Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sinusitis merupakan masalah kesehatan yang paling sering terjadi

dimasyarakat.1

Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran

mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal.

Secara tradisional terbagi dalam akut (si mptoms kurang dari 3 minggu), subakut

(simptoms 3 minggu sampai 3 bulan), dan kronik.2

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat

pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,

sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil

pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang rongga bertulang yang dilapisi

oleh mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Rongga

udara ini dihubungkan oleh serangkaian duktus yang mengalir ke dalam rongga

hidung. Sinus paranasal terdiri dari, sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus

sfenoidalis, dan sinus maksilaris.

Sebagian besar kasus sinusitis melibatkan lebih dari satu sinus paranasal

dan yang paling sering yaitu sinus maksilaris dan sinus etmoidalis. Hal ini

1
disebabkan sinus maksila adalah sinus yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi

dari dasarnya, dimana dasarnya merupakan dasar akar gigi sehingga sinusitis

maksilaris sering berasal dari infeksi gigi.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada setiap individu. Ada empat

pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,

sinus etmoid, dan sinus spenoidalis kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan

hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga terbentuk rongga didalam

tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) kedalam rongga hidung secara

embriologi, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan

perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan kecuali sinus spenoidalis dan

sinus frontalis. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir,

sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang

berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8 -

10 tahun yang berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus - sinus ini

umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15 - 18 tahun.4

1
4

Gambar.1. Anatomi Sinus Paranasal

2.2 Anatomi Sinus Maksilaris


Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

maksila berukuran 6-8 Ml kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya

mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 Ml saat dewasa.11

Sinus maksila berbentuk Pyramid. Dinding anterior sinus adalah

permukaan fasial os maksila yang di sebut Fosa Kanina, dinding posteriornya

adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya adalah dinding

lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbital dan dinding

inferiornya adalah Prosesus Alveoraris dan Palatum. Ostium sinus maksila

berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke Hiatus

Semilunaris melalui infundibulum etmoid.4

Sinus maksilaris atau Antrum Highmore adalah suatu organ Pneumatic

berbentuk pyramid yang teratur dengan dasarnya menghadap ke Fosa Nasalis dan

puncaknya kearah apeks Prosesus Zigomatikus os maksila. Sinus ini terdiri dari

2
5

sebuah badan dan frontal, orbital, alveolar dan prosesus palatum. Pada saat lahir,

volume sinus maksila berukuran 6 - 8 Ml dan penuh dengan cairan, sedangkan

volume sinus maksila pada orang dewasa kira - kira 15 Ml.4

Gambar.2. Anatomi Sinus Maksilaris

2.3 Fisiologi Sinus Paranasal


Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal

antara lain adalah

1. Penyaring dan perlindungan dimana hidung sebagai gerbang masuk

saluran napas, bertanggung jawab atas penyaringan pertama udara yang

dihirup, benda asing yang terperangkap oleh bulu hidung yaitu

Vibrissae. komponen udara yang lebih kecil terjerat dilapisan sel

mukosa hidung, yang sisingkirkan oleh epitel respiratorik hidung,

materi-materi tersebut diangkut melalui pergerakan silia kearah

nasofaring.5

2. Sebagai pengatur kondisi udara ( air conditioning)

2
6

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan

mengatur kelembaban udara inspirasi.5

3. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas, melindungi

orbital dan fosa cerebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.5

4. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang

muka.5

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang yang besar dan

mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.5

6. Membantu produksi mucus

Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena

mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.5

2.4 Sinus Maksilaris

2.4.1 Definisi Sinusitis Maksilaris


Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi disetiap individu. Ada

empat sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus

frontalis, sinus ethmoid dan sinus sphenoid dekstra dan sinistra.15

2
7

Kata sinusitis berasal dari bahasa latin, yaitu sinus yang artinya

cekung dan akhiran itis yang berarti radang.1

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.

Bisa juga disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Bila mengenai beberapa

sinus disebut Multisinusitus, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut

Pansinusitis. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan

etmoid, sinus maksilaris disebut juga antrum highmore.6

Gambar.3 Sinusitis Maksilaris

2.4.2 Klasifikasi Sinusitis Maksilaris


Sinusitis adalah peradangan dari satu atau lebih dari rongga sinus

paranasal, sinusitis dapat di sebabkan oleh adanya alergi, virus, bakteri, dan

jamur.1 Klasifikasi sinusitis,9 yaitu:

a. Sinusitis Akut : sinusitis berlangsung 4 minggu atau kurang,

serangan mendadak gejala flu, misalnya pilek, hidung tersumbat

dan nyeri wajah tidak hilang setelah 10-14 hari.

2
8

b. Berulang : empat atau lebih episode dari sinusitis akut per tahun,

masing - masing berlangsung 10 hari atau lebih, dan tidak

adanya gejala antara episode.

c. Sinusitis kronis: suatu kondisi yang ditandai dengan gejala

radang sinus yang berlangsung 8 minggu atau lebih.

2.4.3 Etiologi Sinusitis Maksilaris


Sinusitis dapat disebabkan

1. Infeksi virus

Sinusitis biasa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran

pernapasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus,

dan Parainfluenza virus.

2. Bakteri

Didalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang

dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya

streptococcus pleumoniae, haemophilus influenza). Jika system

pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat

akibat pilek atau infeksi lainnya. maka bakteri yang sebelumnya

tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam

sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.

3. Infeksi jamur

Infeksi jamur bias menyebabkan sinusitis akut pada penderita

gangguan system kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.

4. Peradangan menahun pada saluran hidung

2
9

Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis

vasomotor.

a. Septum nasi yang bengkok

b. Tonsilitis yang kronik

Sinusitis juga dapat disebabkan :2

a. Rhinitis Alergi

b. Infeksi faring

c. Berenang dan Menyelam

d. Trauma hidung

e. Polusi bahan kimia

2.4.4 Patofisiologi Sinusitis Maksilaris


Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi

perubahan mukosa hidung. Perubahan mukosa hidung dapat juga

disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa

hidung akan mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis

apabila pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna. Adanya infeksi akan

menyebabkan edema konka, sehingga drainase secret akan terganggu.

Drainase sekret yang terganggu dapat menyebabkan silia rusak.7

2
10

Gambar.4 Patofisiologi Sinusitis

2.4.5 Gejala Klinis Sinusitis Maksilaris


Adapun gejala dari sinusitis adalah nyeri wajah, sakit kepala, hidung

tersumbat, hidung yang berbau, penciuman berkurang, rhinorea, letih,

lemah, dan lesu.9

Gejala subjektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat di

kemukakan oleh terdiri dari:

1. Gejala hidung dan nasofaring, berupa secret di hidung dan

pasca nasal

2. Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan

2
11

3. Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena

tersumbatnya tuba Eustachius

4. Adanya nyeri kepala yang sering terjadi di pagi hari

5. Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus nasso

- lakrimalis

6. Gejala saluran napas berupa batuk dan terkadang didapatkan

komplikasi di paru, berupa bronchitis atau bronkiektasis atau

asma bronchial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis

7. Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan

dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.2

Gejala Sinusitis maksila : 9

a. Sinusitis maksilaris akut

1) Demam, malaise, dan nyeri kepala yang tidak jelas

penyebabnya

2) Wajah terasa bengkak, penuh, dan nyeri bila ditekan

dan gigi nyeri saat menggerakkan kepala mendadak,

misalnya saat naik atau turun tangga.

3) Nyeri juga dapat dirasakan didahi dan telinga

4) Secret mukopurulen keluar dari hidung berbau busuk

dan dirasakan mengalir ke nasofaring.

5) Batuk iritatif nonproduktif

b. Sinusitis Maksilaris kronis

2
12

1) Gejala hidung dan nasofaring, adanya secret pada

hidung dan post nasal drip, sering mukopurulen dan

hidung biasanya tersumbat.

2) Rasa tidak nyaman dan gatal pada tenggorokan

3) Nyeri pada wajah

4) Pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya

tuba eustachius

5) Sakit kepala

Ga

mbar.5 Gejala Klinis Sinusitis Maksilaris

2.4.6 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan hidung meliputi pemeriksaan morfologi, pemeriksaan

fungsi hidung, dan pemeriksaan sinus paranasal.10

2
13

a. inspeksi : bentuk hidung dari luar (apakah terdapat cacat bawaan,

trauma atau tumor), warna hidung (kemerahan pada inspeksi atau

hematom), pembengkakan (furunkel, atau emfisema).

b. palpasi : apakah terdapat nyeri tekan sinus paranasal atau pada

keluarnya N. Trigeminus, puncak hidung apakah terdapat septum

subluksasi.

Rongga hidung terlihat mengalami kongesti lapisan mukosa,

berwarna merah mudah, tetapi ketika sangat membengkak, sering kali

berwarna pucat dan berbenjol ketika dipalpasi. Produksi mucus yang

berlebihan disertai pembesaran turbin inferior dan pembengkakan mukosa

septum anterior menimbulkan kongesti jalan napas nasal. Edema mukosa

didinding hidung lateral dan OMC dapat menggangu ventilasi dan drainase

sinus. Konka inferior yang membesar, mengalami hiperterofi dan

membengkak bisa saja keliru dianggap sebagai polip. Dalam hal ini, polip

berwarna abu-abu pucat, translusen dan tidak terasa (oleh sipenderita) ketika

dipalpasi dengan lembut.11

2
14

Gambar. 6.Sinusitis Maksilaris

2.4.7 Rinoskopi Anterior


Cara melakukan rinoskopi anterior adalah sebagai berikut :12

a. Speculum hidung di pegang dengan tangan kiri

b. Tangan kanan memegang kepala penderita

c. Lubang hidung kanan dan kiri di buka secara bergantian

d. Perhatikan dan nilai konka inferior, konka media, cairan hidung,

nanah, warna mukosa, pembengkakan mukosa, septum hidung,

polip, tumor dan lain-lain.

Bila terdapat pembengkakan mukosa sehingga menghalangi

pemeriksaan, dipakai obat anastesi local yang ditambah vasokonstriktor

2
15

(adrenalin) yang diaplikasikan kehidung dengan kapas. Dengan demikian

mukosa akan mengecil dan pemeriksaan tidak terganggu lagi.

2.4.8 Rinoskopi Posterior


Rinoskopi Posterior adalah melihat hidung bagian belakang secara

tidak langsung melalui bayangan yang ada dicermin. Cara melakukan12 :

a. Tangan kanan memegang kaca mulut dan kaki kiri memegang

spatel lidah

b. Spatel lidah ditekan pada 2/3 bagian dorsum lidah

c. Kaca mulut dimasukan secara perlahan hingga terlihat bayangan

hidung bagian belakang (jangan sampai menyentuh dinding

posterior faring)

d. Dengan perlahan lahan, miringkan kaca mulut dari kanan ke kiri

e. Selama pemeriksaan, lidah dijaga agar tetap berada didalam

mulut dan pasien disuruh bernapas dengan hidung

2.4.9 Diafanoskopi/transluminasi
Untuk sinus maksila, lampu dimasukan kemulut dan digeser

kekanan atau kekiri. Pada sinus maksila yang normal atau baik maka akan

terlihat cahaya terang pada pupil, dibawah mata berbentuk bulan sabit, dan

pada pipi.13

Salah satu cara sederhana yang dapat digunakan dalam pemeriksaan

sinusitis maksilaris adalah pemeriksan transluminasi. Hasil yang didapatkan

2
16

memang tidak spesifik, namun transluminasi dapat mengindikasikan adanya

pus yang menumpuk pada sinus. Transluminasi dikerjakan dalam ruangan

gelap dengan menggunakan senter yang diarahkan kedalam mulut.13

2.4.10 Sinoskopi/antroskopi
Sinoskopi adalah melihat secara langsung sinus dengan memakai

endoskop atau alat penggantinya. Sinoskopi berguna untuk diagnostic dan

terapi. Cara sinoskopi ada 2 macam yaitu melalui meatus inferior

(intranasal) dan melalui Fosa Kanika. Alat yang digunakan untuk sinoskopi

adalah :14

a. Lampu kepala

b. Spekulum hidung

c. Pingset bengkok kecil

d. Trokar

e. Storz berdiameter 3 mm dan 5 mm

f. Tereskop Hopkins (optic Hopkins) dengan sudut 0,30,70,135.

2.4.11 Pemeriksaan sinus paranasal


a. Radiologi - posisi waters, PA, lateral dan Cald well-luc.

b. CT-Scan potongan koronal

c. MRl

2.4.12 Pengobatan Sinusitis Maksilaris


a. Antibiotika

2
17

Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat

diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup -

laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksillin

klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua,

makrolid, klindamisin.7

Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif

seperti siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan

kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi metronidazol.

Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi

kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis

dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan.7

2.4.13 Terapi Medik Tambahan


Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi

antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor adrenergik dimukosa

hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurangi keluhan sumbatan

hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi.7

Preparat yang umum adalah pseudoefedrine dan Phenyl-

propanolamine Karena efek peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit

jantung harus dilakukan dengan hati-hati. Dekongestan topikal mempunyai

efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung, namun efeknya ini

sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari)

akan menyebabkan rinitis medika mentosa. Antihistamin berperan sebagai

penyebab sinusitis kronis pada lebih dari 50% kasus. 7

2
18

2.4.14 Komplikasi
Kompikasi sinusitis maksilaris telah menurun secara nyata sejak

ditemukan antibiotika. Komplikasi yang dapat terjadi ialah: 2

a. Osteomielitis dan abses subperiostal paling sering timbul akibat

sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada

osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral

b. Kelainan Orbita

Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata

(orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian

sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui

tromboflebitis dan perkontinuitatum. Variasi yang dapat timbul

ialah udema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses

orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus

c. Kelainan Intrakranial

Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan

trombosis sinus kavernosus

d. Kelainan Paru

Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus

paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis.

Selain itu dapat juga timbul asma bronkial.

2
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Dykewics, M.S. dan Hamilos, D.L. 2010. Rhinitis and Sinusitis. J Allergy
Clin Immunol 125 : 103-104

2. Irwan, A.G. 2008. Atlas Bewarna Teknik Pemeriksaan Kelainan Telinga


Hidung Tenggorokan. Edisi 1. EGC : Jakarta.29-33.

3. Pramono. 1999. Rhinitis Alergi Prenial Sebagai Salah Satu Faktor Resiko
Sinusitis Maksilaris Kronis. Skripsi. Bagian Ilmu Kesehatan FK UNDIP
Semarang.

4. Soetjipto,D. dan Mangunkusumo, E. 2006. Hidung, dalam ; Soepardi EA.,


Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. FKUI. Jakarta.
88-94.

5. MB,HR,FRCS. Petunjuk Penting pada Penyakit THT,Jakarta : Hipokrates.


1996 Thaeller SR, Granick M. Diagram Diagnostic Penyakit THT,
Jakarta : buku Kedokteran EGC. 1995

6. William JWJ, Rober ts LJ, Distell B, Simel DL, Diangnosing Sinusitis by


X-ray: is a single Waters view adequate. J gen intern med 1992; (5):566

2
20

7. Mangunkusumo,E dan Rifki, N.2006. Sinusitis, dalam: Soepardi EA,


Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. FKUI. Jakarta.
120-124.

8. McGowan, D.A, Baxter,P.W., James,J. 1993. The Maxillary Sinus and its
Dental Implication. Butterworth-Heinemann Ltd. London. 40.

9. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

10. Nagel & Gurkov.2012.Dasar-Dasar Ilmu THT. Edisi kedua. EGC.Jakarta.

11. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/sinusitis,[diposting tanggal 12 juli


2017].

12. Anggraini,D.R.2005. Anatomi dan Fungsi Sinus Paranasal. Skripsi.


Universitas Sumatera Utara.

13. http://repository.usu.ac.id.Anatomi& fisiologi sinus paranasal [ diakses


pada 12 juli 2017].

14. Boeis, H.A. 2003. Managing acute maxillary Sinusitis in the family
practice. The journal of Family Practice Supplement.

Anda mungkin juga menyukai

  • Slide Efusi Pleura
    Slide Efusi Pleura
    Dokumen26 halaman
    Slide Efusi Pleura
    Rosa Nurhalizah Akn
    100% (1)
  • Luts
    Luts
    Dokumen13 halaman
    Luts
    Rosa Nurhalizah Akn
    Belum ada peringkat
  • Pola Asuh
    Pola Asuh
    Dokumen7 halaman
    Pola Asuh
    Rosa Nurhalizah Akn
    Belum ada peringkat
  • Ileus Paralitik
    Ileus Paralitik
    Dokumen31 halaman
    Ileus Paralitik
    Rosa Nurhalizah Akn
    100% (1)
  • Edema Paru
    Edema Paru
    Dokumen24 halaman
    Edema Paru
    Rosa Nurhalizah Akn
    Belum ada peringkat
  • Sidang Skripsi
    Sidang Skripsi
    Dokumen27 halaman
    Sidang Skripsi
    Rosa Nurhalizah Akn
    Belum ada peringkat
  • Tulang Fibula
    Tulang Fibula
    Dokumen20 halaman
    Tulang Fibula
    Rosa Nurhalizah Akn
    Belum ada peringkat