Anda di halaman 1dari 25

Refleksi Kasus

ILMU PENYAKIT MATA


CORPAL KORNEA

Disusun Oleh :

Grace Kalpika Taruli Siagian G99152062


Clarissa Adelia Gunawan G99162017
Muhammad Hafizh Islam Sadida G99152046
Victoria Husadani Permata Sari G99162016
Shinta Retno Wulandari G99152051

Pembimbing :
Dr. Senyum Indrakila, dr., Sp.M.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama : Tn. YNA
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tukang las
Alamat : Ngemplak, Mojosongo, Jawa Tengah
Tanggal periksa : 18 Agustus 2017
No. RM : 01389343
Cara Pembayaran : BPJS

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Mata kanan terasa mengganjal

2. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Moewardi dengan keluhan mata kanan
terasa mengganjal sejak 2 hari SMRS, dirasakan terus menerus. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan mata terasa perih, merah, berair, serta
tampak titik hitam saat. Saat ini, pasien menyangkal adanya keluhan
pandangan kabur, pandangan silau, belekan, gatal, pusing, dan cekot-
cekot. Pasien mengatakan sebelumnya pasien kelilipan saat bekerja,
kemudian mata terasa mengganjal dan merah. Pasien membeli tetes
mata namun keluhan tidak berkurang dan bertambah perih, sampai
ketika dilihat didapatkan gram gerinda di matanya. Kemudian pasien
memeriksakan diri ke RS Swasta dan dilakukan tindakan pengambilan
gram dari mata dengan menggunakan spuit, namun tidak berhasil
sehingga dirujuk ke RSDM.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat trauma mata : disangkal
Riwayat kacamata : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal

5. Kesimpulan Anamnesis
Mata kanan mengganjal, merah,perih, dan tampak titik hitam saat
melihat sejak 2 hari SMRS
Riwayat trauma : (+) terkena serpihan gram gerinda
saat
mengelas
Riwayat obat dan tetes mata : (+) tetes mata insto

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
2. Vital Sign
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 84 x/menit T : 36.70C
3. Pemeriksaan subyektif
OD OS
A. Visus Sentralis
>3/60 (di IGD) >3/60 (di IGD)
1. Visus sentralis jauh
6/6 (di Poli) 6/6 (di Poli)
a. pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus Perifer
1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS

a. tanda radang Tidak ada Tidak ada

b. luka Tidak ada Tidak ada

c. parut Tidak ada Tidak ada

d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada

e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada

2. Supercilia

a. warna Hitam Hitam

b. tumbuhnya Normal Normal

c. kulit Sawo matang Sawo matang

d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal

3. Pasangan bola mata dalam


orbita

a. heteroforia Tidak ada Tidak ada

b. strabismus Tidak ada Tidak ada

c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada

d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada


e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada

4. Ukuran bola mata

a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada

b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada

c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada

d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada

5. Gerakan bola mata

a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat

b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat

c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat

d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat

e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat

f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat

6. Kelopak mata

a. pasangannya

1.) edema Tidak ada Tidak ada

2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada

3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada

4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada

b. gerakannya

1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal

2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal

c. rima
1.) lebar 10 mm 10 mm

2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada

3.) blefarofimosis Tidvak ada Tidak ada

d. kulit

1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada

2.) warna Sawo matang Sawo matang

3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada

4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada

e. tepi kelopak mata

1.) enteropion Tidak ada Tidak ada

2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada

3.) koloboma Tidak ada Tidak ada

4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal

7. sekitar glandula lakrimalis

a. tanda radang Tidak ada Tidak ada

b. benjolan Tidak ada Tidak ada

c. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

8. Sekitar saccus lakrimalis

a. tanda radang Tidak ada Tidak ada

b. benjolan Tidak ada Tidak ada

9. Tekanan intraocular

a. palpasi Kesan normal Kesan normal

b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan


c. Non contact tonometer Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. Konjungtiva

a. konjungtiva palpebra
superior

1.) edema Ada Tidak ada

2.) hiperemi Ada Tidak ada

3.) sekret Ada Tidak ada

4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada

b. konjungtiva palpebra
inferior

1.) edema Tidak ada Tidak ada

2.) hiperemi Ada Tidak ada

3.) sekret Ada Tidak ada

4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada

c. konjungtiva fornix

1.) edema Tidak ada Tidak ada

2.) hiperemi Ada Tidak ada

3.) sekret Ada Tidak ada

4.) benjolan Tidak ada Tidak ada

d. konjungtiva bulbi

1.) edema Tidak ada Tidak ada

2.) hiperemis Ada Tidak ada

3.) sekret Tidak ada Tidak ada

4.) injeksi konjungtiva Ada Tidak ada


5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada

e. caruncula dan plika

semilunaris

1.) edema Tidak ada Tidak ada

2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada

3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada

11. Sclera

a. warna Putih Putih

b. tanda radang Tidak ada Tidak ada

c. penonjolan Tidak ada Tidak ada

12. Kornea

a. ukuran 12 mm 12 mm

b. limbus Jernih Jernih

c. permukaan Terdapat corpal Rata, mengkilap


gram

d. sensibilitas Normal Normal

e. keratoskop ( placido ) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

f. fluoresin test Tidak dilakukan Belum dilakukan

g. arcus senilis (-) (-)

13. Kamera okuli anterior

a. kejernihan Jernih Jernih

b. kedalaman Dalam Dalam

14. Iris
a. warna Cokelat Cokelat

b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan

c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak

d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak

15. Pupil

a. ukuran 3 mm 3 mm

b. bentuk Bulat Bulat

c. letak Sentral Sentral

d. reaksi cahaya langsung Positif Positif

e. tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

16. Lensa

a. ada/tidak Ada Ada

b. kejernihan Jernih Jernih

c. letak Sentral Sentral

e. shadow test (-) (-)

17. Corpus vitreum

1. Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan


2. Reflek fundus (+) cemerlang (+) cemerlang

D. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
A. Visus sentralis jauh 3/60 (di IGD) 3/60 (di IGD)
Pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus perifer
Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normal
D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal
E. Pasangan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
dalam orbita
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
G. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
H. Kelopak mata Oedem (+), Dalam batas normal
hiperemis (+)
I. Sekitar saccus lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal

J. Sekitar glandula Dalam batas normal Dalam batas normal


lakrimalis
K. Tekanan intarokular
Palpasi Kesan normal Kesan normal

Tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Non contact tonometer Tidak dilakukan Tidak dilakukan

L. Konjungtiva fornix Hiperemis (+) Dalam batas normal


M. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
N. Kornea
Arcus senilis (-) (-)

O. Camera okuli anterior


Kedalaman Dalam Dalam

P. Iris Bulat, warna coklat Bulat, warna coklat


Q. Pupil Diameter 3 mm, Diameter 3 mm,
bulat, sentral bulat, sentral
R. Lensa Jernih Jernih

S. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan


E. GAMBAR

F. DIAGNOSIS BANDING
1. OD Corneal foreign bodies / corpus alienum kornea
2. OD Keratitis
3. OD Konjungtivitis
G. DIAGNOSIS
OD Corpus Alienum Kornea

H. PLANNING
1. Amotio corpal
2. LFX eye drop 4 dd gtt 1 OD
3. Ditutup dengan kassa steril. Kontrol bila ada keluhan ke poli mata
pada jam kerja.
I. PROGNOSIS

OD
1. Ad vitam Bonam
2. Ad fungsionam Bonam
3. Ad sanam Bonam
4. Ad kosmetikum Bonam
BAB II
PENDAHULUAN

Kornea (Latin, cornum = seperti tanduk) membentuk bagian anterior


bola mata. Kornea merupakan jaringan transparan dan avascular yang
mempunyai peranan dalam refraksi cahaya. Kornea berfungsi sebagai
membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina.
Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgenes. Kerusakan sel-sel endotel kornea menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan. Cedera pada epitel kornea hanya
menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila
sel-sel epitel itu telah beregenerasi.
Corpus alienum adalah benda asing yang sering mengenai kornea,
sclera, dan konjungtiva. Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi
inflamasi, mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan kemudian
menyebabkan edema palpebra, konjungtiva dan kornea. Sel darah putih yang
dirangsang juga mengakibatkan reaksi pada kamera okuli anterior dan
terdapat infiltrate kornea. Jika tidak dihilangkan, benda asing dapat
menyebabkan infeksi dan nekrosis jaringan mempengaruhi visus. Reaksi
inflamasi juga bisa terjadi jika corpus alienum yang mengenai kornea
merupakan benda inert dan reaktif.Sikatrik maupun perdarahan juga bisa
timbul jika menembus cukup dalam(Bashour, 2008; Vaughan, 2010).Bila
ukuran corpus alienum tidak besar, dapat diambil dan reaksi sekunder seperti
inflamasi ditangani secepatnya, serta tidak menimbulkan sikatrik pada media
refraksi yang berarti, prognosis bagi pasien adalah baik(Bashour, 2008;
Vaughan, 2010).
Corpus alienum dapat menyebabkan terjadinya cedera mata.
Meskipun kebanyakan bersifat ringan, beberapa cedera bisa berakibat serius.
Apabila suatu corpus alienum masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi
reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata. Oleh
karena itu, perlu cepat mengenali benda tersebut dan menentukan lokasinya di
dalam bola mata untuk kemudian mengeluarkannya (Vaughan, 2010).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI KORNEA
Kornea (Latin, cornum = seperti tanduk) membentuk bagian anterior
bola mata merupakan jaringan transparan dan avaskular, mempunyai peranan
dalam refraksi cahaya. Indeks refraksi korna adalah 1,377 dan kekuatan
refraksi sebesar 43 Dioptri, merupakan 70% dari kekuatan refraksi mata.
Permukaan anterior kornea berbentuk agak elips dengan diameter
horizontal rata-rata 11,5-11,7 mm dan 10,5 - 10,6 mm pada diameter
vertikal sedangkan permukaan posterior berbentuk sirkuler dengan diameter
11,7 mm. Pada orang dewasa ketebalan kornea bervariasi dengan rata-rata
0,65 1 mm di bagian perifer dan 0,55 mm di bagian tengah. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan kurvatur antara permukaan anterior dan
posterior kornea. Radius kurvatur anterior kornea kira-kira 7,8 mm sedangkan
radius kurvatur permukaan posterior rata-rata 6,5 6,8 mm. Kornea menjadi
lebih datar pada bagian perifer, namun pendataran tersebut tidak simetris.
Bagian nasal dan superior lebih datar dibanding bagian temporal dan inferior.
Luas permukaan luar kornea kira-kira 1,3 cm 2 atau 1/14 dari total area bola
mata (Wong &Tien Yin, 2001; Karesh J. W., 2003).

Gambar 1. Anatomi Mata


B. HISTOLOGI KORNEA
Secara histologis kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu:
1. Epitel
2. Membran Bowman
3. Stroma
4. Membran Descemet
5. Endotelium

Gambar 2. Histologi lapisan kornea

1. Epitel
Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Terdapat dua fungsi utama epitel: (1) membentuk barier antara
dunia luar dengan stroma kornea dan (2) membentuk permukaan refraksi
yang mulus pada kornea dalam interaksinya dengan tear film. Barier
dibentuk ketika sel-sel epitel bergerak dari lapisan basal ke permukaan
kornea, secara progresif berdiferensiasi hingga sel-sel superfisial
membentuk dua lapisan sel tipis yang melingkar yang dihubungkan oleh
tight junction (zonula okluden), merupakan membran yang bersifat
semipermiabel dan resistensi tinggi. Barier ini mencegah masuknya cairan
dari tear film ke stroma dan juga melindungi struktur kornea dan
intraokuler dari infeksi oleh patogen. Mikrovili pada hampir seluruh
permukaan superfisial sel-sel epitel dilindungi oleh glikokaliks sehingga
dapat berinteraksi dengan lapisan musin tear film agar permukaan kornea
tetap licin. Berbagai proses metabolik, biokemikal dan fisikal tampaknya
mempunyai tujuan primer mempertahankan keadaan lapisan sel epitel
yang berfungsi sebagai barier dan agar permukaan kornea tetap licin.
Permukaan kornea yang licin berperan penting dalam terbentuknya
penglihatan yang jelas (Watsky M. A. & Olsen T. W., 2003).
2. Membrana Bowman
Membrana Bowman merupakan lapisan superfisial pada stroma,
yang berfungsi sebagai barier terhadap stroma. Kepadatan lapisan
Bowman menghalangi penyebaran infeksi ke dalam stroma yang lebih
dalam. Lapisan ini tidak dapat beregenerasi sehingga bila terjadi trauma
akan diganti dengan jaringan parut (Watsky M. A. & Olsen T. W., 2003;
Edelhauser H. F, 2005)
3. Stroma
Stroma tersusun atas matriks ekstraselular seperti kolagen dan
proteoglikan. Matriks ekstraselular ini memegang peranan penting dalam
struktur dan fungsi kornea. Stroma terdiri atas kolagen yang diproduksi
oleh keratosit dan lamella kolagen. Karena ukuran dan bentuknya
seragam menghasilkan keteraturan yang membuat kornea menjadi
transparan. Serat-serat kolagen tersusun seperti lattice (kisi-kisi), pola
ini berfungsi untuk mengurangi hamburan cahaya (Edelhauser H. F, 2005;
Liesegang T. J., 2008-2009).
Transparansi juga tergantung kandungan air pada stroma yaitu
70%. Proteoglikan yang merupakan substansi dasar stroma, memberi sifat
hidrofilik pada stroma. Hidrasi sangat dikontrol oleh barier epitel dan
endotel serta pompa endotel (Watsky M. A. & Olsen T. W., 2003;
Liesegang T. J., 2008-2009).
4. Membrana Descemet
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Membrana Descemet bersifat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 m. Membran ini lebih resisten terhadap trauma dan
penyakit, dari pada bagian lain dari kornea (Watsky M. A. & Olsen T. W.,
2003; Edelhauser H. F, 2005).
5. Endotel
Lapisa in merupakan lapisan kornea yang paling dalam, tersusun dari
epitel selapis gepeng atau kuboid rendah. Berasal dari mesotelium, bentuk
heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement
melalui hemidosom dan zonula okluden. Sel-sel ini mensintesa protein yang
mungkin diperlukan untuk memelihara membran Descement. Sel-sel ini
mempunyai banyak vesikel dan dinding selnya mempunyai pompa Natrium
yang akan mengeluarkan kelebihan ion-ion natrium ke dalam kamera okuli
anterior. Ion-ion klorida dan air akan mengikuti secara pasif. Kelebihan
cairan di stroma akan diserap oleh endotel sehingga stroma dipertahankan
dalam keadaan sedikit dehidrasi, suatu faktor yang diperlukan untuk
mempertahankan kualitas refraksi kornea.
Dua faktor yang berkontribusi dalam mencegah edema stroma dan
mempertahankan kandungan air tetap pada 70% adalah fungsi barier dan
pompa endotel. Fungsi barier endotel diperankan oleh adanya tight
junction diantara sel-sel endotel (Edelhauser H. F, 2005).
Stroma kornea memiliki konsentrasi Na+ 134 mEq/L sedangkan
humor aquous 143 mEq/L. Perbedaan osmolaritas tersebut menyebabkan
air berpindah dari stroma ke humor aquous melalui osmosis. Mekanisme
ini diatur oleh pompa metabolik aktif sel-sel endotel. Pompa metabolik ini
dikontrol oleh Na+ / K+ ATPase yang terletak di lateral membrane.
Dalam menjalankan fungsinya pompa endotel tergantung pada oksigen,
glukosa, metabolisme karbohidrat dan adenosine triphosphatase.
Keseimbangan antara fungsi barier dan pompa endotel akan
mempertahankan keadaan deturgesensi kornea (Edelhauser H. F, 2005).

Gambar 3. Lapisan kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari


saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan
supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan (Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia,
2002).
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen
sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh
strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya (Eva, P.R. &
Whitcher J.P, 2008).
C. FISIOLOGI KORNEA
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau
keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera
kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel.
Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal
stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan
film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung
adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.
D. CORPAL ALIENUM
1. Definisi
Corpus alienum adalah benda asing, merupakan salah satu
penyebab terjadinya cedera mata, sering mengenai sclera, kornea, dan
konjungtiva.Meskipun kebanyakan bersifat ringan, beberapa cedera bisa
berakibat serius. Apabila suatu corpus alienum masuk ke dalam bola mata
maka akan terjadi reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi
bola mata. Oleh karena itu, perlu cepat mengenali benda tersebut dan
menentukan lokasinya di dalam bola mata untuk kemudian
mengeluarkannya (Vaughan, 2010).
Benda yang masuk ke dalam bola mata dibagi dalam beberapa kelompok,
yaitu (Bashour, 2008) :
a. Benda logam, seperti emas, perak, platina, timah, besi tembaga
b. Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan pakaian
c. Benda inert, adalah benda yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak
menimbulkan reaksi jaringan mata, jika terjadi reaksinya hanya ringan
dan tidak mengganggu fungsi mata. Contoh : emas, platina, batu, kaca,
dan porselin
d. Benda reaktif, terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan
reaksi jaringan mata sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh :
timah hitam, seng, nikel, alumunium, tembaga

Beratnya kerusakan pada organ-organ di dalam bola mata tergantung dari:


a. Besarnya corpus alienum,
b. Kecepatan masuknya,
c. Ada atau tidaknya proses infeksi,
d. Jenis bendanya.
2. Patofisiologi
Benda asing di kornea secara umum masuk ke kategori trauma
mata ringan.Benda asing dapat bersarang (menetap) di epitel kornea atau
stroma bila benda asing tersebut diproyeksikan ke arah mata dengan
kekuatan yang besar(Bashour, 2008).
Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi inflamasi,
mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan kemudian menyebabkan
udem pada kelopak mata, konjungtiva dan kornea.Sel darah putih juga
dilepaskan, mengakibatkan reaksi pada kamera okuli anterior dan terdapat
infiltrate kornea.Jika tidak dihilangkan, benda asing dapat menyebabkan
infeksi dan nekrosis jaringan(Bashour, 2008).
3. Gambaran Klinik
Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, sensasi benda asing,
fotofobia, mata merah dan mata berair banyak. Dalam pemeriksaan
oftalmologi, ditemukan visus normal atau menurun, adanya injeksi
konjungtiva atau injeksi silar, terdapat benda asing pada bola mata,
fluorescein (+) (Bashour, 2008; Vaughan, 2010).
4. Diagnosis
Diagnosis corpus alienum dapat ditegakkan dengan (Bashour, 2008) :
a. Anamnesis kejadian trauma
b. Pemeriksaan tajam penglihatan kedua mata
c. Pemeriksaan dengan oftalmoskop
d. Pemeriksaan keadaan mata yang terkena trauma
e. Bila ada perforasi, maka dilakukan pemeriksaan x-ray orbita
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan benda asing
tersebut dari bola mata.Bila lokasi corpus alienum berada di palpebra dan
konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah
pemberian anatesi lokal.Untuk mengeluarkannya, diperlukan kapas lidi atau
jarum suntik tumpul atau tajam.Arah pengambilan, dari tengah ke tepi. Bila
benda bersifat magnetik, maka dapat dikeluarkan dengan magnet portable.
Kemudian diberi antibiotik lokal, siklopegik, dan mata dibebat dengan
kassa steril dan diperban (Vaughan, 2010).
Pecahan besi yang terletak di iris, dapat dikeluarkan dengan dibuat
insisi di limbus, melalui insisi tersebut ujung dari magnit dimasukkan untuk
menarik benda asing, bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi dari iris
yang mengandung benda asing tersebut (Vaughan, 2010).
Pecahan besi yang terletak di dalam bilik mata depan dapat
dikeluarkan dengan magnit sama seperti pada iris. Bila letaknya di lensa
juga dapat ditarik dengan magnit, sesudah insisi pada limbus kornea, jika
tidak berhasil dapat dilakukan pengeluaran lensa dengan ekstraksi linier
untuk usia muda dan ekstraksi ekstrakapsuler atau intrakapsuler untuk usia
yang tua (Vaughan, 2010).
Bila letak corpus alienum berada di dalam badan kaca dapat
dikeluarkan dengan giant magnit setelah insisi dari sklera.Bila tidak
berhasil, dapat dilakukan dengan operasi vitrektomi (Vaughan, 2010).
6. Pencegahan
Pencegahan agar tidak masuknya benda asing ke dalam mata, baik
dalam bekerja atau berkendara, maka perlu menggunakan kaca mata
pelindung (Bashour, 2008).
7. Komplikasi
Komplikasi terjadi tergantung dari jumlah, ukuran, posisi,
kedalaman, dan efek dari corpus alienum tersebut. Jika ukurannya besar,
terletak di bagian sentral dimana fokus cahaya pada kornea dijatuhkan,
maka akan dapat mempengaruhi visus. Reaksi inflamasi juga bisa terjadi
jika corpus alienum yang mengenai kornea merupakan benda inert dan
reaktif.Sikatrik maupun perdarahan juga bisa timbul jika menembus cukup
dalam(Bashour, 2008; Vaughan, 2010).
Bila ukuran corpus alienum tidak besar, dapat diambil dan reaksi
sekunder seperti inflamasi ditangani secepatnya, serta tidak menimbulkan
sikatrik pada media refraksi yang berarti, prognosis bagi pasien adalah
baik(Bashour, 2008; Vaughan, 2010).
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien
didiagnosa dengan OD corpus alienum corneal. Adapun penatalaksanaan
pasien ini adalah dengan amotia corpal atau mengevakuasi corpal,
memberikan tetes mata LFX sebagai antibiotik, dan menutup mata
kanan dengan kassa steril terutama ketika terkena udara yang kotor atau
berpolusi.

B. Saran
Dokter umum sebaiknya mengenali, mampu mendiagnosis dan
memberikan tatalaksana dari corpus alienum sehingga dapat memberikan
penatalaksanaan awal yang tepat dan mencegah adanya komplikasi lebih
lanjut. Selain itu dokter umum juga harus dapat merujuk dengan indikasi
rujukan yang tepat bagi pasien sehingga mengurangi resiko kebutaan dan
komplikasi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bashour M., 2008.Corneal Foreign Body. Citied on August 18, 2017. Available
on http://emedicine.medscape.com/article/1195581-overview

Edelhauser HF. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers Physiology of The
eye Clinical'Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri, Mosby, 2005 : 47-
103
Eva PR, Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, eds. General Ophtalmology
17th ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49
Karesh, JW. Topografic anatomy of the eye, In: Duane's Clinical
Ophthalmology. (CD-ROOM). Lippincott Williams & Wilkins. USA :
2003
Liesegang TJ,Deutsch TA. External Disease and Cornea. Section 8, AAO, San
Fransisco, 2008-2009: 181 9
Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum, Edisi 17. 2010. Widya Medika Jakarta.

Watsky MA, Olsen TW., Cornea and Sclera, In: Duanes Clinical
Ophthalmology, (two volume, chapter four), (CD-ROOM). Lippincott
Williams & Wilkins. USA : 2003
Wong, Tien Yin, The Cornea in The Ophthalmology Examination Review.
Singapore, World Scientific 2001 : 89 90

Anda mungkin juga menyukai