pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dengan dosis, cara pemberian dan
durasi yang tepat, dengan cara sedemikian rupa sehingga meningkatkan kepatuhan
pasien terhadap proses pengobatan dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi
mereka dan masyarakat pada umumnya.
Dalam proses penyerahan obat, ada delapan langkah penting yang harus dilakukan
untuk menjamin terlaksananya penyerahan obat yang benar kepada pasien dari petugas
penyerah obat. Setiap langkah membawa tanggungjawab dan atau pertimbangan yang
penting untuk dilakukan.
Dalam hal ini, diasumsikan bahwa pemberi resep telah melakukan diagnosis yang benar
serta memilih obat yang benar dan regimen yang tepat, serta pasien mempunyai akses
terhadap apotik.
Petugas penyerah obat menerima resep yang benar dari pasien atau pemberi resep
(secara tertulis atau lisan) dan melakukan pengkajian resep terhadap antara lain :
Originalitas (keaslian) resep.
Jika diperlukan komunikasi dengan pemberi resep untuk resep yang meragukan dan
tidak jelas.
Petugas penyerah obat membaca resep dengan benar dan memeriksa ketepatan instruksi
yang tertulis pada resep, terhadap :
Nama obat.
Dosis, cara dan lama pemberian.
Ketersediaan obat.
Petugas penyerah obat kemudian mencari obat di tempat penyimpanannya
Obat yang diresepkan tersedia dalam kondisi layak pakai (tidak kadaluarsa atau
rusak). Petugas penyerah obat harus :
Menjamin obat disimpan pada tempat yang benar.
Memeriksa tanggal kadaluarsa dan melakukan proses FIFO (First in First Out).
Melakukan proses periksa dan periksa ulang (jika memungkinkan) terhadap ketepatan
nama, kekuatan dan bentuk sediaan obat yang diberikan.
Petugas penyerah obat harus memiliki pengetahuan obat dan cara penggunaan obat yang
tepat dan dapat pula melakukan hal berikut :
Penyiapan obat dengan tepat.
Pengecekan kembali terhadap jenis obat dan dosis.
Petugas penyerah obat harus mengkomunikasikan kepada pasien cara yang tepat untuk
menggunakan obat melalui informasi mengenai :
Etiket obat yang mencantumkan informasi mengenai nama pasien, nama obat, petunjuk
penggunaan obat, tanggal pemberian obat, identitas pemberi resep, dan identitas
petugas penyerah obat.
Instruksi berupa simbol, untuk pasien yang buta huruf.
Pemberian label/etiket informasi tambahan untuk obat.
Pasien mengerti terhadap instruksi dari petugas penyerah obat. Petugas penyerah
obat harus ;
Mengulang secara lisan, instruksi yang tertulis pada etiket, jika memungkinkan
dalam bahasa yang jelas dan lugas, yang dimengerti oleh pasien.
Meminta pasien untuk mengulang instruksi yang diberikan.
Menekankan kebutuhan terhadap adanya kepatuhan.
Menginformasikan peringatan dan perhatian terkait penggunaan obat.
Memberikan perhatian khusus terhadap kondisi tertentu seperti wanita hamil, pasien
yang memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran, buta huruf, anak dan pasien
lansia dan pasien yang mendapatkan lebih dari satu jenis obat.
Yakinkan pasien untuk mematuhi instruksi dari terapi
Untuk meningkatkan kepatuhan, pemberian obat harus disertai dengan pemberian
informasi yang memadai. Komunikasi dengan pasien atau keluarganya seringkali
menemui hambatan, sehingga pasien gagal untuk mengikuti petunjuk pengobatan.
Berikut ini beberapa kemungkinan penyebab yang telah teridentifikasi:
Ada kesenjangan antar pemberi dan penerima informasi, baik dalam penggunaan bahasa,
cara penuturan, ataupun cara pendekatan.
Waktu untuk memberikan informasi terbatas.
Pemberi informasi tidak berhasil menarik perhatian atau keterbukaan
pasie/keluarganya.
Informasi yang diberikan tidak diartikan secara benar, atau tidak dimengerti.
Petunjuk yang diberikan tidak dipahami.
Petunjuk yang diberikan tidak disepakati.
Petunjuk yang diberikan tidak dapat dilaksanakan.
Petunjuk diberikan secara tidak lengkap.
Hal-hal yang harus dikerjakan terlupa.
Pasien tidak suka diajak berdiskusi.
Pasien/keluarga merasa sudah mengetahui.
Keyakinan pasien/keluarganya sulit diubah.
Tidak tersampaikannya informasi secara baik, mutlak menjadi tanggung jawab apoteker
atau petugas penyerah obat lainnya, walaupun hambatannya mungkin ada di pihak
penerima. Untuk itu, perlu diwaspadai kemungkinan adanya hambatan diatas, agar
dapat segera diantisipasi.
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang
lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di
Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah
Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan
pasien Rumah Sakit.
Pengertian
1. Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
2. Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan / kekosongan obat di unit-unit
pelayanan.
3. Perbekalan farmasi donasi adalah perbekalan farmasi yang diberikan secara Cuma-
Cuma atau gratis dari perusahaan farmasi untuk digunakan di rumah sakit tanpa
imbalan apapun.
Perbekalan farmasi ini dapat dijadikan aset rumah sakit.
Tujuan
1. Penyimpanan dan pengendalian obat sampel/donasi dapat digunakan dalam rangka
promosi kesehatan serta pada kasus tertentu dimana obat tersebut belum ada di
pasaran.
Selain itu juga dapat diberikan pada daerah bencana atau kejadian luar biasa (KLB)
2. Penyimpanan dan pengendalian obat sampel/donasi dilakukan secara akurat Baca
secara fonetik Kamus - Lihat kamus yang lebih detail
Kebijakan
1. Apabila pihak rumah sakit memperoleh obat sampel/donasi dari pihak tertentu maka
perbekalan farmasi tersebut wajib mendapatakan pengesahan dari KFT.
2. Obat yang disediakan untuk keperluan program kesehatan tertentu hanya boleh
dipergunakan bagi pasien tertentu sesuai dengan kriteria, target dan sasaran
program tersebut. Selain itu obat tersebut tidak boleh diperjualbelikan kepada
pasien.
3. Bantuan perbekalan farmasi sampel/donasi yang diterima pihak rumah sakit untuk
kasus tertentu misalnya kejadian luar biasa (KLB), maka pihak rumah sakit segera
menyalurkan bantuan tersebut kepada pasien tanpa pungutan biaya.
4. Perbekalan farmasi donasi/sampel dapat dijadikan aset rumah sakit.
Prosedur
1. Perbekalan farmasi yang disahkan oleh KFT harus memenuhi persyaratan kelengkapan
data antara lain hasil penelitian mengenai indikasi obat serta kandungan obat
tersebut. Koordinasi obat dan perbekalan kesehatan yang berasal dari pihak donor
harus diverifikasi oleh:
1) pihak dinas kesehatan kabupaten/kota berkoordinasi dengan BPBD kabupaten/kota
bila obat dan perbekalan kesehatan langsung dikirim ke kabupaten/kota;
2) dinas Kesehatan Provinsi berkoordinasi dengan BPBD Provinsi bila obat dan
perbekalan kesehatan donasi langsung dikirim ke Provinsi;
3) pihak Kementerian Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) bila obat dan Perbekalan
Kesehatan di terima di tingkat Nasional;
4) bila obat dan perbekalan kesehatan diterima oleh BPBD atau BNPB, maka BPBD atau
BNPB memberikan informasi bantuan ke Dinas Kesehatan Provinsi di tingkat provinsi
atau Kementerian Kesehatan di tingkat nasional.
Berdasarkan hasil verifikasi dapat disimpulkan menerima atau menolak obat dan
perbekalan kesehatan donasi.
Unit Terkait
1. Apotek
2. Gudang farmasi