Anda di halaman 1dari 17

EPISKLERITIS

Paper ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti


Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Penyakit Mata RSUD Djasamen Saragih

Oleh :
TIURLAN OKTAVIANI
10000002

Pembimbing :
Dr. JANUAR SITORUS, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD DJASAMEN SARAGIH PEMATANG SIANTAR
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaanNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul EPISKLERITIS.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Januar Sitorus, Sp. M selaku
pembimbing penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis dalam penyelesaian paper ini.

Paper ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti


Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Penyakit Mata di RSUD DJASAMEN
SARAGIH. Penulis menyadari bahwa paper yang telah dibuat ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dalam kesempurnaan paper ini.

Akhir kata penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian paper ini, dan saya
berharap semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pematangsiantar, April 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................2
2.1. Definisi .............................................................................................2
2.2. Epidemiologi ....................................................................................2
2.3. Anatomi ............................................................................................2
2.4. Patofisiologi .....................................................................................4
2.5. Manifestasi Klinis ............................................................................5
2.6. Pemeriksaan Fisik ............................................................................5
2.7. Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi .......................................7
2.8. Penatalaksanaan ...............................................................................7
2.9. Diagnosis Banding ...........................................................................8
2.10. Prognosis ........................................................................................8
2.11. Komplikasi .....................................................................................8
BAB 3 LAPORAN KASUS .............................................................................9
BAB 4 KESIMPULAN ....................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sklera merupakan jaringan kuat yang lentur dan berwarna putih pada bola
mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus di bagian
belakang dan pelindung isi bola mata. Permukaan luar sklera anterior dibungkus
oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus yaitu episklera. Episklera
mengandung banyak pembuluh darah yang menyediakan nutrisi untuk sklera dan
permeabel terhadap air, glukosa dan protein. Episklera juga berfungsi sebagai
lapisan pelicin bagi jaringan kolagen dan elastis dari sklera dan akan bereaksi
hebat jika terjadi inflamasi pada sklera.1
Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang
terletak di antara konjungtiva dan sklera, bersifat ringan, dapat sembuh sendiri,
dan bersifat rekurensi. Penyebab tidak diketahui, paling banyak bersifat idiopatik
namun sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik dan reaksi
hipersensitivitas mungkin berperan.2
Angka kejadian pasti tidak diketahui, tidak ada perbedaan jenis kelamin
namun terdapat laporan 74 % kasus terjadi pada perempuan dan sering terjadi
pada usia dekade 4-5. Pada anak-anak episkleritis biasanya menghilang dalam 7-
10 hari dan jarang rekuren. . Pada dewasa, 30 % kasus berhubungan dengan
penyakit jaringan ikat penyertanya, penyakit inflamasi saluran cerna, infeksi
herpes, gout, dan vaskulitis.2

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang terletak di
antara konjungtiva dan sklera, bersifat ringan, dapat sembuh sendiri, dan bersifat
rekurensi. 2 Episkleritis adalah penyakit pada episklera yang sering, ringan, dapat
sembuh sendiri dan biasanya mengenai orang dewasa dan berhubungan dengan
penyakit sistemik penyertanya tetapi tidak dapat berkembang menjadi skleritis. 3

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak berobat.
Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus terjadi
1
pada perempuan dan sering terjadi pada usia dekade 4-5. Pada anak-anak
episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada
dewasa, 30 % kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat penyertanya,
penyakit inflamasi saluran cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit
sistemik biasanya jarang pada anak-anak. 3

2.3 Anatomi
Sklera
Sklera merupakan jaringan kuat yang lentur dan berwarna putih pada bola mata
yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus di bagian belakang
dan pelindung isi bola mata. Sklera meliputi 5/6 anterior dari bola mata dengan
diameter lebih kurang 22 mm. Di anterior sklera berhubungan kuat dengan kornea
dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus, sedangkan di posterior dengan
duramater nervus optikus.3
Secara histologis sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan
berkas-berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai
tebal 10-16 mikro dan lebar 100-150 mikro dibandingkan dengan kornea jaringan
fibrosa sklera mempunyai daya pembiasan yang lebih kuat, tidak mempunyai

2
jarak yang tetap antara berkas jaringan fibrosanya, dan mempunyai diameter yang
berbeda-beda. Hal inilah yang membuat sklera menjadi opak.3 Sklera mempunyai
kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata
walaupun sklera kaku dan tebalnya 1mm sklera masih tahan terhadap kontusio
trauma tumpul. Ketebalan sklera bervariasi, maksimum 1 mm terdapat di dekat
nervus optikus dan minimum 0,3 mm pada insersio otot-otot rektus.
Di sekitar nervus optikus sklera ditembus oleh arteri siliaris posterior
longus dan brevis dan nervus siliaris longus dan brevis. Arteri siliaris longus dan
nervus siliaris longus berjalan dari nervus optikus menuju ke korpus siliaris di
sebuah lekukan dangkal pada permukaan dalam sklera pada meredian jam 3 dan 9.
Sekitar 4 mm di belakang limbus, sklera ditembus oleh 4 arteri dan vena siliaris
anterior. 4
Beberapa lembar jaringan sklera berjalan melintang bagian anterior nervus
optikus sebagai lamina kribrosa. Bagian dalam sklera berwarna hitam, coklat
disebut lamina fuschka, dihubungkan dengan koroid oleh filamen-filamen yang
terdiri dari jaringan ikat yang mengandung pigmen dan membuat dinding luar dari
ruang suprakoroid dan ditembus oleh serat saraf dan pembuluh darah. Permukaan
luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus
yaitu episklera.3

Episklera
Episklera mengandung banyak pembuluh darah yang menyediakan nutrisi untuk
sklera dan permeabel terhadap air, glukosa dan protein. Episklera juga berfungsi
sebagai lapisan pelicin bagi jaringan kolagen dan elastis dari sklera dan akan
bereaksi hebat jika terjadi inflamasi pada sklera.
Jaringan fibroelastis dari episklera mempunyai dua lapisan yaitu lapisan viseral
yang lebih dekat ke sklera dan lapisan parietal yang bergabung dengan fasia dari
otot dan konjungtiva dekat limbus.
Pleksus episklera posterior berasal dari siliari posterior , sementara itu di episklera
anterior berhubungan dengan pleksus konjungtiva, pleksus episklera superfisial
dan pleksus episkera profunda. 3

3
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi belum diketahui secara pasti namun ditemukan respon inflamasi
yang terlokalisir pada superficial episcleral vascular network, patologinya
menunjukkan inflamasi nongranulomatous dengan dilatasi vascular dan infiltrasi
perivascular. Penyebab tidak diketahui, paling banyak bersifat idiopatik namun
sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik dan reaksi hipersensitivitas
mungkin berperan.
Penyakit-penyakit sistemik tertentu misalnya
Collagen vascular disease : Polyarteritis nodosa, seronegative
spondyloarthropathies-Ankylosing spondylitis, inflamatory bowel disease,
Reiter syndrome, psoriatic arthritis, artritis rematoid
Infectious disease : Bacteria including tuberculosis, Lyme disease dan
syphilis, viruses termasuk herpes, fungi, parasites.
Miscellaneous : Gout, Atopy, Foreign bodies, Chemicals
Penyebab lain/yang berhubungan (jarang) : T-cell leukemia,
Paraproteinemia, Paraneoplastic syndromes-Sweet syndrome,
dermatomyositis, Wiskott-Aldrich syndrome, Adrenal cortical
insufficiency, Necrobiotic xanthogranuloma, Progressive hemifacial
atrophy, Insect bite granuloma, Malpositioned Jones tube, following
transscleral fixation of posterior chamber intraocular lens 2
Hubungan yang paling signifikan adalah dengan hiperurisemia dan gout. 4
Terdapat dua tipe klinik yaitu simple dan nodular. Tipe yang paling sering
dijumpai adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi
moderate hingga severe yang sering berulang dengan interval 1-3 bulan, terdapat
kemerahan yang bersifat sektoral atau dapat bersifat diffuse (jarang), dan edema
episklera. Tiap serangan berlangsung 7-10 hari dan paling banyak sembuh
spontan dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada pasien dengan
penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang berhubungan dengan
penyakit sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan lebih sering terjadi saat
musim hujan atau semi. Faktor presipitasi jarang ditemukan namun serangan
dapat dihubungkan dengan stress dan perubahan hormonal. Pasien dengan nodular

4
episcleritis mengalami serangan yang lebih lama, berhubungan dengan penyakit
sistemik (30% kasus, 5% berhubungan dengan artritis rematoid, 7% berhubungan
dengan herpes zoster ophthalmicus atau herpes simplex dan 3% dengan gout atau
atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe simple. Nodular episcleritis (20%)
terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul dengan injeksi sekelilingnya. 1,2,4

2.5 Manifestasi Klinik


Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman (mild to moderate) yang berlangsung akut,
seringkali bersifat unilateral, walaupun ada yang melaporkan tidak nyeri,
kemerahan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri saat ditekan, dan lakrimasi. Pada
tipe noduler gejala lebih hebat dan disertai perasaan ada yang mengganjal.

Tanda objektif dapat ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva bulbi


kemosis disertai pelebaran pembuluh darah episklera dan konjungtiva. 2,4,5

2.6 Pemeriksaan Fisik


Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak berwarna
merah muda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan edem episklera,
konjungtiva diatasnya dan kapsula tenon di bawahnya. 4

a. Episkleritis Sederhana

Gambaran yang paling sering ditandai dengan kemerahan sektoral dan


gambaran yang lebih jarang adalah kemerahan difus. Jenis ini biasanya
sembuh spontan dalam 1-2 minggu.

b. Episkleritis Noduler

Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir, dengan nodul kongestif


dan biasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama.
Pemeriksaan dengan Slit Lamp yang tidak menunjukkan
peningkatan permukaan sklera anterior mengindikasikan bahwa
sklera tidak membengkak.

5
Pada kasus rekuren, lamela sklera superfisial dapat membentuk
garis yang paralel sehinggga menyebabkan sklera tampak lebih
translusen. Gambaran seperti ini jangan disalah diagnosa dengan
penipisan sklera.

6
Pada kasus yang jarang pemeriksaan pada kornea menunjukkan adanya dellen
formation yaitu adanya infiltrat kornea bagian perifer. 2
Pemeriksaan fisik lainnya adalah adanya uveitis bagian anterior yang didapatkan
pada 10 % penderita. 2
Pemeriksaan visus pada penderita episkleritis tidak menunjukkan penurunan. 6

2.7 Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi


Pada kebanyakan pasien dengan episkleritis yang self limited
pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan . 2
Pada beberapa pasien dengan episkleritis noduler atau pada kasus yang
berat, rekuren, dan episkleritis sederhana yang persisten atau rekuren,
diperlukan hitung jenis sel darah (diff count), kecepatan sedimentasi
eritrosit (ESR), pemeriksaan asam urat serum, foto thoraks, pemeriksaan
antibodi antinuklea, rheumatoid factor, tes VDRL (Venereal Disease
Research Laborator)) dan tes FTA-ABS (Fluorescent Treponemal
Antibody Absorption) 2

2.8 Penatalaksanaan

1.Simple Lubrikan atau Vasokonstriktor


Digunakan pada kasus yang ringan 2
2.Steroid Topikal
Mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat menyebabkan
rekurensi. Oleh karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam periode
waktu yang pendek.1 Terapi topikal dengan Deksametason 0,1 % meredakan
peradangan dalam 3-4 hari. Kortikosteroid lebih efektif untuk episkleritis
sederhana daripada daripada episkleritis noduler. 4
3.Oral Non Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs)
Obat yang termasuk golongan ini adalah Flurbiprofen 300 mg sehari, yang
diturunkan menjadi 150 mg sehari setelah gejala terkontrol, atau Indometasin
25 mg tiga kali sehari. Obat ini mungkin bermanfaat untuk kedua bentuk

7
episkleritis, terutama pada kasus rekuren. 4 Pemberian aspirin 325 sampai 650
mg per oral 3-4 kali sehari disertai dengan makanan atau antasid. 6
4. Episkleritis memiliki hubungan yang paling signifikan dengan hiperurisemia
(Gout), oleh karena itu Gout harus diterapi secara spesifik.

2.9. Diagnosis Banding


Konjungtivitis
Disingkirkan dengan sifat episkleritis yang lokal dan tidak adanya
4
keterlibatan konjungtiva palpebra. Pada konjungtivitis ditandai dengan
adanya sekret dan tampak adanya folikel atau papil pada konjungtiva
tarsal inferior. 6
Skleritis
Dalam hal ini misalnya noduler episklerits dengan sklerits noduler 5.untuk
mendeteksi keterlibatan sklera dalam dan membedakannya dengan
episkleritis, konjungtivitis, dan injeksi siliar, pemeriksaan dilakukan di
bawah sinar matahari (jangan pencahayaan artifisial) disertai penetesan
epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 10% yang menimbulkan konstriksi
pleksus vaskular episklera superfisial dan konjungtiva. 4
Iritis
Pada iritis ditemukan adanya sel dan flare pada kamera okuli anterior. 6
Keratokonjungtivitis limbic superior. 2

2.10 Prognosis
Umumnya kelainan ini sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun
kekambuhan dapat terjadi selama bertahun-tahun 4
Pada kebanyakan kasus perjalanan penyakit dipersingkat dengan
7
pengobatan yang baik

2.11 Komplikasi
Sering relaps
Pada kasus yang jarang dapat terjadi skleritis 7

8
BAB 3
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn D
Umur : 19 tahun
Agama : Islam
Alamat : Siantar
Pekerjaan : pelajar

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : kedua mata merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Djasamen Saragih, rujukan dr
spesialis penyakit dalam karena thypoid disertai keluhan sudah 3 hari
kedua mata merah, berdenyut. Pandangan kabur, mata terasa kering, sakit
bila mata digerakan, pasien juga mengeluh bila pagi hari saat mau
membuka mata susah karena ada kotoran mata. Sebelumnya sudah ditetesi
insto tetapi tidak sembuh
Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal


- Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal
- Riwayat trauma atau operasi pada mata sebelumnya disangkal
- Riwayat pengobatan pada mata disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa
- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit mata
sebelumnya.

9
Riwayat Sosial Ekonomi :
Kesan sosial ekonomi pasien cukup.

III. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : TD : 110/90 mmHg Suhu : 36,80C
Nadi : 76x/menit RR : 18 x
Status Oftalmologi

Oculus Dexter PEMERIKSAAN Oculus Sinister


6/20 Visus 6/20
Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal Bulbus Oculi Gerak bola mata normal
Enoftalmus (-) Enoftalmus (-)
Eksoftalmus (-) Eksoftalmus (-)
Strabismus (-) Strabismus (-)
Edema (-), hiperemis (-), Palpebra Edema (-), hiperemis (-),
nyeri tekan (-), nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), blefarospasme (-),
lagoftalmus (-) lagoftalmus (-)
Edema (-), Konjungtiva Edema (-)
Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-), Injeksi siliar(-),
Injeksi episklera (+) injeksi episklera,(+)
Bangunan patologis (-), Bangunan patologis (-)
Perdarahan Perdarahan
subkonjungtiva subkonjungtiva

10
warna merah Sklera Berwarna merah
Nodul (+) Nodul (+)
Bulat, Kornea Bulat,
edema (-), Edema tidak ditemukan,
infiltrat (-), Infiltrat tidak ditemukan,
sikatriks (-) Sikatriks (-),
Keratic Presipitat tidak
ditemukan
Jernih, COA Jernih,
kedalaman cukup, kedalaman cukup,
hipopion (-), Hipopion tidak
hifema (-) ditemukan,
tyndal effect (-) Hifema tidak ditemukan
Tyndal effect tidak
ditemukan
Kripta (+), Iris Kripta (+),
warna cokelat, warna cokelat,
edema (-), Edema tidak ditemukan,
sinekia (-), Sinekia tidak ditemukan,
atrofi (-) Atrofi tidak ditemukan
Reguler, isokor, letak Pupil Reguler, isokor, letak
sentral, diameter 3 mm, sentral, diameter 3 mm,
refleks pupil L/TL (+/+) refleks pupil L/TL (+/+)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Korpus Vitreum Jernih
+ cemerlang Fundus Refleks + cemerlang
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
Tidak ditemukan TIO Tidak ditemukan
peningkatan peningkatan

11
IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
o Hitung darah lengkap dan laju endap darah
o Kadar komplemen serum (C3)
o Kompleks imun serum
o Faktor rematoid serum
o Antibodi antinukleus serum
o Imunoglobulin E
o Kadar asam urat serum
o Urinalisis
o Tes serologis
o HBs Ag
o BTA
Autorefraksi dengan autorefraktometer

V. DIAGNOSIS BANDING
ODS Episkleritis
OS Skleritis

VI. DIAGNOSA KERJA


ODS Episkleritis

VII. TATALAKSANA
- Medikamentosa :
o Oral:
Glucon 250 1x 1/2
o Topikal:
Ematrol 6x2 tetes
Cyndomicos 2x1 zalf
VIII. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam

12
BAB 4
KESIMPULAN

Pasien atas nama Nn. D umur 19 tahun datang ke IGD dengan keluhan
kedua mata merah, rujukan dokter spesialis penyakit dalam karena thypoid
disertai keluhan sudah 3 hari kedua mata merah, berdenyut. Pandangan kabur,
mata terasa kering, sakit bila mata digerakan, pasien juga mengeluh bila pagi hari
saat mau membuka mata susah karena ada kotoran mata. Sebelumnya sudah
ditetesi insto tetapi tidak sembuh. Pada pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, pada
pemeriksaan oftalmologi didapati sklera kemerahan. Pasien di diagnosis dengan
Episkleritis ODS. Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien adalah
pemberian obat makan Glucon 250mg 1x1/2 tab, pemberian obat topikal seperti
obat tetes Ematrol dan obat salap mata Cyndomicos, prognosis nya baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology


5th Edition pp. 151-2. Great Britain. 2003. Butterworth-Heinemann.
2. Roy Hampton, Episcleritis in Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm
3. Pavan-Langston, Cornea and External Disease in Manual of Ocular Diagnosis
and Therapy 5th Edition pp. 125-126. Philadelphia. 2002. Lippincott Williams
& Wilkins
4. Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14 hal.170-
171. Jakarta. 2000. Widya Medika.
5. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology
4th Edition pp. 151-2. Great Britain. 1999. Butterworth-Heinemann.
6. Rhee Douglas and Pyfer Mark, Episcleritis in The Wills Eye Manual 3rd
Edition pp133-134. United States of America. 1999. Lippincott Williams &
Wilkins
7. FeinbergEdward,EpiscleritisinHttp://www.pennhealthj.com/ency/article/0010
19.html.

14

Anda mungkin juga menyukai