Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Operasi filtrasi pada kasus glaukoma merupakan penanganan yang lebih

efektif dibandingkan penggunaan obat dalam mencegah progresifitas penyakit. Hal

ini disebabkan karena adanya faktor penyulit yang biasanya terjadi pada penggunaan

obat-obatan misalnya ketidak tersediaan obat, lokasi jauh dari klinik mata, ketaatan

pasien rendah (Allingham et al., 2005).

Trabekulektomi sebagai metode operasi filtrasi yang paling sering dikerjakan

mempunyai kendala yaitu terjadinya kegagalan filtrasi humor akuos akibat

terbentuknya jaringan fibrosis antara sklera dan subkonjungtiva. Fibrosis ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:1) ras,yaitu lebih banyak terjadi pada ras kulit

hitam 2) usia, yaitu anak-anak lebih mudah terjadi fibrosis 3) perdarahan

subkonjungtiva 4) benang yang bersifat reaktif dan 5) reaksi peradangan. Penyebab

lain kegagalan filtrasi adalah terbentuknya membran yang menutup lubang

sklerotomi, yaitu yang terjadi pada glaukoma neovaskular dan glaukoma pada

sindroma iridocorneal endothelial (ICE) (Moster & Azuara-Blanco, 2010)

Implan drainase glaukoma ditujukan untuk mempertahankan aliran humor

akuos dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva dengan jalan memasang saluran

dari bilik mata depan ke lempengan dibawah konjungtiva. Implan drainase tersebut

diindikasikan untuk kasus glaukoma yang gagal dengan operasi trabekulektomi, dan

kasus-kasus glaukoma yang sulit misalnya glaukoma afakia, glaukoma neovaskular

dan glaukoma pada anak (Mehta & Mehta, 2006).

1
2

Saat ini struktur implan yang popular terdiri dari 2 bagian yaitu tube dan

lempengan. Berdasarkan spesifikasi tube dan lempengan tersebut, terdapat beberapa

macam implan drainase yaitu: implan Molteno, Baerveldt, Krupin, Ahmed dan

OptiMed. Secara garis besar implan dibagi menjadi 2 golongan yaitu yang memakai

katup dan tanpa katup. Katup berfungsi untuk mengatur aliran humor akuos supaya

tidak berlebihan sehingga dapat mencegah terjadinya hipotoni okular (Singh et al.,

2013).

Penelitian-penelitian mendapatkan bahwa desain implan drainase glaukoma

mempengaruhi insidensi komplikasi pasca operasi, terutama hipotoni awal dan

diplopia. Implan berkatup Ahmed dan Krupin mempunyai insidensi hipotoni pasca

operasi lebih kecil dibandingkan dengan implan tanpa katup Molteno (Dubey et

al.,2015). Keberhasilan berbagai imacam implan drainase glaucoma pada penelusuran

jurnal sebanyak 148 buah, didapatkan bahwa keberhasilan penurunan tekanan intra

ocular (TIO) di bawah 22mmHg setelah pengamatan 1,5 tahun sampai 2,5 tahun

adalah sebagai berikut: implant Molteno sebesar 75 %, implant Baerveldt sebesar 77

%, implant Ahmed sebesar 79 % dan implant Krupin sebesar 72 % (Hong et al.,

2005).

Kegagalan fungsi implan tersebut disebabkan oleh karena sumbatan fibrin,

terbentuknya kapsul fibrosis, migrasi tube dan ekstrusi tube. Hal yang penting pada

kejadian-kejadian tersebut adalah terjadinya adhesi protein dan gerakan mikro

implant, padahal yang diharapkan adalah implan mempunyai kemampuan

mengalirkan humor akuos lebih teratur dan tidak mudah tertutup oleh fibrin sehingga
3

mempunyai daya guna yang lebih baik dalam menurunkan tekanan intra okular pada

kasus glaukoma (Lim et al., 1998).

Komplikasi penggunaan implan drainase yang paling sering adalah terjadinya

hipotoni okular yang dapat menyebabkan flat anterior chamber sehingga terjadi

dekompensasi endotel kornea (Allingham et al., 2005). Penelitian Taglia et al. (2002)

yang membandingkan implan tanpa katup Molteno, dengan katup Krupin dan Ahmed

mendapatkan komplikasi hipotoni beserta akibatnya sebesar 19 % pada implan

Molteno, 38 % pada implan Krupin dan 0 % pada implan Ahmed. Komplikasi

hipotoni dan efusi khoroid pada penggunaan implan Ahmed dilaporkan oleh Dubey et

al. (2015) sebesar 10,9 %, ptisis bulbi 1,8 %, hilang penglihatan sebesar 1,8 % dan

tersentuhnya kornea sebesar 3,6 %, sedangkan kegagalan akibat penyumbatan implan

sebesar 3,6 % .

Katup semilunar telah digunakan pada alat drainase cairan serebrospinal pada

kasus hidrosefalus dan diketahui mempunyai kelebihan dibandingkan slit karena

lebih stabil dalam hal hemodinamik. Katup tersebut lebih mudah membuka dan

menutup sehingga debris yang melewatinya mudah keluar, debris tidak melekat pada

tepi katup yang dapat menyebabkan penutupan katup tidak sempurna. Penutupan

katup yang tidak sempurna dapat mengakibatkan terjadinya aliran yang berlebihan

(Sudiharto, 2004). Diharapkan dengan penggunaan katup tersebut pada implan

drainase untuk penanganan kasus glaukoma dapat memberikan hasil yang lebih baik

dari pada implan sebelumnya yang menggunakan katup slit atau lembaran elastomer.
4

B. Pertanyaan penelitian

Bagaimana daya guna implan drainase berkatup semilunar dalam menurunkan

tekanan hidrostatik?

C. Tujuan penelitian

Tujuan umum: Mencari alternatif desain implan drainase untuk memperbaiki

kelemahan implan yang sudah ada.

Tujuan khusus: Menentukan daya guna implan drainase glaukoma berkatup

semilunar dalam menurunkan tekanan hidrostatik sampai ke nilai tekanan normal

bola mata.

D. Manfaat penelitian

Jika terbukti implan drainase glaukoma dengan katup semilunar mempunyai

daya guna untuk menurunkan tekanan hidrostatik sampai ke nilai tekanan mata

normal, maka implan tersebut dapat diteliti lebih lanjut guna mendapatkan bukti

bahwa implan drainase berkatup semilunar dapat digunakan sebagai alat penurun

tekanan mata yang tinggi pada pasien glaukoma.

E. Keaslian penelitian

1. Moss & Trope (2008) meneliti tekanan penutupan katup pada implan Ahmed

silikon tipe FP7 menggunakan cara in vitro berdasarkan aliran dan gravitasi, dan

tekanan diukur langsung melalui manometer. Pada 6 implan Ahmed yang diteliti,

setelah 90 menit tekanan masuk bervariasi antara 1,4 13,5 mmHg, tekanan

penutupan katup kurang dari 5 mmHg terdapat pada 3 katup. Kesimpulan dari

penelitian tersebut bahwa secara in vitro model Ahmed F7 menunjukkan tekanan


5

penutupan katup yang sangat bervariasi yang menyebabkan problema dalam klinik,

misalnya terjadi hipotoni.

2. Sudiharto (2004) meneliti penggunaan katup semilunar pada shunt ventriculo-

peritoneal dibandingkan dengan katup konvensional. Telah dibuktikan bahwa

pengguna katup semilunar mempunyai tekanan intra kranial yang lebih stabil pada

berbagai posisi tubuh, sehingga fungsi sebagai katup lebih baik daripada katup

konvensional yang berbentuk longitudinal.

Katup semilunar sampai saat ini belum pernah digunakan pada implan

drainase glaukoma. Pada penelitian ini dilakukan pengujian daya guna implan

drainase glaukoma yang menggunakan katup semilunar sebagai katup pengatur aliran

cairan.

Anda mungkin juga menyukai