Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KELOMPOK

PERUNDANG UNDANGAN
PERANAN HUKUM DAN UNDANG UNDANG DALAM
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

OLEH

KELOMPOK I :

NO NAMA NIM

1 ANJASMORO ABD SAMAD 13047


2 IDHAR A. JUMLAN 13059
3 RAHMAT UDIN 13075
4 FIKRI ABUBAKAR 13054
5 NURWATI MADILAO 13070
6 HARMIN ARDI 13097
7 YUS PUTRA FIRIYANTO 13092
8 SUKRI HARIMUN 13085
9 ROSDIANA RASYID 13080
10 MAHDI SOAMOLE 13065

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


TERNATE JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN TAHUN
AKADEMIK 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Didalam sistem pergaulan hidup, secara prinsip manusia itu diciptakan bebas dan
sederajat. Akan tetapi dengan kebebasan tersebut manusia tidak bisa berbuat sekehendak
hatinya terhadap manusia lainnya, karena ada batasan batasan yang tidak boleh
dilanggarnya berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Pada dasarnya masing
masing anggota masyarakat sudah tentu mempunyai kepentingan yang kadang kadang sama
dan sering pula berbeda. Perbedaan kepentingan ini selanjutnya dapat menimbulkan
kekacauan dalam masyarakat apabila tidak ada aturan yang dapat menyeimbangkannya.
Demi tertib dan teraturnya kelompok masyarakat diperlukan adanya aturan, mulanya disebut
kaidah. Jadi dapatlah dikatakan bahwa apa yang disebut kaidah adalah patokan atau ukuran
ataupun pedoman untuk berkeprikelakuan atau bersikap tindak dalam hidup.

Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam kacamata yang berbeda oleh
masyarakat. Hukum sebagai dewa penolong bagi mereka yang diuntungkan, dan hukum
sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang seharusnya bersifat netral bagi
setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang mengalami konflik seringkali
bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat dan berkuasa. Adanya ketimpangan
pelaksanaan hukum tersebut maka timbullah pemasalahan hukum di Indonesia. Permasalahan
hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari system peradilannya, perangkat
hukumnya, inkonsisten penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan
hukum.
Diantara banyak permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan
oleh masyarakat awam adalah inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat. Inkonsistensi
penegakan hukum ini kadang melibatkan masyarakat itu sendiri , keluarga maupun
lingkungan terdekatnya yang lain. Namun inkonsistensi penegakan hukum ini sering pula kita
temui dalam media elektronik maupun cetak yang menyangkut tokoh tokoh masyarakat
seperti, pejabat, orang kaya dan lain sebagainya. Akibat yang ditimbulkan dari tidak
berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif atau yang disebut inkonsistensi
penegakan hukum adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi,
sosial dan budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa
hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari.
Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mereka sendiri.
B. TUJUAN

Agar dapat mengetahui tentang penegakan hukum dan keadilan dalam konteks Negara
hukum dan masyarakat.

C. MASALAH

Bagaimana Penegakan Hukum dan Keadilan Dalam Konteks Negara Hukum dan Masyarakat
?

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN HUKUM

Pada umumnya, pengertian hukum dapat diartikan sangat beragam sebagai berikut:

1. Hukum diartikan sebagai produk keputusan penguasa; perangkat peraturan yang


ditetapkan penguasa seperti UUD dan lain-lain.
2. Hukum diartikan sebagai produk keputusan hakim; putusan-putusan yang dikeluarkan
hakim dalam menghukum sebuah perkara yang dikenal dengan jurisprudence
(yurisprudensi).
3. Hukum diartikan sebagai petugas/pekerja hukum; hukum diartikan sebagai sosok
seorang petugas hukum seperti polisi yang sedang bertugas. Pandangan ini sering
dijumpai di dalam masyarakat tradisionil.
4. Hukum diartikan sebagai wujud sikap tindak/perilaku; sebuah perilaku yang tetap
sehingga dianggap sebagai hukum. Seperti perkataan: setiap orang yang kos,
hukumnya harus membayar uang kos. Sering terdengar dalam pembicaraan
masyarakat dan bagi mereka itu adalah aturannya/hukumnya.
5. Hukum diartikan sebagai sistem norma/kaidah; kaidah/norma adalah aturan yang
hidup ditengah masyarakat. Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan,
kesusilaan, agama dan hukum (yang tertulis) yang berlaku mengikat kepada seluruh
anggota masyarakat dan mendapat sanksi bagi pelanggar.
6. Hukum diartikan sebagai tata hukum; berbeda dengan penjelasan angka 1, dalam
konteks ini hukum diartikan sebagai peraturan yang saat ini sedang berlaku (hukum
positif) dan mengatur segala aspek kehidupan masyarakat, baik yang menyangkut
kepentingan individu (hukum privat) maupun kepentingan dengan negara (hukum
publik). Peraturan privat dan publik ini terjelma di berbagai aturan hukum dengan
tingkatan, batas kewenangan dan kekuatan mengikat yang berbeda satu sama lain.
Hukum sebagai tata hukum, keberadaannya digunakan untuk mengatur tata tertib
masyarakat dan berbentuk hierarkis.
7. Hukum diartikan sebagai tata nilai; hukum mengandung nilai tentang baik-buruk,
salah-benar, adil-tidak adil dan lain-lain, yang berlaku secara umum.
8. Hukum diartikan sebagai ilmu; hukum yang diartikan sebagai pengetahuan yang akan
dijelaskan secara sistematis, metodis, objektif, dan universal. Keempat perkara
tersebut adalah syarat ilmu pengetahuan.
9. Hukum diartikan sebagai sistem ajaran (disiplin hukum); sebagai sistem ajaran,
hukum akan dikaji dari dimensi dassollen dan das-sein. Sebagai das-sollen, hukum
menguraikan tentang hukum yang dicita-citakan. Kajian ini akan melahirkan hukum
yang seharusnya dijalankan. Sedangkan sisi das-sein mrupakan wujud pelaksanaan
hukum pada masyarakat. Antara das-sollen dan das-sein harus sewarna. Antara teori
dan praktik harus sejalan. Jika das-sein menyimpang dari das-sollen, maka akan
terjadi penyimpangan pelaksanaan hukum.
10. Hukum diartikan sebagai gejala sosial; hukum merupakan suatu gejala yang berada di
masyarakat. Sebagai gejala sosial, hukum bertuuan untuk mengusahakan adanya
keseimbangan dari berbagai macam kepentingan seseorang dalam masyarakat,
sehingga akan meminimalisasi terjadinya konflik. Proses interaksi anggota
masyarakat untuk mencukupi kepentingan hidupnya, perlu dijaga oleh aturan-aturan
hukum agar hubungan kerjasama positif antar anggota masyarakat dapat berjalan
aman dan tertib.

B. FUNGSI HUKUM
1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum berfungsi
menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga segala
sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: dikarenakan hukum
memiliki sifat dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka hukum dapat memberi
keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa yang benar, dapat
memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya.
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari hukum
dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Di sini
hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
4. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh melakukan
pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih
sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi negara.
5. Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh persengekataan harta waris dapat
segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam hukum
perdata.
6. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-
hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.

C. TUJUAN HUKUM
1. Prof. Lj. Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat
secara damai dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus diciptakan
masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang
bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin)
apa yang menjadi haknya. Pendapat Apeldorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara
dua teori tujuan hukum, teori etis dan utilitis.
2. Aristoteles: Tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari hukum
ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak
adil.
3. Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan negara, hukum
akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.
4. Geny (Teori Ethic): Menurut Geny dengan teori etisnya, bahwa tujuan hukum adalah
untuk keadilan semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh unsur keyakinan
seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau tidak, berada pada sisi batin
seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini. Kesadaran etis yang berada pada tiap-tiap
batin orang menjadi ukuran untuk menentukan warna keadilan dan kebenaran.
5. Jeremy Bentham (Teori Utility): Menurut Bentham dengan teori utilitasnya, bahwa
hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini dititik
beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa
memperhatikan soal keadilan. Maka teori ini menetapkan bahwa tujuan hukum ialah
untuk memberikan faedah sebanyak-sebanyaknya.
6. J.H.P. Bellefroid: Bellefroid menggabungkan dua pandangan ekstrem tersebut.
Menurut Bellefroid, isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu asas keadilan
dan faedah.
7. Prof. J Van Kan: Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya
kepentingan-kepentingannya tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, akan dicegah
terjadinya perilaku main hakim sendiri terhadap orang lain, karena tindakan itu
dicegah oleh hukum.

D. UNSUR HUKUM

Setelah melihat definisi-definisi hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa


hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:

1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.


2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

E. CIRI CIRI HUKUM


Agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah mengetahui ciri-ciri hukum.
Menurut C.S.T. Kansil, S.H., ciri-ciri hukum adalah sebagai berikut:

1. Terdapat perintah dan/atau larangan.


2. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.

F. SIFAT HUKUM

Sifat bagi hukum adalah sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-
peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata-tertib
dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa saja
yang tidak mematuhinya. Ini harus diadakan bagi sebuah hukum agar kaedah-kaedah hukum
itu dapat ditaati, karena tidak semua orang hendak mentaati kaedah-kaedah hukum itu.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan istilah hukum yang sudah sering kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari. Penegakan hukum memang telah menjadi persoalan yang hingga saat
ini mungkin masih menimbulkan tanda tanya. Bukan tanpa alasan, namun karena secara
faktual telah banyak kasus-kasus hukum yang terlewatkan dan gagal dieksekusi oleh aparat
penegak hukum.

Menurut Adnan Topan Husodo (Wakil Koord. ICW), selama kurun waktu sepuluh
tahun, yakni sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 dalam pemantauan ICW telah
ditemukan sekitar empat puluh sembilan (49) terpidana dalam kasus korupsi yang putusan
terhadap mereka tidak dapat dieksekusi karena berbagai alasan.

B. Penegakan Hukum dan Keadilan Dalam Konteks Negara Hukum dan


Masyarakat
Indonesia adalah Negara hukum, demikian penegasan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945.
Terlepas dari kesederhaan rumusan pasal dimaksud terkandung suatu pertanyaan yang
berkaitan dengan penegakan hukum dalam konteks Negara hukum, dan mengingat Republik
Indonesia adalah Negara demokratis, berarti hukum yang ditegakkan adalah dalam lingkup
masyarakat demokratis. Tegasnya hukum dan keadilan yang menjadi pedoman dalam
masyarakat Negara Republik Indonesia tidak lepas dari konteks Negara hukum dan
masyarakat demokratis yang dianut dalam UUD 1945.

Berkenaan dengan hal tersebut, setidak-tidaknya di dalam UUD 1945 terdapat lima
hal yang berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan, yaitu: 1) mengenai subtansi, 2)
batasan penegakan, 3) kewenangan penegakan, 4) mekanisme penegakan hukum dan
keadilan, dan 5) bentuk pengaturan hukum dan keadilan.

Secara subtansial, UUD 1945 menegaskan kebebasan dan hak atas kebebasan sebagai
intisari hukum dan keadilan yang diatur dalam suatu bentuk peraturan perundang-undangan
sesuai dengan pasal-pasal terkait dengan hal dimaksud. Di dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 terkandung landasan subtansi dari hukum dan keadilan yaitu hukum dan keadilan
yang mencerminkan adanya kedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mengenai batasan penegakan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan hukum
dan keadilan yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan yang diadakan untuk itu,
serta batasan yang berkaitan dengan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis seperti
ditegaskan pada Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945

Mengenai kewenangan penegakan hukum, UUD 1945 menempatkan lembaga


lembaga pelaku kekuasaan kehakiman dan lembaga kepolisian sebagai lembaga penegak
hukum. Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa: Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tatausaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Kemudian
Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945: Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara
yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Sementara itu terait dengan hakim sebagai
penegak hukum, Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa: Komisi Yudisial
bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim.

Mengenai mekanisme penegakan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan dalam
suatu peradilan seperti ditegaskan pada Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, bahwa: Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan, hal ini menempatkan peradilan sebagai penyelenggaraan
penegakan hukum dan keadilan.

Mengenai bentuk pengaturan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan undang-
undang sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang dipergunakan sebagai wadah
hukum dan keadilan, termasuk di dalam atas keberadaan kesatuan masyarakat hukum adapt,
seperti ditegaskan pada Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945, bahwa: Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Mengacu kepada penegakan hukum dan keadilan sebagai hal yang lebih bersifat
praksis dari keberadaan undang-undang sebagai wadah pengaturan hukum dan keadilan,
maka hal yang bersifat demokratis menjadi warna utama dari prinsip Negara hukum,
seperti dalam hal penegakkan dan perlindungan hak asasi manusia pada Pasal 28I Ayat (5)
UUD 1945: Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini kemudian dipertegas dengan
adanya parameter keadilan dalam hal menjalankan hak dan kebebasan, seperti ditegaskan
pada Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945: Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum dari segi subyeknya
dapat diartikan sebagai keterlibatan seluruh subyek hukum dalam setiap hubungan hukum
untuk penegakan hukum. Selanjutnya, penegakan hukum dari sudut pandang obyeknya atau
hukum itu sendiri juga dapat dibedakan dalam arti luas dan sempit. Penegakan hukum dalam
arti luas dapat berarti penegakan hukum yang mencakup atau meliputi nilai-nilai keadilan
yang hidup di tengah masyarakat dan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam hukum
formal itu sendiri.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
B. SARAN
Makalah ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pengembang untuk mengembangkan
pengetahuan kami. Lebih kurangnya harap dimaklumi adanya, karena ini sebagai
pembelajaran bagi kami.

Anda mungkin juga menyukai