Anda di halaman 1dari 15

C.

KETUBAN PECAH DINI

1. PENGERTIAN

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum


waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan.

Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul
maka kemungkinan terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat
menjadi besar.

2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan


bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali
merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan feto pelvik..

3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan


sehingga dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala
akibatnya.

4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged


rupture of membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterine
dengan segala akibatnya.

5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam


jangka panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi
amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm
terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan
cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%.

Gambar 1. Ketuban Pecah

2. PENYEBAB

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor


yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran
prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor
risiko dari KPD :

1. Inkompetensi serviks (leher rahim)

2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)

3. Riwayat KPD sebelumya


4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

5. Kehamilan kembar

6. Trauma

7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan


23 minggu

8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Gambar 2. Inkompetensi leher Rahim

3. TANDA DAN GEJALA

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes


melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan
ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk
atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
"mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara.

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung


janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat


dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa).
pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah
7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila
terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air
seni. Pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi jumlah air ketuban yang terdapat di dalam rahim.

5. KOMPLIKASI KPD

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia


kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi
pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian
KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan
amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi
pada KPD.

Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD


preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada
KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm
ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
Gambar 3. Keluarnya Tali Pusar

6. PENANGANAN KPD DI RUMAH

1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera


hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke
Rumah Sakit

2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air


yang keluar

3. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah


infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam

4. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk


menghindari infeksi dari dubur

5. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri


7. TERAPI

Apabila terjadi pecah ketuban, maka segeralah pergi ke rumah sakit.


Dokter kandungan akan mendiskusikan rencana terapi yang akan dilakukan,
dan hal tersebut tergantung dari berapa usia kehamilan dan tanda-tanda infeksi
yang terjadi. Risiko kelahiran bayi prematur adalah risiko terbesar kedua
setelah infeksi akibat ketuban pecah dini. Pemeriksaan mengenai kematangan
dari paru janin sebaiknya dilakukan terutama pada usia kehamilan 32-34
minggu. Hasil akhir dari kemampuan janin untuk hidup sangat menentukan
langkah yang akan diambil.

Kontraksi akan terjadi dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah apabila
kehamilan sudah memasuki fase akhir. Semakin dini ketuban pecah terjadi
maka semakin lama jarak antara ketuban pecah dengan kontraksi. Jika tanggal
persalinan sebenarnya belum tiba, dokter biasanya akan menginduksi
persalinan dengan pemberian oksitosin (perangsang kontraksi) dalam 6 hingga
24 jam setelah pecahnya ketuban. Tetapi jika memang sudah masuk tanggal
persalinan dokter tak akan menunggu selama itu untuk memberi induksi pada
ibu, karena menunda induksi bisa meningkatkan resiko infeksi.
Apabila paru bayi belum matang dan tidak terdapat infeksi setelah kejadian
KPD, maka istirahat dan penundaan kelahiran (bila belum waktunya
melahirkan) menggunakan magnesium sulfat dan obat tokolitik. Apabila paru
janin sudah matang atau terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka induksi
untuk melahirkan mungkin diperlukan.

Penggunaan steroid untuk pematangan paru janin masih merupakan


kontroversi dalam KPD. Penelitan terbaru menemukan keuntungan serta tidak
adanya risiko peningkatan terjadinya infeksi pada ibu dan janin. Steroid berguna
untuk mematangkan paru janin, mengurangi risiko sindrom distress pernapasan
pada janin, serta perdarahan pada otak.

Penggunaan antibiotik pada kasus KPD memiliki 2 alasan. Yang pertama


adalah penggunaan antibiotik untuk mencegah infeksi setelah kejadian KPD
preterm. Dan yang kedua adalah berdasarkan hipotesis bahwa KPD dapat
disebabkan oleh infeksi dan sebaliknya KPD preterm dapat menyebabkan infeksi.
Keuntungan didapatkan pada wanita hamil dengan KPD yang mendapatkan
antibiotik yaitu, proses kelahiran diperlambat hingga 7 hari, berkurangnya
kejadian korioamnionitis serta sepsis neonatal (infeksi pada bayi baru lahir).

8. PENCEGAHAN

Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup
efektif. Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal
triwulan ketiga dianjurkan.

http://www.klikdokter.com/illness/detail/134

KETUBAN PECAH DINI PADA KEHAMILAN PRETERM

Selaput ketuban dan cairan amnion memiliki fungsi penting selama


pertumbuhan dan maturasi janin.

1. Kantung amnion merupakan tempat yang baik bagi gerakan dan


perkembangan muskulo-skeletal janin.
2. Gerakan pernafasan yang disertai aliran cairan amnion kedalam
saluran pernafasan janin penting bagi perkembangan saccus alveolaris paru.
3. Selaput ketuban merupakan penghalang masuknya polimikrobial
flora vagina kedalam kantung amnion.
KPD yang terjadi saat kehamilan aterm maupun preterm dapat merugikan
outcome perinatal oleh karena adanya pengaruh mikrobiologis dan mekanis yang
merugikan bagi pertumbhan dan perkembangan produk konsepsi akibat hilang
atau berkurangnya cairan amnion dan selaput korioamniotik.

Komplikasi

KPD preterm seringkali menyebabkan terjadinya:

1. Persalinan preterm

2. Chorioamnionitis

3. Endometritis

4. Gawat janin atau asfiksia intrauterin ( pengaruh tekanan pada


talipusat )

Persalinan preterm, korioamnionitis dan endometritis diakibatkan langsung oleh


invasi mikroba kedalam cavum amnion atau inflamasi selaput chorioamniotik
Angka kejadian chorioamnionitis berbanding terbalik dengan usia kehamilan,

menurut Hillier dkk ( 1988):

1. Chorioamnionitis histologik 100% pada usia kehamilan kurang


dari 26 minggu

2. Chorioamnionitis histologik 70% pada usia kehamilan kurang dari


30 minggu

3. Chorioamnionitis histologik 60% pada usia kehamilan kurang dari


32 minggu

Gawat janin atau asfiksia intrauterin merupakan akibat dari kompresi


talipusat yang berkepanjangan dan berulang akibat berkurangnya cairan
amnion atau prolapsus tali pusat KPD pada kehamilan yang sangat muda dan
disertai dengan oligohidramnion yang berkepanjangan menyebabkan
terjadinya deformasi janin antara lain :

1. Hipoplasia pulmonal

2. Potter s fascia

3. Deformitas ekstrimitas

Pemeriksaan diagnostik awal

Pada pasien hamil yang datang dengan keluhan keluar cairan


harus dipikirkan diagnosa KPD

Tujuan umum diagnostik awal adalah :

1. Konfirmasi diagnosa

2. Menilai keadaan janin

3. Menentukan apakah pasien dalam keadaan inpartu aktif

4. Menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi


1. Pemeriksaan vaginal (vaginal toucher) harus sangat dibatasi
termasuk untuk pemeriksaaan diagnostik awal

a. VT sebelum persalinan meningkatkan kejadian infeksi


neonatus dan memperpendek periode laten.

b. Dengan menghindari VT , usaha mempertahankan


kehamilan menjadi semakin lama.

2. Pemeriksaan inspekulo harus terlebih dahulu dilakukan meskipun


pasien nampak sudah masuk fase inpartu oleh karena dengan pemeriksaan
inspekulo dapat dilakukan penentuan dilatasi servik.
3. Oleh karena infeksi intra amniotik subklinis juga sering terjadi dan
keadaan ini adalah merupakan penyebab utama dari morbiditas ibu dan
anak, maka evaluasi gejala dan tanda infeksi pada pasien harus dilakukan
secara teliti

4. Tanda infeksi yang jelas terdapat pada infeksi lanjut antara lain :
demam, takikardi, uterus tegang, getah vagina berbau dan purulen

5. Diagnosa dini infeksi intraamniotik dilakukan dengan pemeriksaan


:

o 1. Leukositosis > 15.000 plp

o 2. Protein C-reactive

6. Deteksi infeksi cairan amnion dilakukan dengan amniosentesis

Penatalaksanaan KPD tergantung pada sejumlah faktor, antara lain :

(1) Usia kehamilan

(2) Ada atau tidak adanya chorioamnionitis

A. Kehamilan yang disertai Amnionitis.

Pada kasus KPD yang disertai dengan adanya tanda-tanda infeksi


chorioamnionitis harus dilakukan terminasi kehamilan tanpa memperhatikan usia
kehamilan.Sebelum terminasi kehamilan, diberikan antibiotika spektrum luas
untuk terapi amnionitis

B. Kehamilan aterm tanpa amnionitis


Pada kehamilan aterm, penatalaksanaan KPD tanpa disertai amnionitis
dapat bersifat aktif (segera melakukan terminasi kehamilan) atau ekspektatif
(menunda persalinan sampai maksimum 12 jam).

Penatalaksanaan ekspektatif :

1. Tirah baring

2. Pemberian antibiotika spektrum luas

3. Observasi tanda inpartu dan keadaan ibu dan anak

4. Bila selama 12 jam tak ada tanda-tanda inpartu dan keadaan umum
ibu dan anak baik maka dapat dilakukan terminasi kehamilan

5. Bila selama masa observasi terdapat :

1. a. Suhu rektal > 37.60C

2. b. Gawat ibu atau gawat janin

6. Maka kehamilan harus segera diakhiri

Penatalaksanaan aktif :

Kehamilan segera diakhiri dengan cara yang sesuai dengan indikasi dan
kontraindikasi yang ada.Baik pada penatalaksanaan aktif atau ekspektatif, harus
diberikan antibiotika spektrum luas untuk mencegah terjadinya amnionitis.

C. Kehamilan preterm tanpa amnionitis

Prinsip penatalaksanaan tidak berbeda dengan penatalaksanaan pada


kehamilan aterm tanpa amnionitis. Perbedaan terutama pada antisipasi terhadap
resiko chorioamnionitis yang lebih tinggi.
Pada kehamilan > 34 minggu, penatalaksanaan sama dengan penatalaksanaan
pada kehamilan aterm tanpa amnionitis.

Pada kehamilan kurang dari 24 minggu, resiko pecahnya ketuban dini


terhadap ibu sangat tinggi. Pada usia kehamilan ini, pemberian steroid, tokolitik
dan antibiotika tidak memberi manfaat bagi janin. Penatalaksanaan kasus seperti
ini dapat secara aktif atau ekspektatif (poliklinis) dengan pengawasan dan
informasi pada pasien yang baik dan sepenuhnya tergantung dari kehendak pasien
dengan memperhitungkan segala resiko terhadap ibu dan anak.

Pada kehamilan antara 24 32 minggu, sejumlah intervensi klinik


sepertinya dapat memperpanjang masa kehamilan dan memperbaiki out come.

Setelah diagnosa KPD ditegakkan maka dapat dilakukan pemberian:

1. Antibiotika

Tak seperti halnya pada persalinan preterm tanpa KPD, pemberian antibiotika
spektrum luas pada kasus KPD pada kehamilan preterm nampaknya memberikan
dampak yang baik dalam hal memperpanjang usia kehamilan dan perbaikan
outcome neonatal.

2. Kortikosteroid

Banyak ahli yang memberikan rekomendasi penggunaan kortikosteroid pada


kasus KPD preterm > 32 minggu dengan syarat tidak terdapat tanda amnionitis.

Pada populasi yang diteliti terlihat adanya manfaat yang bermakna dari pemberian
kortikosteroid dalam penurunan angka kejadian RDS-respiratory distress
syndrome, Necrotizing Enterocolitis dan perdarahan intraventricular .

3. Tokolitik
Belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan tokolitik saja dapat
memperbaiki out come perinatal.

Pada umumnya pemberian tokolitik pada kasus Preterm KPD dibatasi selama 48
jam hanya untuk memberikan kesempatan bagi pemberian kortikosteroid dan
antibiotika.

D. Penatalaksanaan pasien secara poliklinis

Terhadap pasien preterm KPD dengan usia kehamilan kurang dari 32


minggu yang masih tetap tidak menunjukkan tanda-tanda inpartu selama masa
observasi, air ketuban sudah tak keluar lagi dan tidak terdapat tanda
oligohidramnion, ibu tidak menderita demam dan tak terdapat tanda-tanda
iritabilitas uterus dimungkinkan untuk keluar rumah sakit (perawatan poliklinik)
dengan advis khusus dan persetujuan pasien.Status pasien tersebut adalah sebagai
pasien poliklinik dengan pengamatan sangat ketat.

Di rumah, pasien diminta untuk istirahat total, tidak bersetubuh dan


mencatat suhu rektal setiap 6 jam dan datang ke RS bila terdapat tanda-tanda
amnionitis

Setiap minggu pasien datang untuk perawatan antenatal dan dilakukan


pemeriksaan suhu tubuh, non stress test setelah kehamialn 28 minggu, penilaian
ultrasonografi untuk melihat pertumbuhan janin dan AFI- amniotic fluid index

Permasalahan : apakah jenis penatalaksanaan pasien seperti diatas tidak


memberikan resiko yang sangat tinggi terhadap ibu dan anak, mengingat bahwa
pengamatan poliklinis tidak mudah untuk dilaksanakan oleh pasien khususnya
untuk golongan sosial ekonomi rendah.

http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/ketuban-pecah-dini.html
DAFTAR PUSTAKA

1. Asrat T et al: Rate of recurrence of preterm rupture of the


membranes in consecutive pregnancies. Am J Obstet Gynecol 165,1111-
1115, 1991

2. American College Of Obstetrician and Gynecologist : Perinatal


care at the treshold of viability. Practice Bulletin No.38 September 2002

3. Bullard I, Vermillion S, Soper D: Clinical intraamniotic infection


and the outcome for very low birth weight neonates [abstract] Am J Obstet
Gynecol 187;S73, 2002

4. Cunningham FG et al : Preterm Labor in Williams Obstetrics ,


22nd ed, McGraw-Hill, 2005

5. DeCherney AH. Nathan L : Late Pregnancy Complication in


Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw
Hill Companies, 2003

6. Lewis DF, Adair CD, Robichaux A et al: Antibiotic therapy in


preterm rupture of membranes : Are seven days necessary ? A preliminary,
randomized clinical trial. Am J Obstet Gynecol 188;1413, 2003

Anda mungkin juga menyukai