Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dokter Keluarga
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang
menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit,
dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi
oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh
atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik
berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu
yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti
secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya.6
llmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh
spektrum ilmu kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan
dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan masyarakat
dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial
budaya.6

1. Karakteristik
a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang
melainkan sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai
anggota masyarakat sekitarnya.6
b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan
sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang
disampaikan.6
c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya
penyakit dan mengenal serta mengobati penyakit sedini mungkin

4
d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-
baiknya.6
e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan
tingkat pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan
lanjutan .6
2. Tujuan Pelayanan Kedokteran Keluarga

a. Tujuan umum

Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.7

b. Tujuan khusus


Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan
kedokteran yang lebih efektif.7


Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan
kedokteran yang lebih efisien.7

3. Manfaat

a. Dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai


manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang
disampaikan.6,7

b. Dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan


dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan.6,7

c. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih


baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan
kesehatan saat ini.6,7

d. Dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga


penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai
masalah lainnya.6,7

5
e. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan maka
segala keterangan tentang keluarga tersebut baik keterangan
kesehatan ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan
dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi. 6,7

f. Dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi


timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis. 6,7

g. Dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tatacara


yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan
meringankan biaya kesehatan. 6,7

h. Dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih


yang memberatkan biaya kesehatan. 6,7

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas


sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua
macam: 6,7

a. Kegiatan yang dilaksanakan

Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus


memenuhi syarat pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh
cmc (comprehensive medical services). Karakteristik cmc :

1) Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua


jenis pelayanan kedokteran yang dikenal di masyarakat.
2) Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-
kotak ataupun terputus-putus melainkan diselenggarakan
secara terpadu (integrated) dan berkesinambungan
(continu).

3) Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan


kedokteran tidak memusatkan perhatiannya hanya pada

6
keluhan dan masalah kesehatan yang disampaikan penderita
saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya.

4) Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati


hanya dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang
terkait (comprehensive approach) yaitu sisi fisik, mental
dan sosial (secara holistik).

b. Sasaran Pelayanan

Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu


unit.Pelayanan dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan
dan tuntutan kesehatan keluarga sebagai satu kesatuan, harus
memperhatikan pengaruh masalah kesehatan yang dihadapi
terhadap keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga
terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota
keluarga. 6

B. Hipertensi dalam Kehamilan


1. Definisi
Hipertensi dalam pada kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat
kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan
atau lebih setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang
sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai 140/90
mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan
diastolik 15 mmHg di atas nilai normal.3
2. Epidemiologi
Di USA preeklamsia terjadi sekitar 6-8 % dari seluruh kehamilan.
Rata-rata eklamsia adalah 0,05 %. Preeklamsia berhubungan dengan
angka rata-rata morbiditas dan mortalitas perinatal yang tinggi.
Preeklamsia adalah penyebab kematian maternal tertinggi kedua,
sekitar 12-18 % dari kehamilan yang berhubungan dengan kematian

7
maternal. Wanita berkulit hitam mempunyai resiko relatif 2 kali lebih
besar untuk preeklamsia dibandingkan wanita berkulit putih
sedangkan wanita yang lebih muda mempunyai resiko relatif 3 kali
lebih besar untuk preeklamsia dibandingkan wanita yang lebih tua.
Preeklampsia adalah penyakit yang umumnya ditemukan pada
primigravida dan usia ibu yang ekstrim. Gangguan hipertensi
mengenai hampir 8% gestasi dan pre-eklampsia mengenai sekitar 5-
7% kehamilan, dengan insiden 23,6 kasus per 1000 kelahiran di
Amerika serikat, di Singapura 0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia 3,4-
8,5%. Dari penelitian tahun 1980 didapatkan kasus pre-eklampsia
4,78%. Pre-eklampsia dan eklampsia menyebabkan 90% kematian ibu
hamil di negara berkembang. Sekitar 15% kelahiran prematur
diindikasikan karena pre-eklampsia. Selain itu, data tahun 1990-1999
menunjukkan peningkatan 40% jumlah kasus pre-eklampsia. Akan
tetapi, perbedaan kriteria diagnosis dan pencatatan yang kurang baik
menyebabkan sulitnya membandingkan frekuensi pre-eklampsia pada
populasi yang berbeda. Peningkatan angka kematian merupakan
penanda primer kualitas perawatan bukannya penanda frekuensi
penyakit.
3. Klasifikasi
a. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis seteiah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12
minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia
hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria
c. Eklampsia
preeklampsia yang disertai dengan kejang-keiang dan atau
koma

d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia


hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau
hipertensi kronik disertai proteinuria

8
e. Hipertensi gestasional
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipenensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersaiinan atau kehamilan dengan tanda-tanda
preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.

Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis antara hipertensi kronik, hipertensi gestasional dan preeklampsia10

Hipertensi
Gambaran Klinis Hipertensi Kronik Preeklampsia
Gestasional
Saatnya Muncul Kehamilan <20 Biasanya trimester Kehamilan <20
Hipertensi minggu III minggu
Derajat HT Ringan-berat Ringan Ringan-berat
Proteinuria Tidak ada Tidak ada Biasanya ada
Serum Urat > 5,5 Jarang Tidak ada Ada pada semua
mg/dl kasus
Hemokonsenterasi Tidak ada Tidak ada Ada pada kasus
preeklampsi berat
Trombositopenia Tidak ada Tidak ada Ada pada kasus
preeklampsi berat
Disfungsi Hati Tidak ada Tidak ada Ada pada kasus
preeklampsi berat

4. Faktor Resiko
Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial.
Beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah9,10
a. Faktor maternal
1) Usia maternal

9
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah
usia 20-30 tahun. Komplikasi maternal pada wanita hamil
dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5
kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi
pada usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang kurang,
dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap
remaja primigravida mempunyai risiko yang lebih besar
mengalami hipertensi dalam kehamilan dan meningkat lagi
saat usia diatas 35 tahun.
2) Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada
kehamilan pertama. Jika ditinjau dari kejadian hipertensi
dalam kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan
kedua sampai ketiga.
3) Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan.
Hal tersebut dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga
dengan hipertensi dalam kehamilan.
4) Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan
dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, dimana komplikasi tersebut dapat
mengakibatkan superimpose preeclampsi dan hipertensi
kronis dalam kehamilan
5) Tingginya indeks massa tubuh
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi
karena kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang
bisa menjadi faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit
degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi dalam
kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik dan
berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan

10
lain. Hal tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak
berlebih dalam tubuh.
6) Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada
ibu hamil dapat menyebabkan hipertensi dalam kehamilan.
Hal tersebut berhubungan dengan kerusakan glomerulus
yang menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi
pembuluh darah.
b. Faktor Kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan
kehamilan ganda berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan.
Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih sering
terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi kembar dua,
didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan satu kasus kematian
ibu karena eklampsi.11

5. Patofisiologi
Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patofisiologi dan
patogenesa dari Preeklampsia menurut Dekker G. A., Sibai B. M.,
(1998) sebagai berikut:
1. Iskemia Plasenta. Peningkatan deportasi sel tropoblast yang
akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri sperialis dan akan
menyebabkan iskemia pada plasenta.

11
Gambar 1. Patofisiologi Pre-Eklampsia

2. Mal Adaptasi Imun. Terjadinya mal adaptasi imun dapat


menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada arteri
spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel dipicu oleh
pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetic Inprenting. Terjadinya preeklampsia dan eklampsia
mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan
dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin
tergantung pada genotip janin.
4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein(VLDL) dan
Toxicity Preventing Activity (TxPA). Sebagai kompensasi untuk
peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-
esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar
albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak
non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan
menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di
mana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA
maka efektoksik dari VLDL akan muncul.

12
Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri,
tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi
tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta. Menurut Jaffe dkk.
(1995), pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang
mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta
yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis.
Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding
arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua
kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan
sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan
intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.

13
Gambar 2 . Skema Patogenesis Preeklampsia (Robson S. C.,1999)1

14
Gambar 3. Vasokontriksi pembuluh darah Pada Pre-
Eklampsia

Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-


zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid
peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan
terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas
jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert J. M.,
2004). Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat
toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada
sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang
dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah
pada organ-organ penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat
yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat
oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium
I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi
vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan
kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus.

15
Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam
tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi
disfungsi dan kegagalan organ seperti:
Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan
hipertensi.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan
oedema paru dan oedema menyeluruh.
Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan
coagulopathi.
Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi
hati.
Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan
kejang, kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.
Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio plasenta.
Menurut Hubel (1989), Vasokonstriksi merupakan dasar
patogenesis Preeklampsia. Vasokonstriksi menimbulkan
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi.
Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada
endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran
arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu
Hubel mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis
akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter
yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.
Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase
lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan
peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan
mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah
hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan
hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal
bebas. Apabila keseimbangan antara perok sidase terganggu,
dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul
keadaan yang disebut stess oksidatif.

16
6. Diagnosa
Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya
gejala, penyakit terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup
sehari-hari. Gejala dapat berupa nyeri kepala, gangguan visus, rasa
panas dimuka, dispneu, nyeri dada, mual muntah dan kejang.
Penyakit terdahulu seperti hipertensi dalam kehamilan, penyulit
pada pemakaian kontrasepsi hormonal, dan penyakit ginjal.
Riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan sosial, merokok
dan minum alkohol.10,12
Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien
dalam posisi duduk di kursi dengan punggung bersandar pada
sandaran kursi, lengan yang akan diukur tekanan darahnya,
diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi penyangga.
Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu ketat
melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak memungkinkan
duduk, dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu 30 menit
sebelumnya tidak boleh minum kopi dan obat dan tidak minum
obat-obat stimulant adrenergik serta istirahat sedikitnya 5 menit
sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah.14
Alat yang dipakai untuk mengukur tekanan darah adalah
sphygmomanometer. Letakkan manset atau bladder cuff di tengah
arteri brachialis pada lengan kanan, sisi bawah manset kurang lebih
2,5 cm diatas fosa antecubital. Manset harus melingkari sekurang-
kurangnya 80% dari lingkaran lengan atas dan menutupi 2/3 lengan
atas. Menentukan tekanan sistolik palpasi dengan cara palpasi pada
arteri radialis dekat pergelangan tangan dengan dua jari sambil
pompa cuff sampai denyut nadi arteri radialis menghilang. Baca
berapa nilai tekanan ini pada manometer, kemudian buka kunci
pompa. Selanjutnya untuk mengukur tekanan darah, cuff dipompa
secara cepat sampai melampaui 20-30 mmHg diatas tekanan

17
sistolik palpasi. Pompa dibuka untuk menurunkan mercury dengan
kecepatan 2-3 mmHg/detik. Tentukan tekanan darah sistolik
dengan terdengarnya suara pertama (Korotkoff I) dan tekanan
darah diastolik pada waktu hilangnya denyut arteri brakhialis.14
Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk sangat praktis,
untuk skrining. Namun pengukuran tekanan darah dengan posisi
berbaring, lebih memberikan hasil yang bermakna, khususnya
untuk melihat hasil terapi. Pengukuran tekanan darah tersebut
dilakukan dalam dua kali atau lebih.14
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai
komplikasi kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini
preeklampsi yang merupakan akibat dari hipertensi kehamilan.
Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
secara Esbach dan Dipstick. Pengukuran secara Esbach, dikatakan
proteinuria jika didapatkan protein 300 mg dari 24 jam jumlah
urin. Nilai tersebut setara dengan kadar proteinuria 30 mg/dL (+1
dipstick) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil dari proteinuria
dengan metode dipstick adalah:15
+1 = 0,3-0,45 g/L
+2 = 0,451 g/L
+3 = 13 g/L
+4 = > 3 g/L.
Prevalensi kasus preeklampsi berat terjadi 95% pada hasil
pemeriksaan +1 dipstick, 36% pada +2 dan +3 dipstick.

7. Penatalaksanaan
Penanganan hipertensi harus terus dilakukan hingga bayi dapat hidup
di luar kandungan. Di negara berkembang preeklampsia merupakan

18
penyebab penting kelahiran bayi prematur. Bayi sengaja dilahirkan
lebih awal demi kesehatan ibu. Hal ini menyebabkann angka
morbiditas bayi meningkat. Oleh karena itu, bila pengelolaan
hipertensi dilakukan dengan baik maka kelahiran bayi prematur dapat
dihindrari.10
Penggunaan antihipertensi pada preeklampsia dimaksudkan untuk
menurunkan tekanan darah dengan segera demi memastikan
keselamatn ibu tanpa mengesampingkan perfusi plasenta untuk fetus.
Terdapat banyak pendapat tentang penentuan batas tekanan darah
untuk pemberian antihipertensi. Batas tekanan darah yang dipakai
adalah 160/110 mmHg dan MAP (mean arterial pressure) 125
mmHg.10
Studi lain menyebutkan pemberian antihipertensi sudah dilakukan
ketika tekanan darah sistolik mencapai 140-170 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90-110 mmHg dengan taget penurunan darah
mencapai MAP 125 mmHg. Penurunan tekanan darah dilakukan
secara bertahap dimana tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu
1 jam. Hal ini untuk mencegah terjadinya penurunan aliran darah
uteroplasenter.10
Jenis antihipertensi yang diberikan kepada pasien dapat sangat
bervariasi. Di RSUP Kariadi digunakan kombinasi nifedipin dan
metildopa dalam pengelolaan preeklampsia berat. Bagaimanapun
antihipertensi yang ideal adalah yang dapat bekerja dengan cepat,
bersifat poten, dan aman bagi ibu maupun janin. Beberapa
antihipertensi yang dapat diberikan pada kasus preeklampsia secara
oral sebagai berikut.10

19
Gambar 1. Obat Preeklampsia

Gambar 2. Rekomendasi Obat Berdasarkan Umur Kehamilan

20

Anda mungkin juga menyukai