PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rahim merupakan jaringan otot yang kuat terletak di pelvis minor diantara
kandung kemih dan rectum. Dinding belakang dan dinding depan rahim dan bagian
atas rahim tetutup peritonium. Sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan
kandung kemih. Untuk mempertahankan posisinya rahim disangga oleh beberapa
ligamentum, jaringan ikat dan parametrium.
Klasifikasi operasi terbagi manjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi
mayor. Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan
untuk memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki
deformitas, contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak,
dan arthoskopi. Operasi mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgen dan
emergensi. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat
atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningka tkan
kesehatan,contoh nya kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi,
mastektomi, amputasi dan operasi akibat trauma (Brunner &Sudarth 2001)
B. Tujuan
Berdasar kan latar belakang di atas, maka tujuan dari penyususnan makalah ini adalah
untuk membahas tentang Histerektomo (Operasi Pengangkatan Rahim). Yang
bertujaun untuk :
1. Mengetahui Pngertian Histerektomi
2. Mengetahui Etiologi Histerektomi
3. Mengetahui Klasifikasi Histerektomi
C. Rumusan Masalah
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Histerektomi adalah mengangkat rahim dengan organ di sekitarnya.(Yatim,
2005) Histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat rahim yang
dilakukan oleh ahli kandungan. (Rasjidi, 2008).
Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui pembedahan paling umum
dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan tertentu (contoh
endometriosis tumor), untuk mengontrol perdarahan yang mngancam jiwa, dan
kejadian infeksi pelvis yang tidak sembuh-sembuh atau rupture uterus yang tidak
dapat di perbaiki (Marylin 2008).
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim, uterus) seorang
wanita. Dengan demikian, setelah menjalani histerektomi seorang wanita tidak
mungkin lagi untuk hamil dan mempunyai anak. Histerektomi biasanya dilakukan
karena berbagai alasan. Penyebab yang paling sering dilakukan histerektomi adalah
adanya kanker mulut rahim atau kanker rahim.
Banyak hal yang dapat 'memaksa' praktisi medis dan pasien untuk memilih
tindakan pengangkatan kandungan. Fibroid atau mioma merupakan salah satu
penyebab tersering. Penyebab lainnya adalah endometriosis, prolapsus uteri (uterus
keluar melalui vagina), kanker (pada uterus, mulut rahim, atau ovarium), perdarahan
per vaginam yang menetap, dan lain-lain.
Jadi, dapat di simpulkan histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan
mengangkat rahim yang umum di lakukan untuk keganasan atau bukan keganasan.
B. ETIOLOGI
Fibroid, yaitu tumor jinak rahim, terutama jika tumor ini menyebabkan
perdarahan berkepanjangan, nyeri panggul, anemia, atau penekanan pada kandung
kencing.Endometriosis, dimana dinding rahim bagian dalam seharusnya tumbuh di
rahim saja, tetapi ikut tumbuh di indung telur (ovarium), tuba Fallopi, atau organ
perut dan rongga panggul lainnya.Prolapsus uteri, yaitu keluarnya kandungan melalui
vagina.
C. Indikasi dan kontraindikasi
1. Indikasi
a. Ruptur uteri
b. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dengan cara-cara yang ada, misalnya
pada :
1) Atonia uteri
2) Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia pada solusio plasenta dan
lainnya.
3) Couvelaire uterus tanpa kontraksi.
4) Arteri uterina terputus.
5) Plasenta inkreta dan perkreta.
6) Hematoma yang luas pada rahim.
c. Infeksi intrapartal berat.
d. Pada keadaan ini biasanya dilakukan operasi Porro, yaitu uterus dengan
isinya diangkat sekaligus.
e. Uterus miomatosus yang besar.
f. Kematian janin dalam rahim dan missed abortion dengan kelainan darah.
g. Kanker leher rahim. 3
2. Kontraindikasi
a. Atelektasis
b. Luka infeksi
c. Infeksi saluran kencing
d. Tromoflebitis
e. Embolisme paru-paru.
f. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial pada
adneksa
g. Riwayat laparotomi sebelumnya (termasuk perforasi appendix) dan abses
pada cul-de-sac Douglas karenadiduga terjadi pembentukan perlekatan.
D. Klasifikasi Histerekomi
1. Histerektomi parsial (subtotal)
Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap
dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim
sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim) secara
rutin.
2. Histerektomi total
Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara keseluruhan.
Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut diangkatnya serviks yang
menjadi sumber terjadinya karsinoma dan prekanker. Akan tetapi, histerektomi
total lebih sulit daripada histerektomi supraservikal karena insiden komplikasinya
yang lebih besar.
Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau mengeluarkan
ovarium pada satu atau keduanya. Pada penyakit, kemungkinan dilakukannya
ooforektomi unilateral atau bilateral harus didiskusikan dengan pasien. Sering kali,
pada penyakit ganas, tidak ada pilihan lain, kecuali mengeluarkan tuba dan
ovarium karena sudah sering terjadi mikrometastase.
Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada histerektomi total seluruh bagian
rahim termasuk mulut rahim (serviks) diangkat. Selain itu, terkadang histerektomi
total juga disertai dengan pengangkatan beberapa organ reproduksi lainnya secara
bersamaan. Misalnya, jika organ yang diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba
falopii) maka tindakan itu disebut salpingo. Jika organ yang diangkat adalah kedua
ovarium atau indung telur maka tindakan itu disebut oophor. Jadi, yang disebut
histerektomi bilateral salpingo-oophorektomi adalah pengangkatan rahim bersama
kedua saluran telur dan kedua indung telur. Pada tindakan histerektomi ini,
terkadang juga dilakukan tindakan pengangkatan bagian atas vagina dan beberapa
simpul (nodus) dari saluran kelenjar getah bening, atau yang disebut sebagai
histerektomi radikal (radical hysterectomy).
Ada banyak gangguan yang dapat menyebabkan diputuskannya tindakan
histerektomi. Terutama untuk keselamatan nyawa ibu, seperti pendarahan hebat
yang disebabkan oleh adanya miom atau persalinan, kanker rahim atau mulut
rahim, kanker indung telur, dan kanker saluran telur (falopi). Selain itu, beberapa
gangguan atau kelainan reproduksi yang sangat mengganggu kualitas hidup wanita,
seperti miom atau endometriosis dapat menyebabkan dokter mengambil pilihan
dilakukannya histerektomi.
3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral
Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba falopii, dan
kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan penderita seperti
menopause meskipun usianya masih muda. 5,6,7
4. Histerektomi radikal
Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan kelenjar limfe
disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker
tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.
Histerektomi dapat dilakukan melalui 3 macam cara, yaitu abdominal, vaginal dan
laparoskopik. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis
penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya. Histerektomi abdominal
tetap merupakan pilihan jika uterus tidak dapat dikeluarkan dengan metode lain.
Histerektomi vaginal awalnya hanya dilakukan untuk prolaps uteri tetapi saat ini juga
dikerjakan pada kelainan menstruasi dengan ukuran uterus yang relatif normal.
Histerektomi vaginal memiliki resiko invasive yang lebih rendah dibandingkan
histerektomi abdominal. Pada histerektomi laparoskopik, ada bagian operasi yang
dilakukan secara laparoskopi (garry, 1998).
E. Patofisiologi
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan
adnexa dalam rongg apelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun
MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus
sebaik USG. Untungnya leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnose
jaringan.
2. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai masaa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter
3. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
4. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis
5. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
6. Tes kehamilan
7. D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk
menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hyperplasia atau
adenokarsinoma endometrium). 5,6,7
a. Prosedur Histerektomi
Histerektomi dapat dilakukan melalui sayatan di perut bagian bawah atau vagina,
dengan atau tanpa laparoskopi. Histerektomi lewat perut dilakukan melalui sayatan
melintang seperti yang dilakukan pada operasi sesar. Histerektomi lewat vagina
dilakukan dengan sayatan pada vagina bagian atas. Sebuah alat yang disebut
laparoskop mungkin dimasukkan melalui sayatan kecil di perut untuk membantu
pengangkatan rahim lewat vagina.
Histerektomi vagina lebih baik dibandingkan histerektomi abdomen karena lebih
kecil risikonya dan lebih cepat pemulihannnya. Namun demikian, keputusan
melakukan histerektomi lewat perut atau vagina tidak didasarkan hanya pada indikasi
penyakit tetapi juga pada pengalaman dan preferensi masing-masing ahli bedah.
Histerektomi adalah prosedur operasi yang aman, tetapi seperti halnya bedah besar
lainnya, selalu ada risiko komplikasi. Beberapa diantaranya adalah pendarahan dan
penggumpalan darah (hemorrgage/hematoma) pos operasi, infeksi dan reaksi
abnormal terhadap anestesi.
H. Pencegahan komplikasi
a. Pencegahan perlekatan
Perlekatan dapat dicegah dengn cara manipulasi jaringan secara lembut
dan hemostasis yang seksama. Untuk mempertahankan integritas serosa usus,
pemasangan tampon dgunakan apabila usus mengalami intrusi menghalangi
lapangan pandang operasi. Untuk mencegah infeksi, darah harus dievakuasi
dari kavum peritonei. Hal ini dapat dilakukan dengan mencuci menggunakan
larutan RL dan melakukan reperitonealisasi defek serosa dengan hati-hati
b. Drainase
Pada luka bersih (aseptic), pemasangan drain untuk mengevakuasi
cairan yang berasal dari sekresi luka dan darah berguna untuk mencegah
infeksi. Pada luka terinfeksi pemasangan drain dapat membantu evakuasi pus
dan sekresi luka dan menjaga luka tetap terbuka. System drainase ada yang
bersiat pasif (drainase penrose), aktif (drainase suction) da juga ada yang
bersiat terbuka atau tertutup.
c. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli
1) Saat praoperasi, perlu dicari faktor resiko. Usahakan menurunkan berat
badan dan memperbaiki keadaan umum pasien sampai optimal.
Kontrasepsi oral harus dihentikan minimal empat minggu sebelum
operasi. Mobilisasi pasien dilakukan sedini mungkin dan diberikan terapi
fisik dan latihan paru.
2) Upaya intraoperasi, dilakukan hemostasis yang teliti san pencegahan
infeksi. Selain itu, cegah juga hipoksia dan hipotensi selama pembiusan.
Hindari statis vena sedapat mungkin, terutama dengan memperhatikan
posisi kaki.
3) Pada pascaoperasi, antikoagulasi farmkologis dan fisik dilanjutkan. Upaya
fisik meliputi mobilisasi dini pada 4-6 jam pertama pascaoperasi,
bersamaan dengan fisioterapi. Disamping itu bisa juga dnegan pemakaian
stocking ketat dan mengankat kaki.
I. Penatalaksanaan
1. Preoperative
Setengah bagian abdomen dan region pubis serta perineal dicukur
dengan sangat cermat dan dibersihkan dengan sabun dan air (beberapa dokter
bedah tidak menganjurkan pencukuran pasien). Traktus intestinal dan kandung
kemih harus dikosongkan sebelum pasien dibawa keruang operasi untuk
mencegah kontaminasi dan cidera yang tidak sengaja pada kandung kemih
atau traktus intestinal. Edema dan pengirigasi antiseptic biasanya diharuskan
pada malam hari sebelum hari pembedahan, pasien mendapat sedative.
Medikasi praoperasi yang diberikan pada pagi hari pembedahan akan
membantu pasien rileks.
2. Postoperative
Prinsip-prinsip umum perawatan pasca operatif untuk bedah abdomen
diterapkan, dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi perifer untuk
mencegah tromboflebitis dan TVP (perhatikan varicose, tingkatkan sirkulasi
dengan latihan tungkai dan menggunakan stoking.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara
keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data,
pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes
RI, 1991 ).
1. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi
(data-data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah
pembedahan Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo
Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai berikut :
2. Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri
karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah
bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa
nyeri tersebut adalah :
a. Lokasi nyeri
b. Intensitas nyeri
c. Waktu dan durasi
d. Kwalitas nyeri.
3. Riwayat Reproduksi
a. Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri
tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada
masa menopause
b. Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi.
1) Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan
anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang histerektomi
2) Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
3) Libatkan klien dalam perawatannya
4) Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat
dan menyenangkan.
5) Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan
pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
6) Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya
perawatan luka dan mandi.
7) Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk
membicarakan keluhan-keluhannya.
4. Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Kurangnya pengetahuan
tentang perawatan luka operasi, tanda-tanda komplikasi, batasan aktivitas,
menopause, therapy hormon dan perawatan selanjutnya berhubungan
denganterbatasnya imformasi.
BAB 4
KASUS
KASUS
Ny. PH 35 tahun dengan diagnosa Kista Ovarium stadium 3 mengeluh nyeri di perut
bagian bawah setelah dilakukan post op Histerektomi pada tanggal 11 Januari 2017.
Px mengatakan sakit saat urine keluar, TD 150/70 mmHg, nadi 90x/m, RR 22x/m
,Suhu 37O C.
1. Pengkajian
Pasien Suami / Penganggung Jawab
Nama : Ny. PH Bp. W
Umur : 35 tahun 48 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Agama : Islam Islam
Pendidikan : Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Karyawan PNS
Alamat : Yogyakarta Yogyakarta
Status Perkawinan : Kawin
No. RM : 01069XXX
Tanggal Masuk RS : 10 januari 2017
Diagnosa Medis : Post Histerektomi indikasi Kista Ovarii
2. Keluhan Utama Saat Dikaji
Nyeri pada perut bawah, nyeri skala 7.
3. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, lama pernikahan dengan suami sekarang 17 tahun.
Menikah pertama kali usia 29 tahun.
4. Riwayat Haid
Menarche umur 13 tahun. siklus : 28-30 hari, teratur. Lamanya 7-8hari, banyaknya darah:
banyak. Sifatnya darah : encer, tidak bau dan sakit. Haid terakhir agustus 2013
Umur Anak
No Lahir Tahun Nifas Ket
Kehamilan BBL L/P H/M
6. Riwayat KeluargaBerencana
Keluhan : Mual
Tingkat Ketergantungan
Aktifitas
0 1 2 3 4
Makan/Minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ambulasi/ROM
Ket : 0 = mandiri
1 = dibantu orang lain sebagian kecil
2 = dibantu orang lain 50%
3 = dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung total
b) Kebutuhan istirahat
Klien mengatakan lelah, badan terasa lemas, klien tidak merasa terganggu
dengan suasana lingkungan yang baru dan penggunaan alat-alat medis.
c) Kebutuhan tidur
Kebersihan kuku : klien memotong kuku saat kuku panjang dan kotor.
Tidak ada gangguan pada kuku, pasien dapat memotong kuku sendiri.
2) Selama dirumah sakit
Kebersihan rambut : saat dikaji, selama di rumah sakit pasien belum pernah
mencuci rambut.
Kebersihan kuku : klien memotong kuku saat kuku panjang dan kotor.
Tidak ada gangguan pada kuku, pasien dapat memotong kuku sendiri.Pola
persepsi sensori
e. Pola kognitif-persepsi/sensori
1) Keadaan mental : klien sadar
2) Klien berbicara jelas, dan relevan
3) Bahasa yang disukai jawa dan indonesia
4) Kemampuan membaca, berkomunikasi, dan memahami memadai
5) Ketrampilan berinteraksi memadai
6) Tingkat ansietas ringan, pasien terlihat sedikit gelisah, pasien terlihat lemas.
7) Klien tidak menggunakan alat bantu baca dan alat bantu pendengaran.
8) Klien mengatakan kadang terasa nyeri dan kaku pada perut bagian kanan bawah &
paha atas
f. Konsep diri
1) Identitas diri : klien dapat menyebutkan nama, alamat
2) Ideal diri : klien ingin cepat sembuh dan pulang kerumah
3) Harga diri : klien tidak malu dengan keadaannya sekarang
4) Gambaran diri : klien menyukai semua anggota tubuhnya
5) Peran diri : klien sebagai istri
g. Koping
Dalam mengambil keputusan klien dibantu oleh suami, upaya mengatasi untuk
mengatasi masalah dengan mencari pertolongan keluarga/orang terdekat.
h. Pola nilai dan keyakinan
1) Sebelum masuk rumah sakit :
agama pasien islam, pasien selalu melakukan solat 5 kali sehari, larangan agama
mengkonsumsi daging babi, darah, dll.
2) Selama dirumah sakit :
agama pasien islam, selama dirawat di rumah sakit tidak bisa melalukan ibadah
solat dalam keadaan berdiri.
i. Pemeliharaan kesehatan
Klien tidak pernah mengkonsumsi tembakau, alkohol, NAPZA
j. Pengkajian Psikologis
Klien merasa sedikit cemas karena sakit pada abdomen setelah di operasi, klien di
temani suami dan ibunya, dan mereka selalu mensuport klien setiap saat.
k. Pengkajian Sosial
Keluarga menerima keadaan klien dan keluarga memberikan support dengan doa dan
menunggui di rumah sakit, orang yang paling berperan dalam mengambil keputusan
adalah suami.
l. Pengkajian Spiritual
Hubugan yang paling bermakna adalah hubungan klien dengan Tuhannya. Sumber
harapan dalam menghadapi keadaan ini dengan menyerahkan diri pada Tuhan dan
sering menyebut nama Tuhan
b. Pemeriksaan Fisik :
1) Kepala
Mulut dan gigi : mulut bersih tidak ada caries pada gigi
Muka : terlihat pucat, muka simetris kanan dan kiri, tidak ada edema
2) Leher
tidak ada pembesaran kelenjar gondok/ getah bening, tidak ada bendungan vena
jugularis
3) Dada
Dada kanan dan kiri simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak terlihat kelainan dada
seperti funnel chest, pigeon chest, barrel chest. Tidak ada nyeri tekan.
4) Payudara
Payudara simetris, papilla mammae menonjol,aerola mamae hiperpigmentasi,
tidak bengkak dan tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
5) Axilla
Tidak ada tumor dan nyeri
6) Abdomen
Ektremitas atas : anggota gerak lengkap, tidak terdapat bekas luka, tidak ada
oedema. Tidak ada kelainan/keluhan.
Masa
8 Menit 5-12
penjendalan
Analisa Data :
Implementasi
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
S : Px mengatakan Gangguan konsep diri berhubungan
tentang rasa dengan kekawatiran tentang
kekhawatirannya tidak ketidakmampuan memiliki anak,
memiliki anak perubahan dalam masalah
O : Px tampak cemas kewanitaan, akibat pada hubungan
A : masalah belum seksual .
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA
Kasdu, Dini. 2008. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara
Bagian obstetri & gineekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Bandung : Elstar
Friedman, Borten, Chapin. 1998. Seri skema Diagnosa & penatalaksanaan Ginekologi Edisi
2. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Saifudin, Abdul Bari, dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI.
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku saku Keperawatan, edisi 8. EGC. Jakarta
http://jama.ama-assn.org/content/291/12/1526.full.pdf+html
http://www.nature.com/bjc/journal/v90/n9/full/6601763a.html