Anda di halaman 1dari 53

DIABETES MELITUS

Pengertian :
Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oelh hipergikemia akibat defek pada :
1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan
di jaringan perifer (otot dan lemak)
2. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. Atau keduanya.

Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)


I. DM tipe I (destruksi sel, umumnya diikuti defisiensi insulin absolut)
Immune mediated
Idiopatik
II. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi
insulin relatif sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin)
III. Tipe spesifik lain
Defek genetik pada fungsi sel
Defek genetik pada kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Diinduksi obat atau zat kimia
Infeksi
Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM
IV. DM gestasional

Diagnosis
Terdiri dari :
Diagnosisi DM
Diagnosis komplikasi DM
Diagnosis penyakit penyerta

1
Pemantauan pengendalian DM

Anamnesis :
Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada
pria, pruritus vulvae pada wanita.

Faktor risiko DM tipe 2


Usia > 45 tahun
Berat badan lebih > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) >
23kg/m
Hipertensi (TD 140/90 mm/Hg)
Riwayat DM dalam garis keturunan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gram
Riwayat DM gestasional
Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertroidisme
Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL

Anamnesis komplikasi DM ( lihat komplikasi).

Pemeriksaan fisik lengkap termasuk :


Tinggi badan, berat badan, TD, lingkarpinggang
Tanda neuropati
Mata (visus, lensa mata dan retina)
Gigi mulut
Keadaan kaki (termsuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku

2
Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa
1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena) 200 mg/dL atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dL
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram
pada TTGO

Diagnosa Banding
Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah
Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur
Kreatinin
SGPT, Albumin/Globulin
Kolesterol Total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida
A,C
Albuminuria mikro

Pemeriksaan Penunjang lain


EKG, foto thoraks, funduskopi

Terapi
Edukasi
Meliputi pemahaman tentang
Penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Intervensi farmakologis dan non-farmakologi

3
hiperglikemia
masalah khusus yang dihadapi
cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan
cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanna dengan komposisi :
karbohidrat 60 70 %
protein 10 15 %
lemak 20 25 %
jumlah kandungan kolesterol disarankan < 100 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari
sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan
membatasi PUFA (Poly Unsaturated Faity Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah
kandungan serat 25 g/hr, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori basal per hari :
laki laki : 30 kal/kg BB idaman
wanita : 25 kal/kg BB idaman
Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari)
status gizi
o BB gemuk - 20%
o Lebih - 10 %
o BB kurang + 20 %
Umur > 40 tahun + (10 s/d 30%)
Aktivitas
o Ringan + 10 %
o Sedang + 20 %
o Berat + 30 %
Hamil
o Trimester I,II + 300 kal
o Trimester III + 500 kal

4
Rumus Broca
Berat badan idaman = (tinggi badan -100) 10%*
Pria <160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi
BB kurang : < 90 % BB idaman
BB normal : 90 110 % BB idaman
BB lebih : 110 120 % idaman
Gemuk : > 120 % BB idaman

Latihan jasmani :
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit). Prinsip Continous Rythmical - Interval Progressive Enduranc.

Intervensi Farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea, glinid
Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

Insulin
Indikasi :
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dngan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

5
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan
OHO tunggal sasaran kadar glukosa belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat
hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya.

Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk :


Non farmakologis evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai : Penekanan kembali tata laksana non farmakologis
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai + 1 macam OHO
Biguanid/Penghambat glukosidase / Glitazon
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara :
Biguanid / Penghambat glukosidase / Glitazon
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO
Biguanid +Penghambat glukosidase + Glitazon atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :
Kombinasi 4 macam OHO :
Biguanid +Penghambat glukosidase + Glitazon +
Secretagogue atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai :


Insulin
Atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

6
Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai :
Insulin
Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk :


Non farmakologis evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai : non farmakologis + secretagogue
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara :
Secretagogue + Penghambat glukosidase /
biguanid/Glitazon
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO
Secretagogue + Penghambat glukosidase /
biguanid/Glitazon
atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :
Kombinasi 4 macam OHO :
Secretagogue + Penghambat glukosidase
+biguanid+Glitazon
atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai :


Insulin, atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

7
Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai :
Insulin

Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Penilaian hasil terapi :


1. Pemeriksaan glukosa darah
2. Pemeriksaan AIC
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. Pemeriksaan glukosa urin
5. Penentuan Benda Keton Kriteria Pengendalian DM (lihat tabel)

Tabel : Kriteria Pengendalian DM


Baik Sedang Buruk
GD puasa (mg/dL) 80 100 110 125 126
GD 2 jam PP (mg/dL) 80 144 145 179 180
A,C (%) < 6.5 6.5 8 8
200Kolesterol total (mg/dL) < 200 200 239 240
Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 100 129 130
Kolesterol HDL (mg/dL) 45
Trigliserida (mg/dL) < 150 150 199 200
IMT 18.5 22.9 23 25 25
Tekanan darah (mmHg) < 130 / 80 130 140 > 140
80 90

Komplikasi
A. Akut
Ketoasidosis diabetik
Hiperosmolar non ketonik
hipoglikemia

8
B. Kronik
Mikroangiopati :
o Pembuluh koroner
o Vaskular perifer
o Vaskular otak
Mikroangiopati
o Kapiler retina
o Kapiler renal
Neuropati
Gabungan :
o Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati
Rentan infeksi
Kaki diabetik
Disfungsi ereksi

Prognosis
Dubia

9
KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM

Pengertian :
Kondisi dekompensasi matabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama
ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis dan asidosis
metabolik.
Faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut, penkreatitis akut, penggunaan obat
golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.

Diagnosis
Klinis :
Keluhan poliuri, polidipsi
Riwayat berhenti menyuntik insulin
Demam/infeksi
Muntah
Nyeri perut
Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma
Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul)
Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
Dapat disertai syok hipovolemik

Kriteria diagnosis
Kadar gula : > 250 mg/dL
pH : < 7.35
HCO : rendah
Anion gap : tinggi
Keton serum : positif dan atau ketonuria

10
Diagnosa Banding
Ketosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic hyperosmolar
state, ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alkohol ketosis alkoholik,
ketosis hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis hiperkloremik, kelebihan
salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, trauma kapitis.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin,
analisis darah gas darah, EKG

Pemantauan :
Gula darah : tiap jam
Na+, K+, Cl : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan
Analisis gas darah : bila pH < 7 saat masuk diperiksa setiap 6 jam s/d pH > 7.1,
selanjutnya setiap hari sampai stabil.

Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus

Terapi :
Akses IV.2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way:
I. Cairan :
NaCl 0.9 % diberikan 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu 1 L pada jam kedua.,
lalu 0.5 L pada jam ketiga dan keempat, dan 0.25 L pada jam kelima dan
keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L
Jika Na+ > 155 mEq/L ganti cairan dengaan NaCL 0.45 %
Jika GD < 200 mg/dL gaanti cairan dengan Dextrose 5%

II. Insulin (regular insulin = RI)


Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan

11


RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NACL 0.9%
Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam
NaCl 0.9%
Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam RI drip 1- 2 U/jam IV, disertai
sliding scale setiap 6 jam :
GD RI
(mg/dL) (unit, subkutan)
< 200 0
200 250 5
250 300 10
300 350 15
350 20

Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL : drip RI dihentikan


Setelah Sliding Scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulinsehari
dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan)

III. Kalium
Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6
jam. Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombangn T yang lancip
dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.
Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
< 3.5 drip KCl 75 mEq/6 jam
3,0 4.5 drip KCl 50 mEq/6 jam
4.5 6.0 drip KCl 25 mEq/6 jam
> 6.0 drip dihentikan
Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu

IV. Natrium bikarbonat


Drip 100 mEq bila pH < 7.0 disertai KCl 26 mEq drip
50 mEq bila pH 7.0 7.1, disertai KCl 26 mEq drip
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.

V. Tatalaksana umum

12

O2 bila PO2 < 80 mmHg


Antibiotika adekuat
Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar (> 380mOsm/L) terapi disesuaikan
dengan pemantauan klinik ;
Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperatur setiap jam,
Kesadaran setiap jam
Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam
Produksi urin setiap jam, balans cairan
Cairan infus yangmasuk setiap jam
Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang)

Komplikasi
Syok hipoglikemia, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut,
hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia.

Prognosis
Dubia ad malam. Tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis,
syok

13
HIPOGLIKEMIA
Pengertian :
Kadar glukosa < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis.
Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
Kelebihan obat/dosis obat : terutama insulinm atau obat hipoglikemik oral
Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca
persalinan
Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
Kegiatan jasmani berlebihan

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis :
Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung
sementara
Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

Anamnesis :
Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu
pemakaian terakhir, perubahan dosis
Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta : gijal, hati, dll
Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat adrenergik , dll
Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien.

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum :

14
1. Gejala konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala nereda setelah kadar glkosa plasma meningkat

Diagnosa banding
Hipoglikemia karena :
Obat :
(sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol
(kadang) : kinin, pentamindine
(jarang) : salisilat, sulfonemid
Hiperinsulinisme endogen, insulinoma, kelainan sel jenis lain, sekretagogue
(sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik
Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis,starvasi dan inanisi
Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin
Tumor non-sel : sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukimia, limfoma,
melanoma.
Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

Pemeriksaan penunjang
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide

Terapi
Stadium permulaan (sadar)
Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat.
Hentikan obat hipoglikemik sementara,
Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)
Cari penyebab.
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar + curiga hipoglikemia) :

15
1. Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena,
2. Diberikan cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf
3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer :
Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40%
Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
Bila GDs 100 200 mg/dL tanpa bolus Dekstrosa 40%
Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan menurunkan kecepatan drip
Dekstrosa 10%
5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut turut, pemantauan GDs setiap 2
jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila Gds> 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%
6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut turut, pemantauan GDs setiap 4
jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila Gds> 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut turut, sliding scale setiap 6 jam
GD RI
(mg/dL) (Unit, subkutan)
< 200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
> 350 20
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin,
seperti : adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0.5-1 mg/IV/IM (bila
penyebabnya insulin)
9. Bila pasien belum sadar, GD sekitar 200mg/dL : Hidrokortison 100 mg per 4 Jam
selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan
Manitol 1.5 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Dicari penyebab lain kesadaran menurun

16
Komplikasi
Kerusakan otak, koma, kematian
PROGNOSIS
Dubia

17
OSTEOARTRITIS

Pengertian :
Osteortritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit
ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada
trabekula dan tepi tulang (osteofit)

Diagnosis
Osteoartritis sendi lutut :
1. Nyeri lutut, dan
2. Salah satu dari 3 kriteria berikut :
a. Usia > 50 tahun
b. Kaku sendi < 30 menit
c. Krepitasi + osteofit

Osteoartritis sendi tangan :


1. Nyeri tangan atau kaku, dan
2. Tiga dari 4 kriteria berikut :
a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II
dan III kiri dan kanan, CMC 1 ki&ka)
b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP
c. Pembengkakan pada < 3 sendi MCP
d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu

Osteoartritis sendi pinggul :


1. Nyeri pinggul. Dan
2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut :
a. LED < 20 mm/jam
b. Radiologi : terdapat osteofit pada femur atau asetabulum
c. Radiologi : terdapatpenyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial)

18
Diagnoasis Banding
Artritis remotoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa

Pemeriksaan Penunjang
LED (pada OA inflamatif, LED akan meningkat)
Analisi cairan sendi
Radiografi sendi yang terserang
Artroskopi

Terapi
1. Penyuluhan
2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
3. Obat antiinflamasi non steroid
Diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d, Piroksikam 20 mg o.d, Meloksikam
7.5 mg o.d dan sebagainya
4. Steroid intraartikular untuk OA inflamasi
5. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis
6. Operasi untuk memperbaiki deformitas

Komplikasi
Deformitas sendi

Prognosis
Dubia

19
DEMAM BERDARAH DENGUE

Pengertian :
Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengan dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk
demam berdarah dengan (DBD)

Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2 7 hari, biasanya bifasik :
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :
Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2.54 cm)
Petekie, ekimosis atau paripurna
Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (100.000/mm)
Terdapat minimal satu tanda tanda plasma leakage:
Kematokrit meningkat 20% dari hematokrit rata rata pada usia, jenis
kelamin, dan populasi yang sama
Hematokrit turun hingga 20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan
Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites dan hipoproteinemia

Derajat
I. Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan
hanya berupa uji torniquet positif dan/atau mudah memar
II. Derajat I disertai perdarahan spontan
III. Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit
dingin dan lembab serta gelisah
IV. Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak tertur DBD derajat III dan IV
digolongkan dalam sindrom renjatan dengue

20
Diagnosa Banding
Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

Pemeriksaan Penunjang
Hb, Ht, Lekosit, trombosit, Serologi dengue

Terapi
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak
Farmakologis :
Simtomatis : antiseptik parasetamol bila demam
Cairan intravena : Ringer laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf
Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan
Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi
intravaskular diseminata (KID)

Komplikasi
Renjatan, perdarahan, KID

Prognosis
Bonam

21
DEMAM TIFOID

Pengertian :
Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonela thypi atau
Salmonela partatyphi

Diagnosa :
Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam
menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam
hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare
Pemeriksaan fisik : febris, kesadaran berkabutm bradikardia relatif (peningkatan
suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yag berselaput
(kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor). Hepatomegali, splenomegali,
nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia)
Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis atau lekosit normal :
aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia,
gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer
uji Widal 4 kaloo lipat setelah satu minggu memastikam diagnosis. Kultur darah
negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji widal tunggal frmhsm titer antibodi O
1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria khosia (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : bilirubin > 30.6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks PT), kelainan histopatologi.

Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonela typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang
tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid

22
Diagnosis Banding
Infeksi virus, malaria

Pemeriksaaan Penunjang
Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)

Terapi
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat
Farmakologis :
Simtomatis
Antimikroba
Pilihan utama : Kloramfenikol 4 x 500 mgsampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain :
Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
klorafenikol)
Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
Ampisilin dan amoksisilin 50 150 mg/kgBB selama 2 minggu
Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram
dalam dextrosa 100cc selama 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram
Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV) :
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloxsasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa
kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas
normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4
x 1 gram dan deksametason 3 x 500 mg

23
Kasus tifoid karier :
Tanpa kolelitiasis pilihan rejimen terapi selama 3 bulan :
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari
Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari
Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari
Dengan kolelitiasis kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau
kolesistektomi + salah satu rejimen berikut :
Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
Dengan infeksi Schistosoma haematomium pada traktus urinarius eradikasi
Schistosoma haematomium :
Prazikuantel 40 mg/kg/BB dosis tunggal, atau
Metrofonat 7.5-10 mg/kgBB bils perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu
Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti diatas.

Perhatian : pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan.


Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada
trimester I. Obat yang dianjurkan golongan beta laktam : ampisilin, amoksisilin dan
sefalosporin generasi III (seftriakson).

Komplikasi :
Intestinal
Perdarahan intestinal, perforasi ususm ileus paralitik, pankreatitis

Ekstra- Intestinal
Kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifermiokarditis, trombosis, tromboflebitis),
hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia,KID), paru (pneumonia, empiem,
pleuritis), hepatobilier (hepatitis, kolesistitis), ginjal (giomerulonefritis, pielonefritis,
perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis), neuropsikiatrik
(toksik tifoid)

24
Prognosis
Baik, bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat,
prognosis meragukan/buruk.

25
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

Pengertian :
Sepsis :
Sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi

Renjatan Septik : sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS < 90 mmHg
atau penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat
menurunkan TD

DIAGNOSIS SEPSIS
1. SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut :
Suhu badan > 38 C atau < 36C
Frekuensi denyut jantung > 90 x/menit
Frekuensi pernapasan > 24x/menit atau PaCO < 32
Hitung lekosit > 12.000/mm atau < 4.000/mm, atau adanya > 10% sel batang
2. Ada fokus infeksi yang bermakna

SEPSIS BERAT
Gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran ,
gangguan fungsi hati, ginjal, paru paru dan asidosis metabolik

Diagnosis banding
Renjatan kardiogenik, rejatan hipovolemik

Pemeriksaan penunjang
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah adn
infeksi fokal (urin, pus, sputum,dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti
mikroba, foto toraks

26
Terapi
Eradikasi fokus infeksi
Antimikroba empirik, sesuai dengan :
o Tempat infeksi
o Dugaan kuman penyebab
o Profil antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik)
o Keadaan fungsi n fungsi hati)
Antimikroba definitif : bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba
dapat diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme
Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor.inotropik, dan
transfusi (sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan
respons secepatnya.
o Resusitasi cairan
Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau
koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada respons klinis(respons
terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung,
kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan
perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan
cairan (peningkatan JVP, ronki, galop S dan penurunan saturasi oksigen).
Sebaiknya dievaluasi dengan CVP (dipertahankan 8-12 mmHg), dengan
mempertimbangkan kebutuhan kalori perhari.
o Oksigenasi sesaui kebutuhan, Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang
progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis atau kegagalan otot pernapasan
o Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk
mencapai tekanan darah sistolik90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin
dipertahankan > 30 ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamin
dengan dosis > 8 mcg.kgBB/menit, norepinefrin 0.03-1.5 mcg/kgBB/menit ,
fenilefrin 0.5-8 mcg/kgBB/menit atau epinefrin 0.1-0.5 mcg.kgBB/menit. Bila
terdapat disfungsi miokard, dapat digunakaan inotropik seperti dobutamin
dengan dosis 2-28 mcg/kgBB/menit, dopamin 3-8 mcg/kgBB/menit, epinefrin
0.1-0.5 mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon)

27

o
o

o
Transfusi komponen darah sesuai indikasi
o
Koreksi gangguan metabolik : elektrolit, gula darah dan asidosis
o
metabolik(secara empiris dapat diberikan bila pH<7.2 atau bikarbonat serum <
o
9 mEq/l, dengan disertai upaya perbaikan hemodinamik)
Nutrisi yang adekuat
Terapi suportif terhadap gangguan fungsi gunjal
Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal
Bila terjadi KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat
diberikan heparn dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25
IU/kgBB/jam dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai
target aPTT 1.5-2 kali kontrol atau antiogulan lainnya.

Komplikasi
Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik ireversibel

Prognosis
Dubia ad malam

28
INTOKSIKASI OPIAT
Pengertian
Intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat : morfin, petidin, heroin, opium,
pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan

Diagnosis
Anamnesis : informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada
Pemeriksaan Fisi : pupil miosis-pin point pupil, depresi napas, penurunan kesadaran,
nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran
cerna dan bilier, kejang

Laboratorium : opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi

Diagnosis banding
Intoksikasi obat sedatif : barbiturat, benzodiazepin, etanol

Pemeriksaan penunjang
Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks

Terapi
A. Penanganan kegawatan : resusitasi A-B-C (airway, breathing,circulation) dengan
memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan napas, berikan
oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan sesuai kebutuhan
B. Pemberian antidot nalokson
1. Tanpa hipoventilasi : dosis awal diberikan 0.4 mg IV pelan pelan atau
diencerkan
2. Dengan hipoventilasi : dosis awal diberikan 1-2 mg IV pelan pelan atau
diencerkan
3. Bila tidak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg IV tiap 5 10 menit hingga
timbul respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernapasan, dilatasi

29
pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10mg. Bila tetap tak ada respon,
diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang.
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam
keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital,
kesadaran dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat
diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0.9%
diberikan dalam 4-6 jam
5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan rontgen toraks
6. Pertimbangan pemasangan ETT bila : pernapasan tak adekuat setelah pemberian
nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup atau
hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik, bila
diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung
pada intoksikasi opiat oral
8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan
240 ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai 100 gram
9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam IV 5-10 mg dan dapat diulang bila
perlu.
Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi

Komplikasi
Aspirasi, gagal napas, edema paru akut

Prognosis
Dubia

30
INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT

Pengertian :
Intokskasi akibat zat yang mengandung organofosfat

Diagnosis
Anamnesis : riwayat minum/kontak dengan zat yang mengandung organofosfat, muntah

Pemeriksaan Fisis : bradikardia, pupil miosis, penurunan kesadaran, tanda tanda


aspirasi
Laboratorium : pemeriksaan bahan muntah atau darah mengandung organofosfat

Diagnosis banding
-

Pemeriksaan penunjang
DPL. Elektrolit, rontgrn toraks, EKG, Pemeriksaan organofosfat

Terapi
Bilas lambung melalui NGT
Atropinisasi

Komplikasi
Gagal napas, blok AV

Prognosis
Dubia

31
PENYAKIT GINJAL KRONIK

Pengertian
Kriteria :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur
atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glumerulus (LFG),
berdasarkan :
Kelainan patologik atau
Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelianan pada komposisi darah atau urin atau
kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. LFG < 60 ml/menit/1.73 m yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.

Diagnosis
Anamnesis : lemas, mual, muntah, sesak nafas, pucat, BAK berkurang
Pemeriksaan Fisis : anamesis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda
bendungan paru
Laboratorium : gangguan fungsi ginjal

Batasan dan Stadium Penyakit Kronik

LFG Dengan kerusakan tanpa kerusakan


(ml.menit/1,73 Ginjal Ginjal
m) dengan tanpa dengan tanpa
hipertensi hipertensi hipertensi hipertensi
90 1 1 hipertensi "Normal"

0 - 89 2 2 hipertensi LFG

0 - 59 3 3 + LFG 3

5 - 29 4 4 3 4
< 15 (atau
dialisis) 5 5 4 5

32
Diagnosis Banding
Gagal ginjal akut

Pemeriksaan Penunjang
DPL, ureum, kreatinin,UL, CCT ukur, elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P, Mg),
Profil lipid, asam urat, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, kormon PTH,
albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos
abdomen, renogram, foto thoraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAG, Anti
HCV, anti HIV

Terapi
Non farmakologis :
Pengaturan asupan protein :
Pasien non dialisis 0.6-0.75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
Pasien hemodialisis 1-1.2 gram/kgBB ideal/hari
Pasien peritoneal dialisis 1.3 gram/kgBB/hari
Pengaturan asupan kalori : 3 kal/kg/BB ideal/hari
Pengaturan asupan lemak : 30 40 % dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
Pengaturan asupan karbohidrat : 50 60% dari kalori total
Garam (NaCl) : 2 3 gram/hari
Kalsium : 1400 1600 mg/hari
Fosfor : 5 10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari
Kalsium : 1400-1600 mg/hari
Besi : 10 18 mg/hari
Magnesium : 200-300 mg/hari
Asam folat pasien HD : 5 mg
Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)

33
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat
badan di antara waktu HD < 5% BB kering
Farmakologis :
Kontrol tekanan darah :
Penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35 % atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan.
Penghambat kalsium
Diuretik
Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat
obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0.2 di
atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
Koreksi anemia dengan target Hb 10 -12 g/dl
Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat
Kontrol osteodistrofi renal : kalistriol
Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO, 20 22 mEq/l
Koreksi hiperkalemi
Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100 mg/dl, dianjurkan golonga statin
Terapi ginjal pengganti

Komplikasi
Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolit, osteodistrofi
renal, anemia

Prognosis
Dubia

34
INFEKSI SALURAN KEMIH

Pengertian
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran
kemih. Kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan asending

Faktor risiko :
Kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan
parut, endapan obat intratubular, refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-
vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistik, kehamilan, DM atau pengaruh obat
obatan esterogen

ISK sederhana/ tak berkomplikasi


ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi
struktural ataupun ginjal

ISK berkomplikasi :
ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria. ISK pada anak anak, laki laki atau ibu
hamil

Diagnosis
Anamnesis : ISK bawahh frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik.
ISK atas : nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria

Pemeriksaan fisis : febris, nyer tekan suprabubik, nyeri ketok sudut kostovertebra
Laboratorium : lekositosis, lekosituria, kulturnurin (+) : bakteriuria > 105 ml urin

Diagnosis banding
ISK sederhana, ISK berkomplikasi

35
Pemeriksaan penujang
DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula gdarah, foto
BNO-IVP, USG Ginjal

Terapi
Nonfamakologis
Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
Menjaga hygiene genitalia eksterna
Farmakologis
Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada ; Bila hasil tes resistensi kuman
sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan

Tabel 1.A Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi


______________________________________________________________________
Antimikroba Dosis Lama terapi
______________________________________________________________________
Trimetoprim sulfametoksazol 2 x 160/800mg 3 hari
Trimetoprim 2 x 100 mg 3 hari
Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari
Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari
Sefiksim 1 x 400 mg 3 hari
Sefpodoksim proksetil 2 x 100 mg 3 hari
Nitrofurantoin makrokristal 4 x 50 mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat 2 x 100 mg 7 hari
Makrokristal
Amoksisilin/klavulanat 2 x 500 mg 7 hri
______________________________________________________________________

Tabel 2. Obat parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi


______________________________________________________________________
Antimikroba Dosis Lama terapi
______________________________________________________________________
Sefepim 1 gram 12 jam
Siprofloksasin 400 mg 12 jam
Levofloksasin 500 mg 24jam

36
sasin
Gent
amis
Oflok
in (+ampisilin)

Ampisilin (+gentamisin)
Tikarsilin klavulanat
Piperasilin tazobaktam
Imipenem-silastatin 400 mg 12 jam
3-5mg/kgBB 24 jam
1 mg/kgBB 8 jam
1-2 gram 6 jam
3,2 gram 8 jam
3,375 gram 2-8 jam
250-500 mg 6-8 jam
______________________________________________________________________

ISK pada perempuan

Perempuan dengan keluhan disuria


dan sering BAK

Pengobatan selama 3 hari

Follow up selama 4 7 hari

Tak bergejala Bergejala

Keduanya negatif Piuria tanpa Piuria dengan


Tak perlu bakteriuria atau tanpa
intervensi lebih
lanjut bakteriuria

Observasi, pengobatan Pengobatan Pengobatan


dengan analgetika untuk kuman diperpanjang
saluran kemih klamidia

ISK tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu pengobatan


ISK pada perempuan hamil tetap diberikan pengobatan meski tidak bergejala

37

Pengobaan untuk ISK pada laki laki usia < 50 tahun harus diberikan selama 14
hari ; usia > 50 tahun pengobatan selama 4 6 minggu
Infeksi jamur kandida diberikan flukonazol 200-400 mg/hari selama 14 hari, bila
infeksi terjadi pad pasien dengan kateter, kateter dicabut lalu dilakukan irigasi
kandung kemih dengan amfoterisin selama 5 hari.

ISK Berulang

Riwayat ISK
berulang

Gejala ISK
baru

Pengobatan
3 hari

Follow up selama
4 7 hari

Pengobatan berhasil Pengobatan gagal

Pasien dengan Infeksi kuman infeksi kuman


reinfeksi berulang resistensi peka antimikron
antimikroba

Terapi dosis tinggi


Calon untuk terpai
Terapi 3 hari selama 6 minggu
jangka panjang
untuk kuman yang
dosis rendah 38
peka

Terapi jangka panjang : trimetoprim sulfametoksaszol dosis rendah (40-


200mg) tiga kali seminggu setiap malam, fluorokuinolon dosis rendah,
nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan
bilaperlu dapat diperpanjang 1 2 tahun lagi.

Komplikasi
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang mutiresisten,
gangguan fungsi ginjal

Prognosis
Bonam

39
DEHIDRASI

Pengertian :
Berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium
(dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama
(dehidrasi isotonik) atau hilangnya natrium leih banyak dari pada hilangnya air
(dehidrasi hipotonik)

Diagnosis
Riwayat asupan yang kurang atau hilangnya cairan yang berlebihan melalui panas,
keringat, takipnea, muntah atau diare, jumlah urin sedikit (< 30 cc/jam)
Pada pemeriksaan fisik terdapat gangguan kesadran, hipotensi dan jumlah urin
sedikit
Rasio ureum/kreatini < 25, umumnya kadar natrium plasma > 145 mMol/L, BJ urin-
dan osmolalitas serum > 290mOsm/L

Diagnosis banding
-
Pemeriksaan penunjang
Ureum, kreatinin, kadar Natrium plasma, osmolaritas, CVP, BJ urin

Terapi
Cairan kristaloid secukupnya. Pemberian harus hati hati utnuk mencegah
kelebihan cairan dan hiponatremia
Jumlah cairan yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus :
o Defisit cairan : cairan tubuh total (TBW) yang diinginkan TBW saat ini
o TBW yang diinginkan : kadar Na/140 x TBW saat ini
o TBW saat ini = 50% x berat badan pada wanita 45% x berat badan
Pada dehidrasi rigan dapat diberikan terapi cairan per oral 1500 2500 ml/24 jam
(30ml/kgBB/24jam) untuk kebutuhan dasar / pemeliharaan, ditambah penggantian
defisit cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung.

40
Menghiting kebutuhan cairan sehari, dilakukan tiap hari
Pada pasien dehidrasi yang memerlukan cairan infus dapat diberikan NaCl 0.9%
atau dextrose 5% dengan kecepatan 25-30% dari jumlah cairan total perhari
(termasuk kebutihan dasar + defisit) pada dehidrasi isotonik, sedangkan pada
dehidrasi hipernatremik diberikan NaCl 0.9% dengan keceatan 45%

Komplikasi
Gagal ginjal, delirium

Prognosis
Dubia ad bonam

41
INSTABILITASI DAN JATUH

Pengertian :
Ketidakmampuan seseorang untuk mempertahankan pusat kekuatan antigrativikasi
tubuh pada dasar penyangga tubuh (kaki, saat berdiri)
Kondisi ini sering merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang
berobat (yaitu keluhan utama dari penyakit penyakit yang juga bisa mencetuskan
sindrom delirium akut (acute confusional state)

Diagnosis :
Subyektif : terdapat keluhan seperti akan jatuh, disertai/tanpa dizziness, vertigo, rasa
bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri atau terdapat
riwayat jatuh.

Obyektif : Terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik yang merupakan faktor risiko.
Faktor risiko intrinsik, antara lain : gangguan penglihatan, gangguan pendengaran
spondilo-artrosis servikalis, gangguan alat keseimbangan, hiperagresasi trombosit,
hiperkoagulasi, gagal jantung infark miokard, infeksi sitemik, DM dan/atau
hipertensi (terutama jika tak terkontrol), hemiparese atau monoparese inferior,
gangguan metabolik, OA genu, plantar faccilitis, kelemahan quadriceps femoris,
penyakit atau sindrom Parkinson, demensia, gangguan syaraf lain.
Faktor risiko ekstrinsik : antara lain lantai licin, alas kaki, permukaan lantai/tanah
yang tidak rata, alas kali yang tak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang
terjuntai.

Diagnosis Banding
-

Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko, menemukan
penyebab/pencetus :

42

Elektrolit darah, terutama natrium dan kalium


Analisis gas darah, foto toraks, foto vertebrae, foto sendi terkait (genu, ankle), EKG
Ureum dan kreatinin darah, hemostase, agresgasi trombosit
Gula darah, urin lengkap, kultur urin (MoR)
Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adalah
SVD atau TIA
Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)

TERAPI
Identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik
Terapi selanjutnya tergantung faktor risiko yang ditemukan
Koreksi gangguan penglihatan dan atau pendengaran
Latihan desensitasi faal keseimbangan
Anti agregasi trombosit : antikoagulan
Atasi infeksi sistemik : atasi gagal jantung; atasi infark miokard
Atasi artrosis sendi yang ada ; latihan peningkatan kekuatan otot
Rehabilitasi defisit neurologik yang ada
Modifikasi lingkungan tempat tinggal

Komplikasi
Fraktur femur, tangan, vertebra, memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi

Prognosis
Baik

43
INFEKSI HIV/AIDS

Pengertian :
Pasien yang terbukti terinfeksi HIV dari pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Adanya faktor risiko penularan
Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali raktif dengan reagen yang berbeda
Stadium WHO :
Stadium 1
Asimtomatik, limfadenopati generalisata
Stadium 2
Berat badan turun < 10%
Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku,
ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Infeksi saluran napas atas rekuren
Stadium 3
Berat badan turun > 10 %
Diare yang tidak diketahui penyebab > 1 bulan
Demam berkepanjangan (intermitena atau konstan). > 1 bulan
Kandidiasis oral
Oral hairy leucoplakia
Tuberculosis paru
Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
Stadium 4
HIV wasting syndrome
Pneumonia pneumocystis carinii
Toksoplasma serebral

44


Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan
Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening
(misalnya renitis CMV)
Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau visceral
Progressive multifocal leucoencephalopathy
Mikosis endemic diseminata
Keandidiasis esophagus, trakea dan bronkus
Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
Septikemia salmonella non-tifosa

Tuberkulosis ekstrapulmoner
Limfoma
Sarkoma kaposi
Ensefalopati HIV

Diagnosis Banding
Penyakit imunodefisiensi primer

Pemeriksaan Penunjang
Anti HIV ELISA
Anti HIV Western Blot
Antigen p-24
Hitung CD4
Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunitik

Terapi
Konseling
Terapi suportif
Terapi infeksi oportunitikdan pencegahan infeksi oportunitik
Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan penanganannya

45

Vaksinasi pada penderita HIV/AIDS


Terapi pasca paparan HIV (post-exposure prophylaxis)
Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan
Penatalaskanaan koinfeksi HIV dengan Hematitis C dan Hepatitis B

Komplikasi
Infeksi oportunitik, kanker terkait HIV dan manifestasi HIV pada organ lain.

Prognosis
Tergantung stadium penyakit

46
RENJATAN ANAFILAKSIS

Pengertian :
Keadaan gawat darurat yang ditandai dengan (hipotensi) penurunan tekanan darah
sistolik < 90 mmHg akibat respons hipersensitivitas tipe I (adanya reaksi antigen
dengan antobodi Ig E)
DIAGNOSIS
Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat disertai gejala klinis lain berupa :
Reaksi sistemik ringan : rasa geli/gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan
tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema disekitar mata, kulit gatal, mata
berair, bersin bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen
Reaksi sistemik sedang : seperti reaksi sistemik ringan, ditambah spasme bronkus
dan atau saluran edema saluran napas, sesak, batuk mengi, angiodema, urtikaria
menyeluruh, mual muntah, gatal badan terasa hangat, gelisah, onset seperti reaksi
anafilaksis ringan
Reaksi sistemik berat : terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang
yang bertambah berat. Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor, sesak
napas, sianosis, henti napas. Edema dan hipermotilitas saluran cerna sehingga sakit
menelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan
kardiovaskuler, aritmia jantung, koma.

Pemeriksaan banding
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

Pemeriksaan penunjang
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisis gas darah, EKG

Terapi
A. Untuk renjatan
1. Adrenalin larutan 1 : 1000, 0.3 0.5 ml subkutan/intramuskular pada lengan atas
atau paha. Bila rejatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan suntikan

47
adrenalin kedua 0.1- 0.3ml pada tempat sengatan kecuali bila sengatan di kepala,
leher, tangan dan kaki. Dapat dilanjutkan dengan infus adrenalin 1 ml (1mg)
dalam dekstrosa 5% 250 cc dimulai dengan kecepatan 1 ug/menit dapat
ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai keadaan tekanan darah. Hati hati pada
orang tua dengan kelainan jantung atau gangguan kardiovaskular lainnya.
2. Pasang tourniqet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga, dilonggarkan
1-2 menit setiap 10 menit
3. O2 bila sesak, mengi, sianosis 3-5 l/menit dengan sungkup atau kanul nasal
4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral
Rawat ICU bila dengan tindakan diatas tidak membaik, dilanjutkan dengan terapi :
1. IVFD dekstrosa 5% dalam 0.45% NaCl 2-3 l.m2 permukaan tubuh
2. Dopamin 0.3 1.2 mg/kgBB/jam bila tekanan darah tidak membaik
3. Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap
6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam

B. Bila disertai spasme bronkus maka dapat diberikan :


1. Agonis Inhalasi beta-2
2. Jika spasme bronkus menetap Aminofilin 4-6 mg/kgBB dilarutkan dalam NaCl
0.9% 10 ml diberikan perlahan lahan dalam 20 menit , bila perlu dilanjutkan
dengan infus aminofilin 0.2-1.2 mg/kgBB/jam

C. Bila disertai edema hebat saluran napas atas :


Intubasi dan trakeostomi

D. Pemantauan paling sedikit 24 jam

Komplikasi
Renjatan ireversibel, multi organ failure

Prognosis
Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala

48
DISPEPSIA

Pengertian :
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati,
mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa

Diagnosis
Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut diatas :

Diagnosis Banding
Penyakit refluks gastroesofageal
Irritable Bowel Syndrome
Karsinoma saluran cerna bagian ata
Kelainan pankreas dan kelainan hati

Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya infeksi
Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali dan
gamma GT, USG Abdomen

Terapi
Suprtif; nutrisi
Pengobatan empirik selama 4 minggu
Pengobatan berdasarkan etiologi

Komplikasi
Tergantung etiologi dispepsia

49
HEMATEMESIS MELENA

Pengertian :
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna
di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster
dan esophagus

Diagnosis
Muntah dan BAB darah warna hitam tersindrom sispepsia, bila ada riwayat makan obat
NSAID, jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus peptikum, riwayat sakit
kuning/hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai
gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum), dapat terjadi syok hipovolemik

Diagnosis banding
Hemoptoe, hematoskezia

Pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap, hemostasis lengkap atau masa perdarahan, masa pembekuan,
masa protrombin, elektrolit (Na,K,Cl), pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase,
albumin/globulin, SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C), endoskop SCBA diagnostik
atau foto rontgen OMD, USG hati

Terapi
Nonfarmakologis : tirah barang, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk
dekompresi, pantau perdarahan
Farmakologis :
Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises
transfusi sampai Hb 10 gr%, pada kasus non varises transfusi samapai Hb 12 gr%

50

Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya


dekstran/hemacel) atau NaCl 0.9& atau RL
Untuk penyebab nan varises :
1. injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2. Sitoprotektor : sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab
3. Antasida
4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
Untuk penyebab varises
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip mikro g/jam intravena atau ocreotide
(sandostatin) 0.1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau
bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus.
2. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan sampai tekanan
diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil
hematemesis melena(-)
3. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari setelah KU stabil
4. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai keadaan
Pada pasien dengan pecah varises/peyakit hati kronik/sirosis hati diberikan :
1. Laktulosa 4 x 1 sendok makan
2. Neomisin 4 x 500 mg
Obat ini diberikan sampai tinja normal
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif. Bedah emergensi di
indikasikan bila pasien masuk dalam keadaan gawat I-II

Komplikasi
Syok hipovelemik, as[irasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma
hepatikum, anemia karena perdarahan

Prognosis
Dubia

51
SIROSIS HATI

Pengertian :
Penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya nekrosis, pembentukan
jaringan ikat disertai modul

Diagnosis :
Pemeriksaan fisik : stigmata sirosis (palmar eritema, spider nevi) vena kolateral
dinding perut, ikterus, edema pretibial, asites, splenomegali
Laboratorium : rasio albumin dan globulin terbalik

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah ( DPL,SGOT,SGPT,ALT, albumin, CHE,PT,seromarker hepatitits),
USG, biopsi hati, endoskopi,SCBA, analisis cairan asites

Terapi
Istirahat cukup
Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)
Roboransia
Mengatasi penyulit
Komplikasi
Hipertensi portal, SBPhematemesis melena, sindrom hepatorenal, gangguan hemostasis,
ensefalopati hepatikum

Prognosis
Dubia ad malam

52

Anda mungkin juga menyukai