Anda di halaman 1dari 54

PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL TESIS

(UJIAN PERTAMA)

Dengan ini, Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Ahli mahasiswa :

Nama : YOEL YUDI


NIM : B 61112010
Jurusan : Ilmu Ekonomi
Program Studi : Magister Ilmu Ekonomi
Konsentrasi : Keuangan Daerah
Judul Proposal : PENGARUH BELANJA BIDANG PENDIDIKAN,
KESEHATAN DAN INFRASTRUKTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN
BARAT

Menyatakan bahwa Proposal Tesis tersebut telah dikoreksi dan disetujui


untuk diseminarkan

Dosen Nama Dosen Tanggal Tanda Tangan

Dosen P.A. Prof. Hj. Asniar Ismail, SE, MM

Dosen Ahli **
PERNYATAAN BEBAS DARI PLAGIAT

Nama : YOEL YUDI


NIM : B 61112010
Jurusan : Ilmu Ekonomi
Program Studi : Magister Ilmu Ekonomi
Konsentrasi : Keuangan Daerah
Judul Proposal : PENGARUH BELANJA BIDANG PENDIDIKAN,
KESEHATAN DAN INFRASTRUKTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA DI
KALIMANTAN BARAT

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa proposal tesis dengan judul


tersebut di atas secara keseluruhan adalah murni karya penulis sendiri dan bukan
plagiat dari karya orang lain, kecuali bagian-bagian yang dirujuk sebagai sumber
pustaka sesuai dengan panduan penulisan yang berlaku (lembar hasil pemeriksaan
plagiat terlampir).
Apabila di dalamnya terdapat kesalahan dan kekeliruan maka sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis yang dapat berakibat pada pembatalan Tesis dengan
judul tersebut di atas.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenar-benarnya.

Pontianak, Mei 2018

Materi 6000*

YOEL YUDI
B 61112010
PENGARUH BELANJA PENDIDIKAN, BELANJA
KESEHATAN DAN BELANJA INFRASTRUKTUR
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN BARAT

PROPOSAL TESIS

Disampaikan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Rangka Mencapai


Derajat Kesarjanaan S2 pada Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi
Universitas Tanjungpura

Oleh

YOEL YUDI
NIM: B61112010

PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................i
DAFTAR TABEL...............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian.......................................................................1
1.2 Permasalahan..........................................................................................8
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................9
1.4. Kontribusi Penelitian..............................................................................10
1.4.1. Bagi Kalangan Akademis dan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan.................................................................................10
1.4.2. Bagi Pemerintah dan Pengambil Kebijakan................................11
1.5. Gambaran Kontekstual Penelitian.........................................................11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................13


2.1. Landasan Teori.......................................................................................13
2.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi......................................................13
2.1.2. Teori Pengeluaran Pemerintah....................................................16
2.1.3. Teori Kesejahteraan Masyarakat.................................................20
2.1.4. Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi......................................22
2.1.5. Kesehatan dan Pertumbuhan Ekonomi........................................23
2.1.6. Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi....................................24
2.1.7. Pendidikan dan Kesejahteraan Masyarakat.................................24
2.1.8. Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat..................................25
2.1.9. Infrastruktur dan Kesejahteraan Masyarakat...............................26
2.1.10. Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat........26
2.2. Landasan Empiris (Penelitian Terdahulu)..............................................27
2.3. Kerangka Berfikir dan Hipotesis............................................................34
2.3.1. Kerangka Konseptual..................................................................35
2.3.2. Hipotesis......................................................................................36

i
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN......................................................37
3.1. Bentuk Penelitian....................................................................................37
3.2. Kerangka Proses Berfikir Penelitian......................................................37
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................37
3.4. Jenis dan Sumber Data...........................................................................37
3.5. Populasi dan Sampel...............................................................................38
3.6. Variabel Penelitian.................................................................................38
3.7. Metode Analisis......................................................................................38
3.7.1. Analisis Jalur (Path Analysis).....................................................39
3.7.2. Pengujian Signifikansi.................................................................42

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................44

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Realisasi Belanja Urusan Pendidikan, Kesehatan, dan Fasilitas


Umum dan Perumahan Rata-Rata pada Kabupaten/Kota di
Kalimantan Barat Tahun 2010-2016 (Juta Rupiah) 5
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten Atas Dasar Harga
Konstan 2010, Tahun 2010-2016 6
Tabel 1.3 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2010-2016 7

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Komposisi Belanja Pemerintah Menurut Urusan Wajib


Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat, Tahun 2016 4
Gambar 2.1 Proses Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner
19
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian 35
Gambar 3.2 Kerangka Proses Berfikir Penelitian 34

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Belanja Pemerintah Kabupaten Kota Menurut Urusan, Tahun


2016
Lampiran 2 Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat
Tahun 2010-2016 Menurut Urusan Pendidikan, Kesehatan,
Pekerjaan Umum dan Perumahan (dalam Juta Rp)
Lampiran 3 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten Atas Dasar Harga
Konstan 2010, Tahun 2010-2016
Lampiran 4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/
Kota di Kalimantan barat, Tahun 2010 – 2016
Lampiran 5 Input Data Eviews

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan


pembangunan daerah. Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang diinginkan
berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah yaitu dengan melaksakanan
pembangunan di segala bidang. Dalam melaksanakan pembangunan ketersediaan
dana yang memadai adalah faktor utama untuk pembiayaan pembangunan baik
inftrastruktur maupun suprastruktur. Sumber utama dana pembangunan daerah
adalah APBD, untuk mencapai sasaran yang diinginkan dari program-program
pembangunan daerah tergantung dari besar kecilnya pengalokasian dana dalam
APBD. Keterbatasan dana APBD merupakan isu yang sering dikemukakan oleh
setiap daerah, kondisi ini dapat dilihat dari komposisi sumber pendanaan yang
digunakan dalam pembiayaan pembangunan daerah dimana bantuan dari
pemerintah yang lebih tinggi masih sangat dominan. Oleh karena itu
pengalokasian anggaran pada pos-pos belanja yang vital dan strategis perlu
dilakukan dengan skala prioritas. Pendidikan dan kesehatan merupakan dua
komponen yang sering digunakan dalam mengukur kesejahteraan masyarakat
kaitannya dengan indeks pembangunan manusia.

Pendidikan, kesehatan, dan keberadaan infrastruktur juga merupakan pilar


utama dalam konsep pembangunan manusia, karena pada dasarnya pembangunan
adalah pelayanan publik dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Keberhasilan pembangunan juga dapat diukur dari tingkat pencapaian hak
masyarakat dalam mengakses hasil pembangunan diantaranya fa silitas/pelayanan
kesehatan, pendidikan dan kesempatan memperoleh pendapatan. Bidang
pendidikan, kesehatan dan infrastruktur merupakan fokus pembicaraan dalam
setiap pelaksanaan pembangunan di setiap daerah.

Pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan merupakan dua pilar


untuk membentuk modal manusia (human capital) dalam pembangunan ekonomi

1
yang tidak lain merupakan investasi dalam jangka panjang. Teori pembangunan
manusia, salah satunya menekankan pentingnya peranan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas modal manusia (human capital) yang merupakan motor
penggerak (engine of growth) pertumbuhan ekonomi. Dengan investasi
pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang
diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan keterampilan. Usaha produksi
akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja
dengan produktivitas tinggi, dan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi.
Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan
memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang diperlihatkan melalui
peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.

Secara konsep dan teoritis menyatakan bahwa pengaruh pendidikan,


kesehatan dan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan
yang positif. Dimana faktor pendidikan akan mempengaruhi skil dan kesehatan
akan mempengaruhi produktivitas sedangkan infrastuktur merupakan faktor
pendukung utama pembangunan ekonomi. Selain itu berdasarkan kajian empiris
dari beberapa penelitian terdahulu diantaranya : Bastias (2010), Sodik (2007),
Rustiono (2008), Sitepu, dan Sinaga (2004), Zulyanto, (2010). Dari semua hasil
penelitian mengkonfirmasi bahwa modal manusia (human capital) dalam bentuk
pendidikan dan kesehatan mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan pendapatan. Hasil temuan ini menjadi landasan empiris
dan pola pikir yang digunakan dalam penelitian ini.

Arah kebijakan dan strategi pembangunan dimaksud mengacu kepada


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kalimantan Barat Tahun
2008-2028 dan amanat konstitusional Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk itu, Visi Pembangunan Kalimantan Barat Tahun 2013–2018 yang
dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kalimantan Barat Tahun 2013-2018 adalah : “Mewujudkan Masyarakat
Kalimantan Barat yang Beriman, Sehat, Cerdas, Aman, Berbudaya dan Sejahtera”
Dengan demikian maka pembangunan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur

2
menjadi semakin penting dan merupakan program pembangunan yang mendapat
prioritas.

Urusan pendidikan sangat penting dalam pembangunan manusia, dimensi


pendidikan merupakan salah satu indikator dalam pembentukan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karena itu, pembangunan urusan pendidikan
menjadi sangat berarti, terlebih terdapat dua aspek yang menjadi indikator
pembentukan IPM, yaitu aspek rata-rata lama sekolah dan aspek angka melek
huruf. Pembangunan pendidikan terkait juga dengan pembangunan lainnya yakni
pembangunan kesehatan dan pelayanan umum. Urusan paling penting kedua
dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat adalah urusan kesehatan.
Kesehatan kualitas kinerja pelayanan publik, termasuk pembangunan urusan
kesehatan, memiliki implikasi yang luas dalam mencapai kesejahteraan
masyarakat. Beberapa aspek perlu perbaikan serta kinerjanya masih belum seperti
yang diharapkan. Pembangunan urusan kesehatan juga terkait dengan
pembentukan IPM di suatu daerah yakni aspek angka harapan hidup.

Urusan paling penting ketiga dalam RPJM Kalbar adalah urusan bidang
Infrastruktur, Pekerjaan Umum dan perumahan. Isu strategis bidang infrastruktur
melingkupi 6 (enam) urusan yaitu: urusan pekerjaan umum, perumahan,
perhubungan, komunikasi dan informatika, lingkungan hidup dan energi dan
sumber daya mineral. Sedangan beberapa isu trategis pembangunan bidang urusan
pekerjaan umum, yaitu 1) Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi/rawa ;
2) Peningkatan pelayanan air bersih ; 3) Peningkatan pelayanan sanitasi
(persampahan, IPAL dan drainase) ; 4) Pembangunan TPA Regional ; 5)
Peningkatan pengendalian bencana banjir dan abrasi pantai; 6) Percepatan
Pembangunan Jalan Lingkar Luar (Outer Ring Road) dan Kanal Lingkar Luar
(Outer Ring Canal) ; 7) Peningkatan kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan ; 8)
Terbatasnya pendanaan pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan ; 9)
Percepatan pembangunan jalan baru ; 10) Pemindahan pusat pemerintahan
Provinsi Kalimantan Barat. Untuk urusan Perumahan beberapa isu strategis dan

3
prioritas pembangunan urusan Perumahan, yaitu: 1) Peningkatan jumlah rumah
tidak layak huni menjadi rumah layak huni dan Penataan permukiman kumuh.

Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut maka kebijakan anggaran


setiak kabupaten/kota di Kalimantan Barat mengacu dan menyesuaikan dengan
visi misi dan prioritas pembangunan dalam RPJM Kalimantan Barat tersebut
dengan memperioritaskan pengeluaran belanja (langsung) pemerintah pada
bidang-bidang/urusan pendidikan, kesehatan, ekonomi, ketertiban dan keamanan,
lingkungan hidup, pariwisata dan budaya, pelayanan umum, perlindungan sosial.
Adapun komposisi belanja pemerintah kabupaten/kota dengan komposisi sebagai
berikut.

4
Sumber : djpk.go.id (Lampiran 1)

Gambar 1. 1 Komposisi Belanja Pemerintah Menurut Urusan Wajib


Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat, Tahun 2016

Urusan pendidikan menduduki posisi terbesar dalam pengeluaran belanja


pemerintah, kesehatan di urutan keempat dan fasilitas umum dan perumahan di
posisi ketiga. Tiga bidang pembangunan (pendidikan, kesehatan, infrastruktur)
yang menjadi topik dalam penelitian ini secara konsep dan teori dapat
mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan angka IPM. Berikut ini data tentang alokasi anggaran bidang
pendidikan, kesehatan dan infrastuktur fasilitas umum dan perumahan pada
pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Barat tahun 2016.

Tabel 1.1 Realisasi Belanja Urusan Pendidikan, Kesehatan dan Fasilitas


Umum dan Perumahan Rata-Rata pada Kabupaten/Kota di Kalimantan
Barat Tahun 2010-2016 (Jutaan Rupiah)

Belanja Urusan Belanja Urusan Infrastruktur dan


Tahun
Pendidikan Kesehatan Perumahan

2010 201.846,41 51.749,94 109.937,94

2011 258.907,01 73.770,23 148.629,20

2012 113.084,90 70.205,45 285.960,85

2013 286.728,66 80.238,13 154.329,85

5
2014 305.436,24 92.774,02 186.528,17

2015 363.547,00 103.123,84 190.994,16

2016 297.707,22 130.445,13 247.908,88


Sumber : Kementerian Keuangan RI (djpk.go.id) 2018, diolah

Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa perkembangan jumlah realisasi jenis-jenis


belanja bervariasi dan berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan kecenderungan
meningkat dengan pertumbuhan yang tidak proporsional. Jika dilihat dari trend
perkembangannya, walaupun realisasi anggaran Pendidikan, realisasi anggaran
Kesehatan, dan realisasi anggaran Infrastruktur, fasilitas umum dan perumahan
cenderung meningkat setiap tahun dari 2011 sampai dengan 2016.

Keberhasilan pembangunan ditandai dengan adanya peningkatan


pertumbuhan ekonomi setiap tahun. Salah satu indikator keberhasilan
pembangunan adalah adanya kemajuan dalam ekonomi atau pertumbuhan
ekonomi setiap tahun. Secara rinci pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Provinsi Kalimantan Barat dalam periode tahun 2011 sampai 2016 berdasarkan
data BPS Provinsi Kalimantan Barat sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.2
berikut ini.

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten Atas Dasar Harga Konstan
2010, Tahun 2010-2016
Rata-
Nama Daerah 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rata
Bengkayang 4.63 5.09 5.87 5.90 4.02 3.96 4.26 4.82
Ketapang 7.51 7.54 4.65 4.55 2.92 5.53 3.06 5.11
Sambas 5.79 5.69 5.90 6.18 5.42 4.78 5.07 5.55
Sanggau 4.15 5.08 6.03 5.98 3.26 3.68 3.91 4.58
Kota Pontianak 5.39 5.05 7.77 7.86 5.97 5.29 6.46 6.26
Kota Singkawang 5.54 5.75 6.76 6.62 6.43 5.96 6.58 6.23
Sekadau 5.85 4.73 6.21 6.56 6.11 5.75 6.27 5.93
Kayong Utara 5.92 5.05 5.78 5.26 5.65 5.03 5.13 5.40
Kubu Raya 6.23 6.54 6.61 6.66 6.44 6.36 6.51 6.48
Landak 5.13 4.95 5.42 5.23 4.90 5.11 5.08 5.12
Kapuas Hulu 4.44 4.12 4.75 5.23 3.97 4.66 4.64 4.54
Mempawah 2.13 3.00 4.06 5.44 6.00 5.62 6.16 4.63

6
Sintang 5.19 4.79 5.60 6.47 5.36 4.57 5.28 5.32
Melawi 5.75 4.27 6.22 4.85 4.73 4.70 4.56 5.01
Sumber : BPS, Kalimantan Barat Dalam Angka, 2011 -2016

Pada tabel 1.2 terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/


kota berkisar antara 4,56 sampai dengan 6,41. Pertumbuhan ekonomi paling
tinggi dalam 6 tahun terakhir adalah Kabupaten Kubu Raya dengan rata-rata
sebesar 6,41% per tahun selama periode 2011-2016. Di posisi kedua adalah Kota
Singkawang dengan rata-rata 6,07%. Sementara kabupaten dengan pertumbuhan
rata-rata terendah adalah Kabupaten Mempawah 4,56%, walaupun pada tahun
2015 dan 2016 pertumbuhan ekonomi Mempawah cukup tinggi yakni 5,62 dan
5,99%. Terendah kedua adalah Kabupaten Kapuas Hulu dengan rata-rata 4,64%.

Tingginya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat tidak


memberikan jaminan terhadap pengurangan angka pengangguran, bahkan
pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai oleh pemerataan akan membuat gap
yang semakin jauh antara golongan ekonomi tinggi dengan golongan masyarakat
ekonomi bawah. Banyak kalangan mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi
menjadi alat ukur untuk melihat seberapa besar tingkat keberhasilan pembangunan
perekonomian dapat dicapai di suatu daerah atau negara. Namun pertumbuhan
ekonomi sebagai ukuran mempunyai kelemahan diantaranya kurang
mengindikasikan kesejahteraan secara horizontal. Dengan demikian maka selain
untuk pertumbuhan Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara umum.

Untuk melihat bagaimana pengaruh belanja pendidikan, kesehatan,


infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat di
kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Barat maka variabel kesejahteraan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angka IPM (indeks pembangunan
manusia). IPM adalah suatu indikator yang kesejahteraan yang disepakati secara
internasional melihat keberhasilan pembangunan manusia yang ditinjau dari tiga
sisi atau dimensi yaitu sisi kesehatan atau hidup sehat, pendidikan atau

7
pengetahuan dan pendapatan atau kelayakan hidup. Adapun angka IPM masing-
masing kab/kota di Provinsi Kalimantan Barat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. 3 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota di


Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2010-2016 (point)
Rata-
No Kab/Kota 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
rata
1 74,8 75,0 75,5 75,9 76,6 77,5 77,6
Kota Pontianak 76,18
7 8 5 8 3 2 3
2 67,2 67,5 68,5 69,1 69,8 70,0 70,1
Kota Singkawang 68,92
7 0 4 3 4 3 0
3 62,5 62,9 63,4 63,9 64,4 64,6 65,4
Bengkayang 63,91
0 4 2 9 0 5 5
4 61,8 62,5 63,4 63,9 64,5 65,0 65,5
Kubu Raya 63,84
7 6 2 4 2 2 4
5 60,3 61,6 62,3 62,7 63,5 64,1 64,5
Landak 62,77
6 7 8 2 9 2 8
6 60,6 61,4 62,0 62,8 63,2 64,0 64,7
Ketapang 62,72
3 7 4 5 7 3 4
7 59,9 60,8 61,6 62,6 63,1 64,1 64,7
Sintang 62,45
1 0 6 4 9 8 8
8 60,9 61,1 61,5 62,2 62,8 63,7 64,2
Melawi 62,41
1 8 8 7 9 8 5
9 59,8 60,5 61,5 62,4 63,2 64,1 64,9
Sambas 62,39
1 7 3 7 8 4 4
10 59,8 60,8 61,8 62,6 62,9 63,7 63,8
Kapuas Hulu 62,23
4 3 5 3 0 3 3
11 60,5 60,9 61,3 61,7 62,0 63,0 63,9
Sanggau 61,95
7 6 9 2 6 5 0
12 59,4 59,9 60,7 62,0 62,7 63,3 63,8
Mempawah 61,75
8 5 5 9 8 7 4
13 59,4 59,7 60,1 61,0 61,9 62,3 62,5
Sekadau 61,03
2 6 4 2 8 4 2
14 55,8 56,5 57,5 57,9 58,5 60,0 60,8
Kayong Utara 58,19
3 8 3 2 2 9 7
61,9 62,3 63,4 64,3 64,8 65,5 65,8
Kalbar 64,06
7 5 1 0 9 9 8
Sumber : bpskalbar.go.id

Jika dilihat angka IPM masing-masing daerah bervariasi, dimana IPM


tertinggi dialami oleh Kota Pontianak dengan rata-rata 76,18 yang terendah adalah
Kabupaten Kayong Utara rata-rata 58,19, sedangkan untuk Kalimantan Barat pada
periode yang sama rata-rata 64,06. IPM yang tinggi menggambarkan semakin
mendekati sasaran indikator IPM yakni tercapainya tiga dimensi yang diinginkan
manusia yakni umur panjang dan sehat, pengetahuan, kehidupan yang layak yang
diindikasikan dengan empat indikator (Angka harapan Hidup, Angka Melek

8
Huruf, Rata-Rata Lama Sekolah dan Pengeluaran yang disesuaikan). Keempat
prinsip tersebut pada dasarnya adalah tercapainya produktivitas, pemerataan,
keberlanjutan, serta pemberdayaan manusia.

Berdasarkan uraian dan beberapa indikasi di atas, penulis tertarik untuk


mengadakan penelitian mengenai hubungan atau pengaruh alokasi anggaran
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dan perumahan terhadap pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Barat.

1.2 Permasalahan

Secara konsep dan teoritis menyatakan bahwa pengaruh pendidikan,


kesehatan dan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan
yang positif, oleh karena itu kebijakan penggunaan anggaran pada setiap daerah
mengatur pengeluaran pemerintah menurut urusan wajib dikelompokkan pada
pengeluaran berdasarkan skala prioritas yakni pengeluaran bidang pendidikan,
kesehatan, infrastruktur/pekerjaan umum dan perumahan. Kenyataan yang terjadi
bahwa komposisi pengeluaran pada setiap daerah kab/kota bervariasi da berbeda
satu dengan yang lainnya. Begitu juga capaian pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan di setiap daerah tidaklah sama. Secara konsep dan teori maupun
beberapa kajian empiris bahwa faktor pendidikan akan mempengaruhi skil dan
kesehatan akan mempengaruhi produktivitas sedangkan infrastuktur merupakan
faktor pendukung utama pembangunan ekonomi. Dari fenomena ini maka
dirumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan : “Apakah pengeluaran
pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur/pekerjaan umum
dan perumahan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota
di Provinsi Kalimantan Barat ?. Selanjutnya pertanyaan penelitian dirinci sebagai
berikut :

1. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap


pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Kalimantan Barat dan berapa besar
pengaruhnya ?

9
2. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Kalimantan Barat dan berapa besar
pengaruhnya ?

3. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang infrastruktur terhadap


pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Kalimantan Barat dan berapa besar
pengaruhnya ?

4. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap


kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Barat dan berapa
besar pengaruhnya ?

5. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap


kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Barat dan berapa
besar pengaruhnya ?

6. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang infrastruktur terhadap


kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Barat dan berapa
besar pengaruhnya ?

7. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan


masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Barat dan berapa besar
pengaruhnya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan, maka tujuan yang ingin dicapai dari


penelitian ini adalah :

1. Menguji dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang


pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Kalimantan
Barat.

2. Menguji dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang


kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Kalimantan
Barat.

10
3. Menguji dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Kalimantan
Barat.

4. Menguji dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang


pendidikan terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan
Barat.

5. Menguji dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang


kesehatan terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan
Barat.

6. Menguji dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang


infrastruktur terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan
Barat.

7. Menguji dan menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap


kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Barat.

1.4 Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada


berbagai pihak, diantaranya :

1.4.1 Bagi Kalangan Akademis dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini dapat memperkaya kajian-kajian empiris, terutama berkaitan


dengan upaya dan optimalisasi pengelolaan keuangan daerah. Selain itu dapat
melahirkan sebuah pemikiran baru berupa konsep, strategi, dan kebijakan
pengelolaan keuangan daerah dan menjadi acuan dalam penelitian lebih lanjut
khususnya di Kabupaten Sekadau. Selain itu dapat menjadi salah satu sumber
masukan dan informasi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan dan
melanjutkan studi lebih mendalam tentang topik yang berkaitan langsung maupun
tidak langsung dengan sistem keuangan daerah. Sebagai masukan bagi rekan-
rekan yang berminat dan tertarik memperdalam penelitian keuangan daerah.

11
1.4.2 Bagi Pemerintah dan Pengambil Kebijakan

Hasil penelitian ini menjadi sumber informasi alternatif dan fakta bagi
pemerintah dalam membuat kebijakan yang berkenaan dengan pembangunan dan
keuangan khususnya yang berkaitan dengan prinsip akuntabilitas publik,
memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan
pengelolaan keuangan daerah, memberikan informasi kepada masyarakat tentang
pengalokasian anggaran keuangan.

1.5. Gambaran Kontekstual Penelitian

Provinsi Kalimantan Barat secara administrasi pemerintahan terdiri dari 14


daerah otonom, 12 kabupaten dan 2 kotamadya yaitu Kota Pontianak dan Kota
Singkawang. Kemajuan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya
terindikasi dari nilai-nilai kemajuan dalam semua bidang kehidupan dan yang
paling sering dijadikan indikator keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan
ekonomi dan IPM.

Peranan pemerintah sangat penting dalam setiap aspek dalam pembangunan,


setiap kegiatan pembangunan memerlukan biaya yang tidak sedikit sementara di
sisi lain anggaran yang terbatas, menuntut pemerintah melakukan skala prioritas
dalam pemenuhan belanjanya. Dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah
berpatokan pada regulasi dan petunjuk dari pemerintah pusat diantaranya adalah
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan arahan secara
secara rinci klasifikasi belanja daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan
atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.
Sebagaimana dikutif dari Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (2),
Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib, mencakup 25 item, dimana 3 item
paling utama adalah Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan umum dan Perumahan
rakyat.

Pada dasarnya pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan dan


infrastruktur merupakan suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan pembentukan modal manusia (human capital) yang tentunya akan

12
berdampak pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Selain itu, dalam
jangka pendek efek ekonomi dari pembangunan ketiga bidang tersebut berdampak
langsung pada peningkatan aktivitas ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan
pembukaan peluang berusaha bagi penduduk.

Penelitian ini berusaha melihat dan menganalisis pengaruh dari alokasi


belanja pemerintah daerah bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum
tersebut terhadap pertumbuhan ekoomi dan kesejahteraan masyarakat pada
kabupaten/kota di Kalimantan Barat. Penelitian dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Untuk ini penulis akan menganalisa dengan metode analisis statistik
dengan pendekatan analisis jalur (path analysis) dan regresi berganda. Dalam
pembahasan dianalisis berdasarkan kajian teoritis dan kajian empiris yakni
bagaimana kondisi dikaitkan dengan teori dan hasil kajian empiris atau penelitian
terdahulu.

13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah riil output


perekonomian pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Indikator
yang digunakan untuk menghitung tingkat Pertumbuhan Ekonomi adalah Tingkat
Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat nasional dan PDRB di tingkat
regional. Dalam mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah dengan
melihat pertumbuhan PDRB secara riil, tidak memasukan kenaikan harga dalam
perhitungannya, maka indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan
ekonomi daerah adalah PDRB atas dasar harga konstan.

Banyak para ahli mengemukakan teori-teori pertumbuhan ekonomi


diantaranya Teori Klasik, Neo Klasik, Keyness, Rostow dan lain-lainnya yang pada
intinya berpendapat bahwa sumber-sumber pertumbuhan ekonomi adalah adanya
penduduk, kapital dan teknologi. Namun paradigma baru dalam konsep
pembangunan ekonomi, seperti yang dikemukakan oleh Meier dan Stglitz,2001
(dalam Kuncoro, 2010;9) bahwa “…teori pembangunan ekonomi banyak
menekankan pada akumulasi modal sumber daya manusia dengan menciptakan agen-
agen pembangunan yang lebih produktif melalui pengetahuan, kesehatan, dan nutrisi
yang baik, dan peningkatan keterampilan, yang kemudian muncul akumulasi modal
sosial.

2.1.1.1. Teori Pertumbuhan Keynessian

Teori pertumbuhan ekonomi Keynessian dalam Mankiw (2007) menyatakan


bahwa teori Keynessian adalah nama suatu teori ekonomi yang diambil dari John
Maynard Keynes, seorang ekonom Inggris. Beliau dikenal sebagai orang pertama
yang mampu menjelaskan dengan sederhana penyebab Great Depression. Teori
ekonomi ini berdasarkan hipotesis siklus arus uang, yang mengacu pada ide bahwa
peningkatan belanja atau konsumsi dalam perekonomian, akan meningkatkan

14
pendapatan sehingga kemudian dapat mendorong lebih meningkatnya lagi belanja
dan pendapatan. Teori Keynes ini menyebabkan banyaknya intervensi atas kebijakan
ekonomi pada era teijadinya Great Depression. Teori Keynes menyimpulkan bahwa
ada alasan pragmatis untuk pendistribusian kemakmuran dimana jika segmen
masyarakat yang lebih miskin diberikan sejumlah uang, mereka akan cenderung
membelanjakannya dari pada menyimpannya yang kemudian akan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Ide pokok dari teori Keynes adalah “Peranan Pemerintah”
yang diharamkan dalam Teori Ekonomi Klasik.
John Meynard Keynes menjelaskan teori ekonominya dalam buku yang
beijudul “The General Theory of Employment, Interest and Money” Inti dari
kebijakan makro Keynes adalah bagaimana pemerintah bisa mempengaruhi
permintaan agregat yang mempengaruhi situasi makro, agar dapat mendekati posisi
“FM// Employment”-ny&. Permintaan agregat adalah seluruh jumlah uang yang
dibelanjakan oleh seluruh lapisan masyarakat yang digunakan untuk membeli barang
dan jasa dalam satu tahun. Barang dan jasa diartikan sebagai barang dan jasa yang
diproduksi dalam tahun tersebut (barang bekas atau barang yang diproduksi pada
tahun-tahun sebelumnya atau barang yang tidak dapat diproduksi seperti tanah,
tenaga kerja dan faktor produksi lain, tidak termasuk dalam pengertian “barang dan
jasa” dimaksud disini). Dalam perekonomian tertutup permintaan agregat terdiri dari
3 unsur yaitu :
1. Pengeluaran Konsumsi oleh Rumah Tangga (C)
2. Pengeluaran Investasi oleh Perusahaan (I)
3. Pengeluaran Pemerintah (G), Pemerintah dapat mempengaruhi permintaan
agregat secara langsung melalui pengeluaran pemerintah dan secara tidak
langsung terhadap pengeluaran konsumsi dan pengeluaran investasi.
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaann agregat.
Konsep perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran
menyatakan bahwa
Y=C+I+G+(X-M)
Formulasi yang dikenal sebagai identitas pendapatan nasional dan sekaligus
mencerminkan penawaran agregat, sedangkan Variable-variabel di ruas kanan
disebut permintaan agregat. Dimana variabel G menyatakan pengeluaran pemerintah

15
(Government expenditures), I merupakan Investment, X-M adalah net ekspor.
Dengan membandingkan nilai G terhadap Y dan melakukan pengamatan dari waktu
ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah terhadap
pembentukan permintaan agregat atau pendapatan nasional. Dengan ini, dapat
dianalisis seberapa penting peranan pemerintah dalam perekonomian nasional.

2.1.1.2. Teori Pertumbuhan Endogen

Teori pertumbuhan ekonomi endogen Romer mencoba mengidentifikasi dan


menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan ekonomi yang
berasal dari dalam {endogenous) sistem ekonomi itu sendiri. Kemajuan ekonomi
dianggap hal yang bersifat endogen, dimana pertumbuhan ekonomi merupakan hasil
dari keputusan para pelaku ekonomi dalam berinvestasi di bidang ilmu pengetahuan.
Selain itu, pengertian modal disini bersifat lebih luas, bukan hanya sekedar modal
fisik, tetapi juga mencakup modal insani (human capital).
Dalam pandangan Romer, faktor utama yang menjadi penyebab teijadinya
perbedaan tingkat pendapatan per kapita antar-negara karena adanya perbedaan
mekanisme alih pengetahuan, kapasitas investasi modal fisikal, modal insani, dan
infrastruktur. Berkaitan dengan pandangan ini, Lukas dalam Arsyad (2010: 91)
pelopor model pertumbuhan endogen, menekankan pentingnya modal insani dalam
pembangunan. Pemikiran ini mengindikasikan bahwa peningkatan kualitas sumber
daya insani menjadi satu faktor yang sangat penting dan menentukan tingkat
keberhasilan dalam pembangunan suatu bangsa. Sementara itu Mankiw, dalam
Arsyad (2010:91) secara tegas menunjukkan beberapa kelemahan dari teori
pertumbuhan terdahulu, seperti asumsi hanya ada satu barang yang tersedia dalam
negara, pengabaian peran pemerintah, depresiasi, pertumbuhan tenaga keija, dan
perkembangan teknologi. Dalam teori pertumbuhan endogen, faktor-faktor yang
dianggap penentu pertumbuhan ekonomi adalah: modal fisik, teknologi endogen dan
modal insani. Menurut Romer dalam Arsyad (2010: 93), teori pertumbuhan endogen
mempunyai tiga elemen dasar, yaitu :
1. Adanya perubahan teknologi yang bersifat endogen pada sebuah proses akumulasi
ilmu pengetahuan.

16
2. Adanya penciptaan ide-ide baru oleh perusahaan yang merupakan akibat dari
mekanisme luberan pengetahuan (knowledge splilover)
3. Produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan.

2.1.2. Teori Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran Pemerintah berperan untuk mempertemukan permintaan


masyarakat dengan penyediaan sarana dan prasarana yang tidak dapat dipenuhi oleh
swasta. Menurut Keynes (Pressman, 2004:149), “peranan pemerintah masih sangat
diperlukan karena perekonomian tidak selalu mencapai tingkat kesempatan kerja
penuh dan kestabilan kegiatan ekonomi.” Gejilak ekonomi yang terjadi dalam satu
waktu ke waktu lain biasanya akan berakibat serius kepada kinerja keuangan dan
pertumbuhan ekonomi bahkan pada tingkat harga, untuk mengatasi hal tersebut
diperlukan campur tangan pemerintah melalui kebijakan pemerintah. Menurut
Mangkoesoebroto (2001:2), “peranan pemerintah sangat penting di dalam
menstabilkan perekonomian negara dikarenakan pihak swasta tidak dapat mengatasi
masalah perekonomian dan tidak mungkin diserahkan sepenuhnya kepada sektor
swasta.” Sehubungan dengan itu, peranan pemerintah melalui kebijakan fiskal untuk
menstabilkan ekonomi yaitu pengeluaran pemerintah (Goverment Expenditure/G) ini
dapat diketahui melalui APBN untuk perekonomian nasional atau APBD untuk
perekonomian regional (provinsi/kabupaten/kota) yang pada dasarnya adalah
investasi dari pemerintah untuk ikut serta menggerakan PDB dalam perekonomian
nasional ataupun PDRB dalam perekonomian regional. Pengeluaran pemerintah akan
memperbesar permintan agregat dan melalui peingkatan permintaan agregat,
produksi atau output akan meningkat. Investasi pemerintah dalam anggaran
pemerintah suatu daerah merupakan belanja modal dalam APBD.

Teori Keynes (dalam Boediono, 2011:137) berpendapat bahwa permintaan


effektif (komponen konsumsi (C), investasi (I), belanja pemerintah (G) dan ekspor-
impor (X-M) akan menentukan penawaran dari output dan tingkat tenaga kerja ketika
permintaan meningkat dan ekonomi akan makmur maka perusahaan akan
berkembang dan mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja dan sebaliknya. Oleh
karena itu pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari

17
keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G + (X-M) yang merupakan sumber
legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah
dalam perekonomian. Dari persamaan diatas dapat ditelaah bahwa kenaikan atau
penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikan atau menurunkan pendapatan
nasional (pertumbuhan ekonomi). Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan
pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli
barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator


besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin
besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah
yang bersangkutan. Dalam teori ekonomi makro, (Boediono, 2011:137) pengeluaran
pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut :

a) Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa,


b) Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai.
Perubahan gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap proses makro ekonomi, di
mana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara
tidak langsung.
c) Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment bukan
pembelian barang atau jasa oleh pemerintah dipasar barang melainkan mencatat
pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi misalnya
pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat,
pembayaran pensiun, pembayaran bunga untu pinjaman pemerintah kepada
masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai status dan pengaruh
yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administrasi keduanya
berbeda.

2.1.3.1. Teori Wagner

Adolf Wagner dalam Mangkoesoebroto (2001:172) menyatakan bahwa


pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama semakin meningkat.
Tendensi pengeluaran pemerintah ini oleh Wagner disebut dengan hukum selalu

18
meningkatnya peranan pemerintah. Inti teorinya yaitu makin meningkatnya peran
pemerintah dalam kegiatan dan kehidupan ekonomi masyarakat sebagai suatu
keseluruhan. Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila
pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah juga
akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan
yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan
sebagainya.

Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab semakin


meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni meningkatnya fungsi pertahanan
keamanan dan ketertiban, meningkatnya fungsi kesejahteraan, meningkatnyaa fungsi
perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan.

Hukum Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah merupakan


fungsi (eksponen) dari rasio pengeluaran pemerintah per kapita terhadap pendapatan
perkapita (yaitu GNP atau PDRB dibagi jumlah penduduk) yang selalu meningkat
setiap tahun seiring bertambahnya waktu dan pendapatan perkapita penduduk,
diformulasikan sebagai berikut :

PkPP1 PkPP2 PkPP2


< < …. <
PPK1 PPK2 PPK2

Keterangan :
PkPP : Pengeluaran pemerintah per kapita
PPK : Pendapatan per kapita, yaitu GDP/jumlah penduduk
1, 2,...n : Jangka waktu (tahun)

Jadi pengeluaran pemerintah meningkat seiring bertambahnya waktu dan


mengikuti peningkatan pendapatan perkapita. Jika digambarkan dalam bentuk grafik
maka pengeluaran pemerintah menururut Teori Wagner dalam Mangkoesoebroto
(2001:172) mengikuti pola sebagai berikut :

19
Sumber: Mangkoesoebroto (2001:172)

Gambar 2.1 Proses Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner

Grafik pengeluaran pemerintah membentuk kurva eksponensial seiring


meningkatnya waktu. Jadi pengeluaran pemerintah mengikuti kurva 1 dimana
kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk fungsi eksponensial yakni
yang ditunjukkan oleh kurva 1 bukan kurva 2.

Teori Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut


organic theory of state yaitu teori organis yang menganggap pemerintah sebagai
individu yang bebas bertindak terlepas dengan masyarakat lain. Kurva diatas
menunjukkan secara relatif peranan pemerintah semakin meningkat. Kesimpulannya
Wagner berpendapat bahwa “…dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan
perkapita meningkat, maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan
meningkat” (Mangkusoebroto, 2001:171).

2.1.3.2. Teori Peacok dan Wiseman

Selanjutnya teori lainnya mengenai pengeluaran pemerintah secara makro


adalah Teori Peacok dan Wiseman, yang didasarkan pada pandangan bahwa
pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan
masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai
pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Selengkapnya Teori Peacock
dan Wiseman dalam Mangkusoebroto (2001;173) sebagai berikut.

20
Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin
meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak
menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu,
dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah
yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin
besar.

Teori Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori
bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat di
mana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari
bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah
sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar
pajak. Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk
menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena.

Dalam praktek, pos pengeluaran pemerintah daerah terdiri dari belanja daerah
dan pengeluaran pembiayaan daerah. Belanja daerah merupakan perkiraan beban
pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam
pemberian pelayanan umum. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan
pemerintah, dikemukakan oleh Mangkoesoebroto (2001:169) bahwa : ”Apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, maka
pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.”

2.1.3. Teori Kesejahteraan Masyarakat

Teori kesejahteraan masyarakat dapat dibedakan menjadi dua (Albert dan


Hahnel, 1999) dalam Deswantoro (2017) yaitu teori kesejahteraan sosial dan teori
kesejahteraan ekonomi. Teori kesejahteraan sosial dapat digolongkan menjadi classical
utilitarian, neoclassical welfare theory, dan new contractarian approach. Pada
pendekatan classical utilitarian menekankan pada kesenangan (pleasure) atau kepuasan
(utility) dimana tingkat kesenangan berbeda yang dirasakan oleh individu yang sama

21
dapat dibandingkan secara kuantitatif serta prinsip bagi individu adalah meningkatkan
kesejahteraannya setinggi mungkin. Neoclassical welfare theory mempopulerkan prinsip
pareto optimality dalam teori kesejahteraan. Prinsip pareto optimality tersebut
merupakan kondisi terca painya keadaan kesejahteraan sosial maksimum, yang
merupakan fimgsi kesejahteraan dari semua kepuasan individu.

Pada dasamya, tingkat kesejahteraan secara umum tidak hanya merujuk pada
tingkat kesejahteraan secara ekonomi dengan pencapaian kepuasan individu secara
maksimal, tetapi harus juga melibatkan seluruh aspek kehidupan atau lingkungan
sosialnya. Menurut Samuelson (2012) dalam Deswantoro (2017) mengatakan
“sebenamya telah ada welfare economics baru yang tidak semata-mata berdasar pada
kriteria ekonomi sempit, tetapi mengandung nilai-nilai etika. Dengan demikian, dalam
tataran sosial welfare, untuk mencapai sosial optimum, perlu mencari pendekatan baru.
Artinya, sejak titik tolak awalnya, preferensi individu tidak lagi diasumsikan berdimensi
kepentingan tunggal, tetapi sebagai multipartius”.
Terdapat pandangan yang menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan seseorang
dipengaruhi tingkat kepuasan (utility) dan kesenangan (pleasure) yang dapat diraih
dalam kehidupannya. Guna mencapai tingkat kesejahteraan yang diinginkan,
dibutuhkan perilaku (behavioral) yang dapat memaksimalkan tingkat kepuasannya
sesuai sumber daya yang tersedia. Salvatore (1997) dalam Deswantoro (2017)
mengemukakan teori ekonomi kesejahteraan secara mikro, yaitu: "Teori ekonomi
kesejahteraan mempelajari berbagai kondisi cara penyelesaian dari model ekuilibrium
umum. Hal ini memerlukan antara lain adalah alokasi optimal faktor produksi di antara
konsumen. Alokasi faktor produksi dikatakan pareto optimal jika proses produksi tidak
dapat diatur lagi sedemikian rupa guna menaikkan output suatu komoditi tanpa harus
mengurangi output komoditi lain”. Karenanya, teori ekonomi kesejahteraan merupakan
cara penyelesaian dari model ekuilibrium umum di mana alokasi faktor produksi di
antara komoditi didistribusikan secara optimal.
Dalam paradigma pembangunan ekonomi, perubahan kesejahteraan masyarakat
merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Hal ini dikarenakan pembangunan ekonomi
dikatakan berhasil jika tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik. Keberhasilan
pembangunan ekonomi tanpa menyertakan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan
mengakibatkan kesenjangan dan ketimpangan dalam kehidupan masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi yang memperlihatkan tentang keadaan

22
kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari standar kehidupan masyarakat
(Deswantoro,2017).
Kesejahteraan masyarakat menunjukkan ukuran hasil pembangunan masyarakat
dalam mencapai kehidupan yang lebih baik yang meliputi: pertama, peningkatan
kemampuan dan pemerataan distribusi kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan,
kesehatan, dan perlindungan; kedua, peningkatan tingkat kehidupan, tingkat
pendapatan, pendidikan yang lebih baik, dan peningkatan atensi terhadap budaya dan
nilainilai kemanusiaan; dan ketiga, memperluas skala ekonomi dan ketersediaan pilihan
sosial dari individu dan bangsa. Kesejahteraan masyarakat menengah kebawah dapat
direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup masyarakat yang
ditandai dengan selesainya masalah kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik,
pencapaian tingkat pendidikan yang lebih tinggi, serta produktivitas masayarakat yang
meningkat, kesemuanya itu merupakan cermin dari perbaikan tingkat pendapatan
masyarakat golongan menengah kebawah. (Todaro, 2011).

2.1.4. Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi

Faktor pendidikan merupakan salah satu fokus dari setiap pembangunan


ekonomi. Di semua daerah atau negara pendidikan mendapat perhatian utama dan
menempati peran sangat strategis dalam keseluruhan upaya membangun bangsa.
Salah satu deklarasi internasional MDG’s (Millenium Development Goals) yang
merupakan kesepakatan para pemimpin dunia yang ditanda tangani pada tahun 2000
di New York, salah satunya mencantumkan unsur pendidikan, dimana dinyatakan
sebelum tahun 2015 semua anak baik laki-laki maupun perempuan
menyelesaikan pendidikan dasar.

Mengingat peran pendidikan dalam pembangunan sangat penting untuk


penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas, mampu berkompetisi dalam
tatanan kehidupan global serta menghadapi persaingan di masa depan, serta dalam
rangka pembentukan modal manusia (human capital), maka UUD 1945 telah
mengaturnya dalam Pasal 31, yang selanjutnya dijabarkan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan bahwa :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

23
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dengan melihat amanat dari UU tersebut jelas bahwa dengan tercapainya


tujuan pendidikan maka masalah pembangunan akan berjalan dengan sendirinya,
dengan berhasilnya tujuan pendidikan, tidak ada lagi masyarakat miskin, karena
orang yang berpendidikan tentu akan menjadi manusia yang bermartabat, beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab, kondisi ini jelas terhindar dari kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi akan
tercipta dengan sendirinya.

2.1.5. Kesehatan dan Pertumbuhan Ekonomi

Hubungan keterkaitan antara kesehatan dengan pembangunan ekonomi yang


dapat diterangkan melalui berbagai mekanisme. Pada tingkat mikro yaitu pada
tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi produktivitas kerja dan
kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental
akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yang
tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang, dimana
proporsi terbesar dari angkatan kerja masih bekerja secara manual. Di Indonesia
sebagai contoh, tenaga kerja laki-laki yang menderita anemia menyebabkan 20%
kurang produktif jika dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki yang tidak
menderita anemia. Selanjutnya, anak yang sehat mempunyai kemampuan belajar
lebih baik dan akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga
yang sehat, pendidikan anak cenderung untuk tidak terputus jika dibandingkan
dengan keluarga yang tidak sehat.

Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik


merupakan masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan
ekonomi, dan pembangunan ekonomi jangka panjang. Beberapa pengalaman sejarah
besar membuktikan berhasilnya tinggal landas ekonomi seperti pertumbuhan
ekonomi yang cepat didukung oleh terobosan penting di bidang kesehatan

24
masyarakat, pemberantasan penyakit dan peningkatan gizi. Melalui peningkatan
produktivitas tenaga kerja dan pemberian kalori yang cukup, maka akan terjadi
perbaikan gizi dan selanjutnya akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
produktivitas dan produksi. Sebaliknya kondisi kesehatan yang rendah, mengahadapi
tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan jika
dibandingkan dengan negara yang lebih baik keadaan kesehatannya.

2.1.6. Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi

Problema pembangunan ekonomi jangka panjang tidak terlepas dari


persoalan kebutuhan infrastruktur. Hubungan infrastruktur dengan pertumbuhan
ekonomi adalah timbal balik dimana infrastruktur akan memudahkan aktivitas
ekonomi dan pada akhirya mengakibatkan terjadinya pertambahan kekayaan dan
peningkatan kapasitas produksi sehingga meningkatkan pendapatan dan
pertumbuhan ekonomi dimasa datang.

Pentingnya infrastruktur dalam menunjang pertumbuhan ekonomi diakui oleh


Levine dan Renelt, 1992 (dalam Tambunan, 2001 : 42) yang menemukan bukti
adanya korelasi positif dan signifikan antara infrastruktur dan pertumbuhan
ekonomi. Disamping itu studi-studi lain yang memakai analisis fungsi produksi neo-
klasik menemukan bahwa investasi (infrastruktur) bukan progres teknologi,
merupakan faktor utama dibalik pertumbuhan ekonomi yang cemerlang yang dialami
negara-negara Asia Tenggara. Argumen menurut Tambunan (2001;42) dibalik hasil
dari studi-studi ini adalah bahwa “investasi menambah jumlah stok kapital per
pekerja dan oleh karena itu akan menaikkan produktivitas.”

2.1.7. Pendidikan dan Kesejahteraan Masyarakat

Mengingat peran pendidikan dalam pembangunan sangat penting untuk


penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas, mampu berkompetisi dalam
tatanan kehidupan global serta menghadapi persaingan di masa depan, serta dalam
rangka pembentukan modal manusia (human capital), maka UUD 1945 telah
mengaturnya dalam Pasal 31, yang selanjutnya dijabarkan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan bahwa :

25
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dengan melihat amanat dari UU tersebut jelas bahwa dengan tercapainya


tujuan pendidikan maka masalah pembangunan akan berjalan dengan sendirinya,
dengan berhasilnya tujuan pendidikan, tidak ada lagi masyarakat miskin, karena
orang yang berpendidikan tentu akan menjadi manusia yang bermartabat, beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab, kondisi ini jelas terhindar dari kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi akan
tercipta dengan sendirinya.

2.1.8. Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi dimana dalam kehidupannya


masyarakat sudah terpenuhi sebagian besar kebutuhannya baik dari segi ekonomi,
pendidikan, kesehatan, keamanan dan kebutuhan sosial lainnya. Salah satu unsur
dalam pengukuran tingkat kesejahteraan masyarakat yaitu faktor kesehatan, dengan
demikian maka dapat dikatakan bahwa kesehatan merupakan unsur penting dalam
menciptakan kesejahteraan.

Salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan di suatu negara atau daerah
yang diakui secara internasional adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan tiga komponen yang
dibutuhkan setiap orang yaitu (1) unsur kesehatan, (2) pendidikan atau
pengetahuan dan (3) unsur ekonomi atau kelayakan hidup. Adapun indikator yang
menggambarkan tiga komponen tersebut adalah angka harapan hidup ; angka melek
huruf dan rata-rata lama sekolah ; dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap
sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per
kapita sebagai yang mewakili capaian hidup layak. Dengan demikian jelas secara
teori bahwa unsur kesehatan merupakan unsur paling penting dalam terciptakanya
kesejahteraan masyarakat.

26
2.1.9. Infrastruktur dan Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan masyarakat merupakan sasaran utama dari setiap upaya


pembangunan. Untuk itu maka keberadaan infrastruktur sangat diperlukan dan
sebagai penopang utama kegiatan ekonomi. Selain faktor ekonomi kualitas manusia
(SDM) juga ditentukan oleh fakror non ekonomi seperti sosial, kultur stabilitas
politik dan keamanan merupakan prasyarat dalam proses produksi dan memenuhi
tuntutan perkembangan masyarakat industrial. Hal ini sejalan dengan teori Model
Human Capital dan Pertumbuhan, yang menempatkan manusia sebagai faktor
produksi.

Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan merupakan upaya untuk


menciptakan infrastruktur yang bermuara pada tercapainya tingkat kesejahteraan
dalam jangka panjang. Memang sekilas bahwa pengeluaran untuk kesehatan dan
pendidikan merupakan pengeluaran yang kurang produktif, namun dalam jangka
panjang hal itu merupakan ivestasi yang akan dirasakan dampaknya di masa yang
akan datang. Dengan demikian sesungguhnya bahwa pembangunan infrstruktur
(dalam rangka dengan pembangunan manusia) yang erat kaitannya penciptaan
kesejahteraan di masa yang akan datang. Dengan didukung pendidikan dan kesehatan
maka kualitas SDM dan orang-orang dapat menjalani hidup lebih baik dan lebih
lama.

2.1.10. Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat

Aktivitas rumah tangga memberikan kontribusi yang besar terhadap


peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui belanja rumah tangga untuk
makanan, air bersih, pemeliharaan kesehatan dan sekolah (Ramirez, 1998).
Kecenderungan aktivitas rumah tangga untuk membelanjakan sejumlah faktor yang
langsung berkaitan dengan kesejahteraan di atas dipengaruhi oleh tingkat dan
distribusi pendapatan, tingkat pendidikan serta sejauhmana peran perempuan dalam
mengontrol pengeluaran rumah tangga. Ketika tingkat pendapatan atau PDB per
kapita rendah akibat dari pertumbuhan ekonomi yang rendah, menyebabkan
pengeluaran rumah tangga untuk peningkatan pembangunan manusia menjadi turun.
Begitu juga sebaliknya, tingkat pendapatan yang relatif tinggi cenderung

27
meningkatkan belanja rumah tangga untuk peningkatan pembangunan manusia.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ranis (2004), bahwa pertumbuhan ekonomi
memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan pembangunan manusia melalui
peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan alokasi
belanja rumah tangga untuk makanan yang lebih bergizi dan pendidikan, terutama
pada rumah tangga miskin.

Selain ditentukan oleh tingkat pendapatan per kapita penduduk, distribusi


pendapatan juga turut menentukan pengeluaran rumah tangga yang memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan. Pada saat distribusi pendapatan buruk
atau teijadi ketimpangan pendapatan menyebabkan banyak rumah tangga mengalami
keterbatasan keuangan. Akibataya mengurangi pengeluaran untuk pendidikan yang
lebih tinggi dan makanan yang mengandung gizi baik (Ramirez et.al, 1998).
Pengeluaran lebih banyak ditujukan untuk mengkonsumsi makanan yang tidak
mengandung banyak asupan gizi dan nutrisi yang baik. Dengan demikian, jika teijadi
perbaikan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan penduduk miskin
memperoleh pendapatan yang lebih baik. Peningkatan pendapatan pada penduduk
miskin mendorong mereka untuk membelanjakan pengeluaran rumah tangganya agar
dapat memperbaiki kualitas kesehatan dan pendidikan anggota keluarga.

2.2 Landasan Empiris (Penelitian Terdahulu)

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan landasan empiris
dalam penelitian ini diuaraikan di bawah ini.

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis

2.3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan alur pikir dari suatu proses pemecahan


masalah penelitian. Konsep berpikir dalam penelitian ini adalah mengikuti pola pikir
berdasarkan kajian teori dan kajian empiris dimana pengeluaran pemerintah bidang
pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi merupakan variabel yang

28
dapat menyebabkan kesejahteraan. Dalam konsep ini pertumbuhan ekonomi berlaku
sebagai variabel pemediasi (intermediating variable) yang dipengaruhi oleh
pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan sekaligus dapat mempengaruhi
kesejahteraan yang diindiksikan dengan IPM. Adapun pengaruh-pengaruh dari setiap
variabel dalam penelitian ini seperti digambarkan pada gambar berikut ini.

PY2X1
Pengeluaran
Pemerintah bidang PY1X1
Pendidikan (X1)

Pengeluaran PY1X2
Pemerintah bidang Pertumbuhan PY2Y1 Y2
Kesehatan (X2) Ekonomi (Y1) Kesejah-
teraan Masya
PY2X1 rakat (IPM)
Pengeluaran
Pemerintah bidang PY1X3
Infrastruktur (X3)

PY2X3

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.1 menjelaskan pengaruh dari pengeluaran pemerintah bidang


pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang dilambangkan dengan tanda garis
panah (PY1X1), pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap
pertumbuhan ekonomi dilambangkan dengan tanda panah (PY1X2), pengaruh
pengeluaran pemerintah bidang infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dengan
tanda panah (PY1X3). Selain itu terdapat juga pengaruh pengeluaran pemerintah
bidang pendidikan terhadap kesejahteraan dilambangkan dengan tanda garis panah
(PY2X1), pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap kesejahteraan
dilambangkan dengan tanda panah (PY2X2), pengaruh pengeluaran pemerintah
bidang infrastruktur terhadap kesejahteraan dengan garis panah (PY2X3) dan
pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan dilambangkan dengan tanda
panah (PY2Y1).

29
2.3.2. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang


masih perlu di uji dengan fakta-fakta empiris yang diperoleh dari kegiatan
pengumpulan data lapangan. Hipotesis merupakan kesimpulan yang bersifat
sementara, dan masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini
adalah :
1. Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
2. Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
3. Pengeluaran pemerintah bidang infrastruktur berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
4. Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
5. Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
6. Pengaruh pengeluaran pemerintah bidang infrastruktur berpengaruh terhadap
kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
7. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat
kabupaten/kota di Kalimantan Barat.

Selanjutnya penelitian ini berupaya untuk membuktikan atau pengujian


hipotesis yaitu dengan melihat bagaimana kesesuaian antara hasil perhitungan
statistik dengan hipotesis yang telah dirumuskan tersebut.

30
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Dilihat dari tujuannya penelitian ini adalah riset murni berlatar belakang teori
(theory gap) dan hasil kajian empiris, yakni penelitian yang dilakukan untuk
mengevaluasi atau mengembangkan sebuah teori atau temuan empiris yang telah ada.
Dilihat dari hubungan antar variabel, penelitian ini adalah jenis penelitian asosiatif
kausalitas, yakni penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan atau
pengaruh antar dua variabel atau lebih (Suliyanto, 2006; 11). Metode analisis yang
digunakan terdiri dari analisis deskriptif dan analisis statistik.

Analisis deskriptif dilakukan dengan menampilkan grafik dan tabel untuk


mengulas perkembangan variabel penelitian pengeluaran pemerintah, kondisi
perekonomian, pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
Sedangkan analisis statistik yaitu menggunakan model regresi berganda dan analisis
jalur untuk menelaah hubungan atau pengaruh secara statistik dari ketiga variabel
(belanja pemerintah bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur) terhadap
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan pada kabupaten/kota di Kalimantan Barat.

3.2. Kerangka Proses Berfikir Penelitian

Kerangka proses berfikir dan prosedur penelitian dilakukan pertama dengan


mengamati dan menelaah landasan teoritis dan landasan empiris yang berkaitan
dengan peranan pendidikan, kesehatan dan infrastrukturn, merumuskan
permasalahan, tujuan dan hipotesis, selanjutnya dilakukan analisis, menyusun data-
data dalam bentuk data data panel, kemudian dianalisa dengan regresi berganda
(multiple regression) dan anlisis jalur, pengujian terhadap hipotesis, pembahasan dan
terakhir menarik kesimpulan dan saran atau rekomendasi penelitian. Adapun proses
berfikir penelitian ini seperti digambarkan dalam flowchart sebagai berikut :

31
Landasan Teoritis :
Landasan Empiris :
1. Rustiono (2008) ; 2. Bastias (2010)
1. Teori Pertumbuhan
3. Sodik (2007) ; 4. Sitepu dan Sinaga
Ekonomi (Keynes) (2004) ; 5. Hendarmin (2012)
2. Teori Pertumbuhan 6. Bambang Saputra (2012)
Endogen (Model Lucas dan 7. Rudi Badrudin (2011) ; 8. Yarlina
Romer) Yacoub (2012) ; 9. Nur Baeti (2013)
3. Teori Pengeluaran 10. Hadi Sasana (2009) ; 11. I Gede Komang
Pemerintah (Adolf ner, Angga Dianaputara dan Luh Putu
Peacock dan Wiseman) Aswitari (2017)
4. Teori Kesejahteraan 12. Meylina Astri, Sri Indah Nikensari dan
Harya Kuncara W (2013)
Masyarakat (Salvatore)

PERMASALAHAN

HIPOTESIS

Pengujian Hipotesis :
Analisis Jalur (Path Analysis)

ANALISIS DAN
PEMBAHASAN

TESIS

Gambar 3.1 Kerangka Berfikir Penelitian

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Provinsi Kalimantan Barat pada 12 kabupaten dan 2


kotamadya. Adapun waktu penelitian/pengamatan dilakukan selama 7 tahun yaitu
dari tahun 2010 sampai dengan 2016.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder dalam
bentuk data panel. Data panel adalah gabungan dari data time series (diambil dari 6
tahun pengamatan dari 2011 hingga 2016) dan data silang tempat/individu (cross
section) yang diambil dari 14 kabupaten/kota. Untuk data Alokasi Anggaran
Pendidikan, Kesehatan dan Anggaran Infratstruktur diambil dari laporan situs djpk

32
Kementerian Keuangan (djpk.go.id), sedangkan untuk data pertumbuhan ekonomi
dan IPM, deskripsi wilayah diambil dari BPS Kalimantan Barat.

3.5. Populasi dan Sampel

Populasi dan sekaligus sebagai sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
kabupaten/kota yang ada di Provinsi Kalimantan Barat yang jumlahnya 12 kabupaten
yaitu Kabupaten Kubu Raya, Sekadau, Sambas, Kayong Utara, Sintang, Ketapang,
Melawi, Landak, Bengkayang, Sanggau, Kapuas Hulu, Mempawah, dan 2
kotamadya yaitu Kota Pontianak dan Kota Singkawang.

3.6. Variabel Penelitian

Pengertian variabel penelitian menurut Sugiyono (2007;42) “...adalah segala


sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya.
Pada dasarnya tiga jenis variabel dalam penelitian ini yakni variabel penentu
(variabel bebas) atau variabel eksogen atau variabel yang mempengaruhi, variabel
eksogen intermediating atau variabel pemoderasi yang dipengaruhi sekaligus
mempengaruhi variabel lainnya dan yang ketiga adalah variabel terikat atau variabel
endogen. Dari hasil identifikasi variabel maka ditentukan sebagai berikut :

1. Variabel eksogen yaitu pengeluaran pemerintah bidang pendidikan (X1),


kesehatan (X2) dan pengeluaran bidang infrastruktur (X3) pada kabupaten/kota
Provinsi Kalimantan Barat.

2. Variabel pemoderasi (intermediating variabel) (Y1) yaitu pertumbuhan ekonomi


kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat.

3. Variabel terikat endogen dependen (Y2) adalah kesejahteraan masyarakat yang


diindikasikan dengan IPM pada kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Barat.

3.7. Metode Analisis

Analisis data dalam penelitian ini diawali dengan merancang suatu model
matematis yang menggambarkan hubungan antara satu variabel atau lebih. Model

33
matematis yang dirancang ini harus mampu mempresentasikan hubungan kausal
antar variabel yang dimunculkan dalam penelitian. Untuk menganalisis data hasil
penelitian ini dilapangan adalah teknik analisis kuantitatif. Untuk membuktikan
hipotesis 1 sampai 7 dengan digunakan analisis jalur (Path analysis).

3.7.1. Analisis Jalur (Path Analysis)

Pengertian analisis jealur menurut Robert D. Rutherford (1993) dalam


Sarwono (2010:03) “Analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan
sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi
variabel tergantung tidak hanya secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung”.
Definisi lain mengatakan “Analisis jalur mempakan pengembangan langsung bentuk
regresi berganda dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan
(magnitude) dan signifikansi (significance) hubungan sebab akibat hipotetikal dalam
seperangkat variabel.” Adapun tahapan di dalam path analysis adalah sebagai
berikut :

a. Tahap 1, membuat model diagram jalur berdasarkan teori dan paradigma


hubungan antar variabel

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas atau variabel eksogen yaitu
belanja pendidikan (X1), belanja kesehatan (X2) dan belanja infrastruktur (X3),
satu variabel antara (intervening variabel) yaitu pertumbuhan ekonomi (Y1) dan
satu variabel terikat (dependen endogen) yaitu kesejahteraan yang diindikasikan
dengan IPM (Y2). Mengacu pada hipotesis enelitian maka model analisis jalur
dalam penelitian ini adalah mengukur besarnya pengaruh variabel X 1, X2 , X3
terhadap Y2 secara langsung dan secara tidak langsung melalui variabel
pertumbuhan ekonomi (Y1). Untuk itu dibuat diagram sebagai berikut :

34
β1
Pengeluran
Pemerintah α1
bidang
Pendidikan (X1)

Pengeluaran
α2
Pemerintah bidang Pertumbuhan β4 Y2
Kesehatan (X2) Ekonomi (Y1) Kesejah-
teraan Masya
rakat (IPM)
β2
Pengeluaran
Pemerintah bidang α3
Infrastruktur (X3)

β3

Gambar 3.2 Diagram Jalur Pengaruh Antar Variabel

Gambar 3.1 menjelaskan pengaruh dari belanja pendidikan (X 1), belanja


kesehatan (X2) dan belanja infrastruktur (X3) terhadap Y1 (pertumbuhan ekonomi)
dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap IPM (Y 2). Pengaruh antar variabel pada
gambar di atas ditunjukkan dengan arah garis panah dan notasi alpha (α) notasi untuk
pengaruh terhadap Y1 dan β (bheta) untuk pengaruh terhadap Y2.

b. Tahap 2: Merancang model persamaan berdasarkan diagram jalur yang


telah dibuat

Dari model tersebut kemudian diidentifikasi pengaruh dari masing-masing


variabel dan dibuat dua model persamaan regresi berstruktur sebagai berikut :

1. Persamaan substruktur 1 : pengaruh belanja pendidikan (X1), belanja kesehatan


(X2) dan belanja infrastruktur (X3) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1),
dinyatakan dengan persamaan :

Y1 = αo+α1 X1+α2 X2 +α3 X3 + ϵ1 ……………… (persamaan substruktur 1)

Y1 = pertumbuhan ekonomi
αo = Konstanta ( = Y1 , jika X1,2 = 0)

35
α1,2,3 = Koefisien regresi untuk masing-masing X1, X3 dan X3
X1 = Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan
X2 = Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan
X3 = Pengeluaran pemerintah bidang infrastruktur
ϵ1 = Pengaruh faktor lainnya

2. Selanjutnya untuk melihat pengaruhnya terhadap IPM, maka dari hasil regresi
pertama (persamaan substruktur 1) dimasukan ke persamaan regresi kedua
(persamaan substruktur 2), sehingga model persamaan kedua adalah :

Y2 = βo + β1 X1 + β2X2+ β3X3+ β4Y1 + ϵ2 ……… (persamaan substruktur 2)

Y2 = IPM

Y1 = Pertumbuhan ekonomi

βo = Konstanta ( = Y2 , jika X1,2 dan Y1 = 0)

β1,2,3 = Koefisien regresi untuk masing-masing X1, dan X2

X1 = Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan

X2 = Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan

X3 = Pengeluaran pemerintah bidang infrastruktur

ϵ1 = Pengaruh faktor lainnya

Setelah dirumuskan dua model matematis tersebut maka pada kedua


persamaan akan dihitung masing-masing koefisien (α, β) dengan bantuan program
komputer Eviews untuk menghitung estimasi koefisien masing-masing menggunakan
analisis regresi pada masing-masing persamaan, kemudian dilakukan pengujian
signifikansi atau uji statistik yaitu dengan Uji t, Uji F, dan uji koefisien determinasi
(Uji R2) dan terakhir adalah interpretasi model. Interpretasi model adalah
menerjemahkan dari model persamaan yang didapat. Hasil interpretasi model akan
menjelaskan atau membuktikan atas hipotesis yang telah dibuat.

36
3.7.2 Pengujian Signifikansi

3.7.2.1. Pengujian Signifikansi Parsial (Uji t)

Setelah koefisien korelasi diperoleh, kemudian diadakan pengujian masing-


masing antara nilai pengeluaran pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dengan
pertumbuhan ekonomi, apakah benar-benar terjadi hubungan atau hanya kebetulan
saja, maka dilakukan uji signifikansi (Uji t).
Prosedur baku untuk mengetahui signifikansi (uji t) antara dua variabel adalah :
1. Menentukan hipotesis (Ho) dan hipotesis alternatif (H1). Berdasarkan hipotesis,
berarti pengujian dua arah, maka :
Ho : βi = 0 (artinya tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat),
atau variabel bebas bukan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
H1 : βi ≠ 0 (berarti terdapat hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dengan
variabel terikat), atau variabel bebas merupakan penjelas terhadap variabel terikat.
2. Menentukan nilai thitung, rumus untuk mengetahui nilai thitung (Suliyanto, 2011:24)
adalah :

Dalam penghitungan digunakan program pengolah data Eviews.


3. Menentukan daerah penerimaan (Ho atau H1). Untuk ini digunakan taraf
nyata/derajat keyakinan 95%, atau α = 5%.
4. Membandingkan nilai thitung yang telah didapat dengan nilai ttabel dari Tabel t, pada
(α/2 = 5% ; n-k).
5. Menentukan keputusan dengan kriteria:
a. Ho diterima (tidak signifikan) apabila nilai thitung berada diantara (–) ttabel dan (+)
ttabel (-ttabel ≤ thitung ≤ + ttabel, ) atau jika nilai signifikansi (sig.) > 0,05, yang
artinya tidak ada pengaruh (positif maupun negatif) antara variabel bebas
dengan variabel terikatnya.

b. Ho ditolak ( = H1 diterima = signifikan) apabila nilai t hitung berada di bawah ( ≤)


-ttabel dan di atas ( ≥ ) t tabel, atau jika nilai signifikansi (sig.) < 0,05, yang artinya
terdapat pengaruh (positif atau negatif) antara variabel bebas dengan variabel
terikatnya.

37
3.7.2.2. Pengujian Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel


independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel terikat. Untuk menguji hipotesis ini digunakan
statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu membandingkan nilai F hasil
perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Rumus untuk mengetahui nilai F hitung
(Suliyanto, 2011:62) adalah :

Bila nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel, maka Ho ditolak dan menerima H1
artinya pengaruh yang signifikan dan sebaliknya jika nilai Fhitung lebih rendah dari
Ftabel artinya pengaruhnya tidak signifikant.

3.7.2.3. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan


atau pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat. Seberapa jauh
kemampuan model regresi dalam menerangkan (kekuatan hubugan) variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen, nilai koefisien determinasi diperoleh dengan
menggunakan rumus (Suliyanto, 2011 : 59) :

Ʃ(Y1- Ŷ)2
R2 =
Ʃ(Y1- Ŷ)2

Ʃ(Y1- Ŷ)2 = kuadrat selisih nilai Y riil dengan Y pred


Ʃ(Y1- Ɏ)2 = kuadrat selisih nilai Y riil dengan Y rata-rata

Nilai koefisien determinasi berada diantara nol dan satu (0< R2< 1). Nilai R2
yang kecil berarti kemampuan menjelaskan variabel terikat sangat kecil/terbatas,
sebaliknya nilai R2 yang tinggi (mendekati 1) berarti variabel independen (X)
memberikan semua informasi yang sangat nyata untuk memprediksi variabel
dependen (Y).

38
DAFTAR PUSTAKA

39
Lampiran 1 Belanja Pemerintah Kabupaten Kota Menurut Urusan, Tahun 2016

40
Lampiran 2

41
42
Lampiran 3 Input Data Eviews

N Tahu Pendidika Kesehatan Infrastruktur PE IPM


Nama Daerah
o n n (JutaRp) (JutaRp) (JutaRp) (%) (Point)
153,161.0 4.6
Bengkayang 44,614.00 22,260.00 62.50
1 2010 0 3
175,975.4 5.0
Bengkayang 53,601.98 66,978.09 67.98
  2011 8 9
5.8
Bengkayang 35,073.61 52,507.20 200,055.84 68.50
  2012 7
243,388.0 5.9
Bengkayang 74,178.46 95,135.62 69.38
  2013 8 0
238,137.0 4.0
Bengkayang 77,315.62 179,060.21 64.40
  2014 4 2
282,090.8 3.9
Bengkayang 81,271.59 91,173.01 64.65
  2015 0 6
327,183.5 4.2
Bengkayang 140,310.24 134,812.43 63.75
  2016 2 6
247,477.0 7.5
Ketapang 89,743.00 143,843.00 60.63
2 2010 0 1
320,413.1 7.5
Ketapang 93,734.54 160,939.18 68.63
  2011 2 4
151,541.9 4.6
Ketapang 112,965.52 350,239.62 69.05
  2012 2 5
321,844.3 4.5
Ketapang 114,945.60 158,700.14 69.74
  2013 6 5
347,702.5 2.9
Ketapang 123,645.21 281,174.27 63.27
  2014 1 2
463,309.8 5.5
Ketapang 147,315.40 286,822.25 64.03
  2015 8 3
3.0
Ketapang 90,632.23 38,490.84 86,889.24 62.45
  2016 6
314,578.0 5.7
Sambas 64,801.00 133,602.00 59.81
3 2010 0 9
363,788.0 5.6
Sambas 77,932.85 138,631.37 65.80
  2011 9 9
132,123.0 5.9
Sambas 96,846.34 414,374.62 66.19
  2012 7 0
464,183.4 6.1
Sambas 105,111.51 149,406.60 66.81
  2013 0 8
545,585.3 5.4
Sambas 117,966.67 208,776.14 63.28
  2014 8 2
420,426.8 4.7
Sambas 120,475.56 244,912.77 64.14
  2015 3 8
558,848.7 5.0
Sambas 221,498.70 255,091.28 63.38
  2016 0 7
246,437.0 4.1
Sanggau 70,022.00 79,024.00 60.57
4 2010 0 5
302,503.8 5.0
Sanggau 76,415.60 76,170.25 68.97
  2011 0 8
117,560.2 6.0
Sanggau 81,138.97 368,940.25 69.50
  2012 1 3
  Sanggau 2013 362,823.3 87,331.71 162,679.09 5.9 70.30

43
7 8
384,403.7 3.2
Sanggau 111,800.22 207,931.66 62.06
  2014 3 6
321,282.0 3.6
Sanggau 92,544.86 289,105.37 63.05
  2015 3 8
3.9
Sanggau 99,781.24 59,506.66 161,547.70 60.99
  2016 1
307,555.0 5.3
Kota Pontianak 52,814.00 150,012.00 74.87
5 2010 0 9
362,868.8 5.0
Kota Pontianak 86,349.80 172,415.23 73.43
  2011 2 5
164,695.4 7.7
Kota Pontianak 121,659.95 398,444.41 74.21
  2012 3 7
484,027.7 7.8
Kota Pontianak 127,904.54 179,404.30 74.64
  2013 8 6
542,002.4 5.9
Kota Pontianak 167,912.88 241,777.04 76.63
  2014 7 7
551,466.0 5.2
Kota Pontianak 177,917.61 242,974.34 77.52
  2015 9 9
472,256.0 6.4
Kota Pontianak 197,425.38 323,648.60 78.47
  2016 3 6
Kota 138,613.0 5.5
52,972.00 74,264.00 67.27
6 Singkawang 2010 0 4
Kota 168,047.6 5.7
59,581.69 72,368.72 69.21
  Singkawang 2011 5 5
Kota 6.7
68,398.12 72,676.85 289,881.80 69.77
  Singkawang 2012 6
Kota 230,319.1 6.6
91,165.36 97,237.57 70.66
  Singkawang 2013 5 2
Kota 273,683.6 6.4
103,590.39 106,840.76 69.84
  Singkawang 2014 6 3
Kota 274,242.3 5.9
142,528.74 120,407.51 70.03
  Singkawang 2015 2 6
Kota 241,281.9 6.5
168,246.36 158,243.96 70.42
  Singkawang 2016 3 8
121,305.0 5.8
Sekadau 30,941.00 135,282.00 59.42
7 2010 0 5
159,255.7 4.7
Sekadau 32,423.62 78,354.77 67.52
  2011 1 3
6.2
Sekadau 65,018.00 38,302.26 158,249.83 68.47
  2012 1
176,942.1 6.5
Sekadau 47,555.25 112,192.20 68.99
  2013 9 6
164,050.0 6.1
Sekadau 55,483.38 146,900.04 61.98
  2014 3 1
189,129.3 5.7
Sekadau 69,896.71 113,465.03 62.34
  2015 2 5
202,878.8 6.2
Sekadau 92,477.47 181,706.99 60.81
  2016 3 7
5.9
Kayong Utara 44,155.00 13,560.00 93,839.00 55.83
8 2010 2
101,341.8 5.0
Kayong Utara 26,544.15 56,589.02 65.75
  2011 4 5

44
5.7
Kayong Utara 84,115.11 26,743.18 119,751.62 66.19
  2012 8
125,537.4 5.2
Kayong Utara 28,051.94 119,531.88 66.83
  2013 6 6
129,999.3 5.6
Kayong Utara 32,495.89 129,122.14 58.52
  2014 1 5
127,860.4 5.0
Kayong Utara 28,620.88 161,567.04 60.09
  2015 3 3
150,651.0 5.1
Kayong Utara 61,447.33 163,289.57 57.78
  2016 1 3
337,472.7 6.2
Kubu Raya 43,888.22 135,090.17 61.87
9 2010 6 3
337,472.7 6.5
Kubu Raya 43,888.22 135,090.17 68.06
  2011 6 4
179,681.3 6.6
Kubu Raya 49,233.85 339,365.15 68.86
  2012 4 1
372,450.1 6.6
Kubu Raya 67,337.21 185,700.90 69.32
  2013 5 6
313,029.5 6.4
Kubu Raya 80,842.77 259,090.54 64.52
  2014 3 4
488,366.6 6.3
Kubu Raya 68,551.72 315,624.19 65.02
  2015 2 6
485,897.7 6.5
Kubu Raya 88,223.48 312,501.01 64.03
  2016 1 1
225,288.0 5.1
Landak 38,003.00 146,543.00 60.36
10 2010 0 3
276,572.5 4.9
Landak 82,453.62 296,955.61 68.16
  2011 4 5
122,418.3 5.4
Landak 54,518.46 315,538.17 69.05
  2012 9 2
302,668.4 5.2
Landak 67,521.40 267,602.25 69.58
  2013 9 3
262,475.6 4.9
Landak 86,128.61 245,122.69 63.59
  2014 2 0
378,154.6 5.1
Landak 102,189.14 189,444.26 64.12
  2015 3 1
317,145.5 5.0
Landak 101,910.47 467,070.66 62.84
  2016 8 8
196,038.0 4.4
Kapuas Hulu 51,818.00 196,832.00 59.84
11 2010 0 4
262,769.6 4.1
Kapuas Hulu 103,523.92 265,362.62 70.38
  2011 4 2
189,743.4 4.7
Kapuas Hulu 70,222.55 278,911.38 70.52
  2012 5 5
240,518.9 5.2
Kapuas Hulu 77,418.52 267,204.44 70.97
  2013 5 3
213,284.1 3.9
Kapuas Hulu 72,458.16 89,607.56 62.90
  2014 2 7
335,151.5 4.6
Kapuas Hulu 128,271.52 215,989.42 63.73
  2015 5 6
335,150.1 4.6
Kapuas Hulu 169,248.86 475,100.30 61.42
  2016 3 4
12 Mempawah 2010 166,173.0 56,975.00 67,299.00 2.1 59.48

45
0 3
244,404.2 3.0
Mempawah 104,277.06 170,377.86 69.07
  2011 4 0
4.0
Mempawah 82,253.38 63,766.64 250,797.95 69.42
  2012 6
201,166.3 5.4
Mempawah 65,172.07 100,190.25 70.13
  2013 8 4
295,230.5 6.0
Mempawah 143,111.80 125,601.00 62.78
  2014 1 0
332,482.9 5.6
Mempawah 87,164.17 92,622.08 63.37
  2015 0 2
310,888.0 6.1
Mempawah 162,170.61 282,678.03 61.54
  2016 2 6
214,381.0 5.1
Sintang 74,358.00 82,525.00 59.91
13 2010 0 9
280,616.0 4.7
Sintang 117,401.93 242,788.78 68.77
  2011 5 9
116,082.2 5.6
Sintang 95,857.78 333,748.81 69.14
  2012 5 0
274,249.1 6.4
Sintang 113,549.14 141,098.39 69.81
  2013 4 7
212,843.0 5.3
Sintang 60,339.28 247,307.33 63.19
  2014 5 6
432,416.0 4.5
Sintang 131,240.50 245,894.68 64.18
  2015 2 7
367,489.7 5.2
Sintang 186,022.96 245,894.68 62.48
  2016 8 8
113,216.0 5.7
Melawi 39,990.00 78,716.00 60.91
14 2010 0 5
268,668.4 4.2
Melawi 74,654.23 147,787.17 69.01
  2011 0 7
6.2
Melawi 74,484.28 46,436.79 185,152.39 69.39
  2012 2
214,082.3 4.8
Melawi 56,091.08 124,534.33 69.86
  2013 6 5
353,680.4 4.7
Melawi 65,745.38 143,083.04 62.89
  2014 4 3
493,278.5 4.7
Melawi 65,745.38 63,916.26 63.78
  2015 2 0
207,816.4 4.5
Melawi 139,252.52 222,249.82 61.90
  2016 1 6

46

Anda mungkin juga menyukai