Anda di halaman 1dari 18

Daily Repetitive Transcranial Magnetic

Stimulation for Poststroke Upper Limb


Paresis in the Subacute Period

Abstract

Latar belakang:
Kami melakukan secara acak, double-blind, sham-controlled studi untuk menilai
keberhasilan dalam pemulihan motoric dan keselamatan dari daily repetitive
transcranial magnetic stimulation (rTMS) pada pasien dengan stroke subakut.

Metode:
41 pasien secara acak ditugaskan untuk berada pada kelompok stimulasi yang nyata
atau palsu. Setiap pasien menjalani rehabilitasi rutin disertai dengan serangkaian 10
hari 5-Hz rTMS dari ipsilesional korteks primer bermotor (M1) atau stimulasi palsu.
Hasil utama adalah pemulihan motor yang dievaluasi dengan Brunnstorm stages
(BS). Hasil sekundernya adalah perbaikan pada Fugl-Meyer Assessment FMA),
kekuatan pegangan, National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS), Functional
Independence Measure (FIM), pengukuran kuantitas dari pergerakan menekan jari,
dan insidens dari efek samping yang terjadi.

Hasil:

39 pasien menyelesaikan studi dan dimasukkan kedalam analisis. Kelompok rTMS


nyata menunjukan perbaikan tambahan dalam skor BS tangan pada pemeriksaan
follow-up terakhir dibandingkan dengan kelompok yang pura-pura. Kekuatan
pegangan, skor NIHSS motor, dan jumlah jari yang dapat menekan pada tangan yang
terkena meningkat pada kelompok dengan stimulasi nyata namun tidak pada
kelompok palsu. Skor pada BS ekstermitas atas, skor FMA distal ekstermitas atas,
skor total NIHSS, dan skor FIM motor menunjukan perbaikan dari baseline pada
titik-titik waktu sebelumnya hingga setelah rTMS yang nyata. Tidak ada perbaikan
tambahan dalam skor lainnya setelah rTMS nyata dibandingkan dengan yang pura-
pura. Tidak ada efek samping serius yang diamati

Kesimpulan:

Hasil penelitian kami menunjukan bahwa setiap hari rTMS dengan frekuensi tinggi
dari M1 ipsilesional dapat ditoleransi dan dapat memfasilitasi pemulihan motor
pada tangan yang lumpuh pada pasien dengan stroke subakut

Pendahuluan

Gangguan motoric pasca stroke tidak hanya mengurangi kualitas hidup dan aktivitas
sehari-hari pasien, namun jga memiliki dampak social yang besar akibat hilangnnya
produktivitas. Dengan pemikiran ini, upaya telah dilakukan untuk meningkatkan
hasil fungsional pasien pasca stroke yang sedngan menjalani rehabilitasi. Salah satu
pendekatan tersebut adalah repetitive transcranial magnetic stimulation (rTMS),
dengan tujuan untuk memfasilitasi pemulihan fungsi motor pasca stroke. Terdapat
dua pendekatan umum yang telah dianjurkan. Salah satunya adalah dengan rTMS
dengan frekuensi rendah (1Hz atau kurang) untuk area kontralesional pada motor
korteks primer untuk mengurangi rangsangan yang berlebihan dan dengan
demikian mengurangi hambatan untuk sisi ipsilesional interhemispheric
berlebihan. Pendekatan lain melibatkan rTMS dengan frekuensi yang lebih tinggi
(lebih besar dari 1 Hz), atau stimulasi rangsang, untuk memfasilitasi penurunan
rangsang kortikal pada sisi yang terkena stroke. Di masa lalu, ada berbagai laporan
tentang penggunaan frekuensi rendah rTMS untuk contralesional M1, dan frekuensi
tinggi rTMS untuk ipsilesional M1 dengan tujuan neurorehabilitasi. Sekitar setengah
dari studi ini telah melibatkan pasien dengan tahap infark kronis. Meskipun
beberapa studi telah menunjukan perbaikan pada pasien stroke akut baik sebagai
hasil dari stimulasi contralesional dengan frekuensi rendah dan sebagai hasil dari
stimulasi ipsilesional dengan frekuensi tinggi. Beberapa percobaan acak double-
blind terkontrol telah menyelidiki keberhasilan stimulasi ipsilesional dengan
frekuensi tinggi pada pasien dengan stroke subakut. Pemulihan fungsional setelah
stroke dikatakan paling menonjol pada periode waktu 3 bulan setelah onset, kite
menemukan bahwa dibandingan rTMS pada tahap kronis, efek add-on mungkin
lebih besar diaplikasikan pada saat tahap awal. Untuk mempelajari efek add-on dari
rTMS pada pasien dengan iskemik dan hemoragik subakut stroke, kami melakukan
acak, double-blind, studi parallel untuk menguji hipotesis bahwa 10 sesi harian dari
rTMS, kombinasi dengan rehabilitasi rutin, meningkatkan hasil pemulihan fungsi
motoric pada pasien stroke subakut.

Metode

Pasien

Ini adalah double-blind, sham-controlled, studi parallel secara acak yang dlakukan di
3 pusat (rumah sakit universitas dan 2 rumah sakit rehabilitas) di Jepang dari
September 2010 sampai Desember 2012. Kami mendaftarkan pasien dengan
ketentuan sebagai berikut:

1. 20 tahun
2. gangguan motorik pada ekstermitas atas yang disebabkan iskemik atau
hemoragik sroke (BS lengan 5 atau BS tangan 5)
3. dalam waktu 8 minggu terdapat serangan stroke.

Kriteria eksklusi:

1. lumpuh total pada ejstermitas atas (BS lengan = 1 dan BS tangan = 1)


2. kontraindikasi untuk rTMS, seperti implantasi cardiac pacemaker
3. rTMS sebelumnya
4. Aphasia, dementia, gangguan psikologis, atau keinginan bunuh diri
5. Riwayat epilepsy
6. Kehamilan

Penelitian secara acak terkontrol ini dilakukan sesuai dengan Declaration of Helsinki
and Japanese Ethical Guidelines for clinical stuies. Protokol penelitian secara
menyeluruh dan disetujui oleh dewan ulasan kelembagaan dan komite etika semua
lembaga yang berpatisipasi (nomer persetujuan 098278-2). Protokol itu dicapai
pada 1 September 2010 dan percobaan klinis terdaftar dengan Japanese University
Hospital Medical Information Network Clinical Trials Registry, nomor
UMIN000007594. Semua pasien diberikan tertulis persetujuan dan persetujuan
sebelum pendaftaran

Randomisasi

Para peserta direkrut dari dua rumah sakit khusus rehabilitasi, dimana mereka
menerima rehabilitasi setiap hari. Pengacakan dilakukan dengan metoode
permutasi blok yang dihasilkan computer oleh statistic pihak ketiga setelah
mendapat konfirmasi dari pasien yang layak, sebelum dimulainya penelitian. Pasien
secara acak ditugaskan untuk mendapat perlakuan dari kelompok1 dan 2 (rTMS
nyata ditambah terapi rehabilitasi biasa dibandingkan dengan stimulasi palsu
daitambah terapi rehabilitasi biasa) sesuai dengan umur (<65 dan 65 tahun),
tingkat keparahan gejala (skor BS tangan 3 [parah] dan 4 [ringan]), dan institusi.
Para pasien diidentifikasikan dengan nomor urut yang dietapkan pada pengacakan.
Pemberitahuan tugas diutus hanya kepada penyidik yang melakukan intervensi
rTMS. Para pasien dan penilai buta untuk tugas kelompok sampai peneiltian selesai.

Prosedur

Sesi stimulasi dilakukan setiap hari selama 10 hari berturut-tuurut kecuali akhir
pekan, setelah evaluasi follow-up yang dilakukan selama 2 minggu ke depan di
setiap rumah sakit rehabilitasi. Pada prinsipnya, stimulasi dimulai pada hari Senin
(hari ke-1) dan selesai pada hari Jumat minggu berikutnya (hari ke-12) dengan
follow up sampai Senin minggu ke-4 (hari 29). Rehabilitasi standard dilakukan
setiap hari, termasuk akhir pecan dan hari libur, selama dan setelah masa studi.
Terapi fisik dan Terapi okupasi disediakan dan terapi bicara untuk pasien yang
membutuhkan. Pada kebanyakan kasus terapi dimulai dalam waktu 1 jam setelah
selesainya sesi rTMS. Rehabilitasi harian terdiri dari 8 sesu terapi masing-masing
berlangsung selama 20 menit. Dari sesi ini, terapi okupasi dibuat untuk 3 sesi
perhari, termasuk pelatihan motoric kasar pada proximal ekstermitas atas,
pelatihan ketangkasan tangan bagian dexter, peltihan gerakan terkoordinasi dengan
kedua tangan, dan praktek untuk aktivitas sehari-hari.

Evaluasi ini dilakukan oleh penilai yang buta terhadap tugas kelompok. Gambar 1
menunjukan jadwal waktu evaluasi. Semua evaluasi kecuali untuk pengukuran
menekan jari dilakukan sebelum sesi rehabilitasi pada awal, dan pada hari ke 5
(pengkajian 1), 12 (pengkajian 2), dan 29 (pengkajian 3). Mereka termasuk BS
lengan, BS tangan, BS ekstremitas bawah, Fugl- Meyer Assessment (FMA) skor total,
skor FMA proksimal ekstremitas atas (bahu, siku, dan lengan fungsi motorik), skor
FMA distal ekstremitas atas (pergelangan dan fungsi motorik tangan) , handgrip
kedua tangan, National Institutes of Scale Kesehatan Stroke (NIHSS) skor total, skor
NIHSS lengan bermotor, Fungsional Independence Measure (FIM) skor motorik, dan
skor FIM kogniitif. Tiga hari sebelum dimulainya rangsangan, estimasi objektif dari
pergerakan menekan jari diperoleh dengan menggunaakan system dengan sensor
magnetic (UB-1; Finger Tapping Movement Ana- lyzer; Hitachi Corporation, Tokyo,
Japan) yang terus dipantau dengan jarak antara 2 kumparan melalui metode.
Dengan system ini, kami secara kuantitatid mengukur total jarak yang ditempuh,
amplitude rata-rata maksimum, rata-rata kecepatan pembukaan maksimum, rata-
rata penutupan maksimum, mengestimasi total energy yang digunakan (jumlah
kuadrat kecepatan) dan jumlah jari yang menekan selama 30 detik sehubungan
dengan gerakan dari jari telunjuk dan ibu jari dari kedua tangan Tes yang sama
dilakukan setelah setelsainya semua seri stimulasi individual (hari ke 15-17).

Sebelum periode rangsangan, lokasi dari kenop tangan M1 yang terkena hemisphere
ditentukan dengan transcranial magnetic stimulation navigation system (Brainsight;
Rogue Research Inc., Montreal, Quebec, Canada). Lokasi ini lalu akan ditandai pada
kulit kepala dan diukut sehingga lokasi yang sama dapat cepat ditentuka nlagi tanpa
system navigasi. rTMS diterapkan dengn coil angka 8 (MC B-70; Medtronic
Functional Diagnos- tics A/S, Skovlunde, Denmark; or no. 9925-00; Magstim Co Ltd,
Whitland, United Kingdom) yang terhubung ke magnetic stimulator (MagPro,
Medtronic Functional Diagnostics A/S; or Magstim Rapid, Magstim), dimana
tersedia pengulangan nadi biphasic. Pasien diposisikan dengan posisi supine, dan
kepala mereka difiksasikan. Target yang ditentukan berdasarkan tanda yang
sebelumnya telah dibuat dan penyesuaian yang baik dari lokasi coil dibuat untuk
mengkonfirmasi tempat yang optimal sehubungan dengan deteksi visual dari otot
yang berkedut jika terdapat otot yang berkedut yang akan diamati. Ambang motoric
untuk beristirahat didefinisikan sebagai intensitas minimal yang diperlukan
setiaknya untuk mendorong 1 otot yang terlihat berkedut di sisi yang terkena
dampak pada sesi pada saat sesi dasar, yang sesuai yang telah ditentukan
menggunakan elektromiogram dan intensital dari rTMS yang nyata ditetapkan
untuk 90% dari ambang istirahat motoric pada hari itu. Pada pasien tanpa otot yang
berkedut, intentitas rTMS nyata ditetapkan pada 100 A/ mikrodetik untuk MagPro
atau hasil yang maksimum untuk Magstim Rapid, yang kira-kira setara dengan
intensitas stimulus. 500 denyut nadi/ sesi dikirim ketangan M1 pada hemisphere
yang terkena (10 pelatihan dari 5 Hz selama 10 detik dengan 50 detik inter train
interval). Stimulasi palsu diterapkan dengan parameter yang sama seperti stimulasi
nyata, Namun coil di letakkan pada sudut 90 dari kulit kepala. Standar pada
penggunaan yang amat dari rTMS diikuti pada studi ini.

Pengukuran penekanan jadi dan lokasi dari kenop tangan M1 diambil di Rumah
sakit Universitas Osaka. Evaluasi lainnya, rTMS harian, dan rehabilitasi diambil di 2
rumah sakit rehabilitasi

Analisis Statistik

Titik akhir primer point adalah BS. Titik akhir sekunder adalah skor FMA, skor
kekuatan genggam, skor NIHSS, skor FIM, pengukuran penekenan jari, dan kejadian
efek samping. Target dengan jumlah nyata 20 dan pura-pura 20 subjek diputuskan
berdasarkan studi rTMS, dari yang kami harapkan perbaikan BS 1,3 dalam
kelompok stimulasi nyata dan 0,35 pada kelompok stimulasi palsu dengan standard
deviasi yang sama yaitu 1,0. Kami menghitung jumlah sampel dengan kekuatan 80%
pada level dari 0,05 untuk mendeteksi efek rTMS, memungkinkan untuk tingkat
drop out 5%. Masa studi diproyeksikan 2 tahun, dan tidak ada analisis sementara
yang direncakan. Perbedaan karakteristik pasien dan skor antara 2 kelompok yang
ditugaskan di periksa dengan 2 sampel t Test untuk data kontinu, Mann-Whitneys
U-test untuk data ordinal (BS, FMA, NIHSS< dan FIM skor) dan Fishers exact test
untuk data nominal. Mengenai analisis khasiat rTMS , pertama, peningkatan dari
waktu ke waktu sehubungan dengan skor dasar akan dievaluasi dalam setiap
kelumpok menggunakan paired t-test untuk pengukuran jari menekan, analisis
variasi pengukuran berulang (dengan faktor subjek, waktu (baseline, hari ke-5, 12,
29) untuk hangrip, dan tes Friedmen untuk evaluasi lainnya dengan skala ordinal
(BS, FMA, NIHSS, dan FIM). Kedua, pada skor peningkatan kecuali untuk
pengukuran penekanan jari, kami menggunakan Dunnett multiple comparisons atau
Wilcoxson signed ranks tests dengan Bonferroni correction sebagai analisis post hoc
untuk evaluasi perbaikan dari skor awal pada setiap titik waktu setelah stimulasi.
Ketiga, perbedaan dalam perbaikan pada evaluasi terakhir antara 2 kelompok di
evaluasi dengan 2 sample t-test untuk pengukuran penekanan jari dan handgrip dan
Mann-Whitneys U-tests untuk evaluasi lainnya. Untuk semua perbandingan,
temuan dengan P value kurang dari 0,05 dianggap signifikan secara sraristik. Data
dianalisis dengan JMP Pro 11.2.1 software (SAS In- stitute Inc., Cary, NC), dan the
Statistics Toolbox implemented in MATLAB 8.3.0 (MathWorks Inc., Natick, MA).

Hasil
Gambar 2 menunjukan profil trial. 41 pasien yang terdaftar dalam penelitian ini. 20
pasien ditugaskan untuk kelompok stimulasi nyata dan 21 untuk kelompk palsu. 2
subjek pada kelompok nyata gagal untuk menyelesaikan penelitian. 1 pasien tidak
suka sensasi stimulasi pada kulit kepala setelah 1 latihan dalam 10 detik dari
stimulasi pada hari pertama. Pasien lainnya juga menolak sementara perawatan
dalam bentuk lain seperti rehabilitasi rutin selama 1 minggu awal stimulasi. 39
pasien akhirnya dimasukkan kedalam analisis setelah penghapusan 2 pasien karena
evaluasi tidak dapat dilakukan sama sekali setelah intervensi awal.
Tabel 1 menunjukan karakteristik dasar pasien dari 39 pasien yang dianalisis. USia
rata-rata peserta berusia 62,9 13,8 tahun, dan rata-rata durasi postonset pada
awal intervensi adalah 45,5 9,0 hari (kisaran, 25-56 hari). Satu pasien dengan
kerusakan psrsial daerah tangan M1 termasuk dalam setiap kelompok. Tidak ada
perbedaan dalam karakteristik awal, skor, dan uukuran lesi antara kelompok
stimulasi nyata dan palsu, kecuali untuk skor kognitif FIM.

Perbaikan pada BS (hasil Primer)

BS dari semua daerah )lengan, tangan, and tungkai bawah) mengalami perbaikan
secara seignifikasn dari waktu kw waktu sehubungan dengan skor dasar dari edua
kelompok nyata dan palsu (tabel 2).
Gambar 3 menunjukan perubahan dari nilai dasar di BS. Beberapa perbandingan
menunjukan bahwa ekelompok stimulasi nyata mencapai perbaikan awal dari
baseline pada skor BS lengan dan tangan dibandingkan dengan kelompok stimulasi
palsu. Skor BS lengan mengalami perbaikan secara signifikan pada hari ke-12 dan
29 pada kelompk stimulasi nyata namun pada kelompok stimulasi palsu hanya pada
hari ke-29. Skor BS ekstermitasbawah tidak menunjukan perbaikan yang signifikan
pada salah satu titik waktu setelah dilakukannya stimulasi. Perbaikan atas skor
dasar dalam skor BS tangan di hari ke-29 secara signifikan lebih besar pada
kelompok stimulasi nyata daripada kelomopok simulasi pura-pura (p= 0.037).
Walaupun perbaikan skor BS lengan memiliki tendensi lebih besar dibandingkan
kelompok stimulasi nyata, perbedaan antara kelompok nyata dan palsu tidak
signifikan untuk skor lengan dan ekstermitas bawah (P= 0.294) dan P=0.747).

Perbaikan pada FMA, Kekuatan Handgrip, NIHSS, dan Skor FIM

Total skor FMA, skor FMA proksimal ekstermitas atas, skor FMA distal ekstermitas
atas, skor total NIHSS, dan subskor FIM meningkat secara signifikan dari waktu ke
waktu sehubungan dengan skor dasar pada kedua kelompok stimuasi yang nyata
dan palsu. Skor kekuarang genggam untuk sisi nonaffected tidak secara signifikan
meningkat dari waktu ke waktu pada kelompok stimulasi nayta maupun palsu.
Sementara itu, pada sisi affected, hanya kelompok stimulasi nyata yang menunjukan
peningkatan skor kekuatan genggam. Skor NIHSS motoric lengan secara signifikan
meningkat hanya pada kelompok stimulasi nyata namun tidak pada stimulasi palsu
(Tabel 2). Beberapa perbandingan menunjukan bahwa kelompok stimulasi nyata
mencapai perbaikan awal dari baseline skor FMA distal ekstermitas atas, total skor
NIHSS, dan skor FIM motoric saat dibandingkan dengan kelompok stimulasi palsu.
Skor FMA distal secara signifikan meningkat pada hari ke-12 dan 29 pada kelompok
stimulasi nyata namun hanya pada hari ke-29 untuk kelompok stimulasi palsu. Total
skor NIHSS secara signifikan mengalami perbaikan pada semua titik waktu untuk
kelompok stimulasi nyata namun tidakuntuk kelompok stimulasi palsu. (tabel 3)
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok stimulasi nyata dan palsu
pada perbaikan di salah satu titik sekunder lebih dari skor baseline pada hari ke-29

Gerak Finger Tapping

Ada peningkatan yang signifikan dalam jumlah ketukan pada kelompok stimulai
nyata (P=0,006), sedangkan tidak ada signifikansi yang diamati pada kelompok
stimulasi palsu (P=0,092). Perubahan dari baseline tidak ada perbedaan signifikan
antara 2 kelompok (P=0,068). Tidak ada peningkatan yang signifikan terlihat pada
total jarak tempuh, rata-rata amplitudo maksimum, rata-rata kecepatan pembukaan
maksimum, rata-rata kecepatan penutupan maksimum, atau estimasi dari total
energi yang dikonsumsi (Tabel 4).
Adverse Event (efek samping)

Tidak ada efek samping serius yang diamati selama atau setelah rangsangan selama
2 minggu periode follow-up setelah selesainya semua rangsangan. Seperti yang
pernah disebutkan, 1 subjek menari diri dari protocol karena ketidak nyamanan.
Kebetulan, kemudian ia ingin melanjutkan stimulasi, setelah ia merasakan bahwa
pola stimulasi yang sama telah membuatnya relaks dan memberikan kenyamanan.

Diskusi

Pada double-blind studi acak terkontrol RTMS harian menargetkan daerah tangan
M1 menunjukan efek fasilitas pemulihan motoric tangan yang lumpuh pada pasien
dengan iskemik dan hemoragik subakut stroke tanpa adanya efek samping yang
serius. Stimulasi nyata menyediakan perbaikan yang lebih baik pada skor BS tangan
pada follow-up terakhir dibandingkan dengan yang palsu. Skor kekuatan pegangan,
skor NIHSS motoric lengan, dan jumlah gerakan jari secara signifikan mengalami
perbaikan hanya setelah dilakukannya stimulasi nyata. Stimulasi nyata menunjukan
perbaikan awal pada skor BS lengan, skor BS tangan, skor FMA distalekstermitas
atas, skor total NIHSS, dan skor motoric FIM. Namun, hal itu tidak menunjukan efek
pemulihan pada motoric kai yang lumpuh, atau skor untuk aktivitas sehari-hari.

Pengaruh rTMS pada pemulihan motoric paska stroke telah diteliti sekitar lusinan
artikel, dimana rTMS dengan frekuensi tinggi pada ipsilesional M1 atau frekuensi
rendah pada contralesional M1 diterapkan sesuai dengan hipotesis keseimbangan
interhemispheric. Meta analisis terbaru melaporkan pasien stroke yang mengalami
pemulihan memiliki efek yang positif pada pemulihat motoric pada pasien dengan
stroke, terutama bagi mereka yang memiliki subkortikal stroke. Diantara penelitian
ini menggunakan frekuensi tinggi rTMS, 3 studi dari kelompok yang sama
melbatkan pasien paska stroke tahap akut, satu pada tahap subakut, 3 pada tahap
kronis, serta 2 di beragai tahap. Dua penelitian untuk pasien stadium kronis gagal
untuk menunjukan efek positif pada rTMS dengan frekuensi tinggi pad fungsi
motoriknya, sedangkan yang lainnya melaporkan efek yang positif. Namun, tiga dari
penelitian ini adalah bukan atau pseuoderandomized tudi dan lainnya dianggap
memiliki risiko yang tidak jelas dalam pemilihan seleksi bias pada generasi urutan
acak dan/atau prosedur allocation concealment oleh Chochrane reviw dan meta
analisis. Sebuah evidence based guidelines dikeluarkan oleh kelompok ahli dari
Eropa menyatakan bahwa mungkin ada efek kemungkinan dari rTMS dengan
frekuensi rendah pada kontralesion M1 pada stroke motoric akut ( rekomendasi
level C) dan efek yang memungkinkan dari rTMS Frekuensi tinggi pada M1
ipsilesional stoke motoric akut dan kronis (level C). Dalam penelitian kami,
perbaikan pada fungsi motoric dtunjukkan dengan cara double-blind, acak. Hasil
dari penelitian kami menunjukkan bahwa manfaat dari rTMS lebih terlokalisasi
pada daerah tertentu yang dirangsang, dalam kasus kami, sisi yang terkena
(stimulasi untuk kenop tangan M1). Temuan ini konsisten dengan hasil dari
penelitian sebelumya, yang menguji mengenai efek dari rTMS dengan frekuensi
yang tinggi pada M1 yang sesuai dengan tangan yang mengalami kelompohan pada
pasien post stroke periode subakut. Chang et al melaporkan rTMS yang nyata, dama
hubungannya dengan praktek motoric, telah menghasilkan peningkatan yang lebih
besar dalam skor Motricity index, namun tidak untuk skor ekstermitas bawah,
sampai 3 bulan setelah kejadian stroke. Selain itu, kekuatan genggam pada tangan
yang affected engalami perbaikan hanya pada kelompok stimulasi nyata lebih awal
pad astudi ini. Sasaki et al juga melaporkan adanya perbaikan pada kekuatan
genggam dan frekuensi pergerakan jari pada pasien stroke subakut atau akut
setelah 5 sesi fekuensi tinggi rTMS, yang konsisten dengn hasil kami. Hasil kami bisa
memperkuat bukti efek positif pada pemulihan motoric setelah multisession rTM
dengan frekuensi tinggi selama periode subakut saat pasien menjalani rehabilitasi .

Kami focus pada periode subakut setelah stroke dalam penelitian ini, karena dalam
masa beberapa bulan setelah onset stroke dianggap sebagai periode emas untuk
memulai terapi restoradi eksogen, sebagai perbaikan endiken berkaitan dengan
mencapai titik puncak, dan fungsi reorganisasi, dan perubahan plastic terlihat pada
otak. Studi lainnya, neurorehabilitasi menunjukan hasil yang lebih baik dan
peningkatan yang paling sering terjadi secara general terjadi pada 3 bulan pertama
setelah onset stroke. Selain itu, rTMS dengan frekuensi tinggi pada ipsilesional M1
menunjukan hasil yang menguntungkan untuk tahap aku t pada pasien post stroke,
sedangkan tidak ada keuntungkan yang signifikan pada tahap kronik dilihat dari 2
penelitian. Hal ini menunjukan bahwa rTMS dengan frekuensi tinggi mungkin
setidaknya harus dilakukan pada pasien dengan periode subakut.

Studi terbaru menyarankan spinal mechanism untuk efek pda rTMS. Hal ini
melaporkan bahwa rTMS dengan frekuensi tinggi pada ipsilesional M1 telah
menekan F-waves, yang diduga hasil dari peningkatan efek penghambatan pada
rangsangan tulang belakang. Dalam penelitian kami, pengukuran pergerakan jari
menunjukan peningkatan yang signifikan dilihat dari jumlah ketukan pada
kelompok stimulasi nyata, yang juga telah diamati pada studi sebelumnya, Hal ini
mungkin disebabkan adanya pelemahan kelenturan setelah rTMS frekuensi tinggi.

Dalam penelitian ini, perbandingan langsung antara kelompok stimulasi nyata


danpalsu mengungkapkan bahwa, efek positif yang signifikan, tapi sederhana
terbatas pada perbaikan skor BS tangan, Meskimpun komponen ekstermitas atas
dalam skor lainnya cenderung menunjukan peningkatan yang lebih s=besar
stimulasi nyata, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam FMA, NIHSS, dan skor
FIM antara 2 kelompok. Temuan serupa terlihat dalam penelitian yang disebutkan
diatas dilaporkan oleh Chang et all terdapat tambahan pemulihan motoric terlihat
pada penelitian terbaru masiih sederhana, oleh karena itu, khasiat dari rTMS perlu
ditingkatkan. Untuk meningkatkan efikasi dari rtMS, ada beberapa metode yang
meungkinkan yang dapat di manfaatkan. Rangsangan suprathreshold dikatakan
untuk memberikan hasil yang lebih menguntungkan, khasiat dari rTMS mungkin
dapat ditingkatkan dengan meniingkatkan intensitas stimulasi dengan intensitas
yang lebih tinggi dari rangsangan dalam pedoman penggunaan yang aman dari
rTMS. Selain itu, beberapa penilitian terbaru ini meneliti khasiat coupling inhibitory
dan fasilitasi rTMS menunjukan hasil yang lebih menguntungkan jika dibandingkan
dengan sesi tunggal rTMS sendiri.

Salah satu keuntungan klinis utama dari rTMS adalah difatnya yang non-invasif.
Penelitian ini dan penelitian sbeelumnya tidak dilaporkan setiap efek samping yang
serius setelah rTMS untuk pengobatan pasien pasca stroke. Penggunaan sehari-hari
rTMS frekuensi tinggi selama periode subakut tampaknya aman pad apasien pasca
stroke.

Penelitian kami memiliki beberapa potensial keterbatasan. pertama, studi kami


terbatas untuk mengevaluasi lebih dri 4 minggu. Hasil selama periode follow-up
harus dipertimbangkan untuk evaluasi studi di masa depan. Kedua, hasil positif
yang sedifkit pada skor BS tangan harus ditafsirkan secara hari-hati. Disosiasi
antara hasil skor BS tangan dan skor FMA distal ekstermitas atas dapat disebabkan
oleh perbedaan karakteristik masing-masing skor; skor BS adalah skala 6 point,
sedangkan skor FMA disktal ekstermitas atas terdiri dari skala 3-titik di 8 tugas
motoric (skor total 24). Atau mungkin terdapat kemungkinan adanya overestimasi
akibat evaluasi kasar pada BS. Tiga, kondisi dasar kognitif dalam kegiatan hidup
sehari-hari adalah tidak seimbang pada kelompok yang dialokasikan. Jenis stroke
dan lokasi subjek kami adalah heterogen, dan jumlah subjek sedikit untuk analisis
subgroup. 3 faktor stratifikasi tidak optimal akibat jumlah subjek yang sedikit pada
peneliian ini. Penelitian lebih lanjut pada populasi yang lebih besar dengan faktor
stratifikasi optimal seperti lokasi stroke yang harus dilakukan untuk memperjelas
berbagai peran dari rTMS pada pasien pasca stroke.

Kesimpulan

Hasil kami menunjukkan bahwa setiap hari rTMS dengan frekuensi tinggi pad
aipsilesional M1 dapat ditoleransi dan secara sederhana dapat membasilitasi
penyembuhan motoric kelumpuhan tangan pada pasien iskemik dan hemoragik
subakut stroke. Penelitian lebih lanjut menyelediki kondisi yang lebih efektif juga
diperlukan untuk membangun terapi rTMS sebagai utilisasi klinis praktis

Anda mungkin juga menyukai