Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rahim merupakan jaringan otot yang kuat terletak di pelvis minor diantara
kandung kemih dan rectum. Dinding belakang dan dinding depan rahim dan bagian
atas rahim tetutup peritonium. Sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan
kandung kemih. Untuk mempertahankan posisinya rahim disangga oleh beberapa
ligamentum, jaringan ikat dan parametrium.

Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif


dengan membu ka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan
tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan.Setelah bagian yang akan
ditangani ditampilkan dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhi dajat, 2010)

Klasifikasi operasi terbagi manjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi
mayor. Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan
untuk memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki
deformitas, contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak,
dan arthoskopi. Operasi mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgen dan
emergensi. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat
atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningka tkan
kesehatan,contoh nya kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi,
mastektomi, amputasi dan operasi akibat trauma (Brunner &Sudarth 2001)

Salah satu jenis operasi besar yang dilakukan adalah histeroktomi.


histeroktomi merupakan insisi pembedahan pengambilan rahim (Doorland,
1994,dalam Surono,2009). Operasi merupakan tindakan yang banyak menimbulkan
kecemasan.Operasi yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan kecemasan
pada pasien.Kecemasan yang terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri, kemungkinan
cacat, menjadi bergantung dengan orang lain dan mungkin kematian (Potter &Perry,
2005)

B. Tujuan
Berdasar kan latar belakang di atas, maka tujuan dari penyususnan makalah ini adalah
untuk membahas tentang Histerektomo (Operasi Pengangkatan Rahim). Yang
bertujaun untuk :
1. Mengetahui Pngertian Histerektomi
2. Mengetahui Etiologi Histerektomi
3. Mengetahui Klasifikasi Histerektomi

C. Rumusan Masalah
BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Histerektomi adalah mengangkat rahim dengan organ di sekitarnya.(Yatim,
2005) Histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat rahim yang
dilakukan oleh ahli kandungan. (Rasjidi, 2008).
Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui pembedahan paling umum
dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan tertentu (contoh
endometriosis tumor), untuk mengontrol perdarahan yang mngancam jiwa, dan
kejadian infeksi pelvis yang tidak sembuh-sembuh atau rupture uterus yang tidak
dapat di perbaiki (Marylin 2008).
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim, uterus) seorang
wanita. Dengan demikian, setelah menjalani histerektomi seorang wanita tidak
mungkin lagi untuk hamil dan mempunyai anak. Histerektomi biasanya dilakukan
karena berbagai alasan. Penyebab yang paling sering dilakukan histerektomi adalah
adanya kanker mulut rahim atau kanker rahim.
Banyak hal yang dapat 'memaksa' praktisi medis dan pasien untuk memilih
tindakan pengangkatan kandungan. Fibroid atau mioma merupakan salah satu
penyebab tersering. Penyebab lainnya adalah endometriosis, prolapsus uteri (uterus
keluar melalui vagina), kanker (pada uterus, mulut rahim, atau ovarium), perdarahan
per vaginam yang menetap, dan lain-lain.
Jadi, dapat di simpulkan histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan
mengangkat rahim yang umum di lakukan untuk keganasan atau bukan keganasan.

B. ETIOLOGI
Fibroid, yaitu tumor jinak rahim, terutama jika tumor ini menyebabkan
perdarahan berkepanjangan, nyeri panggul, anemia, atau penekanan pada kandung
kencing.Endometriosis, dimana dinding rahim bagian dalam seharusnya tumbuh di
rahim saja, tetapi ikut tumbuh di indung telur (ovarium), tuba Fallopi, atau organ
perut dan rongga panggul lainnya.Prolapsus uteri, yaitu keluarnya kandungan melalui
vagina.
C. Indikasi dan kontraindikasi
1. Indikasi
a. Ruptur uteri
b. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dengan cara-cara yang ada, misalnya
pada :
1) Atonia uteri
2) Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia pada solusio plasenta dan
lainnya.
3) Couvelaire uterus tanpa kontraksi.
4) Arteri uterina terputus.
5) Plasenta inkreta dan perkreta.
6) Hematoma yang luas pada rahim.
c. Infeksi intrapartal berat.
d. Pada keadaan ini biasanya dilakukan operasi Porro, yaitu uterus dengan
isinya diangkat sekaligus.
e. Uterus miomatosus yang besar.
f. Kematian janin dalam rahim dan missed abortion dengan kelainan darah.
g. Kanker leher rahim. 3

2. Kontraindikasi
a. Atelektasis
b. Luka infeksi
c. Infeksi saluran kencing
d. Tromoflebitis
e. Embolisme paru-paru.
f. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial pada
adneksa
g. Riwayat laparotomi sebelumnya (termasuk perforasi appendix) dan abses
pada cul-de-sac Douglas karenadiduga terjadi pembentukan perlekatan.

D. Klasifikasi Histerekomi
1. Histerektomi parsial (subtotal)
Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap
dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim
sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim) secara
rutin.
2. Histerektomi total
Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara keseluruhan.
Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut diangkatnya serviks yang
menjadi sumber terjadinya karsinoma dan prekanker. Akan tetapi, histerektomi
total lebih sulit daripada histerektomi supraservikal karena insiden komplikasinya
yang lebih besar.
Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau mengeluarkan
ovarium pada satu atau keduanya. Pada penyakit, kemungkinan dilakukannya
ooforektomi unilateral atau bilateral harus didiskusikan dengan pasien. Sering kali,
pada penyakit ganas, tidak ada pilihan lain, kecuali mengeluarkan tuba dan
ovarium karena sudah sering terjadi mikrometastase.
Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada histerektomi total seluruh bagian
rahim termasuk mulut rahim (serviks) diangkat. Selain itu, terkadang histerektomi
total juga disertai dengan pengangkatan beberapa organ reproduksi lainnya secara
bersamaan. Misalnya, jika organ yang diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba
falopii) maka tindakan itu disebut salpingo. Jika organ yang diangkat adalah kedua
ovarium atau indung telur maka tindakan itu disebut oophor. Jadi, yang disebut
histerektomi bilateral salpingo-oophorektomi adalah pengangkatan rahim bersama
kedua saluran telur dan kedua indung telur. Pada tindakan histerektomi ini,
terkadang juga dilakukan tindakan pengangkatan bagian atas vagina dan beberapa
simpul (nodus) dari saluran kelenjar getah bening, atau yang disebut sebagai
histerektomi radikal (radical hysterectomy).
Ada banyak gangguan yang dapat menyebabkan diputuskannya tindakan
histerektomi. Terutama untuk keselamatan nyawa ibu, seperti pendarahan hebat
yang disebabkan oleh adanya miom atau persalinan, kanker rahim atau mulut
rahim, kanker indung telur, dan kanker saluran telur (falopi). Selain itu, beberapa
gangguan atau kelainan reproduksi yang sangat mengganggu kualitas hidup wanita,
seperti miom atau endometriosis dapat menyebabkan dokter mengambil pilihan
dilakukannya histerektomi.
3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral
Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba falopii, dan
kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan penderita seperti
menopause meskipun usianya masih muda. 5,6,7
4. Histerektomi radikal
Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan kelenjar limfe
disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker
tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.
Histerektomi dapat dilakukan melalui 3 macam cara, yaitu abdominal, vaginal dan
laparoskopik. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis
penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya. Histerektomi abdominal
tetap merupakan pilihan jika uterus tidak dapat dikeluarkan dengan metode lain.
Histerektomi vaginal awalnya hanya dilakukan untuk prolaps uteri tetapi saat ini juga
dikerjakan pada kelainan menstruasi dengan ukuran uterus yang relatif normal.
Histerektomi vaginal memiliki resiko invasive yang lebih rendah dibandingkan
histerektomi abdominal. Pada histerektomi laparoskopik, ada bagian operasi yang
dilakukan secara laparoskopi (garry, 1998).
E. Patofisiologi

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan
adnexa dalam rongg apelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun
MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus
sebaik USG. Untungnya leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnose
jaringan.
2. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai masaa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter
3. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
4. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis
5. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
6. Tes kehamilan
7. D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk
menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hyperplasia atau
adenokarsinoma endometrium). 5,6,7

a. Prosedur Histerektomi
Histerektomi dapat dilakukan melalui sayatan di perut bagian bawah atau vagina,
dengan atau tanpa laparoskopi. Histerektomi lewat perut dilakukan melalui sayatan
melintang seperti yang dilakukan pada operasi sesar. Histerektomi lewat vagina
dilakukan dengan sayatan pada vagina bagian atas. Sebuah alat yang disebut
laparoskop mungkin dimasukkan melalui sayatan kecil di perut untuk membantu
pengangkatan rahim lewat vagina.
Histerektomi vagina lebih baik dibandingkan histerektomi abdomen karena lebih
kecil risikonya dan lebih cepat pemulihannnya. Namun demikian, keputusan
melakukan histerektomi lewat perut atau vagina tidak didasarkan hanya pada indikasi
penyakit tetapi juga pada pengalaman dan preferensi masing-masing ahli bedah.
Histerektomi adalah prosedur operasi yang aman, tetapi seperti halnya bedah besar
lainnya, selalu ada risiko komplikasi. Beberapa diantaranya adalah pendarahan dan
penggumpalan darah (hemorrgage/hematoma) pos operasi, infeksi dan reaksi
abnormal terhadap anestesi.

G. Efek Samping dan Komplikasi


1. Efek Samping
Efek samping yang utama dari histerektomi adalah bahwa seorang wanita dapat
memasuki masa menopause yang disebabkan oleh suatu operasi, walaupun
ovariumnya masih tersisa utuh. Sejak suplai darah ke ovarium berkurang setelah
operasi, efek samping yang lain dari histerektomi yaitu akan terjadi penurunan
fungsi dari ovarium, termasuk produksi progesterone.
Efek samping Histerektomi yang terlihat :
a. Perdarahan intraoperatif
Biasanya tidak terlalu jelas, dan ahli bedah ginekologis sering kali
kurang dalam memperkirakan darah yang hilang (underestimate). Hal tesebut
dapat terjadi, misalnya, karena pembuluh darah mengalami retraksi ke luar
dari lapangan operasi dan ikatannya lepas
b. Kerusakan pada kandung kemih
Paling sering terjadi karena langkah awal yang memerlukan diseksi
untuk memisahkan kandung kemih dari serviks anterior tidak dilakukan pada
bidang avaskular yang tepat.
c. Kerusakan ureter
Jarang dikenali selama histerektomi vaginal walaupun ureter sering
kali berada dalam resiko kerusakan. Kerusakan biasanya dapat dihindari
dengan menentukan letak ureter berjalan dan menjauhi tempat tersebut.
d. Kerusakan usus
Dapat terjadi jika loop usus menempel pada kavum douglas, menempel
pada uterus atau adneksa. Walaupun jarang, komplikasi yang serius ini dapat
diketahui dari terciumnya bau feses atau melihat material fekal yang cair
pada lapangan operasi. Pentalaksanaan memerlukan laparotomi untuk
perbaikan atau kolostomi
e. Penyempitan vagina yang luas
Disebabkan oleh pemotongan mukosa vagina yang berlebihan. Lebih
baik keliru meninggalkan mukosa vagina terlalu banyak daripada terlalu
sedikit. Komplikasi ini memerlukan insisi lateral dan packing atau stinit
vaginal, mirip dengan rekonstruksi vagina.
2. Komplikasi
a. Hemoragik
Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya terjadi
dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini diklasifikasikan
dalam sejumlah cara yaitu, berdasarkan tipe pembuluh darah arterial, venus
atau kapiler, berdasarkan waktu sejak dilakukan pembedahan atau terjadi
cidera primer, dalam waktu 24 jam ketika tekanan darah naik reaksioner,
sekitar 7-10 hari sesudah kejadian dengan disertai sepsis sekunder,
perdarahan bisa interna dan eksterna.
b. Thrombosis vena
Komplikasi hosterektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi
membahayakan jiwa adalah thrombosis vena dalam dengan emboli paru-
paru, insiden emboli paru-paru mungkin dapat dikurangi dengan penggunaan
ambulasi dini, bersama-sama dengan heparin subkutan profilaksis dosis
rendah pada saat pembedahan dan sebelum mobilisasi sesudah pembedahan
yang memadai.
c. Infeksi
Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen, antitoksinnya
didalam darah atau jaringan lain membentuk pus.
d. Pembentukan fistula
Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau menghubungkan
1 organ dengan bagian luar. Komplikasi yang paling berbahaya dari
histerektomi radikal adalah fistula atau striktura ureter. Keadaan ini sekarang
telah jarang terjadi, karena ahli bedah menghindari pelepasan ureter yang
luas dari peritoneum parietal, yang dulu bisa dilakukan. Drainase penyedotan
pada ruang retroperineal juga digunakan secara umum yang membantu
meminimalkan infeksi.

H. Pencegahan komplikasi
a. Pencegahan perlekatan
Perlekatan dapat dicegah dengn cara manipulasi jaringan secara lembut
dan hemostasis yang seksama. Untuk mempertahankan integritas serosa usus,
pemasangan tampon dgunakan apabila usus mengalami intrusi menghalangi
lapangan pandang operasi. Untuk mencegah infeksi, darah harus dievakuasi
dari kavum peritonei. Hal ini dapat dilakukan dengan mencuci menggunakan
larutan RL dan melakukan reperitonealisasi defek serosa dengan hati-hati
b. Drainase
Pada luka bersih (aseptic), pemasangan drain untuk mengevakuasi
cairan yang berasal dari sekresi luka dan darah berguna untuk mencegah
infeksi. Pada luka terinfeksi pemasangan drain dapat membantu evakuasi pus
dan sekresi luka dan menjaga luka tetap terbuka. System drainase ada yang
bersiat pasif (drainase penrose), aktif (drainase suction) da juga ada yang
bersiat terbuka atau tertutup.
c. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli
1) Saat praoperasi, perlu dicari faktor resiko. Usahakan menurunkan berat
badan dan memperbaiki keadaan umum pasien sampai optimal.
Kontrasepsi oral harus dihentikan minimal empat minggu sebelum
operasi. Mobilisasi pasien dilakukan sedini mungkin dan diberikan terapi
fisik dan latihan paru.
2) Upaya intraoperasi, dilakukan hemostasis yang teliti san pencegahan
infeksi. Selain itu, cegah juga hipoksia dan hipotensi selama pembiusan.
Hindari statis vena sedapat mungkin, terutama dengan memperhatikan
posisi kaki.
3) Pada pascaoperasi, antikoagulasi farmkologis dan fisik dilanjutkan. Upaya
fisik meliputi mobilisasi dini pada 4-6 jam pertama pascaoperasi,
bersamaan dengan fisioterapi. Disamping itu bisa juga dnegan pemakaian
stocking ketat dan mengankat kaki.

I. Penatalaksanaan
1. Preoperative
Setengah bagian abdomen dan region pubis serta perineal dicukur
dengan sangat cermat dan dibersihkan dengan sabun dan air (beberapa dokter
bedah tidak menganjurkan pencukuran pasien). Traktus intestinal dan kandung
kemih harus dikosongkan sebelum pasien dibawa keruang operasi untuk
mencegah kontaminasi dan cidera yang tidak sengaja pada kandung kemih
atau traktus intestinal. Edema dan pengirigasi antiseptic biasanya diharuskan
pada malam hari sebelum hari pembedahan, pasien mendapat sedative.
Medikasi praoperasi yang diberikan pada pagi hari pembedahan akan
membantu pasien rileks.
2. Postoperative
Prinsip-prinsip umum perawatan pasca operatif untuk bedah abdomen
diterapkan, dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi perifer untuk
mencegah tromboflebitis dan TVP (perhatikan varicose, tingkatkan sirkulasi
dengan latihan tungkai dan menggunakan stoking.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara
keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data,
pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes
RI, 1991 ).
1. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi
(data-data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah
pembedahan Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo
Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai berikut :
2. Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri
karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah
bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa
nyeri tersebut adalah :
a. Lokasi nyeri
b. Intensitas nyeri
c. Waktu dan durasi
d. Kwalitas nyeri.
3. Riwayat Reproduksi
a. Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri
tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada
masa menopause

b. Hamil dan Persalinan


1) Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri
tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon
estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar.
2) Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi
klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.
4. Data Psikologi.
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap
emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang
terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat
fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya
menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan kewanitaan.
Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa
wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya
kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu
persiapan psikologi klien.
5. Status Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang
atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat
secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan
segera pada klien yang memakai anaestesi general.
6. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang
harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi
tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi
dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
7. Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi,
klien yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai
8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat
kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
8. Status Gastrointestinal
b. Diagnose Keperawatan

1. Gangguan Rasa Nyaman (nyeri ) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot


dan system saraf yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah
neyeringai.

2. Gangguan Fungsi Gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah


pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan
intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk
menghilangkan gas dalam usus.

3. Gangguan eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengan trauma


mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan
hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.

4. Gangguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang


ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat
pada hubungan seksual .

5. Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya


berhubungan dengansalah dalam menafsirkan imformasi dan sumber
imformasi yang kurang benar.
c. Rencana Tindakan

1. Intervensi keperawatan pada diagnose Gangguan rasa nyaman (nyeri)


berhubungan dengankerusakan jaringan otot an system saraf.

a. Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri.

b. Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi.

c. Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam, bimbing untuk


membayangkan sesuatu.Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi,
pernafasan cepat.

d. Motivasi klien untuk mobilisasi didni setelah pembedahan bila sudah


diperbolehkan.

e. Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.

f. Observasi efek analgetik (narkotik )

g. Obervasi tanda vital : nadi ,tensi,pernafasan.

2. Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan gangguan eleminasi miksi


(retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanis, manipulasipembedahan,
oedema jaringan setempat, hemaloma, kelemahan sensori dan kelumpuhan
saraf.

a. Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine


b. Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya
ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
c. Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air hangat,
mengatur posisi, mengalirkan air keran.
d. Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter dalam
keadaan baik, monitor intake autput, bersihkan daerah pemasangan kateter
satu kali dalamsehari, periksa keadaan selang kateter (kekakuan,tertekuk )
e. Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau.
f. Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental dan obat
obat untuk melancarkan urine.
g. Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc perlu
pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung kemih kuat kembali.

3. Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Ganguan konsep diri


berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak,
perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.

1) Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan
anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang histerektomi
2) Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
3) Libatkan klien dalam perawatannya
4) Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat
dan menyenangkan.
5) Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan
pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
6) Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya
perawatan luka dan mandi.
7) Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk
membicarakan keluhan-keluhannya.
4. Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Kurangnya pengetahuan
tentang perawatan luka operasi, tanda-tanda komplikasi, batasan aktivitas,
menopause, therapy hormon dan perawatan selanjutnya berhubungan
denganterbatasnya imformasi.

1) Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyi


kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan waktu yang lama untuk
puli, mengguanakan anatesi yang banyak dan memberikan rasa nyeri yang
sangat setelah operasi.
2) Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang tepat
3) Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
4) Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi
5) Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
6) Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa
hamil dan menstruasi
7) Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :
Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan dosis renda, dengan
sirklus penggunaannya adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama
dua hari begitu seterusnya sampai umur menopause.
Diskusi tentang rasional penggunaan therapy yaitu memberikan rasa
sehatdan mengurangi resiko osteoporosis
Jelaskan resiko penggunaan therapy
Ajarkan untuk melapor jika terjadi perubahan sikap ( depresi ), tan da
troboplebitis, retensi cairan berlebihan, kulit kuning,rasa mual/muntah,
pusing dan sakit kepala,rambut rontok, gangguan penglihatan,benjolan
pada payudara.

BAB 4
KASUS

KASUS
Ny. PH 35 tahun dengan diagnosa Kista Ovarium stadium 3 mengeluh nyeri di perut
bagian bawah setelah dilakukan post op Histerektomi pada tanggal 11 Januari 2017.
Px mengatakan sakit saat urine keluar, TD 150/70 mmHg, nadi 90x/m, RR 22x/m
,Suhu 37O C.

1. Pengkajian
Pasien Suami / Penganggung Jawab
Nama : Ny. PH Bp. W
Umur : 35 tahun 48 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Agama : Islam Islam
Pendidikan : Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Karyawan PNS
Alamat : Yogyakarta Yogyakarta
Status Perkawinan : Kawin
No. RM : 01069XXX
Tanggal Masuk RS : 10 januari 2017
Diagnosa Medis : Post Histerektomi indikasi Kista Ovarii
2. Keluhan Utama Saat Dikaji
Nyeri pada perut bawah, nyeri skala 7.
3. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, lama pernikahan dengan suami sekarang 17 tahun.
Menikah pertama kali usia 29 tahun.

4. Riwayat Haid
Menarche umur 13 tahun. siklus : 28-30 hari, teratur. Lamanya 7-8hari, banyaknya darah:
banyak. Sifatnya darah : encer, tidak bau dan sakit. Haid terakhir agustus 2013

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan (G=3, P=3, Ab=0, Ah=3)

Umur Anak
No Lahir Tahun Nifas Ket
Kehamilan BBL L/P H/M

1 1997 Aterm 2900 gr L H

2 2000 Aterm 2700 gr P H

3 2002 Aterm 3000 gr P H

6. Riwayat KeluargaBerencana

Metode Pasang Mulai Lepas/Stop


Ke
No Kontraseps Tgl/Bulan/Th Tgl/Bulan/Th Ole
Oleh Di Di t
i n n h

1 Suntik 2005 Bidan RS - - -

7. Riwayat Penyakit Yang Lalu


a. Penyakit yang pernah dialami : tidak ada
b. Alergi : Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi
8. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan seperti jantung, DM, asma.
9. Pengkajian Biologis
a. Pola Nutrisi
1) Sebelum masuk Rumah Sakit

Frekuensi makan dalam 1 hari : 3x sehari

Jenis makanan : nasi, lauk dan sayur

Makanan yang disukai : tidak ada

Makanan yang tidak disukai : tidak ada

Makanan tambahan / vitamin : tidak ada

Makanan pantang : tidak ada

Kebiasaan makan : di rumah

Nafsu makan : baik

Banyaknya minum dalam 1 hari : 1000-1500 cc

Jenis minuman : air putih, teh

Minuman yang tidak disukai : tidak ada

Minuman yang disukai : tidak ada

Minuman pantang : tidak ada


2) Selama di Rumah Sakit

Jenis makanan : saat dikaji klien sedang puasa

Frekuensi makan dalam 1 hari :-

Porsi makan yang dihabiskan :-

Banyaknya minum dalam sehari :- jenis minuman:-

Keluhan : Mual

Alat bantu untuk memasukkan zat makanan : tidak ada

Pengetahuan tentang gizi dan kegunaan makanan bagi tubuh : memenuhi


kebutuhan nutrisi dan sumber energi
b. Pola Eliminasi
1) Sebelum masuk Rumah Sakit

Buang air besar


Frekuensi dalam 1 hari : 1x sehari
Waktu : pagi hari
Warna : kuning kecoklatan
Konsistensi : lembek
Posisi waktu bab : jongkok
Penghantar waktu bab : tidak ada
Keluhan : tidak ada

Buang air kecil


Frekuensi dalam 1 hari : 5-6x sehari
Warna : kuning
Bau : khas amoniak
Keluhan : sulit buang air kecil
2) Selama di Rumah Sakit

Buang air besar


Frekuensi dalam 1 hari : selama di RS pasien belum BAB
Waktu :-
Warna :-
Konsistensi :-
Keluhan : konstipasi

Buang air kecil


Frekuensi dalam 1 hari : 2-3 sehari
Warna : kuning
Bau : khas amoniak
Keluhan : sakit saat bak setelah post op
Alat Bantu bak : dower cateter
c. Pola aktivitas istirahat tidur
1) Sebelum masuk Rumah Sakit
a) Keadaan aktivitas sehari-hari
Kemampuan untuk aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi, BAB/BAK,
memakai baju, naik- turun tempat tidur dibantuan orang lain.
b) Kebutuhan istirahat
Klien menggunakan waktu luang/libur dengan istirahat/berkumpul dengan
keluarga. Klien biasa istirahat dengan suasana tenang.
c) Kebutuhan tidur

Jumlah jam tidur dalam sehari


Tidur siang : 2 jam
Tidur malam : 8 jam

Klien biasa tidur menggunakan selimut, bantal, guling.

Tidak ada keluhan saat tidur

Tidak menggunakan obat tidur


2) Selama di Rumah Sakit
a) Aktivitas

Tingkat Ketergantungan
Aktifitas
0 1 2 3 4

Makan/Minum

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilisasi di tempat tidur

Berpindah

Ambulasi/ROM

Ket : 0 = mandiri
1 = dibantu orang lain sebagian kecil
2 = dibantu orang lain 50%
3 = dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung total
b) Kebutuhan istirahat
Klien mengatakan lelah, badan terasa lemas, klien tidak merasa terganggu
dengan suasana lingkungan yang baru dan penggunaan alat-alat medis.
c) Kebutuhan tidur

Tidur siang : 1-2 jam dari pukul 15.00-17.00 wib

Tidur malam : 7-8 jam dari pukul 21.00-05.00 wib


Klien biasa tidur menggunakan selimut, bantal.

Tidak ada keluhan saat tidur


d. Pola kebersihan diri
1) Sebelum masuk rumah sakit:

Kebersihan kulit : klien mandi 2x sehari, pagi dan sore hari,


menggunakan sabun.

Kebersihan rambut : klien mencuci rambut 2 hari sekali menggunakan


sampo

Kebersihan telinga : klien mebersihkan telinga kotor atau saat mandi,


menggunakan catonbat.

Kebersihan mata : klien mengatakan tidak ada gangguan pada mata,


membersihkan mata saat mandi dan bangun tidur.

Kebersihan mulut : klien membersihkan mulut menggunakan pasta gigi


saat mandi dan sebelum tidur.

Kebersihan kuku : klien memotong kuku saat kuku panjang dan kotor.
Tidak ada gangguan pada kuku, pasien dapat memotong kuku sendiri.
2) Selama dirumah sakit

Kebersihan kulit : klien mandi 2x sehari, pagi dan sore hari,


menggunakan sabun.

Kebersihan rambut : saat dikaji, selama di rumah sakit pasien belum pernah
mencuci rambut.

Kebersihan telinga : klien membrsihkan telinga saat mandi, pasien tidak


menggunakan alat bantu pendengaran, tidak ada cairan yang keluar.

Kebersihan mata : klien mengatakan tidak ada gangguan pada mata,


membersihkan mata saat mandi dan bangun tidur.

Kebersihan mulut : klien membersihkan mulut menggunakan pasta gigi


saat mandi dan sebelum tidur.

Kebersihan kuku : klien memotong kuku saat kuku panjang dan kotor.
Tidak ada gangguan pada kuku, pasien dapat memotong kuku sendiri.Pola
persepsi sensori
e. Pola kognitif-persepsi/sensori
1) Keadaan mental : klien sadar
2) Klien berbicara jelas, dan relevan
3) Bahasa yang disukai jawa dan indonesia
4) Kemampuan membaca, berkomunikasi, dan memahami memadai
5) Ketrampilan berinteraksi memadai
6) Tingkat ansietas ringan, pasien terlihat sedikit gelisah, pasien terlihat lemas.
7) Klien tidak menggunakan alat bantu baca dan alat bantu pendengaran.
8) Klien mengatakan kadang terasa nyeri dan kaku pada perut bagian kanan bawah &
paha atas
f. Konsep diri
1) Identitas diri : klien dapat menyebutkan nama, alamat
2) Ideal diri : klien ingin cepat sembuh dan pulang kerumah
3) Harga diri : klien tidak malu dengan keadaannya sekarang
4) Gambaran diri : klien menyukai semua anggota tubuhnya
5) Peran diri : klien sebagai istri
g. Koping
Dalam mengambil keputusan klien dibantu oleh suami, upaya mengatasi untuk
mengatasi masalah dengan mencari pertolongan keluarga/orang terdekat.
h. Pola nilai dan keyakinan
1) Sebelum masuk rumah sakit :
agama pasien islam, pasien selalu melakukan solat 5 kali sehari, larangan agama
mengkonsumsi daging babi, darah, dll.
2) Selama dirumah sakit :
agama pasien islam, selama dirawat di rumah sakit tidak bisa melalukan ibadah
solat dalam keadaan berdiri.
i. Pemeliharaan kesehatan
Klien tidak pernah mengkonsumsi tembakau, alkohol, NAPZA
j. Pengkajian Psikologis
Klien merasa sedikit cemas karena sakit pada abdomen setelah di operasi, klien di
temani suami dan ibunya, dan mereka selalu mensuport klien setiap saat.

k. Pengkajian Sosial
Keluarga menerima keadaan klien dan keluarga memberikan support dengan doa dan
menunggui di rumah sakit, orang yang paling berperan dalam mengambil keputusan
adalah suami.
l. Pengkajian Spiritual
Hubugan yang paling bermakna adalah hubungan klien dengan Tuhannya. Sumber
harapan dalam menghadapi keadaan ini dengan menyerahkan diri pada Tuhan dan
sering menyebut nama Tuhan

10. Pengkajian Fisik


a. Keadaan umum :

Tingkat kesadaran : kompos mentis (CM)


BB = 62 kg, TB = 160 cm.
Tanda vital :
TD : 150/70 mmHg diukur di lengan kanan atas posisi pasien bedrest ukuran
manset dewasa
N : 90 x/menit diukur di nadi radialis kanan, nadi reguler
S : 37 C diukur di aksila kiri dengan termometer
R : 22 x/menit pernapasan thoracal abdominalis

b. Pemeriksaan Fisik :
1) Kepala

Rambut : Warna hitam, kulit kepala bersih

Mata : conjungtiva berwarna merah muda, sclera berwarna putih

Telinga : tidak ada cairan yang keluar dari telinga

Hidung : posisi septum ditengah, tidak ada sekret

Mulut dan gigi : mulut bersih tidak ada caries pada gigi

Muka : terlihat pucat, muka simetris kanan dan kiri, tidak ada edema
2) Leher
tidak ada pembesaran kelenjar gondok/ getah bening, tidak ada bendungan vena
jugularis
3) Dada
Dada kanan dan kiri simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak terlihat kelainan dada
seperti funnel chest, pigeon chest, barrel chest. Tidak ada nyeri tekan.
4) Payudara
Payudara simetris, papilla mammae menonjol,aerola mamae hiperpigmentasi,
tidak bengkak dan tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
5) Axilla
Tidak ada tumor dan nyeri
6) Abdomen

Inspeksi : Tampak bekas luka operasi 15 cm, sayatan longitudinal, tertutup


kassa hepavix.

Auskultasi : peristaltik usus : 9x/mnt. Belum flatus.

Perkusi : tidak kembung

Palpasi : nyeri tekan dibekas operasi.


7) Genetalia
Vulva bersih, Vagina bersih, terpasang dower cateter no 16 di pasang tanggal 24
september jam 06.00 WIB
8) Anus
Tidak ada hemorrhoid.
9) Ektremitas

Ektremitas atas : anggota gerak lengkap, tidak terdapat bekas luka, tidak ada
oedema. Tidak ada kelainan/keluhan.

Ektremitas bawah : anggota gerak bawah lengkap, terdapat edema, tidak


terdapat varices, Tidak ada kelainan/keluhan.
11. Rencana Pulang
Setelah pulang pasien ingin tinggal dirumah dengan suami, Pelayanan kesehatan yang
digunakan sebelumnya Rumah Sakit, Kendaraan yang digunakan saat pulang mobil
pribadi. Antisipasi keuangan setelah pulang yaitu tabungan, bantuan yang diperlukan
setelah pulang yaitu perawatan bekas jahitan.
12. Diagnostik Test
Pemeriksaan Laboratorium Tgl 22 september 2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hb 8.5 gr% 12.00 -18.00

Hematrokrit 26.7 % 36.0-46.0

Leukosit 26.7 ribu/mmk 4.10 -13.00

Eritrosit 3..53 Juta/mmk 4.10 - 5.30

Trombosit 320 ribu.mmk 140.0 440


Gol Darah B

Masa perdarahan 2.30 Menit 2.00-7.00

Masa
8 Menit 5-12
penjendalan

GDS 120 Mg/dl 70-140

Ureum 14.6 Mg/dl 10-50

Creatinin 0.63 L Mg/dl 0.8-1,4

Total protein 7.6 gr/dl 6.60-8.70

Albumin 3.8 gr/dl 3.50-5.50

Globulin 3.8 gr/dl 6.60-8.70

Analisa Data :

No Tanggal DATA PASIEN ETIOLOGI MASALAH


. KEPERAWATAN
1. a. Data Subjektif : Px Gangguan rasa
mengatakan nyeri pada perut nyaman (nyeri)
bawah berhubungan
b. Data Objektif :
dengan kerusakan
Nyeri pada perut bawah, nyeri skala
7. jaringan otot an
- P : luka post system saraf.
histerektomi
- Q : tertusuk-tusuk
- R : bawah perut
- S : Nyeri skala (7)
- T : hilang timbul

2. a. Data Subjektif : Gangguan


Px mengatakan sakit saat BAK
eleminasi miksi
(Buang Air Kecil)
(retensi urine )
b. Data Objektif :
- Frekuensi dalam 1 hari : 2- berhubungan
3x sehari dengan trauma
- Warna : kuning
mekanik ,
- Bau : khas amoniak
- Keluhan: sakit saat urine manipulasi
keluar pembedahan adanya
edema pada
jaringan sekitar dan
hematom,
kelemahan pada
saraf sensorik dan
motorik.
3. a. Data Subjektif : Px Gangguan konsep
mengatakan tentang rasa diri berhubungan
kekhawatirannya tidak memiliki dengan kekawatiran
anak tentang
b. Data Objektif :
ketidakmampuan
- Wajah Px terlihat
memiliki anak,
cemas
- perubahan dalam
masalah
kewanitaan, akibat
pada hubungan
seksual .

Intervensi & Outcomes

No Tanggal NIC NOC Masalah


(Nursing Interventions (Nursing Outcomes Keperawatan
Classification) Classification)
1` a. Kaji tingkat rasa tidak Gangguan rasa
nyaman sesuai dengan nyaman (nyeri)
tingkatan nyeri. berhubungan
b. Beri posisi fowler atau dengankerusakan
posisi datar atau miring jaringan otot an
kesalah satu sisi. system saraf.
c. Ajarkan teknik releksasi
seperti menarik nafas
dalam, bimbing untuk
membayangkan
sesuatu.Kaji tanda vital :
tachicardi,hipertensi,
pernafasan cepat.
d. Motivasi klien untuk
mobilisasi didni setelah
pembedahan bila sudah
diperbolehkan.
e. Laksanakan pengobatan
sesuai indikasi seperti
analgesik intravena.
f. Observasi efek analgetik
(narkotik )
g. Obervasi tanda vital :
nadi ,tensi,pernafasan.
2.. a. Catat pola miksi Gangguan
dan minitor pengeluaran eleminasi miksi
urine (retensi urine )
b. Lakukan palpasi
berhubungan
pada kandung kemih ,
dengan trauma
observasi adanya
mekanik ,
ketidaknyamanan dan rasa
manipulasi
nyeri.
pembedahan
c. Lakukan tindakan
adanya edema pada
agar klien dapat miksi
jaringan sekitar dan
dengan pemberian air
hematom,
hangat, mengatur posisi,
kelemahan pada
mengalirkan air keran.
d. Jika memakai saraf sensorik dan
kateter, perhatikan apakah motorik.
posisi selang kateter dalam
keadaan baik, monitor
intake autput, bersihkan
daerah pemasangan kateter
satu kali dalamsehari,
periksa keadaan selang
kateter (kekakuan,tertekuk )
e. Perhatikan kateter
urine : warna, kejernihan
dan bau.
f. Kolaborasi dalam
pemberian dalam pemberian
cairan perperental dan obat
obat untuk melancarkan
urine.
g. Ukur dan catat
urine yang keluar dan
volume residual urine 750
cc perlu pemasangan kateter
tetap sampai tonus otot
kandung kemih kuat
kembali.
3. a. Beritahu klien tentang a. Gangguan konsep
sispa saja yang bisa diri berhubungan
dilakukan histerektomi dengan
dan anjurkan klien untuk kekawatiran
mengekpresikan tentang
perasaannya tentang ketidakmampuan
histerektomi memiliki anak,
b. Kaji apakah klien
perubahan dalam
mempunyai konsep diri
masalah
yang negatif.
kewanitaan, akibat
c. Libatkan klien dalam
pada hubungan
perawatannya
seksual .
d. Kontak dengan klien
sesering mungkin dan
ciptakan suasana yang
hangat dan
menyenangkan.
e. Memotivasi klien untuk
mengungkapkan
perasaannya mengenai
tindakan pembedahan dan
pengaruhnya terhadap diri
klien
f. Berikan dukungan
emosional dalam teknik
perawatan, misalnya
perawatan luka dan mandi.
g. Ciptakan lingkungan atau
suasana yang terbuka bagi
klien untuk membicarakan
keluhan-keluhannya.

Implementasi

No Tanggal Implementasi Evaluasi Masalah Keperawatan


.

S : Px mengatakan nyeri Gangguan rasa nyaman (nyeri)


pada perut bawah berhubungan dengankerusakan
O : Nyeri pada perut jaringan otot an system saraf.
bawah, nyeri skala 7.
P : luka post
histerektomi
Q : tertusuk-tusuk
R : bawah perut
S : Nyeri skala
(7)
T : hilang timbul
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
S : Px mengatakan sulit Gangguan eleminasi miksi (retensi
BAK (Buang Air Kecil) urine ) berhubungan dengan trauma
O : Frekuensi dalam 1 mekanik , manipulasi pembedahan
hari : 2-3x sehari adanya edema pada jaringan sekitar
Warna : kuning
Bau : khas dan hematom, kelemahan pada saraf
amoniak sensorik dan motorik.
Keluhan :
sulit buang air
kecil

A : masalah belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
S : Px mengatakan Gangguan konsep diri berhubungan
tentang rasa dengan kekawatiran tentang
kekhawatirannya tidak ketidakmampuan memiliki anak,
memiliki anak perubahan dalam masalah
O : Px tampak cemas kewanitaan, akibat pada hubungan
A : masalah belum seksual .
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA

Rasjidi, Imam. 2008. Manual Histerektomi. Jakarta: EGC

Kasdu, Dini. 2008. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 2. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Leveno, Kenneth J . 2009. Obstetric wiliam. Jakarta : EGC.

Bagian obstetri & gineekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Bandung : Elstar

Friedman, Borten, Chapin. 1998. Seri skema Diagnosa & penatalaksanaan Ginekologi Edisi
2. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Saifudin, Abdul Bari, dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI.

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku saku Keperawatan, edisi 8. EGC. Jakarta

http://jama.ama-assn.org/content/291/12/1526.full.pdf+html

http://www.nature.com/bjc/journal/v90/n9/full/6601763a.html

Anda mungkin juga menyukai