria yang digunakan dapat

bermacam-macam, misalnya biaya transportasi yang terendah, tersedianya sumber

tenaga kerja dalam jumlah yang relatif banyak (Adisasmita, 2008:1).

2.1.14. Pengembangan Kota dengan Pembangunan Jalan Raya

Pengembangan kota dengan pembangunan jalan raya merupakan upaya

yang paling realistis, dimana dengan adanya jalan raya aktifitas perekonomian

akan mudah untuk tumbuh dan berkembang. Pembangunan jalan raya pada

umumnya dimaksudkan untuk memperlancar arus barang dan penumpang secara

cepat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 tahun


34

1992 dalam Suparmoko (2001:143). Selanjutnya Suparmoko menyatakan

beberapa manfaat pembangunan jalan raya diantaranya bagi pemerintah pusat dan

pemerintah di bawahnya, dan yang paling utama adalah sebagai penggerak serta

penunjang pembangunan ekonomi nasional (Suparmoko, 2001:144).

2.2. Landasan Empiris

Beberapa penelitian tentang perkembangan harga tanah telah banyak

dilakukan oleh sejumlah peneliti dengan daerah dan periode waktu yang berbeda,

antara lain :

1. Penelitian Saiful Bahri (2007)

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian dan kelayakan

lokasi industri di Kota Kragilan, dengan sasaran utama menganalisis variabel-

variabel yang mempengaruhinya. Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap

variabel yang mempengaruhi pemilihan lokasi lahan industri, yang meliputi :

variabel kesesuaian lahan untuk industri dilihat dari topografi dan jenis

tanahnya: analisis nilai lahan; analisis aksesibilitas dan prasarana; serta analisis

kebijakan penggunaan lahan (peruntukan lahan industri). Selanjutnya,

berdasarkan analisis terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan evaluasi

mengenai kesesuaian atau kelayakan lokasi Kota Kragilan sebagai lahan

industri.

Dari kajian evaluasi lokasi lahan industri di Kota Kragilan dan variabel

variabel yang mempengaruhinya dapat disimpulkan bahwa Kota Kragilan

cukup layak sebagai lokasi industri, namun karena lokasi industri berdekatan

dengan permukiman, dan terbatasnya lahan untuk pengembangan,


35

direkomendasikan perlunya suatu pembatasan lokasi baru, dan perlunya studi

lebih lanjut mengenai kawasan industri terpadu (industrial estate).

2. Penelitian Dewi Kania Sari, et all (2009)

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemodelan harga tanah perkotaan

menggunakan pendekatan geo statistik, dengan daerah studi Kota Bandung.

Metode yang digunakan untuk memprediksi harga tanah adalah metode

ordinary kriging. Adapun model semi-variogram yang digunakan adalah model

sferikal dan eksponensial, dengan pendekatan isotrofis dan anisotrofis. Data

sampel yang digunakan merupakan harga pasar pada tahun 2007-2008, yang

berjumlah 485 buah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model semi-variogram sferikal

memberikan ketelitian yang lebih baik dibandingkan model eksponensial.

Ketelitian hasil prediksi harga tanah dipengaruhi oleh jumlah dan sebaran data

sampel. Distribusi spasial harga tanah Kota Bandung memperlihatkan harga

tanah tertinggi terletak di pusat kota, yaitu di sekitar Jl. Asia Afrika, Jl.

Naripan, Jl. ABC, dan Jl. Braga. Menjauhi pusat kota secara umum harga tanah

menurun dan mencapai nilai terendah di daerah pinggiran kota. Laju kenaikan

harga tanah tidak sama ke semua arah di wilayah Kota Bandung.

3. Penelitian Pratama, Ary, et all (2008)

Studi ini bertujuan untuk mengkaji aplikasi metode geostatistika dalam

interpolasi spasial harga tanah perkotaan, dengan daerah studi Kota Bandung.

Kajian diarahkan pada 4 aspek yakni: (i) analisis interpolasi spasial harga tanah

dengan memakai metode interpolasi universal kriging (UK) dan (ii)


36

karakteristik distribusi spasial harga tanah di daerah studi (iii) zonasi nilai

tanah (iv) pengembangan sistem informasi nilai tanah.

Dengan menggunakan metode geostatistika sampel harga tanah

diinterpolasi spasial dan selanjutnya disajikan sebagai peta harga tanah sebagai

pusat informasi harga tanah yang objektif dan mutakhir. Data sampel harga

tanah yang digunakan merupakan harga aktual pada tahun 2005 dan 2007 yang

berjumlah 1013 buah.

Dalam penelitian ini, hasil pemodelan nilai tanah telah dianalisis lebih

lanjut dengan cara mengelompokan nilai tanah ke dalam zona-zona nilai tanah

berbasis unit kelurahan. Disamping itu, telah dibangun sistem informasi nilai

tanah tersebut yang dapat memberikan informasi nilai tanah melalui

perangkatpencarian informasi nilai tanah berdasarkan point, pencarian

informasi nilai tanah berdasarkan zona/kelurahan.

Hasil studi menunjukkan bahwa metode interpolasi UK mampu

menggambarkan distribusi spasial nilai tanah di Kota Bandung dan

memberikan akurasi sebesar Rp 1,6 juta hingga Rp 1,7 juta per m2. Distribusi

spasial nilai tanah di Kota Bandung menunjukan bahwa nilai tanah tertinggi

terdapat di pusat Kota Bandung, yakni di sekitar Jalan Asia Afrika, Jalan

Naripan, Jalan ABC, dan Jalan Braga. Semakin jauh dari pusat kota, harga

tanah menurun secara bertahap.

4. Penelitian Lita Sari Barus, et all (2008)

Penelitian dilatarbelakangi kondisi Kecamatan Pamulang yang mengalami

perkembangan dan pertumbuhan yang pesat, yaitu pertumbuhan penduduk


37

seiring dengan banyaknya para pendatang yang menetap di Pamulang. Semakin

meningkatnya sektor perdagangan dan perumahan yang tersedia di Kecamatan

Pamulang. Perkembangan tingginya aktivasi kawasan berpengaruh pada

perkembangan intensitas bangunan, kondisi bangunan mempengaruhi

meningkatnya harga lahan yang mempengaruhi wilayah sekitarnya.Tujuan

penelitian adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi harga

lahan.

Dari hasil analisis diketahui bahwa faktor faktor yang mempengaruhi

perubahan harga lahan di Kecamatan Pamulang adalah penggunaan lahan,

kependudukan, aksesibilitas dan kondisi jalan. Harga lahan di Kecamatan

Pamulang sampai tahun 2016 akan mencapai rata rata Rp373.420/m.

5. Penelitian Wahyuningsih, Menik (2008)

Pertumbuhan jumlah penduduk di perkotaan yang begitu pesat

menyebabkan kebutuhan lahan semakin tinggi. Kebutuhan yang meningkat

akan mengakibatkan nilai lahan juga semakin tinggi. Nilai lahan merupakan

penilaian atas lahan secara ekonomi yang didasarkan pada kemampuan lahan

dalam hal produktivitas dan lokasinya. Teori mengenai nilai lahan mengalami

perkembangan mulai dari David Ricardo hingga B.J.Berry.

Teori menurut Berry menitikberatkan bahwa pola nilai lahan dipengaruhi

oleh keberadaan perpotongan radial road dan ring road. Perpotongan tersebut

disebut puncak kecil (mini peaks) sedangkan pusat kota merupakan puncak

utama (grand peak). Nilai lahan paling tinggi di pusat kota dan akan menurun

berdasarkan fungsi jarak dari pusat kota, namun pada mini peaks pola nilai
38

lahan akan mengalami perubahan. Mini peaks meskipun tidak berada di pusat

kota, menurut Berry akan memiliki nilai lahan yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan lokasi yang lebih dekat dengan pusat kota.

Penelitian Berry di atas menunjukkan adanya perbedaan antara pola nilai

lahan menurut konsepsi teoretis dengan pola nilai lahan menurut fenomena

empiris. Berdasarkan adanya perbedaan tersebut, maka penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui pola nilai lahan perkotaan di Kota Surakarta.

Setelah diketahui pola nilai lahannya, baru diidentifikasi faktor-faktor apa

sajakah yang menentukan pola nilai lahan tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan induktif interpretatif. Pendekatan

induktif interpretatif merupakan generalisasi dari teori yang sudah berkembang

dengan ditambahkan pendapat dan informasi dari para ahli di bidang

pertanahan. Pendekatan induktif bermula dari keinginan peneliti untuk

memberi makna kepada data hasil observasi dalam bentuk generalisasi empiris.

Pendekatan interpretatif berfungsi memberikan deskripsi dan eksplanasi

mengenai relasi kausal dari suatu peristiwa dan gejala.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan alat yang

digunakan untuk menganalisis data yang berupa faktor-faktor yang

mempengaruhi nilai lahan perkotaan adalah analisis faktor. Metode penelitian

kuantitatif yang digunakan membutuhkan data yang sifatnya juga kuantitatif.

Analisis reliabilitas dan validitas, serta analisis faktor digunakan untuk

menganalisis faktor-faktor penentu nilai lahan Kota Surakarta. Data yang

diperlukan meliputi data primer dan sekunder. Data primer akan diperoleh
39

dengan menggunakan metode sampling tepatnya purposive sampling.

Sedangkan data sekunder akan diperoleh dengan survei instansional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola nilai lahan perkotaan di Kota

Surakarta hampir sama dengan teori yang telah berkembang, dimana lokasi

yang memiliki nilai lahan yang sama atau diagram isovaluenya masih bisa

digambarkan. Sedangkan faktor-faktor penentu nilai lahan di Kota Surakarta

terdiri dari empat faktor baru, yaitu faktor prasarana jalan, faktor prasarana

permukiman, faktor lokasi, dan faktor transportasi.

Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah bahwa pola nilai

lahan perkotaan di Kota Surakarta paling tinggi berada di pusat Kota Surakarta

yang kemudian menurun di wilayah-wilayah sekitarnya. Pola tidak bulat

melingkar di pusat kota, tetapi agak memanjang di sekitar jalan arteri Slamet

Riyadi. Agak di pinggiran Kota Surakarta bagian timur terdapat wilayah yang

memiliki nilai lahan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan wilayah di

dekatnya karena keberadaan sarana pendidikan.


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus di Kota Sintang Kabupaten Sintang

Provinsi Kalimantan Barat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan

survei. Penelitian deskriptif adalah penelitian atau metode penelitian yang

berusaha memecahkan masalah berdasarkan kondisi dan data-data yang tersedia di

lapangan. Menurut Nazir, (2003: 54) penelitian deskriptif adalah metode yang

digunakan dalam meneliti status kelompok manusia, objek, kondisi, atau suatu

pemikiran dengan tujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena.

Dilihat dari data yang digunakan jenis penelitian ini adalah analisis

kualitatif. Penelitian kualitatif artinya data dan analisa yang digunakan dalam

analisis bukan berupa angka-angka, analisa hanya dengan menggunakan pendapat

atau simpulan dari peneliti yang didasari referensi, empirik/teori dan data hasil

penelitian.

Sebagaimana dikemukakan Satori (2009:22) bahwa : Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang menekankan pada kualitas (quality) atau hal yang

terpenting dari sifat suatu obyek yang alamiah (barang, orang, fenomena sosial),

hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.

Tujuan daripenelitian kualitatif adalah menggambarkan fenomena secara

mendalam dan rinci.

40
41

3.2. Kerangka proses berfikir

Berdasarkan latar belakang,permasalahan, dan tinjauan penelitian, maka

kerangka proses berfikir/prosedurdalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengamati dan menelaah landasan teoritis yang berkaitan dengan teori lokasi

dan pemanfaatan lahan dalam pengembangan perkotaan.

2. Mengamati landasan empiris berupa penelitian terdahulu, regulasi berkaitan

rencana pengembangan tata ruang dan arah pengembangan kota Sintang baik

di tingkat daerah, provinsi, maupun nasional.

3. Mengamati, melakukan identifikasi dan pengumpulan data tentang peta

penggunaan lahan di Kabupaten Sintang.

3. Merumuskan model hubungan jarak lokasi dengan harga sewa tanah

4. Menganalisis pola pemanfaatan berdasarkan teori pemanfaatan tanah dalam

pengembangan kota.

5. Membuat kesimpulan dan rekomendasi kebijakan pemanfaatan lahan dalam

upaya pengembangan Kota di Kabupaten Sintang.

Adapun prosedur dalam penelitian ini digambar pada diagram (flowchart)

Gambar 3.1 berikut ini.


42

Dampak Kenaikan Harga Tanah Terhadap Sewa Bangunan, Pertumbuhan dan


Sebaran Tempat Usaha di Kota Sintang (Pendekatan Teori Bidrent)

Landasan Teori
Landasan Empiris
Teori Pusat Pertumbuhan Ekonom
Teori Pertumbuhan Kotai 1. Saiful Bahri, 2007
Teori lokasi Weber, 2. Kania Sari, Dewi, 2009
Teori lokasi Casteller, 3. Pratama, Ary, et all, 2008
Teori lokasi (Van Thunen) 4. Lisa Sari, Barus, et all,
Teori Bid-ret 5. Wahyuningsih, Menik
Pengembangan Kota (Adisasmita)

Rumusan Masalah :
Bagaimana dampak perubahan harga tanah terhadap pertumbuhan tempat
usaha dan tempat tinggal penduduk di empat lokasi kawasan di sekitar Museum
Dara Juante, komplek pertokoan Jalan Lintas Melawi Kelurahan Ladang, dan
lokasi tempat usaha sekitar Pasar Masuka, dan kawasan Sungai Durian Kapuas
Kanan Hulu ?

Tujuan Penelitian
1. Menganalisis dampak perubahan harga tanah perkotan terhadap
pertumbuhan tempat usaha dan tempat tinggal/pemukiman penduduk di 4
(empat) lokasi, yaitu Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (kawasan di Pasar
tradisional Masuka), Kelurahan Ladang (Arah Melawi), dan Kelurahan
Kapuas Kiri Hilir (Museum Dara Juanti), dan Kelurahan Kapuas Kanan
Hulu (kawasan Sungai Durian).
2. Mengetahui arah distribusi spasial pertumbuhan kota Sintang.

Analisis Data

Hasil penelitian
Kesimpulan dan saran

Gambar 3.1
Kerangka Berfikir (Prosedur) Penelitian

3.3. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka Konseptual disusun sedemikian rupa sehingga hasil penelitian

mencerminkan kondisi yang representatif aplikatif dan rekomended terhadap teori

yang digunakan, digambarkan sebagai berikut :


43

PERUBAHAN HARGA/
SEWA TANAH/
BANGUNAN

PERTUMBUHAN
KOTA SINTANG

PERTUMBUHAN TEMPAT
USAHA DAN TEMPAT
TINGGAL (PEMUKIMAN)

Gambar 3.2Kerangka Konseptual Penelitian

Dari kerangka konsep tersebut selanjutnya dilakukan analisis terhadap

tiap-tiap distrik (kelurahan) sehingga dari hasil identifikasi dan analisis mengenai

perubahan harga tanah/bangunan dan perubahan aktifitas ekonomi pada tiga lokasi

sampel.

3.4. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

skunder. Data primer didapat dari hasil pengamatan, dan wawancara langsung

terhadap penduduk, pejabat pembuat akta tanah, Notaris, Lurah, Ketua RT, Broker

Tanah, sedangkan data skunder dikumpulkan dari berbagai publikasi instansi

terkait di antaranya RPJM, RPJP ; Rencana Detail Tata Ruang Kota Sintang ; peta

dan data serta nilai atau harga lahan ; data perkembangan usaha (industri,

perdagangan) ; data penduduk.


44

3.5. Populasi dan Sampel

Populasi (population) menurut Satori (2009:46) adalah objek atau subjek

yang berada pada suatu wilayah topik penelitian dan memenuhi syarat tertentu

berkaitan dengan masalah penelitian. Sedangkan sampel adalah bagian dari

populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili secara

keseluruhan populasi secara representatif.

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelurahan yang

ada di Kota Sintang Kalimantan Barat, sedangkan sampel diambil 4 lokasi yakni 2

lokasi yang tingkat pertumbuhannya rendah yaitu lokasi Masuk (Kapuas Kanan

Hilir) dan Museum (Kapuas Kiri Hilir), dan 2 lokasi yang tingkat

pertumbuhannya tingggi yaitu Lintas melawi (kelurahan Ladang) dan kawasan

Sungai Durian Kelurahan Kapuas Kanan Hulu. Adapun sampel diambil dari

beberapa kalangan sebagai informan diantaranya :

Tabel 3.1
Daftar Narasumber/Sampel Penelitian
No Profesi Jumlah
1 Notaris 1
2 Lurah 1
3 Broker Tanah 1
4 Ketua RT 35
5 Penduduk 5 20

Informasi yang didapat dari sampel atau informan tersebut adalah

mengenai harga tanah dan jumlah tempat usaha dari tahun ke tahun serta

pertumbuhan atau perluasan Kota Sintang.

Sesuai jenis dan metode penelitian yakni penelitian deskriptif, menurut

Nazir, (2003: 55) analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang

bertujuan untuk mempermudah memahami suatu data hasil survei. Analisis


45

deskriptif dapat dilakukan dengan pemaparan secara naratif, atau dapat juga

dilakukan dengan menggunakan bantuan tabel dan grafik. Analisis deskriptif

hanya didasarkan pada visualisasi terhadap data atau angka yang didapat,maka

alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini cukup sederhana, hanya berupa

tabel (distribusi frekeuensi) dan grafik serta analisis secara naratif.

3.6. Metode Analisis

1. Harga/Sewa Tanah/Bangunan

Dalam penelitian ini harga sewa atau harga jual tanah/bangunan adalah

harga pasaran yang berlaku berdasarkan survei langsung di lokasi, informasi

didapat dari responden (penduduk, notaris/PPAT, belukar/broker jual beli tanah).

dianalisis dengan mengelompokkan harga berdasarkan tahun dan lokasi dengan

tabel sebagai berikut.

Tabel 3.2
Identifikasi Harga/Sewa Tanah/Bangunan
Harga Tanah Jarak dari pusat kota
Tahun Lokasi
(Rp/m2) asal (km)
2005 2007
2007 2009
2009 2011 Lokasi Survei
2011 2013
2013 2015

Dari analisis ini dapat diketahui perkembagan harga tanah/bangunan

menurut jarak dan pertumbuhan dari tahun ke tahun, selama 10 tahun, dari 2005

sampai dengan 2015 pada keempat lokasi penelitian.


46

2. Pertumbuhan Tempat Usaha dan Tempat Tinggal

Adalah berubahnya suatu lokasi atau kawasan dari sebelumnya tumbuh

menjadi tempat usaha atau tempat tinggal. Untuk ini diidentifikasi dengan

tumbuhnya pasar tradisional, jumlah Ruko, Bank, Hotel, Pabrik, dan Rumah

tempat tinggal penduduk, diidentifikasi/dianalisis dengan tabel berikut ini.

Tabel 3.3
Identifikasi Pertumbuhan Tempat Usaha dan Tempat Tinggal
Jenis Fasilitas Ekonomi
Tahun Lokasi Sekola Rumah
Toko Pasar Fassos dll.
h Tinggal
2005 2007
2007 2009
Lokasi
2009 2011
Survei
2011 2013
2013 2015

Dari analisis ini dapat diketahui petumbuhan tempat usaha dan tempat

tinggal pada empat lokasi penelitian, dan pertambahan setiap tahunnya menurut

jenis tempat usaha.

3. Arah Distribusi Pertumbuhan (Spasial)

Adalah pertumbuhan jumlah berdasarkan arah (spasial) pada ke empat

lokasi, diidentifikasi dengan tabel sebagai berikut.

Tabel 3.4
Identifikasi Arah Distribusi Pertumbuhan (Spasial) Kota Sintang
Jumlah Pertumbu
Arah (Spasial) Pertumbuhan Kota (%) (%)
Fasilitas han (%)
Lokasi I Masuka (Kelurahan Kanan
Hilir)
Lokasi II Lintas Melawi (Kelurahan
Ladang)
Lokasi III - Museum Dara Juanti
(Kelurahan Kapuas Kiri Hilir)
Lokasi IV Sungai Durian
(KelurahanKapuas Kanan Hulu)
47

Dari analisis ini dapat dilihat dan diperbandingkan daerah mana yang

pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan daerah lainnya

3.7. Variabel Penelitian

Pada dasarnya variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi

obyek pengamatan penelitian. Menurut Sugiyono (2007:32) : variabel

penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya.Variabel yang menjadi fokus penelitian ini

adalah harga (sewa) tanah/bangunan,pertumbuhan tempat usaha dan tempat

tinggal, dan yang ketiga adalah arah distribusi pertumbuhan kota (spacial).

3.8. Definisi Operasional Variabel

1. Harga/sewa tanah/bangunan

Dalam teori pemanfaatan tanah, dinyatakan bahwa tanah adalah termasuk

aktiva fisik yang memiliki nilai. Suatu aktiva fisik bernilai karena aktiva

tersebut memberikan hasil (manfaat) selama periode tertentu yang disebut

sewa. Harga/sewa tanah menurut Reksohadiprodjo (2001:25)-- adalah

harga/nilai jasa yang dihasilkan oleh tanah selama periode tertentu, misalnya

satu tahun, lima tahun, oleh karena itu sewa memiliki dua dimensi yakni yaitu

waktu dan unit/luas.

2. Pertumbuhan Tempat Usaha dan Tempat Tinggal

a. Pasar tradisional dalam penelitian ini adalah suatu tempat dimana terdapat

sekelompok orang yang melakukan aktifitas jual beli di sata tempat atau

lokasi pada waktu tertentu atau sepanjang waktu.


48

b. Rumah toko (ruko), adalah tempat usaha berdagang yang sekaligus sebagai

tempat tinggal. Menurut Wikipedia.com, Ruko (singkatan dari rumah toko)

adalah sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya

bertingkat antara dua hingga lima lantai, di mana lantai-lantai bawahnya

digunakan sebagai tempat berusaha ataupun semacam kantor sementara

lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Ruko biasanya

berpenampilan yang sederhana dan sering dibangun bersama ruko-ruko

lainnya yang mempunyai desain yang sama atau mirip sebagai suatu

kompleks, banyak ditemukan di kota-kota besar di Indonesia dan biasa

ditempati warga-warga kelas menengah.

c. Bank/lembaga keuangan, dalam penelitian ini yakni jenis usaha di bidang

jasa keuangan, misalnya simpan pinjam, termasuk koperasi, atau usaha jenis

lainnya.

d. Hotel/penginapan, adalah tempat usaha yang menyediakan jasa penginapan,

atau akomodasi.

e. Pabrik/industri, adalah aktivitas usaha yang manghasilkan suatu produk atau

komoditi untuk diperdagangkan secara komersial atau berdasarkan pesanan,

baik skala besar maupun skala kecil.

f. Rumah tinggal, adalah bangunan yang diperuntukkan untuk tempat tinggal

penduduk.

3. Arah Distribusi Pertumbuhan (Spasial)

Adalah pertumbuhan jumlah berdasarkan arah (spasial) pada ke tiga

lokasi.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil survei, wawancara dan observasi penulis langsungdi 4

lokasi penelitian Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (kawasan di Pasar tradisional

Masuka), Kelurahan Ladang (Arah Melawi), dan Kelurahan Kapuas Kiri Hilir

(Museum Dara Juanti), dan Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (kawasan Sungai

Durian), maka kondisi perkembangan kota dan pertumbuhan harga tanah di empat

lokasi survei digambarkan dalam bab 4 berikut ini.

4.1. Kawasan Pasar Tradisional Masuka (Kelurahan Kapuas Kanan Hilir)

Lokasi pertama yang menjadi obyek penelitian adalah kawasan Pasar

Tradisional Masuka (Kelurahan Kapuas Kanan Hilir). Kawasan ini merupakan

daerah baru berkembang, di daerah Masuka terdapat pasar tradisional yang baru

dibangun pada awal tahun 2009,memiliki 200 lapak dan 80 kios yang mayoritas

pedagang adalah sayur mayur, ikan, sembako dan kebutuhan pokok.

Dengan adanya pembangunan/pemindahan pasar tradisional di daerah ini,

maka di daerah ini banyak tumbuh dan berkembang usaha-usaha baru lainnya,

yang semula kondisi demikian hanya terdapat di sekitar pasar Sungai Durian

kelurahan Kapuas Kanan Hulu. Hal ini menandakan adanya perluasan kota ke

daerah Masuka.

Selain itu di daerah ini terdapat suatu tempat yang khusus dijadikan

lokalisasi/prostitusi, tempat hiburan malam yang sudah ada sejak sekitar 25 tahun

yang lalu. Hal ini juga merupakan pendorong aktivitas ekonomi di daerah

Masuka.

49
50

4.1.1. Perkembangan Harga Tanah

Berdasarkan hasil observasi dan survei pada tahun 2015 harga tanah

awalnya sebelum ada pasar begitu murah dan tidak ada lonjakan yang berarti.

Kemudian setelah dibangunnya pasar dan adanya perluasan pemukiman, dan

bertumbuhan toko-toko yang pada awalnya banyak digunakan untuk gudang

sementara toko penjualan yang ada di Kapuas kanan Hulu. Kejadian ini terutama

sejak tahun 2009, ketika itu pemerintah memindahkan pasar sayur Sungai Durian

yang berlokasi di kelurahan Kapuas kanan Hulu ke Masuka (Kelurahan kapuas

kiri Hulu) mulailah banyak spekulan/broker tanah, sehingga harga tanah di

daerah ini sejak tahun 2009 mulai melonjak.

Melonjaknya harga tanah merupakan dampak dari adanya perluasan

kawasan pemukiman dan tempat usaha. Mengacu pada teori bidrent (Van Thunen)

yang menyatakan bahwa bahwa perkembangan harga/sewa tanah berbanding

terbalik dengan jarak dari pusat kota, maka perkembangan harga tanah di daerah

ini berdaasarkan hasil wawancara dengan responden, bahwa dalam 10 tahun

terakhir dari tahun 2005 hingga tahun 2015 harga tanah di daerah ini bervariasi,

dengan rata-rata ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1
Rata-Rata Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan Kapuas
Kanan Hilir/Sekitar Kawasan Pasar Masuka, Tahun 2005-2015
HARGA SEWA RUMAH JARAK
SEWA RUKO
TAHUN TANAH TINGGAL DARI KOTA
(Rp/thn)
(Rp/M2) (Rp/thn) ASAL
2005-2007 145.500 905.000 2.475.000 0-1 km
2007-2009 214.000 1.220.000 5.575.000 0-1 km
2009-2011 400.000 1.635.000 10.250.000 0-1 km
2011-2013 1.035.000 3.500.000 15.350.000 0-1 km
2013-2015 3.080.000 7.930.000 21.210.000 0-1 km
Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah
51

Dari data tersebut jika dihitung pertumbuhannya selama sepuluh tahun

mencapai 2.017% dan 776 % atau rata-rata 202% dan 78% per tahun. Jika kita

tampilkan dalam bentuk grafik perkembangan harga tanah di daerah ini selama 10

tahun terakhir dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2015 menunjukan trend yang

sangat tajam sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1
Trend Perkembangan Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan
Kapuas Kanan Hilir/Sekitar Kawasan Pasar Masuka, Tahun 2005-2015

Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa harga tanah sangat melonjak antara

tahun 2013 sampai 2015, dimana pada tahun 2005 hatga tanah hanya rata-rata

Rp145.500 per meter persegi kemudian setelah sepuluh tahun berkembang yakni

pada tahun 2015 berubah menjadi Rp 3.080.000,- per meter persegi. Kenaikan

harga tanah banyak yang menyatakan karena adanya pembangunan atau

pemindahan pusat pasar sayur ke Masuka.


52

4.1.2. Pertumbuhan Tempat Usaha

Di Kelurahan Kapuas Kanan Hilir atau kawasan Masuka terdapat Pasar

Tradisional yang baru dipindahkan awal tahun 2015,memiliki kurang lebih 200

lapak/los dan 80 kios yang mayoritas pedagang di sana adalah sayur mayur dan

kebutuhan pokok lainnya. Selain itu ada sekitar 120-an pedagang-pedagang sayur

yang menempati atau menyewa rumah tinggal di sekitar pasar maka harga sewa

disini juga melonjak.

Selain berdampak pada peningkatan harga tanah dan harga sewa

bangunan, pembangunan pasar tradisional ini juga telah memberikan dampak

pada perkembangan tempat-tempat usaha baru di daerah Masuka. Berdasarkan

hasil survei dan pengamatan beberapa tempat usaha dan fasilitas ekonomi yang

ada di daerah Masuka Kelurahan Kanan Hilir ini sebagaimana ditunjukkan pada

tabel berikut ini.

Tabel 4.2
Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kawasan Masuka
Kelurahan Kapuas Kanan Hilir, Tahun 2015
Pertum Rata-rata
No Jenis 2005 2015
buhan (%) Pertahun
1 Ruko siap pakai 5 55 1.000,00 1000,00
2 Ruko dan Tempat Tinggal 10 41 310,00 310,00
3 Gudang Barang 1 35 3.400,00 3.400,00
Kios-Kios Kecil (Dagangan
4 15 25 66,67 66,70
Sembarang)
5 Toko Sembako 7 24 242,86 242.90
6 Bengkel Motor/Toko Las 1 10 900,00 900,00
Warung Makan/Rumah
7 5 6 20,00 20,00
Makan
Jumlah 5 207 848,50 848,50
Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah
53

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tempat usaha mencapai

848,50% selama 10 tahun terakhir atau rata-rata 100% per tahun. Fasilitas paling

banyak jumlahnya adalah Ruko siap pakai (belum ditempati) dan yang paling

tinggi pertumbuhannya adalah Gudang Barang mencapai 3.400%. Sebagaimana

telah disebutkan sebelumnya bahwa peningkatan pertumbuhan tempat usaha di

daerah ini baru terjadi beberapa tahun terakhir setelah dibangunnya pasar

tradisional di daerah Masuka.

Selain itu di daerah ini terdapat fasilitas lainnya diantaranya tempat

Praktek Dokter, PAUD (Sekolah Anak Usia Dini), SD, Service Electro, ATM,

Toko Kaca, Toko Bangunan, Pangkalan LPG (Gas), Toko Kayu Olahan, Apotik,

Cuci Motor, Losmen/Penginapan, Loundry, dan terdapat satu buahSPBU.

4.2. Lokasi Arah Lintas Melawi Kelurahan Ladang (lokasi II)

Lokasi ke 2 yang menjadi topik bahasan dalam penelitian ini adalah lokasi

di kawasan arah Lintas Sungai Melawi Kelurahan Ladang. Secara historis, sampai

dengan tahun 1945 jalan lintas Melawi dinyatakan sebagai jalur hijau sehingga

tidak diperbolehkan membuat bangunan. daerah ini termasuk daerah rawa dimana

pembangunan rumah menggunakan tiang tinggi.

Setelah jembatan lintas melawi dibangun, arus transportasi antar kelurahan

kapuas kanan hulu dan kelurahan ladang dapat melalui darat yang sebelumnya

hanya melalui sungai, sehingga dengan adanya jembatan tersebut alur transportasi

dari Sintang seberang (Kelurahan Tanjung Puri, Kelurahan Ladang dan Baning)

bersambung ke jalan MT Haryono Jalan Lintas melawi. Disamping itu daerah ini
54

merupakan daerah hasil timbunan karena awalnya daerah ini termasuk daerah

rendah, sehingga saat ini termasuk daerah yang mahal harganya.

4.2.1. Perkembangan Harga Tanah

Jika sebelum ada jembatan kurang lebih 30 tahun lalu harga tanah di

daerah ini hanya Rp 1000 per meter persegi, namun hingga tahun 2015 ini daerah

Lintas Melawi sudah berubah menjadi daerah kawasan usaha dengan perdagangan

dengan banyaknya dibangun ruko-ruko dan fasilitas ekonomi. Harga sewa di

daerah ini cukup tinggi pertumbuhannya. Berdasarkan hasil survei terhadap

bangunan dengan luas yang sama yakni sama yakni 4 x 12 x 2 lantai terjadi

kenaikan yang signifikan, sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.3
Rata-Rata Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan Ladang
Sekitar Kawasan Lintas Melawi, Tahun 2005-2015

Sewa
Harga
Tahun Tanah Rumah Luas Sewa Ruko Luas Jarak Dari
Tinggal (Rp/Thn) Kota Asal
(Rp/M2) (Rp/Thn)
7 x 16 x
2005-2007 400.000 4.240.000 4 x 12 x 2 lt 10.400.000 0-1 km
2 lt
7 x 16 x
2007-2009 720.000 5.680.000 4 x 12 x 2 lt 16.000.000 0-1 km
2 lt
7 x 16 x
2009-2011 1.590.000 7.360.000 4 x 12 x 2 lt 25.200.000 0-1 km
2 lt
7 x 16 x
2011-2013 2.600.000 9.000.000 4 x 12 x 2 lt 32.600.000 0-1 km
2 lt
7 x 16 x
2013-2015 4.600.000 12.760.000 4 x 12 x 2 lt 45.000.000 0-1 km
2 lt
Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah

Jika dihitung pertumbuhan selama sepuluh tahun harga tanah di daerah ini

mencapai 1.050% atau rata-rata 105% per tahun, dan untuk sewa kenaikannya

hanya 201% dalam 10 tahun atau 20% per tahun. Untuk bangunan yang lebih luas
55

harga sewa akan lebih mahal lagi, dan yang luasnya di bawah angka tersebut

harganya tentu akan di bawah harga tersebut. Perkembangan harga tanah di

daerah ini pada awalnya terlihat stabil dari tahun 2005 hingga 2012. Namun

setelah tahun 2013 mulai melonjak drastis, seperti ditunjukkan pada gambar

berikut ini.

Gambar 4.2
Trend Perkembangan Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan
Ladang/Sekitar Kawasan Lintas Melawi, Tahun 2005-2015

Pada gambar 4.2 dapat diamati bahwa perkembangan harga tanah di

daerah lintas Melawi Kelurahan Ladang dari tahun 2005 hingga tahun 2015

terlihat relatif stabil setiap tahunnya. Berbeda dengan di daerah Masuka yang

trend nya sangat curam. Hal ini menandakan bahwa perkembangan harga tanah di

daerah ini relatif lambat dan normal dengan kenaikan rata-rata setiap tahun

sebesar 85,32 % pertahun.


56

4.2.2. Pertumbuhan Tempat Usaha

Seiring berkembangnya suatu kota di sekitar lintas Melawi Kelurahan

Ladang setelah jembatan lintas melawi yang dibangun pada tahun 1990, semenjak

itulah maka di kawasan daerah ini juga mulai dibangun toko-toko dan usaha-usaha

lainnya. Berdasarkan hasil survei dan pengamatan terdapat banyak fasilitas

ekonomi di daerah Lintas Melawi sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4
Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kawasan Lintas
Melawi Kelurahan Ladang, Tahun 2015
Jumlah Pertumbuhan
No Jenis Usaha
2005 2015 (%)
1 Bangunan Baru siap pakai 10 42 320,00
Toko Pakaian jadi/Sepatu/Jam/Alat Dapu/Alat
2 11 25 127,27
Olah raga
3 Kantor Partai dan Perusahaan 3 25 733,33
4 Rumah Makan 10 20 100,00
5 Bengkel Motor dan Accessoris nya 12 18 50,00
6 Bengkel Mobil 3 10 233,33
7 Toko Bangunan 6 10 66,67
8 Dealer Motor 5 9 100,00
9 Toko Accessoris/Helm/Alat Pancing 3 8 166,67
10 Sembako 3 8 166,67
11 Warung Makan/Kopi 5 8 60,00
12 Salon 2 7 250,00
13 Meubel/Furniture 1 6 500,00
14 Cafe 4 6 50,00
15 Lembaga Keuangan Selain Bank 1 5 400,00
16 Penjual/Penyewaan Caset 1 4 300,00
17 Toko Computer 1 4 300,00
18 Praktek Dokter 1 4 300,00
19 Swalayan 1 4 300,00
20 BANK 1 4 300,00
21 Toko Ponsel atau Pulsa 1 4 300,00
22 ATK 1 2 100,00
23 Tukang Jahit 1 2 100,00
Jumlah 87 235 231,48
Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tempat usaha di daerah

Lintas Melawi Kelurahan Ladang mencapai 231,48% per tahun jauh lebih rendah
57

dari pertumbuhan di daerah Masuka. Fasilitas paling banyak jumlahnya di daerah

ini adalah Ruko atau bangunan siap pakai (belum ditempati), sedangkan paling

tinggi pertumbuhannya adalah perkantoran baik perusahaan maupun pemerintahan

mencapai 700% lebih selama 10 tahun.

Fasilitas lainnya yang ada di daerah ini terdapat Kantor Notaris, toko

Optik, Apotik, Tukang Jahit, Bengkel Kulkas, Klinik Pengobatan, Rumah

Bersalin, Depot Air Isi Ulang, Toko Sepeda, Industri Batako, Industri Meubel,

SPBU, Masjid Raya, Asrama Haji, Laboratorium, Photo Studio masing-masing

satu buah.

4.3. Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (sekitar Museum Dara Juanti)

Lokasi ketiga yang menjadi daerah penelitian adalah Kelurahan Kapuas

Kiri Hilir. Secara historis daerah ini pada mulanya merupakan tempat Kerajaan

Sintang, di sini terdapat Museum Dara Juanti yang merupakan tempat

penembahan Sintang. Akan tetapi secara ekonomi daerah ini sangat lambat

pertumbuhannya, baik tempat usaha maupun pemukiman, kemungkinan karena

aksebilitas jalan yang tidak tersambung karena dibatasi sungai.

Sebelum jalan darat di bangun Daerah ini tidak ketinggalan terlalu jauh

dari Kelurahan lain, tetapi setelah pembangunan jalan darat makin banyak,dan

daerah ini seolah-olah terisolasi sehingga perkembangan usaha ditempat ini sangat

kurang dibanding Kelurahan lain.

Penghasilan Penduduknya (informasi) selain PNS banyak aktivitas keluar

seperti Tukang bangunan, Karyawan, dan Penambang dan ada yang masih

Penyadap Karet.
58

4.3.1. Perkembangan Harga Tanah

Berdasarkan hasil survei diketahui harga tanah di daerah ini tergantung

kepentingannya : Jika pemilik tanah memerlukan uang cepat dia mau menjual

lebih murah, sebaliknya jika pembeli sangat memerlukan tanah maka harga tanah

bisa lebih tinggi. Harga tanah di kawasan ini berkisar antara Rp 50.000,- sampai

dengan Rp 150.000,- secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.5
Rata-Rata Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan Kapuas
Kiri Hilir/Sekitar Kawasan Museum Dara Juanti, Tahun 2005-2015
HARGA TANAH Pertumbuhan JARAK DARI KOTA
TAHUN
(Rp/M2) (%) ASAL
2005-2007 52.250 0 1 km
2007-2009 64.250 0 1 km
22,97
2009-2011 120.500 0 1 km
87,55
2011-2013 140.000 0 1 km
16,18
2013-2015 146.250 4,46 0 1 km
Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah

Pertumbuhan harga tanah di daerah ini termasuk paling rendah yakni

hanya 180% selama 10 tahun atau rata-rata 18% per tahun, harga sewa bangunan

32% ata rata-rata 3,2% per tahun. Jika kita perhatikan harga tanah di daerah ini

relatif rendah dibandingkan daerah lainnya. Pada tabel dapat dilihat bahwa

kenaikan baru nampak terjadi mulai tahun 2009 sampai dengan 2015. Padahal jika

dilihat jarak dari pusat kota daerah ini hanya rata-rata satu kilometer dari pusat

kota asal.

Dari hasil wawancara masyarakat berpendapat bahwa harga tanah di

daerah ini relatif lebih murah, hal ini dikarenakan antara lain :
59

1. Tidak adanya akses jalan,

2. Kurang mendapat perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan daerah ini

3. Kurangnya fasilitas-fasilitas baik fasilitas ekonomi, sosial, pendidikan dan

sebagainya.

4. Sebagian daerah ini terkadang merupakan daerah rawan banjir.

Sesungguhnya daerah ini merupakan asal usul Kota Sintang karena

disinilah pertama kali pusat Kerajaan Sintang dahulu berdiri, namun demikian

ironis bahwa daerah ini sangat lambat perkembangannya dibandingkan dengan

daerah lainnya.

Masyarakat di daerah ini sebagian adalah keturunan raja-raja dan

keturunan bangsawan, namun dari sisi ekonomi dan perkembangan jaman kurang

berkompetisi dengan wagra lainnya yang sebagian besar merupakan pendatang.

Disini penulis berpendapat bahwa : suatu lokasi yang secara historis dan

sosial cukup baik, belum tentu menguntungkan secara ekonomi, ada beberapa

faktor yang menyebabkan suatu daerah cepat maju yang utama adalah kemudahan

dalam aktivitas ekonomi, karena pada dasarnya faktor ekonomi adalah yang utama

dalam perkembangan suatu daerah dan aktivitas manusia.Dalam pengembangan

wilayah perlu memperhatikan peruntukkan suatu daerah misalnya untuk kawasan

industri, cagar budaya, fasilitas sosial, daerah rekreasi, wisata dan lain-lain.

4.3.2. Pertumbuhan Tempat Usaha

Dari hasil pengamatan di lapangan maupun hasil wawancara dengan

responden menyimpulkan bahwa aktivitas ekonomi di sini aga lambar, jumlah

usaha di daerah ini sangat minim, yang nampak hanya ada beberapa penjual BBM
60

eceran di Lanting di daerah sungai, sementara kawasan darat terdapat beberapa

aktivitas ekonomi diantaranya :

Tabel 4.6
Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kawasan Museum
Dara Juanti Kel. Kapuas Kiri Hilir, Tahun 2015
Pertumbuh
No Jenis Tempat Usaha 2005 2015
an(%)
1. Warung Minuman/Kopi (Ukuran Micro) 8 12 50,00
2. Toko Sembako 6 10 66,67
3. Perdagangan BBM di Lanting 4 6 50,00
4. Pedagang LPG (Gas Masak) 2 3 100,00
5. Pedagang Pulsa (Skala Kecil-Kecilan) 1 2 100,00
6. Penjual Tiket Kapal Laut/Pesawat 1 1 100,00
Jumlah 17 34 77,78
Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah

Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tempat usaha mencapai

selama 10 tahun terakhir hanya 77,78%. Fasilitas paling banyak jumlahnya adalah

warung minuman atau warung kopi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya

bahwa daerah ini adalah daerah eksklusive yang kurang berkembang dalam

bidang ekonomi.

Banyaknya pedagang BBM di Lanting (Tempat tinggal Terapung) karena

daerah ini merupakan daerah yang dekat dengan sungai sehingga aktivitas

masyarakat tidak jauh dari kehidupan sungai, diantaranya penambang sampan,

perahu yang menyebrang ke sebrang kota.

4.4. Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (Kawasan Sungai Durian)

Lokasi terakhir (keempat) yang menjadi bahasan dalam penelitian ini

adalah kawasan Pasar Sungai Durian (Kelurahan Kapuas Kanan Hulu. Pusat

pertumbuhan di kawasan ini meliputi kawasan sekitar Sungai Durian, kawasan

jalan MT Haryono, jalan Kolonel Sugiono, jalan Letjen Katamso, jalan Sudirman,
61

jalan D.I. Panjaitan, Jalan Wirapati, dan jalan W.R.Supratman. Kawasan ini

merupakan daerah yang sudah lama menjadi kawasan tempat usaha.Secara

historis awalnya usaha usaha itu berpusat berada di Jalan Katamso kemudian

semakin berkembang danmenyebar ke Jalan Kolonel Sugiono, JL. WR.

Supratman.Setelah Penuh TokoDaerah ini Menyebar ke JL.M.T. Haryono

terutama setelah dibangunnya jembatan Melawi pada tahun 1990.

Kondisi sekarang (tahun 2015) Jalan M.T. Haryono merupakan daerah

dengan perkembangan harga tanah maupun bangunan paling tinggi

diantarakawasan-kawasan lainnya. Berdasarkan hasil survei diketahui harga tanah

di daerah ini antara Rp 1.000.000,- hingga Rp11.000.000,-. per meter persegi,

hasil survei harga tanah rata-rata secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.7
Rata-Rata Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan Kapuas
Kanan Hulu (Pasar Sungai Durian), Tahun 2005-2015
Sewa Ruko
Harga Tanah Sewa Rumah Jarak Dari
Tahun (Rp/Thn) Luas
(Rp/M2) Tinggal (Rp/Thn) Kota Asal
4x6 M, 2 Lt
2005-2007 1.475.000 2.500.000 22.500.000 4 km

2007-2009 2.062.500 3.437.500 31.875.000 4 km

2009-2011 2.662.500 4.500.000 36.875.000 4 km

2011-2013 4.237.500 6.000.000 46.250.000 4 km

2013-2015 6.800.000 5.000.000 60.000.000 4 km


Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah

Dengan semakin berkembangnya daerah ini, harga tanah di daerah ini juga

semakin meningkat pesat, terutama yang terletak di lapisan Pertama kurang lebih

25 meter dari tepi jalan raya, dan semakin ke dalam semakin rendah harganya,

begitu juga dengan harga sewa baik untuk tempat tinggal maupun tempat usaha,
62

namun tidak sepesat di daerah Masuka. Dari data pada tabel 4.7 dapat dihitung

pertumbuhan selama sepuluh tahun mencapai 361% atau 36,1% per tahun dan

harga swea rata-rata 10% per tahun.

Daerah Pasar Sungai Durian yang terletak di Kelurahan Kapuas Kanan

Hulu ini merupakan pusat perdagangan sejak sekitar 30 tahun yang lalu terutama

di Jalan Brigjen Katamso, yang kemudian menyebar ke daerah jalan Kolonel

Sugiono, Jalan Sudirman, W.R. Supratman dan jalan Wirapati.

Selain itu sarana dan prasarana ekonomi untuk kawasan lainnya di

Kelurahan Kapuas Kanan Hulu yakni di kawasan Jalan MT Haryono, Jalan

Kolonel Sugiono, Jalan Katamso, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan D.I. Panjaitan,

Jalan Wirapati, dan Jalan WR. Supratman, ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah


Gambar 4.3
Persebaran Tempat Usaha di Kawasan Jalan Protokol di Kelurahan
Kapuas Kanan Hulu, Tahun 2015

Jenis-jenis usaha yang banyak dilakukan di kawasan ini adalah pakaian

jadi, toko sepatu, elektronik/komputer, sembako/toko elpiji, cafe/kedai kopi,


63

rumah makan, aiat dapur, swalayan, toko pulsa/hp, optik, praktek dokter, toko

sepeda, toko obat/bahan kecantikan, meubel, bank, jasa keuangan lain, dealer

motor, bengkel motor, hotel, toko bangunan/mesin-mesin, depot air isi ulang,

service electronik, toko emas, jasa maspot/kantor), salon, rehab/proses

pembangunan/kosong sementara, toko buku, tukang jahit, toko pertanian, dan ikan

asin/basah

Harga tanah di jalan M.T. Haryono juga bervariasi terkadanag di

pengaruhi oleh minat pengusaha dan agar masyarakat melepas tanah terkadang

diberi harga tinggi dan akibatnya tanah di sekitarnya juga jadi bertahan pada harga

yang lebih tinggi. Yang membuat harga tanah semakin tinggi adalah adanya

permintaan yang semakin tinggi terhadap tanah di jalan M.T. Haryono untuk

usaha, harga tanah sudah ada mencapai belasan juta Rupiah. Namun demikian

hingga tahun 2015 kawasan kawasan di Kelurahan Kanan Hulu ini semakin

diminati untuk pengembangan usaha dan tempat perdagangan, sehingga ruko,

hotel, dan bank yang paling banyak di daerah ini.

Tabel 4.8
Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Kapuas
Kanan Hulu (Kawasan Sungai Durian), Tahun 2015
Pertum
No Jenis usaha 2005 2015
buhan(%)
1 Toko Pakaian Jadi/Sepatu 30 85 112,50
2 Toko Sembako 25 50 66,67
3 Toko Bangunan 20 49 100,00
4 Bengkel Motor/Jok Motor 20 43 115,00
5 Toko Elektronik/Computer 15 36 140,00
6 Toko dalam Proses Pembangunan 15 32 113,33
7 Rumah Makan 15 30 100,00
8 Toko Ponsel 15 30 100,00
9 Alat Dapur 5 26 160,00
10 Tempat Tinggai 5 23 130,00
11 Warung Makan/Minum 5 22 120,00
12 BANK 5 14 180,00
13 Dealer Motor 5 14 180,00
14 Kantor Perusahaan 5 12 140,00
64

Pertum
No Jenis usaha 2005 2015
buhan(%)
15 Toko Perhiasan Perak 5 12 140,00
16 Toko Sepatu 5 12 140,00
17 Ikan Asin/Basah 5 11 120,00
18 Tukang Jahit 5 10 100,00
19 Toko Proses Mau di Sewakan 5 9 100,00
20 Bangunan Kosong/siap pakai 5 9 100,00
21 Meuble/Furniture 4 8 100,00
22 Swalayan 4 7 100,00
23 Toko Obat/Bahan Kecantikan 4 7 100,00
24 Lembaga Keuangan selain Bank 3 6 100,00
25 HOTEL 3 6 100,00
26 Service Electronik 3 6 100,00
27 Kantor Pemerintah 3 5 100,00
28 Salon/Tk Pangkas Pria 3 5 100,00
29 Sekolah (SD, SMP, SMA) 3 5 100,00
30 Cafe/Kedai Kopi 3 5 100,00
31 Praktek Dokter 2 4 100,00
32 Apotik/Optik 2 4 100,00
33 Salon 2 4 100,00
34 Toko Sepeda 2 3 100,00
35 Jasa Maspot/kantor) 2 3 100,00
36 Toko Pertanian 2 3 100,00
37 Dealer Mobil 1 2 100,00
38 Bengkel Mobil 1 2 100,00
39 Klinik Pengobatan/Laboratorium 1 2 100,00
40 Toko Buah 1 2 100,00
41 Notaris 1 2 100,00
42 Sewa Kursi/Tenda 1 2 100,00
43 Helm/Asesoris 1 2 100,00
44 Tukang Jahit 1 2 100,00
45 Swalayan 1 2 100,00
Jumlah 298 628 110,17
Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah

Selain itu di kawasan M.T. Haryono terdapat beberapa Lembaga

Keuangan non Bank, Toko Sembako, Hotel, Kantor Pemerintah, Salon/Pangkas

Pria, Sekolah (SD, SMP, SMA), Praktek Dokter, Apotik/Optik, Dealer Mobil,

Bengkel Mobil, Klinik Pengobatan/Laboratorium, Toko Buah, Notaris, Sewa

Kursi/Tenda, Helm/Asesoris, Tukang Jahit, Toko Obat, Puskesmas, Kursus

Computer, Bimbingan Belajar, ATK, Sepeda,Pijat Refleksi, Toko Alat Olah Raga,

Toko Meuble, Cuci Mobil/Motor, Kesegaran Jasmani/Aerobik, Rumah Sakit TNI,

Asrama TNI, Asrama Polisi, Depot Pertamina (Suplai Distribusi BBM), Grosir,
65

Toko Sepeda, sarana ibadah/Masjid, Lapangan Tenis, Toko Perhiasan Perak,

Kantor POS, Toko Roti Kanar, Meuble/Furniture, dan Depot Isi Ulang.

Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa di daerah ini merupakan yang terbanyak

jumlah fasilitas ekonomi, maupun fasilitas lainnya seperti pemerintahan,

pendidikan, kesehatan, hotel bank dan sebagainya. Namun jika dilihat

pertumbuhannya daerah ini masih di bawah termasuk urutan ketiga setelah

Masuka dan Lintas Melawi dengan rata-rata pertumbuhan 10 tahun sebesar

110,17%, sementara Masuka dan Melawi masing-masing 848,50 dan 237,45%.

Sebagaimana pertumbuhan harga tanah, setiap daerah berbeda juga dalam

pertumbuhan jumlah tempat usaha, tempat tinggal dan fasilitas ekonomi lainnya,

perbandingan antara pertumbuhan harga tanah dan jumlah tempat usaha,

pemukiaman dan/atau fasilitas ekonomi dan sosial lainnya pada ke empat lokasi

digambarkan berikut ini.

A B

Gambar 4.4
Pertumbuhan Harga Tanah dan dan Tepat Usaha di Empat Lokasi
Penelitian Kabupaten Sintang (%)
66

Pertumbuhan harga tanah dan sewa tertinggi terjadi di lokasi I daerah

Masuka, kedua di Lintas Melawi (lokaasi 2), dan ketiga di Kelurahan Kapuas

Kanan Hulu (kawasan Pasar Sungai Durian), dan keempat di Kapuas Kiri Hilir.

Untuk tempat usaha dan pemukiman pertumbuhannya dalam 10 tahun terakhir

daerah Masuka merupakan yang tertinggi. Pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa

pertumbuhan di daerah Masuka mencapai 848,50% selama 10 tahun terakhir ini,

sementara di Sungai Durian hanya 178,90% saja. Daerah yang terendah baik

pertumbuhan maupun jumlahnya adalah di Kelurahan Kapuas Kiri Hilir sekitar

Museum Dara Juanti.

4.5. Arah Distribusi Spasial Pertumbuhan Kota Sintang

Sebagaimana telah disinggung pada latar belakang, perluasan Kota Sintang

tidak membentuk radius yang simetris, melainkan menyebar mengikuti arah alur

sungai dan pembangunan jalan raya. Dalam sepuluh tahun terakhir nampak sekali

perubahan atau perkembangan aktifitas ekonomi di daerah-daerah Kota Sintang di

antaranya di sekitar Pasar tradisional Masuka Kelurahan Kapuas Kanan Hilir,

Arah Melawi Kelurahan Ladang, dan Museum Dara Juanti Kelurahan Kapuas Kiri

Hilir, dan Sungai Durian Kelurahan Kapuas Kanan Hulu.

Jika kita komposisikan dari keempat lokasi, maka dapat kita lihat ke arah

mana perluasan Kota Sintang menyebar. Untuk ini dapat diidentifikasi dari

pertumbuhan tempat usaha, pemukiman, fasilitas ekonomi, sosial seperti

ditunjukkan pada Gambar 4.4 B diatas, maka arah perluasan kota menyebar ke

empal lokasi dengan persentase yang berbeda yaitu.


67

Tabel 4.9
Identifikasi Arah Distribusi Pertumbuhan (Spasial) Kota Sintang
Pemukiman,
Pertumbuhan
Arah Pertumbuhan Fasilitas Ekonomi Komposisi
No dalam 10
(Spasial) dan Sosial (%)
tahun (%)
Jumlah
Lokasi I Masuka
1 221 848,50 63,20
(Kanan Hilir)

Lokasi II Lintas Melawi


2 253 237,45 17,69
(Kel. Ladang)

Lokasi III - Museum


3 34 77,78 5,79
Dara Juanti (Kiri Hilir)

Lokasi IV Sungai
4 687 110,17 13,32
Durian (Kanan Hulu)

Jumlah 1.195 1.342,63 100


Sumber : Data Hasil Survei 2015, Diolah

Pada tabel dapat dilihat lokasi dengan komposisi pertumbuhannnya paling

tinggi adalah di Masuka atau 63,20% dari seluruh pertumbuhan jumlah fasilitas

pada ke empat lokasi. Sedangkan dilihat jumlah fasilitas Sungai Durian masih

merupakan lokasi yang terbanyak yakni mencapai 687 fasilitas atau 57,49%.

Namun jika dilihat pertumbuhan Sungai Durian hanya 13,32%.

Artinya bahwa distribusi spasial pertumbuhan Kota Sintang adalah

63,20% mengarah ke Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (Pasar Masuka). Kedua ke

Kelurahan Ladang (17,69%), ketiga Sungai Durian (13,32%) dan arah ke empat

adalah ke Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (5,79%).

4.6. Pembahasan

Kota Sintang berkembang diawali dengan adanya kerajaan Sintang.

Awalnya pusat kerajaan berada di Museum Dara Juanti. Setelah Kemerdekaan


68

berubah berbentuk Kabupaten Sintang dengan ibukota Kota Sintang. Pada awal

berdirinya pusat pemerintahan berada di sekolah-sekolah yang ada di Kelurahan

Tanjung Puri dan Baning Kota sekarang.

Sudah sejak lama pusat perdagangan dan bisnis berada di Kelurahan

Kapuas Kanan Hulu di sekitar tepian sungai yang awalnya diberi nama pasar

Cina.Jalan Katamso pinggir sungai lah yang mula-mula menjadi pusat bisnis dan

perdagangan, kemudian melebar ke jalan sugiono, JalanSudirman, Jl DI Panjaitan,

Jl Wirapati dan Jl WR Supratman.

Sementara rumah-rumah penduduk berada di sekitar daerah Masuka.

Terdapat kawasan masuka yaitu masuka laut yang dekat sungai dan masuka darat

yang jauh dari sungai. Selain di Masuka pusat pertumbuhan tempat tinggal yaitu

di Sungai Durian (Kapuas Kanan Hulu), kemudian sekitar 25 m dari pinggir jalan

(akan/kiri) jadi tempat pertokoan hingga sekarang sehingga mengalami kenaikan

nilai dan harga tanah yang cukup tinggi.

Penyebab tingginya harga tanah adalah karena meningkatnya permintaan

atas tanah untuk tempat usaha pada lokasi-lokasi strategis, misanya untuk hotel,

bank, kantor toko, swalayan dan sebagainya. Berdasarkan hasil survei dan

pengamatan pada keempat lokasi penelitian menunjukkan hasil yang bervariasi di

setiap lokasi, sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut ini.


69

Tahun

Sumber : Hasil Survei 2015, diolah


Keterangan :
Lokasi I : Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (kawasan di Pasar tradisional Masuka),
Lokasi II : Kelurahan Ladang (Arah Melawi),
Lokasi III : Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (Museum Dara Juanti),
Lokasi IV : Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (kawasan Sungai Durian)
Gambar 4. 5
Perbandingan Trend Pertumbuhan Harga Tanah pada Empat Lokasi
Penelitian di Kota Sintang

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa keempat lokasi penelitian tidaklah sama,

dimana pada lokasi VI yakni di daerah kawasan Sungai Durian, Jalan MT

Haryono dan sekitarnya harga tanah begitu tajam pertumbuhannya, sementara

daerah lokasi penelitian III yakni daerah kelurahan Ladang Lintas Melawi

pertumbuhannya sangat lambat.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata harga tanah maupun jumlah

fasilitas tertinggi adalah di daerah lokasi I yakni di Kelurahan Kapuas Kanan Hilir

(Masuka), tertinggi kedua adalah Lokasi II Kelurahan Ladang (Arah Melawi),


70

dan ketiga adalah lokasi IV Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (Sungai Durian), dan

tertinggi keempat adalah Lokasi III Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (Museum Dara

Juanti).

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat perbedaan antara

pertumbuhan dan harga tertinggi. dimana daerah yang memiliki harga tanah

tertinggi bukan lokasi yang memiliki pertumbuhan tertinggi. Di Kelurahan

Kapuas Kanan Hilir (Masuka) pertumbuhan harga tanah tertinggi (122,58%),

namun harga tanah di sini bukan tertinggi diantara empat lokasi. Sebaliknya lokasi

IV (kawasan Sungai Durian) harga tanah tertinggi mencapai rata-rata Rp6.800.000

per meter persegi, namun pertumbuhan lebih rendah dari masuka, dan di lokasi II

(Kelurahan Ladang) rata-rata harga tanah Rp4.600.000, dan rata-rata pertumbuhan

sebesar 85%.

Lokasi III yakni Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (Museum Dara Juanti) rata-

rata paling rendah yakni hanya Rp120.500 per meter per segi dan pertumbuhan

juga paling rendah yakni 33,10% per tahun. Sebagaimana telah disebutkan pada

sub bab sebelumnya bahwa daerah ini adalah daerah dimana terdapat komunitas

penduduk yang eksklusif, banyak keturunan raja-raja dan bangsawan yang kurang

maju dalam perekonomiannya, namun hal tersebut bukan merupakan penyebab

lambatnya perkembangan daerah ini, perlu dilakukan penelitian untuk hal

tersebut. Yang pasti bahwa kemajuan suatu daerah adalah sebagai akibat dari

adanya aktifitas ekonomi yang aktif dan dinamis di suatu daerah.

Tingginya pertumbuhan usaha perdagangan di Kota Sintang disebabkan

karena kondisi perekonomian yang sangat membutuhkan usaha perdagangan


71

dimana sebagian besar kebutuhan pokok masyarakat Kab Sintang sebagian besar

didatangkan dari luar daerah sehingga usaha distribusi dan perdagangan lebih

dibutuhkan. Sementara penyebab lambatnya pertumbuhan usaha industri

mengingat masih keterbatasan sumber daya dan skill yang mendukung.

Berkembangnya daerah tersebut juga dipicu dengan dibangunnya sarana-

arana penting oleh pemerintah dan pengembangan real estate, diantaranya

terminal, pasar tradisional, ruko-ruko dan kampus. Hal ini sesuai dengan pendapat

Wunas (2000) dalam Bahri (2007:36) bahwa Perkembangan suatu kawasan kota

diawali dengan perluasan ke arah sub urban diawali dengan pembangunan suatu

sarana publik, misalnya pasar, kampus, tempat perbelanjaan berskala regional

maupun nasional, dan juga adanya wacana dari pemerintah tentang

pengembangan suatu kota, pembangunan jalan, pasar, mall dan sebagainya.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah dengan harga tertinggi

pertumbuhannya bukan yang tertinggi harga tanahnya, dimana daerah harga

tertinggi adalah di lokasi IV pasar sungai durian, namun pertumbuhan tertinggi

adalah di Lokasi I pasar Masuka. Padahal diketahui bahwa pusat pertumbuhan

Kota Sintang yang utama adalah di lokasi IV Pasar Durian, ternyata bukan yang

tertnggi pertumbuhannya.

Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa daerah dengan

pertumbuhan harga tanah tertinggi ternyata memikiki pertumbuhan jumlah tempat

usaha yang paling tinggi juga di Kabupaten Sintang. Perbandingan pertumbuhan

tempat usaha dan harga tanah pada ke empat lokasi penelitian ditunjukkan pada

gambar berikut ini.


72

Gambar 4. 6
Perbandingan Pertumbuhan Tempat Usaha dan Harga Tanah

Pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa yang tertinggi pertumbuhan tempat

usaha adalah lokasi I (pasar Masuka), sedangkan tertinggi kedua adalah di Lokasi

II (Lintas Melawi), dan yang ketiga adalah di lokai IV (pasar Sungai Durian).

Jika diperhatikan juga pada pertumbuhan harga tanah daerah-daerah tersebut

merupakan daerah tertinggi pertumbuhan harga tanahnya. Sementara di Lokasi III

(Museum) merupakan lokasi dengan pertumbuhan paling lambat baik tempat

usaha maupun harga tanah.

Hasil penelitian ini berbeda atau tidak sesuai dengan hasil studi empiris

penelitian yang dilakukan oleh Dewi Kania Sari, et all (2009) dalam penelitiannya

di Kota Bandung yang menyimpulkan bahwa distribusi spasial harga tanah di

memperlihatkan distribusi yang relatif merata.


73

Hasil penelitian ini lebih sesuai dengan hasil penelitian dan teori yang

dikemukakan oleh Berry dalam penelitian Wahyuningsih(2008), yang menyatakan

bahwa nilai lahan merupakan penilaian atas lahan secara ekonomi yang

didasarkan pada kemampuan lahan dalam hal produktivitas dan lokasinya. Teori

mengenai nilai lahan mengalami perkembangan mulai dari David Ricardo hingga

B.J.Berry. Hal ini juga didukung oleh teori menurut Berry yang menyatakan

bahwa pola nilai lahan dipengaruhi oleh keberadaan perpotongan radial road dan

ring road. Perpotongan tersebut disebut puncak kecil (mini peaks) sedangkan

pusat kota merupakan puncak utama (grand peak). Nilai lahan paling tinggi di

pusat kota dan akan menurun berdasarkan fungsi jarak dari pusat kota, namun

pada mini peaks pola nilai lahan akan mengalami perubahan. Mini peaks

meskipun tidak berada di pusat kota, menurut Berry akan memiliki nilai lahan

yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan lokasi yang lebih dekat dengan pusat

kota.

Penelitian Berry di atas menunjukkan adanya perbedaan antara pola nilai

lahan menurut konsepsi teoritis dengan pola nilai lahan menurut fenomena

empiris. Berdasarkan adanya perbedaan tersebut, maka penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui pola nilai lahan perkotaan di Kota

Surakarta.Setelah diketahui pola nilai lahannya, baru diidentifikasi faktor-faktor

apa sajakah yang menentukan pola nilai lahan tersebut.

Hasil penelitian ini juga menemukan simpulan yang sama dengan

Surakarta dimana faktor-faktor penentu nilai lahan di Kota Surakarta terdiri dari

empat faktor baru, yaitu faktor prasarana jalan, faktor prasarana permukiman,
74

faktor lokasi, dan faktor transportasi.Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian

ini adalah bahwa pola nilai lahan perkotaan di Kota Surakarta paling tinggi berada

di pusat Kota Surakarta yang kemudian menurun di wilayah-wilayah sekitarnya.

Pola tidak bulat melingkar di pusat kota, tetapi agak memanjang di sekitar jalan

arteri Slamet Riyadi. Agak di pinggiran Kota Surakarta bagian timur terdapat

wilayah yang memiliki nilai lahan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan

wilayah di dekatnya karena keberadaan sarana pendidikan.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Lita Sari Barus, et

all (2008), diKecamatan Pamulang yang menyatakan bahwa bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi perubahan harga lahan (tanah) di Kecamatan Pamulang

adalah penggunaan lahan, kependudukan, aksesibilitas dan kondisi jalan. Harga

lahan di Kecamatan Pamulang sampai tahun 2016diperkirakan akan mencapai

rata- rata Rp3.734.200/m2.

Di Kota Sintang juga demikian berkembangnya perluasan kota tidak

membentuk radius yang simetris, melainkan menyebar mengikuti arah alur sungai

dan pembangunan jalan raya. Dari hasil pengamatan selama sepuluh tahun

terakhir terbukti pertumbuhan atau perkembangan aktifitas ekonomi dan

pertumbuhan tidak hanya di stu lokasi (Sungai Durian) melainkan timbul pusat-

pusat pertumbuhan baru diantaranya di sekitar Pasar tradisional Masuka

Kelurahan Kapuas Kanan Hilir, Arah Melawi Kelurahan Ladang, dan Museum

Dara Juanti Kelurahan Kapuas Kiri Hilir.

Daerah dengan harga tanah tertinggi biasanya akan terus mengalami

perkembangan dan pertumbuhan yang pesat, yaitu pertumbuhan penduduk seiring


75

dengan banyaknya para pendatang yang menetap di lokasi tersebut, ditambah

semakin meningkatnya sektor perdagangan dan perumahan. Tingginya aktivasi

kawasan berpengaruh pada perkembangan intensitas bangunan, yang selanjutnya

akan mempengaruhi meningkatnya harga lahan yang juga akan mempengaruhi

wilayah sekitarnya.

Jika kita perhatikan pusat pertumbuhan yang uatama adalah kawasan pasar

sungai durian, sementara daerah pertumbuhan tertinggi adalah pasar masuka,

sehingga penulis berpendapat bahwa Teori Bidrent tidak berlaku disini. Harga

tertinggi memang masih di sungai durian namun bukan tidak mungkin suatu saat

nanti masuka akan lebih mahal jika pertumbuhannya stabil dalam jangka panjang.

Pada dasarnya teori bidren hanya berlaku secara lokal pada satu titik pusat

pertumbuhan tertentu, tidak berlaku jika dikaitkan dengan perkembangan suatu

kota dewasa ini.Teori bidrent hanya berlaku pada titik-titik pertumbuhan tertentu,

jadi dalam konteks radius tertentu. Dengan demikian maka untuk

mengembangkan suatu kota dapat dibuat pusat-pusat perumbuhan yang baru dan

di setiap titik tersebut akan berlaku teori bidrent. Sebagaimana telah dikemukakan

bahwa asumsi umum dalan teori penggunaan lahan wilayah perkotaan adalah

bahwa wilayah perkotaan muncul sebagai daerah yang datar pada asuatu titik

terdapat sebuah CBD. Dan diasumsikan pula bahwa perkotaan tersebut berbentuk

bulat yang pada pusatnya terdapat sebuah CBD.


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Harga tanah perkotan paling tinggi adalah di daerah Kelurahan Kapuas Kanan

Hulu terutama kawasan Jalan MT Haryono dan sekitarnya. Harga tanah di

daerah ini antara Rp 1.500.000,- hingga Rp11.000.000,- per meter persegi

dengan rata-rata pertumbuhan 47,80%. Jika dilihat rata-rata pertumbuhan

pertahun selama 10 tahun tertinggi adalah di daerah Kelurahan Kapuas Kanan

Hilir (kawasan di Pasar tradisional Masuka) mencapai 122%,Tertinggi kedua

adalah di kawasan Kelurahan Ladang (kawasan Lintas Melawi),ketiga

diKelurahan Kapuas Kanan Hilir (kawasan di Pasar tradisional Masuka)dan

tertinggi ke empat di kawasan Kelurahan Kapuas Kiri Hilir

(Museum).Meningkatnya harga tanah sebagai akibat dari perkembangan atau

pertumbuhan kota itu sendiri yang diikuti oleh tumbuhnya pemukiman

penduduk dan tempat-tempat usaha serta fasilitas ekonomi, bank, hotel,

pendidikan, kesehatan, dan sarana sosial lainnya.

2. Arah distribusi spasial pertumbuhan kota Sintang tidak membentuk pola

simetris terhadap kota asal melainkan berkembang mengikuti pertumbuhan

jumlah tempat usaha dan harga tanah. Dari hasil penelitian diketahui distribusi

spasial pertumbuhan Kota Sintang adalah 63,20% mengarah ke Kelurahan

Kapuas Kanan Hilir (Pasar Masuka). Kedua ke Kelurahan Ladang (17,69%),

ketiga Sungai Durian (13,32%) dan arah ke empat adalah ke Kelurahan Kapuas

Kiri Hilir (5,79%). Artinya bahwa teori Bdrent hanya berlaku pada satu titik

76
77

tertentu, tidak berlaku jika dikaitkan dengan perkembangan suatu kota yang

tidak simetris, karena di suatu kota terdapat banyak pusat-pust pertumbuhan

baru.

5.2. Saran

1. Secara alami perkembangan suatu kota sebagai akibat dari aktivitas manusia

yang selalu mencari kehidupan yang lebih baik dari sisi ekonomi, pendidikan,

kesehatan, sehingga dalam pengembnangan suatu kota dapat dilakukan dengan

membuat perencanaan pengembangan yang berfokus pada pengembangan

ekonomi, pendidikan, kesehatan dengan dibangun pusat-pusat pertumbuhan

baru dengan membangun fasilitas-fasilitas ekonoi, pendidikan, kesehatan, dan

pemerintahan.

2. Walaupun dalam pertumbuhan suatu kota terjadi secara alami di dasarkan pada

mekanisme pasar sebagaimana di jelaskna dalam teori Bid-rent sebagai factor

penentu utama, namun demikian ini tidak berarti bahwa penggunaan lahan

tidak perlu di atur oleh pemerintah kota bersangkutan, mengingat lahan yang

tersedia di daerah perkotaan umumnya sangat terbatas dan mekanisme pasar

tersebut kenyataannya tidak selalu bekerja baik, maka pengaturan penggunaan

lahan oleh pemerintah tetap perlu dilakukan untuk menjaga efiensi penggunaan

lahan dan sekaligus untuk menjaga kualitas lingkungan hidup wilayah

perkotaan.

3. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tata ruang yang berlaku untuk

daerah perkotaan, pengaturan penggunaan lahan daerah secara umum

dilakukan melalui penyusunan dan penetapan rencana Ruang Wilayah


78

(RTRW). Termasuk dalam RTRW ini adalah penentuan zoning yang juga

dapat digunakan sebagai alatuntuk pengaturan tata ruang. Selain itu pemerintah

kota juga diwajibkan oleh Undang-Undang untuk menyusun Rencana Detail

Tata Ruang Kota (RDTRK) yang lebih bersifat Rinci mencakup seluruh

cabang jalan pada kota bersangkutan. Bahkan selanjutnya pemerintah kota juga

diwajibkan pula menyusun Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) yang sangat

rinci dan bersifat teknis yang sekaligus dapat menggambarkan lahan yang telah

dipergunakaan untuk masing-masing kegiatan. Dengan adanya ketiga dokumen

perencanaan ruang tersebut akan dapat dilakukan pengaturan dan pengawasan

penggunaan lahan daerah perkotaan secaraa terarah.


79

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Saiful (2007) Evaluasi Lokasi Lahan Industri di Kota Kragilan


Kabupaten Serang, Tesis Magister teknik pembangunan wilayah dan
kota konsentrasi perencanaan pembangunan wilayah dan kota program
pascasarjana magister teknik pembangunan wilayah dan kota Universitas
Diponegoro Semarang.

Barus, Lita, Sari, et all (2008), Identifikasi Peranan Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Harga Lahan di Kelurahan Pondok Benda dan Benda
Baru Kecamatan Pamulang, Tesis Jurusan Teknik Planologi -
Universitas Esa Unggul, Jakarta.(tidak dipublikasikan).

BPS Kabupaten Sintang (2013),Kecamatan Sintang Dalam Angka 2013.

Reksohadiprodjo, Sukanto (2001)Ekonomi Perkotaan, Edisi IV, BPFE


Yogakarta.

Richardson, Harry, W (2001)Dasar-Dasar Ekonomi Regional, Edisi Revisi,


Lembaga Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Adisasmita, Rahardjo (2005)Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah, Edisi Pertama,


Graha Ilmu, Yogyakarta.

Adisasmita, Rahardjo (2005)Pembangunan Ekonomi Perkotaan, Edisi Pertama,


Graha Ilmu, Yogyakarta.

Adisasmita, Rahardjo (2008) PengembanganWilayah : Konsep dan Teori, Edisi


Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad, (2002), Analsis Spasial dan Regional, (Studi Aglomerasi &
Kluster Industri di Indonesia), UPP-AMP-YPKN Yogyakarta

Nazir, Muhammad (2003)Metode Penelitian,Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pratama, Ary, et all (2008)Pemodelan dan Pembangunan Sistem Informasi


Zona Nilai Tanah: Studi Kasus di Kota Bandung, Tesis Jurusan Teknik
Geodesi, Institut Teknologi NasionalBandung (tidak dipublikasikan).

Wahyuningsih, Menik (2008) Pola dan Faktor Penentu Nilai Lahan Perkotaan
di Kota Surakarta Tugas Akhir, Tesis Jurusan Perencanaan Wilayah dan
Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.

Yunus, Hadi Sabari (2002)Struktur Tata Ruang Kota. Yogjakarta: Pustaka


Pelajar.

Sari, Dewi, Kania, et all (2009), Pemodelan Harga Tanah Perkotaan,


80

Menggunakan Metode Geostatistika, (Daerah Studi: Kota


Bandung),Tesis Jurusan Teknik Geodesi FTSP Institut Teknologi
Nasional.

Sjafrizal, (2012)Ekonomi Wilayah dan Perkotaan, Edisi 1, Jakarta, Rajawali


Grafindo Persada.

Satori, Djaman, at all, (2009)Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung,


Alfabeta, CV.

Sugiyono, (2007), Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.

Suparmoko (2001), Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah,


Edisi Pertama, ANDI, Yogyakarta.

Tarigan, Robinson (2009), Ekonomi Regional, Edisi ke V/Revisi, Bumi Aksara,


Jakarta.

Republik Indonesia (1992), Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang


Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, Jakarta.

----------------(2004) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun


2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.

---------------- (2007), UU Nomor 26 tahun 2007 mengenai Penataan Ruang.


Jakarta.

Provinsi Kalimantan Barat (2011), Perda No 11 tahun 2011 tentang RTRW


Provinsi Kalbar Tahun 2011-2030,Pontianak

-----------------(2004) Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Nomor 5


Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Kalimantan Barat, Pontianak.

Pemerintah Kabupaten Sintang (2000) Perda Nomor 14 tahun 2000 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sintang, Sintang.

-------------- (2010), Perda Nomor .... Tahun 2010 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Sintang

---------------(2010) Peraturan Daerah Kabupaten Sintang Nomor 5 Tahun 2010


Tentang Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah dan
Pelaksanaan Musyawarah PerencanaanPembangunan Kabupaten
Sintang, Sintang.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah Desa dan Dusun di Kecamatan Sintang Kabupaten
Sintang
No Desa/Kelurahan Dusun RT RW Nama Dusun
[1] [2] [3] [4] [5] [6]
1 Tertung 2 6 2 1. Dusun Prabu Jaya
2. Sengkidang Permai
2 Mungguk Bantuk 3 7 2 1. Sejangkung
2. Batu Kakap
3. Tebing Tinggi
3 Tanjung Puri 37 10
4 Baning Kota 3 22 3 1. Baning Hilir
2. Baning Tengah
3. Simpang Lima
5 Ladang 10 2
6 Kapuas Kanan Hulu 40 6
7 Kapuas Kanan Hilir 16 3
8 Kapuas Kiri Hilir 13 5
9 Kapuas Kiri Hulu 14 4
10 Teluk Kelansam 3 5 3 1. Teluk Keramat I
2. Teluk Keramat II
3. Batu Besi
11 Sungai Ana 3 12 2 1. Baning Hulu
2. Sungai Sawak
3. Griya Palapa Jaya
12 Merti Guna 3 7 2 1. Keladan Tunggal
2. Nenak Tembulan
3. Meranti Jaya
13 Tanjung Kelansam 3 4 1 1. Tanjung Mulia
2. Sekayu Jaya
3. Sebelentik Raya
14 Anggah Jaya 3 5 3 1. Sungai Ringin
2. Mangkok Matai
3. Marti Jaya
15 Lalang Baru 3 4 - 1. Lalang
2. Penyaguk I
3. Penyaguk II
Jumlah 26 202 48

82
Lampiran 2 Peta Kota Sintang

83
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Penelitian: Dampak Kenaikan Harga Tanah Terhadap Sewa Tanah/Bangunan dan

Pertumbuhan Tempat Usaha di Kota Sintang Pendekatan Teori

Bidrent

Pengantar

1. Tujuan Survai ini adalah untuk memperoleh gambaran secara obyektif

mengenai nilai tanah berdasarkan nilai lokasi dan jarak.

2. Skor/nilai yang diberikan diharapkan sebagai nilai yang rill dan dapat

dipertanggungjawabkan.

3. Hasil survai ini akan digunakan untuk bahan penelitian semata tentang

perubahan harga tanah di Kota Sintang.

4. Keterangan nilai yang diberikan bersifat terbuka dan tidak dirahasiakan.

5. Survai ini tidak ada hubungannya dengan pajak atau politik maupun aspek

lainnya yang mengikat responden.

A. IDENTITAS RESPONDEN

No Profesi Jumlah
1 Notaris 3
2 Lurah 1
3 Ketua RT 5
4 Penduduk 20
5 Broker Tanah 1

84
Lampiran 4 : Hasil Survei Perkembangan Harga TanahLokasiI (Masuka) Kelurahan Kapuas Kanan Hilir
SEWA JARAK
HARGA
Nama RUMAH SEWA RUKO DARI
No VARIABEL TAHUN LOKASII TANAH LUAS
Responden TINGGAL (Rp/thn) KOTA
(Rp/M2)
(Rp/thn) ASAL
2005-2007 100.000 600.000 2.000.000
2007-2009 Masuka 200.000 800.000 5.000.000
Harga /sewa
1 p. Sui Golow 2009-2011 (Kapuas 275.000 1.000.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 7.200.000 20.000.000

2005-2007 150.000 350.000 2.000.000


2007-2009 Masuka 250.000 1.000.000 6.000.000
Betty Harga /sewa
2 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.500.000 10.000.000 5 km
Simatupang Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.200.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 8.000.000 20.000.000

2005-2007 100.000 6.000.000 8.000.000


2007-2009 Masuka 200.000 8.000.000 15.000.000
Harga /sewa
3 Syaiful 2009-2011 (Kapuas 350.000 10.000.000 30.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 12.000.000 40.000.000
2013-2015 2.000.000 15.000.000 60.000.000

2005-2007 150.000 600.000 2.500.000


2007-2009 Masuka 200.000 800.000 5.500.000
Harga /sewa
4 Burhanuddin 2009-2011 (Kapuas 450.000 1.000.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 5.000.000 7.000.000 20.000.000

85
2005-2007 100.000 700.000 2.500.000
2007-2009 Masuka 200.000 900.000 5.000.000
Harga /sewa
5 Jalaludin 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.200.000 8.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 12.000.000
2013-2015 3.000.000 8.000.000 20.000.000

2005-2007 100.000 700.000 2.000.000


2007-2009 Masuka 200.000 900.000 5.500.000
Sarno- Harga /sewa
6 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.200.000 10.000.000 5 km
Manulang Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 7.500.000 20.000.000

2005-2007 150.000 700.000 2.500.000


2007-2009 Masuka 250.000 900.000 5.000.000
Harga /sewa
7 Atet 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.200.000 8.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 12.000.000
2013-2015 3.000.000 7.500.000 20.000.000

2005-2007 150.000 750.000 2.000.000


2007-2009 Masuka 250.000 1.000.000 5.000.000
Harga /sewa
8 Apin 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.500.000 8.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.200.000 3.000.000 12.000.000
2013-2015 3.000.000 8.000.000 20.000.000

86
2005-2007 100.000 600.000 2.000.000
2007-2009 Masuka 200.000 800.000 5.000.000
Harga /sewa
9 Susanto 2009-2011 (Kapuas 375.000 1.000.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 7.200.000 20.000.000

2005-2007 100.000 600.000 2.000.000


2007-2009 Masuka 200.000 800.000 5.000.000
Harga /sewa
10 Rahmadin 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.000.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 7.200.000 20.000.000

2005-2007 150.000 600.000 2.500.000


2007-2009 Masuka 250.000 800.000 5.000.000
Harga /sewa
11 Syamsul Hadi 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.200.000 8.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.500.000 12.000.000
2013-2015 3.300.000 7.500.000 22.000.000

2005-2007 150.000 700.000 2.000.000


2007-2009 Masuka 250.000 900.000 4.000.000
Harga /sewa
12 Tiomi Nur 2009-2011 (Kapuas 500.000 1.500.000 8.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.200.000 3.500.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 8.000.000 20.000.000

87
2005-2007 100.000 600.000 2.000.000
2007-2009 Masuka 200.000 800.000 5.000.000
Harga /sewa
13 Sutatnto 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.000.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.300.000 7.000.000 20.000.000

2005-2007 600.000 600.000 2.500.000


2007-2009 Masuka 200.000 800.000 5.000.000
Harga /sewa
14 Agus 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.000.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 800.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 7.500.000 20.000.000

2005-2007 140.000 700.000 2.000.000


2007-2009 Masuka 180.000 900.000 4.000.000
Harga /sewa
15 Samsul 2009-2011 (Kapuas 350.000 1.200.000 7.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 800.000 3.000.000 12.000.000
2013-2015 3.000.000 7.500.000 22.000.000

2005-2007 100.000 600.000 2.000.000


2007-2009 Masuka 200.000 800.000 5.500.000
Harga /sewa
16 Syaifulla 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.000.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 7.500.000 20.000.000

88
2005-2007 100.000 600.000 2.000.000
2007-2009 Masuka 200.000 800.000 5.000.000
Harga /sewa
17 Rajimin 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.000.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 7.500.000 20.000.000

2005-2007 120.000 600.000 2.000.000


2007-2009 Masuka 200.000 800.000 6.000.000
Harga /sewa
18 Amat 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.500.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.500.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 8.000.000 20.000.000

2005-2007 100.000 700.000 2.500.000


2007-2009 Masuka 200.000 900.000 5.000.000
Harga /sewa
19 Hamdan 2009-2011 (Kapuas 400.000 1.200.000 8.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 12.000.000
2013-2015 3.000.000 8.000.000 20.000.000

2005-2007 150.000 800.000 2.500.000


2007-2009 Masuka 250.000 1.000.000 5.000.000
Harga /sewa
20 Ramli 2009-2011 (Kapuas 500.000 1.500.000 10.000.000 5 km
Bangunan
2011-2013 Kanan Hilir) 1.000.000 3.000.000 15.000.000
2013-2015 3.000.000 7.500.000 200.000

89
Lampiran 5 : Hasil Survei Perkembangan Harga TanahLokasi II (Melawi) Kelurahan Ladang)

SEWA JARAK
HARGA SEWA
Nama RUMAH LUAS DARI
No VARIABEL TAHUN LOKASI II TANAH LUAS RUKO
Responden TINGGAL Bangunan KOTA
(Rp/M2) (Rp/thn)
(Rp/thn) ASAL

2005-2007 1.000.000 8.000.000 8.000.000


2007-2009 LINTAS 2.000.000 10.000.000 15.000.000
Ibu Harga /sewa MELAWI/ 7 x 16 x 2
1 2009-2011 4.000.000 12.000.000 28.000.000 0-1
Pandiagan Bangunan KELURAHAN lantai
2011-2013 LADANG 6.000.000 15.000.000 38.000.000
2013-2015 8.000.000 20.000.000 50.000.000

2005-2007 700.000 3.600.000 6.000.000


2007-2009 LINTAS 1.000.000 5.000.000 10.000.000
Harga /sewa MELAWI/ 7 x 16 x 2
2 Situmorang 2009-2011 3.000.000 7.000.000 18.000.000 0-1
Bangunan KELURAHAN lantai
2011-2013 LADANG 4.000.000 9.000.000 25.000.000
2013-2015 6.000.000 12.000.000 35.000.000

2005-2007 100.000 6.000.000 8.000.000


2007-2009 LINTAS 200.000 8.000.000 15.000.000
Harga /sewa MELAWI/ 7 x 16 x 2
3 M. Sitohang 2009-2011 300.000 10.000.000 30.000.000 0-1
Bangunan KELURAHAN lantai
2011-2013 LADANG 1.000.000 12.000.000 40.000.000
2013-2015 3.000.000 15.000.000 60.000.000

2005-2007 LINTAS 100.000 1.800.000 3 x 3 m x 1 lt 15.000.000


Harga /sewa 2007-2009 MELAWI/ 200.000 2.400.000 4 x 3 m x 1 lt 20.000.000 7 x 16 x 2
4 Nainggolan 0-1
Bangunan 2009-2011 KELURAHAN 350.000 3.600.000 5 x 3 m x 1 lt 25.000.000 lantai
2011-2013 LADANG 1.000.000 4.800.000 6 x 3 m x 1 lt 30.000.000

90
2013-2015 3.000.000 6.600.000 7 x 3 m x 1 lt 40.000.000

2005-2007 100.000 1.800.000 4 x 12 x 2 lt 15.000.000


2007-2009 LINTAS 200.000 3.000.000 4 x 12 x 2 lt 20.000.000
Harga /sewa MELAWI/ 7 x 16 x 2
5 Sihotang 2009-2011 300.000 4.200.000 4 x 12 x 2 lt 25.000.000 0-1
Bangunan KELURAHAN lantai
2011-2013 LADANG 1.000.000 4.200.000 4 x 12 x 2 lt 30.000.000
2013-2015 3.000.000 10.200.000 4 x 12 x 2 lt 40.000.000

91
Lampiran 6 : Hasil Survei Perkembangan Harga TanahLokasi III (Museum) Kelurahan Kapuas Kiri Hilir
JARAK
HARGA SEWA RUMAH
Nama SEWA RUKO DARI
No VARIABEL TAHUN LOKASIIII TANAH TINGGAL LUAS LUAS
Responden (Rp/thn) KOTA
(Rp/M2) (Rp/thn)
ASAL
Bana HARGA/SEWA
2005-2007 50.000 600.000 5 KM
Hermansyah BANGUNAN
Museum/Kel
2007-2009 50.000 600.000
1 Kapuas Kiri
2009-2011 50.000 600.000
Hilir
2011-2013 50.000 600.000
2013-2015 50.000 600.000
Boy Hamidi 2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 55.000 500.000
2 2009-2011 Kapuas Kiri 55.000 550.000
2011-2013 Hilir 60.000 600.000
2013-2015 65.000 650.000
Sugiman 2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 55.000 600.000
3 2009-2011 Kapuas Kiri 60.000 700.000
2011-2013 Hilir 70.000 800.000
2013-2015 75.000 900.000
Muni F. 2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 60.000 550.000
4 2009-2011 Kapuas Kiri 70.000 600.000
2011-2013 Hilir 80.000 700.000
2013-2015 90.000 750.000
Hanafi 2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 60.000 600.000
5 2009-2011 Kapuas Kiri 70.000 700.000
2011-2013 Hilir 80.000 800.000
2013-2015 100.000 900.000

92
Romy 2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 70.000 700.000
6 2009-2011 Kapuas Kiri 90.000 900.000
2011-2013 Hilir 100.000 1.000.000
2013-2015 120.000 1.200.000
Ade maskur 2005-2007 70.000 600.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 80.000 700.000
7 2009-2011 Kapuas Kiri 90.000 800.000
2011-2013 Hilir 100.000 900.000
2013-2015 120.000 1.200.000
A.N.
2005-2007 75.000 600.000 5 KM
Djuniarto
Museum/Kel
2007-2009 85.000 700.000
8 Kapuas Kiri
2009-2011 100.000 800.000
Hilir
2011-2013 120.000 900.000
2013-2015 150.000 1.000.000
M. Yusuf 2005-2007 40.000 400.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 60.000 500.000
9 2009-2011 Kapuas Kiri 80.000 600.000
2011-2013 Hilir 120.000 700.000
2013-2015 150.000 1.000.000
G.M Baehar 2005-2007 40.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 60.000 600.000
10 2009-2011 Kapuas Kiri 750.000 700.000
2011-2013 Hilir 100.000 850.000
2013-2015 120.000 1.100.000
Salifri 2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 60.000 600.000
11 2009-2011 Kapuas Kiri 80.000 800.000
2011-2013 Hilir 100.000 1.000.000
2013-2015 140.000 1.200.000

93
Julia ali 2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 60.000 600.000
12 2009-2011 Kapuas Kiri 80.000 800.000
2011-2013 Hilir 100.000 1.000.000
2013-2015 140.000 1.200.000
Ewan 2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 60.000 600.000
13 2009-2011 Kapuas Kiri 70.000 700.000
2011-2013 Hilir 80.000 800.000
2013-2015 120.000 900.000
Tus 2005-2007 40.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 50.000 600.000
14 2009-2011 Kapuas Kiri 70.000 800.000
2011-2013 Hilir 90.000 1.000.000
2013-2015 120.000 1.500.000
H. Ahmad 2005-2007 50.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 60.000
15 2009-2011 Kapuas Kiri 750.000
2011-2013 Hilir 950.000
2013-2015 120.000
M. Sai usman 2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 70.000 600.000
16 2009-2011 Kapuas Kiri 90.000 700.000
2011-2013 Hilir 120.000 80.000
2013-2015 140.000 900.000
Thamrin
2005-2007 60.000 50.000 5 KM
hasan
Museum/Kel
2007-2009 70.000 600.000
17 Kapuas Kiri
2009-2011 90.000 700.000
Hilir
2011-2013 120.000 800.000
2013-2015 150.000 1.900.000

94
Uti syahril 2005-2007 60.000 600.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 70.000 700.000
18 2009-2011 Kapuas Kiri 90.000 900.000
2011-2013 Hilir 120.000 1.200.000
2013-2015 150.000 1.500.000
Marjuki
2005-2007 60.000 500.000 5 KM
ahmad
Museum/Kel
2007-2009 80.000 600.000
19 Kapuas Kiri
2009-2011 100.000 7.000.000
Hilir
2011-2013 120.000 1.800.000
2013-2015 140.000 1.000.000
2005-2007 50.000 500.000 5 KM
2007-2009 Museum/Kel 70.000 700.000
20 2009-2011 Kapuas Kiri 90.000 800.000
2011-2013 Hilir 120.000 1.000.000
2013-2015 150.000 1.200.000

95
Lampiran 7 : Hasil Survei Perkembangan Harga TanahLokasiII (Sungai Durian) Kelurahan Kapuas Kanan Hulu
SEWA JARAK
HARGA
Nama RUMAH SEWA RUKO DARI
No VARIABEL TAHUN LOKASIIV TANAH LUAS LUAS
Responden TINGGAL (Rp/thn) KOTA
(Rp/M2)
(Rp/thn) ASAL
2005-2007 1.200.000 20.000.000
2007-2009 1.800.000 30.000.000
Horas Harga /sewa Kel. Kapuas
1 2009-2011 2.000.000 35.000.000
Marbun Bangunan Kanan Hulu
2011-2013 2.500.000 45.000.000
2013-2015 5.000.000 60.000.000
2005-2007 600.000 3.000.000 40.000.000
2007-2009 700.000 4.000.000 45.000.000
Harga /sewa Kel. Kapuas
2 MJ 2009-2011 800.000 5.000.000 50.000.000
Bangunan Kanan Hulu
2011-2013 900.000 6.000.000 55.000.000
2013-2015 100.000 7.000.000 60.000.000
2005-2007 1.000.000 20.000.000
2007-2009 1.500.000 30.000.000
Harga /sewa Kel. Kapuas
3 Rio Ivan 2009-2011 2.500.000 35.000.000
Bangunan Kanan Hulu
2011-2013 3.500.000 45.000.000
2013-2015 5.500.000 60.000.000
2005-2007 1.000.000 3.000.000 20.000.000
2007-2009 1.500.000 4.000.000 30.000.000
Harga /sewa Kel. Kapuas
4 Remsi 2009-2011 2.000.000 5.000.000 35.000.000 4
Bangunan Kanan Hulu
2011-2013 3.000.000 8.000.000 45.000.000
2013-2015 7.800.000 1.000.000 60.000.000
2005-2007 1.000.000 3.000.000 20.000.000
2007-2009 1.500.000 4.000.000 30.000.000
Harga /sewa Kel. Kapuas
5 Tagor 2009-2011 2.000.000 5.000.000 35.000.000 4
Bangunan Kanan Hulu
2011-2013 4.000.000 8.000.000 45.000.000
2013-2015 8.000.000 1.000.000 60.000.000

96
2005-2007 3.000.000 4.000.000 4 x 6 m2 20.000.000
2007-2009 4.000.000 6.000.000 5 x 6 m2 30.000.000
Harga /sewa Kel. Kapuas
6 Wandi 2009-2011 5.000.000 8.000.000 6 x 6 m2 35.000.000 4
Bangunan Kanan Hulu
2011-2013 8.000.000 10.000.000 7 x 6 m2 45.000.000
2013-2015 10.000.000 12.000.000 8 x 6 m2 60.000.000
2005-2007 3.000.000 4.000.000 4 x 6 m2 20.000.000
2007-2009 4.000.000 5.500.000 5 x 6 m2 30.000.000
Harga /sewa Kel. Kapuas
7 Mora 2009-2011 5.000.000 8.000.000 6 x 6 m2 35.000.000 4
Bangunan Kanan Hulu
2011-2013 8.000.000 10.000.000 7 x 6 m2 45.000.000
2013-2015 11.000.000 12.000.000 8 x 6 m2 60.000.000
2005-2007 1.000.000 3.000.000 20.000.000
2007-2009 1.500.000 4.000.000 30.000.000
Harga /sewa Kel. Kapuas
8 Molan 2009-2011 2.000.000 5.000.000 35.000.000 4
Bangunan Kanan Hulu
2011-2013 4.000.000 6.000.000 45.000.000
2013-2015 7.000.000 7.000.000 60.000.000

97
Lampiran 8 : Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi I
(Masuka) Kelurahan Kapuas Kanan Hilir
NO JENIS USAHA JUMLAH
1. Toko Sembako 24
2. Bengkel Motor/Toko Las 10
3. Toko Pakaian Jadi 2
4. Praktek Dokter 1
5. Paud (Sekolah Anak Usia Dini) 1
6. SD 1
7. Warung Makan/Rumah Makan 6
Ruko dalam Pembangunan dan belum terjual (masih
8. 55
Kosong) didepan di tulis di jual/di sewakan
9. Gudang Barang 35
10. Ruko Dan Tempat Tinggal 41
11. Service Electro 1
12. ATM 1
13. Pedagang Ponsel/Pulsa 3
14. Toko Kaca 1
15. Salon 2
16. Kios-Kios Kecil (Dagangan Sembarang) 25
17. Tutup Usaha (Toko Bangunan) 2
18. Toko Bangunan 1
19. Pangkalan LPG (Gas) 1
20. Praktek Bidan 2
21. Toko Kayu Olahan 1
22. Apotik 1
23. Cuci Motor 1
24. Losmen/Penginapan 1
25 Loundry 1
26 SPBU 1
Jumlah 221

98
Lampiran 9 : Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi IIJalan
Lintas Melawi Kelurahan Ladang
No Jenis Usaha Jumlah
1. Bangunan Baru belum terjual dan dalam proses di 42
sewakan dan masih kosong
2. Toko Pakaian jadi/Sepatu/Jam/Alat Dapur/Alat 25
Olahraga
3. Toko Accessoris/Helm/Alat Pancing 8
4. Kantor Partai dan Perusahaan 25
5. Dealer Motor 9
6. Bengkel Motor dan Accessoris nya 18
7. Penjual/Penyewaan Caset 4
8. Toko Computer 4
9. Bengkel Mobil 10
10. Bengkel Kulkas 1
11. Salon 7
12. Meubel/Furniture 6
13. Klinik Pengobatan 1
14. Rumah Bersalin 1
15. Praktek Dokter 4
16. Swalayan 4
17. Rumah Makan 20
18. ATK 2
19. Sembako 8
20. Depot Air Isi Ulang 1
21. Notaris 2
22. BANK 4
23. Optik 2
24. Apotik 2
25 Toko Sepeda 1
26 Cafe 6
27. Warung Makan/Kopi 8
28. TkJahit 2
29. Industri Batako 1
30. Industri Meubel 1
31. Toko Bangunan 10
32. Lembaga Keuangan Selain Bank 5
33. Toko Ponsel atau Pulsa 4
34. SPBU 1
35. Masjid Raya 1
36. Asrama Haji 1
37. Laboratorium 1
38. Photo Studio 1
Jumlah 253

99
Lampiran 10 : Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi III
(Museum) Kelurahan Kapuas Kiri Hilir

NO JENIS USAHA JUMLAH

1. Perdagangan BBM di Lanting 6

2. Kios-Kios Sembako 10

3. Warung Minuman/Kopi (Ukuran Micro) 12

4. Pedagang LPG (Gas Masak) 3

5. Pedagang Pulsa (Skala Kecil-Kecilan) 2

6. Penjual Tiket Kapal Laut/Pesawat 1

JUMLAH 34

Lampiran 11 : Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi


IV (Sungai Durian) Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (Jl. M.T.
Haryono)
NO JENIS USAHA JUMLAH
1 BANK 11
2 Swalayan 7
3 Toko Elektronik/Computer 9
4 Toko Sembako 5
5 Toko Ponsel 11
6 HOTEL 5
7 Rumah Makan 16
8 Kantor Pemerintah 5
9 Kantor Perusahaan 12
10 Warung Makan/Minum 22
11 Bengkel Motor/Jok Motor 22
12 Toko Pakaian Jasi/Sepatu 18
13 Dealer Motor 11
14 Toko Bangunan 8
15 Salon/Tk Pangkas Pria 5
16 Praktek Dokter 4
17 Tempat Tinggai 23
18 Dealer Mobil 2
19 Toko dalam Proses Pembangunan 32
20 Toko Proses Mau di Sewakan 9
21 Lembaga Keuangan selairi Bank 6

100
22 Bengkel Mobil 2
23 Apotik/Optik 4
24 Toko Obat 1
25 Klinik Pengobatan/Laboratorium 2
26 Puskesmas 1
27 Sekolah (SD, SMP, SMA) 5
28 Kursus Computer 1
29 Bimbingan Belajar 1
30 ATK 1
31 Sepeda 1
32 Pijat Refleksi 1
33 Toko Buah 2
34 Toko Alat Olah Raga 1
35 Toko Meuble 1
36 Cuci Mobil/Motor 1
37 Notaris 2
38 Sewa Kursi/Tenda 2
39 Helm/Asesoris 2
40 Tukang Jahit 2
41 Kesegaran Jasmani/Aerobik 1
42 Rumah Sakit TNI 1
43 Asrama TNI 1
44 Asrama Polisi 1
45 Depot Isi Ulang
46 Depot Pertamina (Suplai Distribusi BBM) 1
47 Grosir 1
48 Toko Sepeda 1
49 Masjid 1
50 Lapangan Tenis 1
51 Toko Perhiasan Perak 1
52 Kantor POS 1
53 Toko Roti Kanar 1
54 Meuble/Furniture 1
JUMLAH 292

101
Lampiran 12Hasil Survei Tempat Usaha dan Fasilitas Sosial di Lokasi
Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (Jl. Kolonel sugiono, Katamso,
Sudirman, D.I. Panjaitan, Wirapati, WR.Supratman)
KAWASAN JALAN
KOL WR.SU Juml
NO JENIS USAHA KATAM SUDIRM D.I.PANJA WIRAP
SUGI0 PRAT ah
SO AN ITAN ATI
N0 MAN
1 Pakaian jadi 16 9 4 25 4 9 67
2 Toko Sepatu 4 1 3 4 - - 12
Elektronik/Komp
3 7 10 2 6 2 - 27
uter
Sembako/Toko
4 2 6 4 6 8 19 45
Elpiji
5 Cafe/Kedai Kopi 1 1 - 2 - 1 5
6 Rumah Makan 2 1 2 7 2 - 14
7 Aiat Dapur - 2 1 11 - 12 26
8 Swalayan 1 - - 1 - - 2
9 Toko Pulsa/HP 2 1 1 12 - 3 19
10 Optik 1 - - - - - 1
11 Praktek Dokter - - - - - - 0
12 Toko Sepeda - - - 1 1 - 2
Toko Obat/Bahan
13 Kecantikan 2 1 2 1 1 - 7

14 Meubel 1 4 - 2 - - 7
15 Bank 1 - - 1 - 1 3
Jasa Keuangan
16 1 - - - - - 1
Lain
17 Dealer Motor 1 - - - - 2 3
Bengkel Motor
18 /Ptq (dUvt- /n<- 4 - 6 4 5 2 21
Uf
19 Hotel - - - - 1 - 1
Toko
20 Bangunan/Mesin- 7 21 - 2 5 6 41
Mesin
Depot Air Isi
21 1 - - - - - 1
Ulang
22 Service Electro - 2 1 3 - - 6
23 Toko Emas - 3 - - - 8 11
Jasa
24 Maspot/fkantoK) - - 1 - 2 - 3
Cfr^nipif))
25 Salon - - 1 1 2 - 4
Rehab/Proses
Pembangunan/Ko
26 9 - - - - - 9
song Sementara

102
Toko Buku
27 - - - A. Mr - 0
Tukang Jahit
28 - - - 10 - - 10
Toko Pertanian
29 - - - - - 3 3
30 Ikan Asin/Basah - - - - - 11 11
395

103

Anda mungkin juga menyukai