Anda di halaman 1dari 44

IMPLEMENTING STRATEGY: THE BALANCED SCORECARD AND THE VALUE

CHAIN

Perusahaan memilih untuk berkompetensi, baik pada strategi kepemimpinan biaya (cost
leadership) maupun diferensiasi (differentiation), sebagaimana dijelaskan pada bab
sebelumnya. Mempertimbangkan berbagai cara untuk mengimplementasikan strategi
kompetitif: (1) analisis SWOT, (2) fokus pada pelaksanaan, (3) analisis rantai nilai (value
chain analysis), serta (4) kartu skor berimbang (balanced scorecard) dan peta strategi
(strategy map).

Analisis Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (Strengths-Weakness-Opportunities-


Threats-SWOT)
Salah satu langkah pertama dalam mengimplementasikan strategi adalah mengidentifikasi
faktor-faktor penentu kesuksesan (critical success factors-CSF) yang harus menjadi fokus
perusahaan untuk meraih kesuksesan. Analisis SWOT (SWOT analysis) merupakan prosedur
sistematis untuk mengidentifikasi CSF yang dimiliki oleh perusahaan: kekuatan dan
kelemahan internal, serta peluang dan ancaman eksternal. Kekuatan adalah keterampilan dan
sumber daya yang dimiliki perusahaan jauh melebihi perusahaan lain. Keterampilan atau
kompetensi yang secara khusus digunakan perusahaan dengan sangat baik disebut
kompetensi utama (core competencies).
Kekuatan dan kelemahan paling mudah diidentifikasikan dengan cara melihat sumber
daya spesifik yang ada dalam perusahaan:
- Lini produk
- Manajemen
- Penelitian dan pengembangan
- Operasi
- Pemasaran
- Strategi
Keterampilan atau kompetensi yang secara khusus digunakan perusahaan dengan sangat
baik disebut kompetensi inti. Peluang dan ancaman dapat diidentifikasi dengan cara melihat
faktor-faktor yang ada di luar perusahaan. Peluang merupakan situasi menguntungkan yang
penting dalam lingkungan perusahaan. Sebaliknya, ancaman merupakan situasi-situasi yang
paling tidak menguntungkan di lingkungan. Peluang dan ancaman paling mudah

1
diidentifikasikan dengan cara melakukan analisis terhadap industri dan kompetitor
perusahaan.
- Hambatan untuk masuk
- Intensitas kompetisi di antara kompetitor
- Tekanan dari produk pengganti
- Kekuatan posisi tawar pelanggan
- Kekuatan posisi tawar pemasok

Analisis SWOT mengarahkan analisis strategis dengan memfokuskan perhatian pada


kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat)
yang sangat penting bagi kesuksesan perusahaan. Langkah terakhir dalam analisis SWOT
adalah mengidentifikasi ukuran-ukuran kuantitatif dari faktor-faktor penentu kesuksesan
(CSF). Faktor-faktor penentu kesuksesan kadang-kadang disebut juga tawaran nilai, di mana
faktor-faktor penentu kesuksesan mewakili proses yang sangat penting dalam perusahaan
yang menyampaikan nilai bagi pelanggan.

Pelaksanaan
Pelaksanaan yang efektif membutuhkan pernyataan strategi ringkas yang jelas
dikomunikasikan dalam organisasi. Pelaksanaan yang efektif juga membutuhkan pendekatan
proses bisnis kepada manajemen, di mana CSF jelas diidentifikasi, dikomunikasikan, dan
ditindaklanjuti. Karakteristik CSF yang dilaksanakan manajemen bergantung, tentu saja, pada
jenis strategi. Untuk perusahaan dengan strategi kepemimpinan biaya, CSF cenderung terkait
dengan kinerja operasional dan mutu. Sedangkan untuk perusahaan yang terdiferensiasi,
mungkin lebih berfokus pada pelanggan atau inovasi. Baik perusahaan dengan strategi
kepemimpinan biaya maupun perusahaan dengan strategi diferensiasi juga dapat
meningkatkan pelaksanaan melalui penentuan tolok ukur (benchmarking) dan perbaikan mutu
total (total quality improvement).

Analysis Value Chain


Analisis rantai nilai (Analysis Value Chain) adalah alat analisis strategi yang digunakan
untuk lebih memahami keunggulan kompetitif perusahaan, mengidentifikasi di mana nilai
bagi pelanggan dapat ditingkatkan atau biaya dapat diturunkan, dan lebih memahami
hubungan perusahaan dengan pemasok, pelanggan, dan perusahaan lainnya dalam industri
yang sama.

2
Istilah rantai nilai (chain value) digunakan karena setiap aktivitas dimaksudkan untuk
menambahkan nilai pada produk atau jasa bagi pelanggan. Rantai nilai dapat dioperasikan
melalui tiga fase, secara berurutan: (1) hulu, (2) operasi, (3) hilir. Fase hulu mencakup
pengembangan produk dan hubungan perusahaan dengan pemasok; operasi mengacu pada
operasi manufaktur atau, untuk paritel atau perusahaan jasa, operasi terlibat dalam penyediaan
produk atau jasa; tahap hilir mengacu pada hubungan dengan pelanggan, mencakup
pengiriman, pelayanan, dan aktivitas terkait lainnya. Beberapa istilah yang mengacu pada
analisis fase hulu disebut juga manajemen rantai pasokan dan yang mengacu pada analisis
fase hilir disebut manajemen hubungan pelanggan.
Penentuan bagian atau bagian-bagian mana dari rantai nilai untuk ditempati adalah
analisis strategis berdasarkan pertimbangan keunggulan kompetitif dari masing-masing
perusahaan, yaitu, di mana perusahaan dapat menyediakan nilai terbaik pada konsumen akhir
pada biaya serendah mungkin.
Analisis rantai nilai mempunyai dua langkah:
Langkah 1. Mengidentifikasi Aktivitas Rantai Nilai.
Langkah 2. Mengembangkan Keunggulan Kompetitif dengan Menurunkan Biaya atau
Menambah Nilai.

Analisis Rantai Nilai pada Produksi Komputer


TAMPILAN 2.4
Analisis Rantai Nilai
Untuk Perusahaan Manufaktur CIC

Aktivitas Nilai Pilihan 1: Melanjutkan Pilihan 2: Memproduksi


Operasi Saat Ini Komponen dan
Mengontrak Pihak Ketiga
untuk Menangani Fungsi
Pemasaran, Distribusi, dan
Pelayanan

Memperoleh bahan baku CIC tidak terlibat pada langkah CIC tidak terlibat pada
ini dalam rantai nilai. langkah ini dalam rantai nilai.

3
Memproduksi chip CIC tidak terlibat pada langkah CIC tidak terlibat pada
komputer ini dalam rantai nilai; biaya langkah ini dalam rantai nilai;
suku cadang ini adalah $200 bagi CIC, biaya suku cadang
bagi CIC. ini adalah $200.

Memproduksi komponen CIC membeli suku cadang CIC memproduksi suku


sebesar $300 untuk setiap suku cadang ini dengan biaya $190
unit. per unit ditambah biaya
bulanan sebesar $55.000

Merakit Biaya bagi CIC adalah sebesar Biaya bagi CIC adalah
$250 sebesar $250

Memasarkan, Biaya bagi CIC adalah sebesar CIC mengontrakkan pada


mendistribusikan, dan $175.000 per bulan JBM Enterprises sebesar
memperbaiki $130 per unit terjual.

Lima Langkah Pengambilan Keputusan Strategis untuk Manufaktur CIC


1. Menentukan isu strategis seputar masalah ini. CIC berkompetisi sebagai pembeda
yang didasarkan pada pelayanan terhadap pelanggan, inovasi produk, dan keandalan;
pelanggan membayar lebih untuk produk sebagai akibatnya.
2. Identifikasi tindakan alternatif. CIC menghadapi dua keputusan, pertama adalah
apakah membuat atau membeli suku cadang tertentu. Keputusan kedua adalah apakah
melanjutkan untuk memasarkan, mendistribusikan, dan menyediakan produknya atau
melakukan alih daya yang mengatur aktivitas JBM Enterprises.
3. Memperoleh informasi dan melakukan analisis dari alternatif. Keputusan pertama:
CIC mengkalkulasikan biaya bulanan untuk membeli dan untuk memproduksi dimana
biaya produksi lebih rendah sehingga terjadi penghematan. Keputusan kedua: CIC
mengkalkulasikan biaya bulanan untuk melakukan kontrak dengan JBM Enterprises.
4. Didasarkan pada strategi dan analisis, memilih dan mengimplementasikan alternatif
yang diharapkan. Keputusan pertama: sebagai pembeda yang didasarkan pada kualitas
produk dan inovasi. Keputusan kedua: Sebagai pembeda yang didasarkan pada
pelayanan pelanggan.

4
5. Menyediakan evaluasi yang berkelanjutan mengenai efektivitas implementasi pada
Langkah 4. Pihak manajemen CIC menyadari bahwa kualitas produk dan pelayanan
terhadap pelanggan sangat penting bagi kesuksesan perusahaan.

Balance Scocecard And The Value Chain


Balance scorecard-BSC dan peta strategi merupakan alat-alat utama untuk implementasi
strategi. BSC mengimplementasikan strategi dengan menyediakan alat pengukuran kinerja
komprehensif yang mencerminkan ukuran-ukuran yang sangat penting untuk kesuksesan
strategi perusahaan dan dengan demikian menyediakan sarana untuk mensejajarkan
pengukuran kinerja pada perusahaan dengan strategi perusahaan. Peta strategi juga digunakan
untuk mengimplementasikan strategi, tetapi bertentangan dengan fokus pengukuran kinerja
pada BSC, peran utama peta strategi adalah mengembangkan dan mengkomunikasikan
strategi di seluruh organisasi. Dalam jumlah, BSC menyediakan struktur ukuran kinerja dan
peta strategi yang menyediakan peta perjalanan yang dapat digunakan perusahaan untuk
melaksanakan strategi.
BSC terdiri dari empat perspektif atau pengelompokan faktor-faktor penentu kesuksesan:
(1) perspektif keuangan, mencakup ukuran kinerja keuangan seperti pendapatan operasi dan
arus kas; (2) perspektif pelanggan, mencakup ukuran kepuasan pelanggan; (3) perspektif
proses internal, mencakup di antaranya ukuran produktivitas dan kecepatan; serta (4)
pembelajaran dan inovasi, mencakup ukuran seperti jumlah jam pelatihan karyawan dan
jumlah hak paten atau produk baru. BSC memberika lima keuntungan potensial:
1. Sarana untuk menelusuri kemajuan terhadap pencapaian tujuan strategis.
2. Sarana untuk mengimplementasikan strategi dengan mengalihkan perhatian manajer
pada faktor-faktor penentu kesuksesan yang secara strategis relevan, dan memberikan
mereka penghargaan atas pencapaian faktor-faktor ini.
3. Kerangka kerja yang dapat digunakan perusahaan untuk mencapai perubahan
organisasi yang diharapkan dalam hal strategi, dengan memberikan perhatian dan
penghargaan atas pencapaian faktor-faktor yang merupakan bagian dari strategi baru.
4. Alasan yang adil dan obyektif bagi perusahaan dalam menentukan kompensasi dan
promosi dari setiap manajer.
5. Kerangka kerja yang mengoordinasikan seluruh upaya perusahaan untuk mencapai
faktor-faktor penentu kesuksesan.

5
Mengimplementasikan Balance Scorecard
Untuk dapat mengimplementasikan secara efektif, salah satunya BSC harus:
- Memiliki dukungan yang kuat dari manajemen puncak.
- Secara akurat mencerminkan strategi perusahaan.
- Mengkomunikasikan strategi organisasi secara jelas kepada seluruh manajer dan
karyawan, yang memahami dan menerima kartu skor.
- Memiliki proses yang meninjau dan memodifikasi kartu skor sebagai strategi
organisasi dan perubahan sumber daya.
- Dikaitkan dengan sistem imbal jasa dan kompensasi; manajer dan karyawan memiliki
insentif yang jelas yang dikaitkan dengan kartu skor.
- Mencakup proses untuk menjamin keakuratan dan keandalan informasi pada kartu
skor.
- Memastikan bahwa bagian yang relevan dari kartu skor mudah diakses bagi mereka
yang bertanggung jawab untuk ukuran, dan bahwa informasi juga aman, hanya
tersedia bagi mereka yang berwenang memiliki informasi.

Balance Scorecard Mencerminkan Strategi


BSC dapat dipandang sebagai jalan dua arah. Ketika BSC dirancang untuk membantu
mengimplementasikan strategi, BSC harus mencerminkan strategi. Seseorang harus dapat
mengetahui strategi perusahaan dengan mempelajari secara saksama BSC perusahaan itu.
Tema yang kuat pada keseluruhan kartu skor adalah pentingnya inovasi dan produk baru. Hal
ini tampaknya sangat sesuai dengan perusahaan yang sukses melalui diferensiasi berdasarkan
kualitas dan inovasi, dan kartu skor mencerminkan hal tersebut.

Penentuan Waktu, Sebab Akibat, dan Ukuran Terkemuka dalam Balance Scorecard
Pandangan lain tentang BSC bagi perusahaan elektronik akan mengungkapkan beberapa
ukuran yang mungkin harus diambil setiap hari atau setiap minggu (penjualan atau jumlah
produk cacat) dan beberapa ukuran harus diambil setiap bulan atau lebih jarang (arus kas,
tingkat pengembalian total modal). Dengan demikian, BSC bukan satu-satunya dokumen
yang ditampilkan pada siklus mingguan atau bulanan yang diterapkan, tetapi merupakan
ukuran yang akan diperbaharui pada waktu yang tepat.

6
Peta Strategi
Peta strategi (strategy map) merupakan diagram sebab akibat dari hubungan antara
perspektif BSC. Manajer menggunakan peta strategi untuk menunjukkan bagaimana
pencapaian tujuan dalam setiap perspektif memengaruhi pencapaian tujuan dalam perspektif
lainnya, dan pada akhirnya keseluruhan kesuksesan perusahaan. Bagi sebagian besar
perusahaan, tujuan akhir dinyatakan dalam kinerja keuangan, dan untuk perusahaan publik
secara khusus, dalam nilai bagi pemegang saham. Dengan demikian, perspektif keuangan
dalam BSC menjadi tujuan akhir dalam peta strategi.

Ilustrasi Peta Strategi: Martin & Carlson Co.


Untuk mengilustrasikan bagaimana peta strategi dan kartu skor berimbang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi, kita akan mengambil contoh, Martin &
Carlson Co., produsen mebel kelas atas. Penilaian dimulai dengan pertimbangan terhadap
misi dan strategi perusahaan. Pertama, menentukan misi perusahaan dan strategi
kompetitifnya. Kedua, menggunakan analisis SWOT dan analisis rantai nilai untuk
mengembangkan strategi lebih lanjut. Ketiga, menentukan kartu skor berimbang dan peta
strategi bagi perusahaan, yang akan membutuhkan pengidentifikasian dan pengaitan tujuan,
teknik-teknik manajemen, dan faktor-faktor penentu kesuksesan.
TAMPILAN 2.6
Ekuitas Kepemilikan
Peta Strategi
Untuk Martin & Carlson Tingkat
Pengembalian
Investasi
Pertumbuhan Pengurangan
pendapatan biaya setiap unit dan
Keuangan untuk setiap unit
aliran nilai

Meningkatkan Mengurangi
Meningkatkan kepuasan
waktu untuk
profitabilitas pelanggan

Pelanggan

Internal Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan


Inovasi produk kualitas produktivitas

Pembelajaran Mengkomunikasikan Meningkatkan Meningkatkan


dan Strategi di seluruh pemakaian keterampilan
Pertumbuhan organisasi teknologi karyawan

7
Tujuan-tujuan keuangan adalah pertumbuhan pendapatan, penurunan biaya, dan
peningkatan tingkat pengembalian investasi (yang akan dicapai dengan pertumbuhan
pendapatan dan penurunan biaya). Demikian pula, tujuan-tujuan tersebut ditetapkan untuk
tiga perspektif lain dari BSC, berhati-hati untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut
dapat selalu konsisten terhadap misi dan strategi perusahaan. Perhatikan bagaimana tujuan-
tujuan tersebut dikaitkan untuk menunjukkan hubungan sebab akibat antara tujuan-tujuan
tersebut. Contohnya, meningkatkan kepuasan pelanggan (tujuan pelanggan) harus secara
positif memengaruhi pertumbuhan pendapatan (tujuan keuangan). Langkah berikutnya adalah
menentukan bagaimana cara mencapai dan mengukur tujuan-tujuan tersebut. Langkah
terakhir adalah menentukan ukuran tersebut, ketika mencapainya, akan menunjukkan
kemajuan pada tujuan-tujuan yang diharapkan.

Memperluas Balance Scorecard dan Peta Strategi: Kesinambungan Usaha


Tiga target dikenal sebagai kesinambungan usaha (sustainability), yaitu penyeimbang
tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam tiga dimensi kinerja. Kinerja ekonomi diukur
dengan cara trandisional, sementara kinerja sosial berkaitan dengan kesehatan serta
keselamatan karyawan dan pihak yang berkepentingan lainnya. Banyak perusahaan mengelola
kesinambungan usaha secara strategis, melalui laporan kesinambungan usaha kepada
pemegang saham.

Indikator Kepedulian mengenai Kesinambungan Usaha


Kekhawatiran terhadap kesinambungan usaha memiliki banyak dimensi. Salah satu
dimensinya adalah pemanasan global yang digarisbawahi oleh mantan wakil presiden, film
dokumentasi Al Gore, An Inconvenient Truthtanggung jawab bagi seluruh organisasi dan
konsumen; dimensi ini memandang kesinambungan usaha sebagai masalah yang ramah
lingkungan. Dimensi lainnya adalah kepedulian mengenai tenaga kerja, kesehatan, dan
keselamatan pada perusahaan di seluruh dunia, dan masalah-masalah tersebut akan
menempatkan kesinambungan usaha sebagai bagian dari manajemen risiko perusahaan.

Bagaimana Perusahaan Meresponnya


Lima alasan yang paling sering diberikan oleh responden yang disurvei untuk memilih
melaporkan tanggung jawab perusahaan adalah (1) pertimbangan ekonomi, (2) pertimbangan
etika, (3) inovasi dan pembelajaran, (4) motivasi karyawan, serta (5) manajemen risiko atau
penurunan risiko. Banyak responden merasakan bahwa pelaporan pertanggungjawaban akan
8
mengakibatkan peluang bisnis, penurunan risiko, peningkatan reputasi etika, dan kemudahan
yang lebih besar dalam mempekerjakan pekerjaan terampil.

Ukuran-ukuran Kesinambungan Usaha untuk Kartu Skor Berimbang


Indikator kinerja lingkungan (environmental performance indicatorEPI) merupakan
faktor-faktor penentu kesuksesan dalam perspektif kesinambungan usaha; yang
dikelompokkan ke dalam tiga kategori oleh World Resource Institute.
1. Indikator operasional yang mengukur potensi tekanan pada lingkungan.
2. Indikator manajemen yang mengukur upaya untuk mengurangi pengaruh lingkungan.
3. Indikator kondisi lingkungan yang mengukur kualitas lingkungan.

Indikator kinerja sosial (social performance indicatorSPI) mencakup:


- Indikator kondisi pekerjaan yang mengukur keselamatan dan peluang bagi pekerja:
contohnya, jumlah jam pelatihan dan jumlah cedera.
- Indikator keterlibatan masyarakat yang mengukur pencapaian di luar perusahaan
terhadap masyarakat lokal dan masyarakat yang lebih luas: contohnya, darma bakti
karyawan dan partisipasinya pada Habitat bagi Kemanusiaan.
- Indikator kedermawanan yang mengukur kontribusi langsung oleh perusahaan dan
karyawannya terhadap organisasi sosial.

Peran akuntan manajemen, dalam mengembangkan perspektif kesinambungan usaha dari


BSC, adalah untuk membuat EPI dan EFI menjadi bagian yang terintergal dalam mengambil
keputusan manajemen, tidak hanya untuk ketaatan kepada peraturan tetapi juga untuk desain
produk, pembelian, perencanaan strategis, dan fungsi manajemen lainnya.

9
Ringkasan Strategy and Industrial Analysis and The Value Chain dari Buku John K.
Shank and Vijay Govindarajan, Strategic Cost Management Ch 4 dan Ch 5.

Rantai nilai untuk tiap-tiap perusahaan di dalam industri apa saja adalah aktivitas-
aktivitas penciptaan nilai yang saling terkait mulai dari pemerolehan sumber bahan baku
dasar sampai kepada penyerahan produk atau jasa akhir kepada pelanggan.
Salah satu tema besar di dalam manajemen biaya strategik ialah menyangkut fokus
terhadap upaya-upaya dalam manajemen biaya: bagaimana sebuah perusahaan
mengorganisasikan pemikiran-pemikirannya mengenai manajemen biaya? Di dalam kerangka
manajemen biaya strategik, mengatur biaya secara efektif memerlukan fokus yang luas yang
mana Michael Porter menyebutnya dengan rantai nilai yakni, sekumpulan aktivitas
penciptaan nilai yang saling terkait. Fokus ini bersifat eksternal bagi perusahaan, di mana
masing-masing perusahaan dipandang dalam konteks keseluruhan rantai dalam aktivitas-
aktivitas penciptaan nilai yang mana hal tersebut hanyalah berupa sebuah bagian atau
tahapan, mulai dari pemerolehan bahan baku dasar sampai after-sales service.
Sebaliknya, akuntansi manajemen tradisional mengadopsi fokus yang sebagian besar
bersifat internal bagi perusahaan, di mana masing-masing perusahaan dipandang dalam
konteks dari pembelian, proses, fungsi, produk, dan pelanggan. Dengan kata lain, akuntansi
manajemen tradisional mengambil perspektif nilai tambah mulai dari pembayaran kepada
pemasok (pembelian) sampai pada penyerahan produk atau jasa kepada pelanggan
(penjualan). Tema utamanya, di dalam perspektif akuntansi manajemen tradisional, adalah
untuk memaksimalkan perbedaan (yaitu, nilai tambah) antara pembelian dan penjualan.
Pengetahuan strategik yang dihasilkan oleh analisis rantai nilai, bagaimanapun, berbeda
secara signifikan dari dan lebih unggul daripada yang disarankan oleh analisis nilai
tambah.

A. Konsep
Porter menyebutkan bahwa perusahaan dapat mengembangkan keunggulan kompetitif
secara berkelanjutan dengan menerapkan satu dari dua strategi berikut:

A low-cost strategy; atau


A differentiation strategy.

10
Low-cost Strategy. Fokus utama dari low-cost strategy adalah untuk meraih biaya
rendah secara relatif terhadap pesaing (meraih kepemimpinan biaya). Kepemimpinan biaya
dapat dicapai melalui beberapa pendekatan seperti:

Skala ekonomi dalam produksi


Experience curve effects
Pengendalian biaya secara ketat
Minimalisasi biaya pada beberapa area seperti Research and Development (R&D), service,
sales force, atau advertising.

Cost Leadership atau kepemimpinan biaya merupakan salah satu generic strategy.
Strategi ini dilakukan dengan cara memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah
dengan kualitas yang relatif sama dibandingkan dengan para pesaingnya. Untuk dapat
menjalankan strategi ini, perusahaan perlu memiliki economies of scale lebih tinggi atau
memiliki keunggulan dalam produktivitas. Dengan kata lain, perusahaan yang mengarahkan
dirinya menjadi produsen yang low-cost dalam industri untuk setiap level kualitas, maka
perusahaan tersebut telah menjalankan strategi ini. Strategi ini mempunyai dua macam
strategi turunannya, yaitu (1) produk dijual dalam rata-rata harga industri untuk meraih
keuntungan yang lebih besar dari pesaing dan (2) produk dijual di bawah rata-rata harga
industri untuk meraih market-share yang lebih luas.
Ada beberapa keadaan lingkungan yang dapat menguntungkan maupun merugikan
bagi perusahaan ketika akan menjalankan strategi kepemimpinan biaya. Ketika pembeli tidak
dihadapakan ada diferensiasi nilai terlalu banyak dengan produk lain, pembeli cenderung
sensitif terhadap harga, atau para pesaing tidak akan segera menyesuaikan harga yang lebih
rendah, maka situasi ini akan mendukung berjalannya strategi ini. Sebaliknya ketika tidak ada
perubahan dalam selera konsumen, teknologi, dan harga atau biaya; aktivitas yang diambil
untuk mencapai biaya rendah sangat langka dan mahal untuk ditiru, maka strategi ini menjadi
kurang efektif.
Dengan menjalankan strategi ini perusahaan harus lah memiliki kelebihan dalam
aspek pangsa pasar yang lebih luas ataupun akses ke sumber daya seperti bahan baku,
komponen, tenaga kerja yang lebih baik. Dengan keuntungan pada dua hal itu, dan
dikombinasikan dengan proses bisnis yang efisien, maka perusahaan dapat menjalankan
strategi ini dengan baik. Beberapa ciri bisnis proses yang efisien akan terlihat pada aspek
seperti seperti memiliki capabilities keuangan yang kuat untuk berinvestasi dalam spesific

11
assets, mampu mendesain proses produksi dengan efisien, memiliki keahlian yang tinggi
dalam industri karena learning/experience curve yang tinggi, dan memiliki jalur distribusi
yang efisien. Tanpa satu atau beberapa keuntungan ini, strategi ini dapat dengan mudah ditiru
oleh pesaing-pesaing lainnya.
Jika perusahaan yang berkompetisi tidak dapat menurunkan biaya-biaya yang sama
jumlahnya, maka perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitif berdasarkan
biaya kepemimpinan. Dapat disimpulkan bahwa cost leadership dapat diraih dengan cara (1)
Keputusan outsourcing dan vertical integration yang optimal, (2) Meningkatkan efisiensi
dalam setiap value chain, atau (3) Mendapatkan sumber input yang murah.
Perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan strategi ini meliputi Texas Instruments
pada consumer electronics, Emerson Electric pada motor listrik, Hyundai pada otomobil,
Briggs and Stratone pada gasoline engines, Black and Decker pada alat-alat bermesin,
Commodore pada bisnis mesin, K-Mart pada bisnis ritel, BIC pada pena, dan Timex pada jam
tangan.
Differentiation strategy. Fokus utama dari strategi diferensiasi adalah untuk
menciptakan sesuatu yang mana pelanggan memandangnya sebagai sesuatu yang unik.
Keunikan produk dapat dicapai melalui beberapa pendekatan seperti loyalitas merek (Coca
Cola pada industri minuman ringan), layanan pelanggan yang unggul (IBM pada bisnis
komputer), jaringan agen (Caterpillar Tractors pada bisnis peralatan konstruksi), desain
produk dan fitur produk (Hewlett Packard pada elektronik), atau teknologi (Coleman pada
bisnis peralatan kemah). Beberapa perusahaan yang telah menerapkan strategi diferensiasi
meliputi Mercedes Benz pada industri otomobil, Stouffers pada bisnis makanan beku,
Neiman-Marcus pada industri ritel, Cross pada bisnis pena, dan Rolex pada bisnis jam tangan.
Apakah atau tidak perusahaan dapat mengembangkan dan mempertahankan
kepemimpinan biaya tergantung secara mendasar pada bagaimana perusahaan mengelola
rantai nilainya secara relatif terhadap pesaing. Baik secara intuitif maupun secara teoretis,
keunggulan kompetitif dalam pasar pada akhirnya berasal dari penyediaan nilai pelanggan
yang lebih baik dengan biaya setara atau nilai pelanggan yang setara dengan biaya yang lebih
rendah. Dengan demikian, analisis rantai nilai sangat penting untuk menentukan secara persis
di segmen mana pada rantai nilai perusahaan mulai dari desain hingga distribusi biaya-
biaya dapat diturunkan atau nilai pelanggan dapat ditingkatkan.

12
B. Kerangka Rantai Nilai
Kerangka rantai nilai merupakan metode untuk membagi rantai - mulai dari bahan
baku dasar sampai kepada pelanggan terakhir ke dalam aktivitas-aktivitas strategik yang
relevan dalam rangka memahami perilaku biaya dan sumber diferensiasi. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, sebuah perusahaan biasanya hanya satu bagian dari sekumpulan
aktivitas yang lebih besar dalam sistem penyerahan nilai. Pemasok tidak hanya memproduksi
dan menyerahkan input yang digunakan di dalam aktivitas nilai perusahaan, tetapi mereka
penting pula dalam memengaruhi biaya dan posisi diferensiasi perusahaan.
Memperoleh dan mempertahankan keunggulan kompetitif bahwasanya mengharuskan
perusahaan untuk memahami keseluruhan sistem penyerahan nilai, bukan hanya bagian dari
rantai nilai di mana ia berpartisipasi. Pemasok dan saluran distribusi memiliki margin
keuntungan yang penting untuk mengidentifikasi dalam memahami biaya atau penetuan posisi
diferensiasi suatu perusahaan, karena pelanggan akhir pada akhirnya membayar semua margin
keuntungan di seluruh rantai nilai.

C. Value Chain Versus Value-Added Analysis


Konsep value chain harus dibedakan dengan konsep value added. Konsep value added
merupakan analisis nilai tambah yang dimulai dari saat pembelian bahan baku sampai dengan
produk jadi. Konsep value added menekankan pada penambahan nilai produk selama proses
produksi di dalam perusahaan. Semua biaya yang non-value added akan dihilangkan dan
perusahaan fokus pada hal-hal yang mempunyai nilai pada produk. Konsep ini mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan karena analisisnya terlalu lambat dimulai, analisis dimulai saat
bahan baku dibeli dan tidak memperhatikan saat pembentukan nilai yang terjadi pada aktivitas
yang dilakukan pemasok bahan baku tersebut; dan terlalu cepat selesai sebab analisis berakhir
saat produk selesai diproses dan mengabaikan proses distribusi produk ke tangan pelanggan
dan penanganan setelah itu (Shank dan Govindarajan, 1992). Hal ini mengakibatkan
perusahaan kehilangan kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi
hubungannya dengan pemasok dan konsumen untuk memantapkan posisinya dalam
persaingan pasar. Survey yang dilakukan terhadap para manajer di Selandia baru menunjukan
perusahaan mereka mempunyai kelemahan dalam hal: Kualitas bahan baku yang kurang
bagus, saat pengantaran bahan baku yang tidak tentu, manajemen bahan baku yang masih
kurang, dan penanganan kepuasan konsumen yang masih kurang.

13
Kelemahan ini terjadi karena perusahaan tidak mengekplorasi hubungan dengan
pemasok dan konsumen. Hubungan yang baik dengan pemasok dapat memberikan
keuntungan bagi perusahaan dalam hal peningkatan kualitas bahan baku, waktu pengantaran
bahan baku yang tepat dan biaya yang lebih rendah. Sedangkan hubungan dengan konsumen
dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam loyalitas konsumen terhadap produk
perusahaan. Di lain pihak analisis value chain merupakan analisis aktivitas-aktivitas yang
menghasilkan nilai, baik yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Konsep value chain memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai
industri. Konsep value chain lebih luas dibandingkan value added dan dapat dikatakan value
added merupakan bagian dari value chain.

D. Supplier Linkages
Perbedaan antara perspektif rantai nilai dan perspektif nilai tambah dapat dilihat secara
jelas dalam konteks masalah penjadwalan yang timbul ketika perusahaan mengabaikan total
rantai nilai. Industri otomobil menyediakan contoh yang baik.
Beberapa tahun yang lalu, sebuah perusahaan otomobil besar Amerika Serikat mulai
untuk mengimplementasikan manajemen Just-in-time (JIT) pada pabrik perakitannya. Biaya
perakitan mengambil porsi 30 persen dari penjualan. Perusahaan berpendapat bahwa
penggunaan JIT dapat mengeliminasi 20 persen dari biaya perakitan tersebut, karena biaya
perakitan pada pabrik-pabrik otomobil Jepang diketahui lebih dari 20 persen di bawah biaya
perakitan pada pabrik-pabrik otomobil Amerika Serikat. Seiring perusahaan mulai mengatur
pabrik-pabriknya secara berbeda dalam rangka menghilangkan penumpukan dan pemborosan
persediaan, biaya perakitannya turun secara signifikan. Akan tetapi perusahaan mengalami
permasalahan yang dramatis dengan pemasok-pemasoknya, yang mana meminta kenaikan
harga melebihi biaya yang dapat dihemat perusahaan ketika perusahaan
mengimplementasikan JIT. Perusahaan-perusahaan otomobil Amerika Serikat saat itu
merespon permintaan kenaikan harga dari pemasok-pemasoknya dengan meminta para
pemasoknya untuk menerapkan JIT pula pada aktivitas operasi mereka.
Perspektif rantai nilai mengungkapkan sebuah gambaran yang berbeda mengenai
keseluruhan situasi. Dari penjualan perusahaan otomobil, 50 persen merupakan pembelian
dari pemasok suku cadang. Dari jumlah tersebut, 37 persen merupakan pembelian oleh
pemasok suku cadang, dan sisanya 63 persen merupakan nilai tambah yang diberikan oleh
pemasok. Dengan demikian, pemasok sebetulnya menambah lebih nilai produksi kepada
perusahaan otomobil daripada pabrik perakitannya (63 persen x 50 persen = 31.5 persen,
14
versus 30 persen). Dengan mengurangi penumpukan persediaan dan mengharuskan
implementasi JIT pada pemasok, perusahaan telah menciptakan ketegangan dengan pemasok-
pemasoknya. Akibatnya, total biaya manufaktur pemasok naik lebih daripada biaya perakitan
perusahaan yang mengalami penurunan.
Ketika diidentifikasi, alasan di balik terjadinya masalah tersebut, sebetulnya tidak
rumit. Pabrik perakitan mengalami perubahan yang besar dan tidak pasti dalam jadwal
produksi. Ketika penumpukan persediaan dihilangkan dari proses produksi yang sangat tidak
dapat diprediksi, aktivitas produksi dari pemasok menjadi sebuah mimpi buruk. Untuk setiap
dolar biaya manufaktur yang dapat dihemat oleh pabrik perakitan ketika perusahaan
berpindah ke konsep manajemen JIT, parik-pabrik pemasok mengeluarkan lebih dari satu
dolar karena ketidakpastian jadwal produksi perusahaan yang dipasoknya.
Karena cakupan perspektif nilai tambah yang sempit, perusahaan otomobil
mengabaikan konsekuensi bahwasanya perubahan-perubahan penjadwalan produksinya
memiliki dampak terhadap biaya para pemasoknya. Manajemen telah mengabaikan fakta
bahwa konsep JIT memerlukan kerjasama dengan para pemasok. Faktor utama yang
berkontribusi dalam kesuksesan pada pabrik perakitan perusahaan-perusahaan otombil Jepang
adalah kestabilan jadwal produksi pemasoknya. Sementara pabrik perakitan pada perusahaan-
perusahaan otomobil Amerika Serikat, secara tetap kehilangan jadwal produksi untuk satu
minggu ke depan sebesar 25 persen atau lebih, sementara pabrik-pabrik perakitan pada
perusahaan-perusahaan otomobil di Jepang bervariasi sebesar 1 persen atau kurang dari
jadwal yang telah direncanakan empat minggu sebelumnya.
Kegagalan dalam mengadopsi perspektif rantai nilai disebabkan oleh ketidaktahuan
atau ketidakpahaman akuntan manajemen mengenai konsep analisis supply chain cost dalam
perusahaan-perusahaan otomobil terbukti menimbulkan biaya yang tidak sedikit bagi
perusahaan. Konsekuensi penjadwalan tersebut dapat ditangani secara lebih baik seandainya
akuntan-akuntan manajemen pada industri otomobil memiliki pemahaman yang baik
mengenai konsep rantai nilai.
Hubungan-hubungan yang bermanfaat (yaitu, hubungan dengan pemasok dan
pelanggan yang dikelola dengan cara sedemikian rupa di mana seluruh pihak diuntungkan)
dapat pula ditelusuri secara lebih akurat melalui analisis rantai nilai dibandingkan melalui
analisis nilai tambah. Sebagai contoh, ketika coklat borongan dalam jumlah yang besar
dikirim dalam bentuk cair di dalam mobil-mobil tanki daripada coklat yang sudah berbentuk
batangan, perusahaan-perusahaan produsen coklat (misal, pemasok) mengeliminasi biaya

15
membentuk coklat dalam bentuk batangan dan biaya packing, tetapi mereka juga menghemat
biaya pembuat gula-gula (manisan) yang berbahan baku coklat dalam membongkar dan
mencairkan coklat-coklat yang sudah berbentuk batangan.

E. Customer Linkages
Selain dimulai dengan sangat lambat, analisis nilai tambah memiliki kekurangan yang
lain: ia berhenti terlalu cepat. Hubungan pelanggan sangat penting sebagaimana hubungan
pemasok; menghentikan biaya pada titik penjualan mengeliminasi seluruh kesempatan untuk
memanfaatkan hubungan dengan pelanggan.
Memanfaatkan hubungan dengan pelanggan merupakan ide kunci di balik konsep life-
cycle costing. Life-cycle costing merupakan kalkulasi biaya yang berpendapat untuk
memasukkan seluruh biaya yang terjadi untuk sebuah produk mulai dari ketika produk
tersebut dirancang sampai produk tersebut dibuang sebagai bagian dari biaya produk. Life-
cycle costing dengan demikian berkaitan secara eksplisit dengan hubungan antara apa yang
pelanggan bayar untuk sebuah produk dan total biaya yang dikenakan kepada pelanggan
selama umur produk tersebut. Perspektif life-cycle costing pada hubungan pelanggan dalam
rantai nilai dapat memicu peningkatan profitabilitas. Perhatian eksplisit pada biaya pasca
pembelian oleh pelanggan dapat membawa kepada segmentasi pasar dan pemosisian produk
yang lebih efektif. Merancang sebuah produk untuk mengurangi biaya pasca pembelian yang
ditanggung pelanggan dapat menjadi senjata utama dalam meraih keunggulan kompetitif.
Dalam banyak hal, biaya siklus hidup produk yang lebih rendah pada mobil impor Jepang
membantu menjelaskan kesuksesan mereka dalam pasar Amerika Serikat.
Ada banyak contoh di mana hubungan antara perusahaan dan pelanggannya dirancang
untuk saling menguntungkan dan hubungan dengan pelanggan dipandang tidak sebagai
permainan kalah-menang namun sebagai hubungan yang saling menguntungkan. Contoh
kasus adalah pada industri kontainer. Beberapa produsen kontainer telah membangun fasilitas
manufaktur di dekat tempat pembuatan bir dan menyerahkan kontainer melalui kepala
konveyor secara langsung ke atas lini perakitan pelanggan. Praktik ini menghasilkan
pengurangan biaya yang signifikan baik untuk produser kontainer dan pelanggan mereka
dengan mempercepat pengangkutan kontainer kosong, yang mana besar dan berat.

16
F. Missed Opportunities
Banyak masalah manajemen biaya yang disalahpahami karena kegagalan untuk
melihat manfaat yang dapat dihasilkan oleh analisis rantai nilai, sehingga perusahaan
kehilangan kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan
pemasok dan pelanggan.

G. Metodologi Analisis Value Chain


Metodologi untuk membuat dan menggunakan value chain mencakup langkah-langkah:
1. Mengidentifikasi value chain dari industri, lalu membuat daftar biaya, pendapatan, dan
asset untuk tiap-tiap aktivitas.
2. Mengidentifikasi cost drivers yang mengatur setiap value activity.
3. Membangun sustainable competitive advantage, baik dengan mengendalikan cost drivers
lebih baik dari pesaing atau dengan merekonfigurasi value chain.

1) Identifying The Value Chain


Langkah ini harus dilakukan dengan ide untuk mendapatkan copetitive advantage.
Penilaian competitive advantage tidak dapat diuji sepenuhnya pada level industri secara
keseluruhan.
Value chain suatu industri dibagi dalam aktivitas yang berbeda oleh karena itu starting
point analisis cost didefinisikan dalam value chain industri kemudian menetapkan cost,
pendapatan dan aset dalam berbagai nilai aktivitas. Aktivitas ini untuk membangun blok
perusahaan dalam industri untuk menciptakan produk yang bernilai bagi pembeli.
Aktivitas -aktivitas harus diisolasi dan dipisahkan jika aktivitas-aktivitas tersebut sesuai
dengan kondisi-kondisi sebagai berikut: aktivitas-aktivitas tersebut menggambarkan
prosentase yang signifikan dengan cost operasional, perilaku cost aktivitas (cost driver)
berbeda, aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan oleh kompetitor dalam cara yang berbeda.
Setelah mengidentifikasi value chain, cost operasional, pendapatan dan aset harus
dibebankan pada nilai aktivitas secara individual. Untuk nilai aktivitas intermediate,
pendapatan harus ditetapkan dengan menyesuaikan harga transfer internal dengan harga
pasar.

2) Diagnosing Cost Drivers


Dalam akuntansi manajemen konvensional, fungsi utama suatu cost driver adalah volume
output. Konsep biaya berhubungan dengan volume input, biaya tetap versus biaya variabel,
17
biaya rata-rata versus biaya marginal, biaya volume analisis profit, analisis break event,
budget fleksibel dan margin kontribusi.
Dalam rerangka kerja value chain sangat berbeda, volume output dipandang untuk
menangkap sejumlah kecil variasi perilaku biaya. Oleh karena itu biasanya digunakan cost
driver multiple yaitu cost driver yang berbeda untuk berbagai nilai aktivitas yang berbeda.
Cost driver dibagi dalam dua kategori yaitu: structural cost driver dan executional cost
driver.

Structural Cost Driver


Cost driver struktural adalah aktivitas usaha, guna memenuhi permintaan konsumen,
yang mempengaruhi biaya dalam tingkatan struktural perusahaan, meliputi: lokasi usaha,
skala usaha, bentuk badan usaha, struktur organisasi, teknologi serta infrastruktur yang akan
digunakan dalam menjalankan usaha.
Pilihan strategi yang harus dibuat perusahaan tentang struktur ekonomi yang mendasari:
1. Scale: berapa ukuran investasi dalam manufakturing, research and development, dan
marketing resources?
2. Scope: bagaimana tingkat integrasi secara vertikal (integrasi horisontal lebih berhubungan
dengan skala)?
3. Experience: berapa banyak waktu yang dibutuhkan perusahaan dimasa yang lalu dan
apakah masih bisa dilakukan dalam waktu yang sama untuk saat ini?
4. Technology: Proses teknologi apa yang digunakan dalam masing-masing tahap value chain
perusahaan?
5. Complexity: Seberapa luas lini produk atau jasa yang akan ditawarkan pada konsumen?

Executional Cost Driver


Kategori kedua dari pemicu biaya, yaitu executional cost driver, adalah mereka
penentu "posisi biaya perusahaan yang bergantung pada kemampuannya untuk
mengeksekusi" berhasil.
Sedangkan pemicu biaya struktural tidak monoton skala dengan kinerja driver
eksekusional driver. Artinya, untuk setiap structural drivers, lebih banyak tidak selalu lebih
baik. Jadi, misalnya ada skala yang tidak ekonomis untuk lingkup: Sebuah lini produk yang
lebih kompleks tidak selalu lebih baik atau tentu lebih buruk dari lini yang kurang kompleks.
Terlalu banyak pengalaman dapat menjadi sama buruknya seperti terlalu sedikit pengalaman
di dalam lingkungan yang dinamis. Texas Instruments, misalnya, menekankan kurva belajar

18
dan menjadi produser biaya terendah di dunia microchip usang. Kepemimpinan teknologi
versus "followership" adalah pilihan untuk kebanyakan perusahaan.
Daftar yang mendasar atas executional cost driver, paling tidak mencakup:
Work force involvement (Keterlibatan Tenaga Kerja) "partisipasi": apakah tenaga-tenaga
kerja memiliki komitmen untuk perbaikan berkelanjutan (kaizen di Jepang)?
Total Quality Management (TQM): apakah tenaga kerja yang ada memiliki komitmen
terhadap kualitas produk secara total?
Capacity utilization (kapasitas utilisasi): apa yang merupakan pilihan skala pada
pembangunan pabrik maksimum?
Plant layout efficiency (tata letak pabrik efisiensi): seberapa efisien, terhadap norma saat
ini tata letak pabrik?
Product configuration (konfigurasi produk): apakah desain atau formulasi produk sudah
efektif?
Linkages with suppliers or customers (Hubungan dengan pemasok atau pelanggan): apakah
hubungan dengan pemasok atau pelanggan sudah dieksploitasi, sehubungan dengan value
chain dari perusahaan?

Fundamental Cost Driver


Tidak ada konsensus saat ini ada tentang apa yang merupakan "fundamental" cost
driver. Satu publikasi, misalnya, menawarkan dua daftar yang berbeda dari cost driver yang
mendasar. Melihat perilaku biaya dalam hal strategis, bagaimanapun, setuju bahwa volume
output saja tidak dapat menangkap semua aspek dari perilaku biaya. Pada akhirnya, berapa
perubahan biaya satuan karena perubahan volume output dalam jangka pendek terlihat
sebagai pertanyaan yang kurang menarik dari pada bagaimana posisi biaya perusahaan
dipengaruhi oleh posisi komparatif perusahaan di berbagai driver yang relevan dalam situasi
kompetitif.
Dasar pemikiran dari fundamental cost driver ini antara lain:
1. Value chain as the broader framework, konsep dari cost driver merupakan cara untuk
dapat mengerti perilaku biaya di dalam masing-masing aktivitas di dalam value chain.
Dengan demikian, ide-ide seperti ABC hanya bagian dari kerangka rantai nilai.
2. Volume is not enough , untuk analisis strategi, volume bukan cara yang dapat digunakan
sepenuhnya untuk menjelaskan perilaku biaya.

19
3. Structural choices and executional skills. Apa yang lebih berguna dalam arti strategis
adalah untuk menjelaskan posisi biaya dalam hal pilihan struktural dan keterampilan
pelaksanaan yang membentuk posisi kompetitif perusahaan. Misalnya, Michael Porter
menganalisa konfrontasi klasik pada tahun 1962 antara General Electric dan Westinghouse
turbin uap dalam struktural dan eksekusional cost driver untuk setiap perusahaan.
4. Relevant strategic drivers , tidak semua strategic driver dapat dikatakan penting sepanjang
waktu walaupun beberapa adalah penting di semua kasus.
5. Cost analysis framework , untuk masing-masing cost driver, framework atas analisis biaya
diperlukan untuk memahami positioning perusahaan.
6. Cost driver specific to activities , aktivitas-aktivitas yang berbeda di dalam value chain
dipengaruhi oleh customer-customer yang berbeda.

3) Developing Sustainable Competitive Advantage


Tahap ketiga dalam membangun dan menggunkan value chain adalah dengan
mengembangkan competitive advantage yang dapat menopang. Untuk masing-masing
aktivitas, pertanyaan-pearatanyaan utama dapat mengembangkan competitive advantage yang
dapat menopang adalah:
1. Dapatkah biaya-biaya di dalam aktivitas tersebut diturunkan, dengan value (pendapatan)
konstan?
2. Dapatkah value (pendapatan) ditingkatkan dalam aktivitas-aktivitas ini, dengan
mempertahankan biaya konstan?

a) Cost Reduction
Dengan sistematis menganalisis biaya, pendapatan, dan aset dalam setiap kegiatan,
perusahaan bisa mencapai baik differensiasi dan low cost. Sebuah cara yang efektif untuk
mencapai tujuan ini adalah untuk membandingkan rantai nilai perusahaan dengan rantai nilai
dari satu atau dua pesaing utama, kemudian mengidentifikasi tindakan yang diperlukan untuk
mengelola rantai nilai perusahaan lebih baik dari pada pesaing mengelola rantai nilai mereka.

b) Value Increase
Untuk melanjutkan fokus atas pengaturan value chain yang ada agar lebih baik dari
pesaing, perusahaan harus memberikan perhatian lebih untuk dapat mengidentifikasi, di mana
hasil dari value chain dapat significant.

20
H. Perbedaan Analisis Value Chain dan Analisis Akuntansi Manajemen Tradisional

Traditional Management Value Chain Analysis


Accounting
Focus Internal External
Perspective Value-added Seluruh aktivitas yang berhubungan mulai dari
supplier sampai dengan konsumen
Cost driver Single driver (volume) Multiple cost driver
concept
Structural drivers ( scoale, scope,
experience,technology dan complexity).
Executional drivers meliputi (participative
management, total quality management dan
plant layout)

Cost containment Penerapan pengurangan Satu set driver yang unik untuk tiap nilai aktivitas.
philosophy kos pada seluruh level Pandangan kos sebagai fungsi cost driver diatur
perusahaan (cost-volume- untuk tiap nilai aktivitas.
profit analysis). Memanfaatkan hubungan dengan supplier.
Memanfaatkan hubungan dengan konsumen.
Melakukan penghematan
Insight for Tidak siap Mengidentifikasi cost driver pada level aktivitas
strategic decision secara individual, dan mengembangkan kos/
differensiasi dengan mengendalikan driver secara
lebih baik atau menyusun kembali rantai nilai.
Untuk tiap aktivitas secara stratejik dipertanyakan:

Membuat atau membeli


Integrasi kedepan atau kebelakang.

I. Strategy for Competitive Advantage


Analisa value chain sangat bermanfaat untuk menciptakan keunggulan kompetitif di
dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, karena analisa value chain mengidentifikasi

21
hubungan internal dan eksternal sehingga dapat membantu perusahaan dalam mencapai
keunggulan biaya maupun dengan strategi diferensiasi.
Dengan analisa value chain perusahaan dapat menentukan dan mengidentifikasi
hubungan yang terdapat dalam perusahaan, baik hubungan eksternal maupun hubungan
internal. Hubungan internal akan menjaga keterkaitan antara aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari value chain, sedangkan hubungan eksternal
akan menjaga keterkaitan antara aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dengan pemasok
dan konsumennya.
Analisis biaya secara tradisional memfokuskan atas perhatian kepada value added
dengan terjadinya kesalahan dan bahwa hal tersebut adalah satu-satunya area di mana
perusahaan dapat mempengaruhi biaya.

Value added sudah mulai ditinggalkan dengan alasan-alasan:


1. Adanya perlakuan yang berbeda antara raw material dan pembelian beberapa masukan
yang lain.
2. Value added tidak bisa menandakan hal-hal yang potensial untuk dihubungkan dengan
suatu pandangan untuk mengurangi biaya atau penciptaan differensiasi produk.
3. Competitive advantage tidak dapat digunakan secara penuh dengan adanya interaksi antara
raw material yang dibeli dengan biaya lainnya.

Dapat disimpulkan, bahwa metodologi untuk membuat dan menggunakan value chain
mencakup langkah-langkah:
1. Mengidentifikasi value chain dari industri, lalu membuat daftar biaya, pendapatan, dan
asset untuk tiap-tiap aktivitas.
2. Mengidentifikasi cost drivers yang mengatur setiap value activity.
3. Membangun sustainable competitive advantage, baik dengan mengendalikan cost drivers
lebih baik dari pesaing atau dengan merekonfigurasi value chain.

Munculnya manajemen biaya strategis berasal dari penggabungan tiga tema yang mendasari:

(1) Value Chain Ananlysis


(2) Strategi positioning analysis
(3) Cost driver analysis

22
(1) The Value Chain Concept
Value chain untuk suatu perusahaan dalam suatu bisnis berkaitan dengan serangkaian
aktifitas yang menciptakan nilai yang berasal dari sumber bahan baku dasar untuk pemasok
komponen dimana produk akhir dikirimkan ke konsumen akhir. Value chain merupakan
hubungan dari satu set nilai yang menciptakan aktivitas dengan semua cara atas dasar sumber
raw material untuk komponen supplier melalui pengguna produk yang terakhir (ultimate end-
use product) yang dikirim kepada langganan. Dari fokus eksternal akan terlihat perusahaan
dalam konteks keseluruhan dari rantai nilai yang menciptakan aktivitas yang hanya
menampakan sebagian dari komponen raw material sampai ke pengguna terakhir tersebut.
Dalam kenyataannya, management accounting selalu terfokus pada internal
perusahaan. Hal tersebut dimulai dari pembeliannya, prosesnya, fungsinya, produknya dan
langganannya. Dengan kata lain management accounting menganut perspektif value added
yang dimulai dengan pembayaran pembelian kepada supplier dan berhenti pada saat
pembebanan kepada langganan dalam hal ini merupakan penjualan dengan tujuan untuk
memaximumkan perbedaan antara pembelian dan penjualan. Tetapi konsep value chain pada
dasarnya berbeda dengan konsep value added (nilai tambah).

Dari perspektif strategi, value added mempunyai dua permasalahan besar yaitu:
Ia mulai sangat terlambat. Bila dimulai dari saat pembelian maka perusahaan akan
kehilangan kesempatan yang akan diperolehnya melalui hubungannya dengan supplier.
la berhenti sangat cepat. Berhenti melakukan analisa cost pada penjualan akan kehilangan
semua kesempatan yang dapat diexploitasi melaui hubungan dengan langganan
perusahaan.

Life cycle consep mengungkapkan hubungan antara apa yang dibayarkan oleh
pelanggan untuk suatu produk dan total biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan selama masa
penggunaan produk tersebut. Forbis dan Mehta (1981) menjelaskan bagaimana perspektif life
cycle costing pada hubungan pelanggan dalam rantai nilai bisa meningkatkan provitabilitas.
Banyak masalah manajemen biaya dipahami secara keliru karena kegagalan dalam
mengetahui pengaruh pada seluruh rantai nilai, banyak kesempatan manajemen biaya hilang
karena hal serupa.

(2) The Strategic Positioning Concept


Peranan dari analisa cost berbeda dalam kepentingannya tergantung kepada bagaimana
perusahaan memilih cara bersaing. Dasar pilihan strategi yang dapat dipilih oleh perusahaan
23
untuk bersaing dalam SCM adalah melalui cost leadership (kepemimpinan biaya) dan product
differentiation. Dalam cost leadership berarti perusahaan akan bersaing dalam cost yang
rendah (lower cost), sedangkan dalam product differentiation disini perusahaan bersaing
melalui penawaran produk yang superior. Strategi positioning ini telah dipraktekkan oleh
banyak perusahaan walaupun tidak mudah dalam implementasinya.
Dalam Manajemen Biaya Strategis, peran analisis biaya berbeda dalam hal bagaimana
perusahaan bersaing. Menurut gambaran Porter (1980) tentang pilihan strategis dasar, sebuah
bisnis bisa bersaing dalam hal memiliki biaya yang lebih rendah (kepemimpinan biaya) atau
dengan menawarkan produk unggulan (differensiasi produk). Dua pendekatan ini
membutuhkan kerangka konseptual yang sangat berbeda yang secara luas diterima dalam
literatur strategi. Dan meskipun posisi strategis tidak melibatkan pilihan sederhana dalam
prakteknya, implikasi manajemen strategis telah semakin kuat.

Tema dari management accounting adalah tetap sama setelah 40 tahun Yaitu:
1. Score keeping
2. Problem solving dan
3. Attention directing.
Ketiga peranan yang terkenal tersebut merupakan satu set konsep dan teknik yang
secara implisit akan diasumsikan untuk terpakai pada semua perusahaan dan dalam tingkat
yang bervariasi. Misalnya standard cost variance merupakan alat kunci untuk lebih
memperhatikan secara langsung (attention directing)dan analisa contribution margin
merupakan alat kunci untuk problem solving.

(3) The Cost Driver Concept


Dalam akuntansi manajemen, biaya adalah suatu fungsi, terutama adalah satu
penggerak (driver) biaya, volume output. Konsep biaya yang berkaitan dengan volume output
memasukkan pemikiran dan tulisan tentang biaya:
Biaya tetap vs biaya variable
Biaya rata-rata vs biaya marginal
Analisis biaya-volume-laba
Analisis break even
Anggaran fleksibel dan margin kontribusi.

Kategori pertama penggerak biaya adalah penggerak biaya struktural, yang


menggambarkan literatur organisasi industri.
24
Setidaknya ada lima pilihan strategis perusahaan berkenaan dengan struktur ekonomi
yang mendasarinya yang menggerakkan posisi biaya untuk kelompok produk tertentu:
1. Skala : Seberapa besar investasi dilakukan dalam produksi, penelitian dan pengembangan
juga sumberdaya pemasaran.
2. Ruang Lingkup : Derajat integrasi bertikal. Integrasi horisontal lebih berkaitan dengan
skala.
3. Pengalaman : Berapa banyak waktu di masa lalu dilakukan perusahaan dan diulangi lagi.
4. Teknologi : Apa proses teknologi yang digunakan pada setiap tahap rantai nilai
perusahaan.
5. Kompleksitas : Seberapa luas jajaran atau produk jasa yang ditawarkan kepada pelanggan.

Kategori kedua dari cost drivers, Executional Driver.

Executional driver, untuk menetukan posisi cost yang akan merupakan tanda kemampuan
perusahaan untuk mewujudkan suksesnya.
Executional driver adalah merupakan skala yang monoton dengan kinerjanya sedangkan
structural driver tidak.

Walaupun demikian bukan berarti bahwa structural driver itu selalu lebih baik, karena
adanya skala yang tidak ekonomis, atau scope yang tidak ekonomis. Semakin kompleks
sebuah produk line maka akan semakin jelek ia dari produk yang tidak begitu kompleks.
Dasar dan executional driver antara lain:
Partisipasi dari angkatan kerja, konsep dari angkatan kerja yang melakukan komitmen
dengan penyempurnaan yang kontinu.
Total quality mangement, percaya akan mencapai produk yang diinginkan dan proses
kualitas,
Penggunaan kapasitas, merupakan skala yang sudah ada dalam konstruksi pabrik Plant
layout efesiensi, berapa efesiennya dibandingkan dengan norma yang ada . Konfigurasi
produk, merupakan design atau perumusan yang efektif .
Exploitasi hubungan dengan supplier dan vendor atau pelanggan untuk tiap value chain
perusahaan.

Walaupun tidak selalu benar faktor executional ini akan menyempurnakan posisi cost
perusahaan pada tingkat yang tinggi.

25
Bagaimanapun posisi cost berpengaruh terhadap posisi yang bersaing dari bersaing akan
terlihat sebagai berikut:
Untuk analisa strategi, volume tidak selalu berguna untuk menjelaskan cost behavior
Dalam arti strategi, adalah lebih berguna untuk menjelaskan posisi cost dari sudut pilihan
struktur dan pelaksanaan skin yang akan membentuk posisi persaingan perusahaan.
Tidak semua strategi driver adalah sama pentingnya untuk semua waktu.
Untuk setiap cost driver analisa cost pada khususnya merupakan kerangka berpikir untuk
mengerti akan posisi perusahaan.

Salah satu kerangka berpikir analisa cost adaiah analisa cost of quality (COQ). Analisa
ini telah membuat SCM mendapat perhatian lebih serius. Tetapi terdapat beberapa opini yang
berbeda mengenai SOQ ini, dan banyak yang mengatakan hal tersebut hanya membuang-
buang waktu saja. Analisa ranking relevan dalam I menghitung dan memonitor cost dapat
dibagi atas 4 bagian sebagaimana Dalam perspektif Juran, yaitu:
a) Pencegahan. Biaya pencegahan kualitas yang buruk (seperti siklus kualitas pekerja).
b) Penilaian. Biaya mengawasi tingkat kualitas yang buruk (seperti sistem pelaporan
pemborosan).
c) Kegagalan internal. Biaya memperbaiki kualitas buruk yang diketahui sebelum
meninggalkan pabrik (seperti tenaga pengerjaan kembali).
d) Kegagalan eksternal. Biaya untuk kualitas buruk yang dijumpai sebelum barang
dikirimkan (seperti klaim garansi atau niat buruk pelanggan).

26
Judul : What Is Strategy?

Penulis : Michael E. Porter

I. Operational Effectiveness Is Not Strategy


Menurut Porter, berbagai alat manajemen seperti manajemen kualitas total,
benchmarking, kompetisi berbasis waktu, outsourcing, kemitraan, dan rekayasa ulang yang
digunakan saat ini, meningkat dan meningkatkan efektivitas operasional perusahaan namun
gagal memberikan keuntungan berkelanjutan bagi perusahaan. Dengan demikian, akar
penyebab masalahnya nampaknya adalah kegagalan manajemen untuk membedakan antara
efektivitas dan strategi operasional, dimana perangkat manajemen telah menggantikan
strategi.

Operational Effectiveness: Necessary but Not Sufficient


Meskipun efektivitas dan strategi operasional diperlukan untuk kinerja organisasi yang
superior, mereka beroperasi dengan cara yang berbeda.

Operational Effectiveness: Melakukan aktivitas serupa lebih baik dibanding pesaing yang
melakukan hal tersebut. Efektivitas operasional mencakup namun tidak terbatas pada
efisiensi. Hal ini mengacu pada banyaknya praktik yang memungkinkan perusahaan
memanfaatkan inputnya dengan lebih baik.

Strategy: Melakukan berbagai aktivitas seperti pesaing atau melakukan aktivitas serupa
dengan cara yang berbeda.
Porter menyatakan bahwa perusahaan bisa mengalahkan pesaingnya hanya jika
perusahaan bisa menciptakan perbedaan yang bertahan lama. Hal ini harus memberikan nilai
lebih besar kepada pelanggan atau menciptakan nilai yang sebanding dengan biaya lebih
rendah, atau melakukan keduanya. Namun, Porter berpendapat bahwa kebanyakan perusahaan
saat ini bersaing berdasarkan efektivitas operasional. Konsep persaingan berdasarkan
efektivitas operasional ini diilustrasikan melalui frontier produktivitas, yang digambarkan
pada gambar di bawah ini.

27
Perbatasan produktivitas adalah jumlah semua praktik terbaik yang ada pada waktu
tertentu atau nilai maksimum yang dapat dibuat oleh perusahaan dengan biaya tertentu,
dengan menggunakan teknologi, keterampilan, teknik manajemen, dan input terbaik yang
tersedia. Jadi, ketika sebuah perusahaan meningkatkan efektivitas operasionalnya, ia bergerak
menuju perbatasan. Perbatasan terus bergeser keluar saat teknologi dan pendekatan
manajemen baru dikembangkan dan saat input baru tersedia. Untuk mengikuti perubahan
terus menerus dalam batas produktivitas, para manajer telah mengadopsi teknik seperti
perbaikan terus-menerus, pemberdayaan, organisasi belajar, dan lain-lain. Meskipun
perusahaan memperbaiki berbagai dimensi kinerja pada saat bersamaan ketika mereka
bergerak menuju perbatasan, kebanyakan dari mereka gagal untuk bersaing dengan sukses
berdasarkan efektivitas operasional dalam jangka waktu yang panjang. Alasannya adalah
bahwa pesaing dengan cepat dapat meniru praktik terbaik seperti teknik manajemen,
teknologi baru, peningkatan masukan, dan sebagainya. Dengan demikian, persaingan
berdasarkan efektivitas operasional menggeser perbatasan ke luar dan secara efektif
meningkatkan standar bagi semua orang. Tapi persaingan seperti itu hanya menghasilkan
perbaikan mutlak dalam efektivitas operasional dan tidak ada perbaikan relatif bagi siapa pun.
Persaingan berdasarkan efektivitas operasional saja dapat saling merusak, yang
menyebabkan peperangan yang hanya bisa ditangkap dalam membatasi kompetisi. Kompetisi
semacam itu bisa disaksikan di perusahaan Jepang, yang memulai revolusi global dalam
efektivitas operasional di tahun 1970an dan 1980an. Namun, sekarang perusahaan (termasuk
orang Jepang) yang bersaing hanya dengan efektivitas operasional menghadapi imbal hasil
yang berkurang, persaingan zero-sum, harga statis atau penurunan, dan tekanan pada biaya
yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk berinvestasi dalam bisnis dalam
jangka panjang.

28
II. Strategy Rests on Unique Activities
Strategi kompetitif adalah tentang menjadi berbeda, artinya dengan sengaja memilih
serangkaian kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan perpaduan nilai yang unik. Apalagi
esensi strategi, menurut Porter, memang memilih melakukan aktivitas berbeda dibandingkan
dengan rival. Strategi ini adalah penciptaan posisi yang unik dan berharga, yang melibatkan
serangkaian kegiatan yang berbeda.

The Origins of Strategic Positions


Posisi strategis muncul dari tiga sumber, yang tidak saling eksklusif dan sering
tumpang tindih, yaitu:
1. Posisi Berbasis Ragam: Menghasilkan bagian dari produk atau jasa suatu industri. Hal ini
didasarkan pada pilihan varietas produk atau jasa daripada segmen pelanggan. Jadi, bagi
kebanyakan pelanggan, jenis posisi ini hanya akan memenuhi sebagian dari kebutuhan
mereka. Secara ekonomi layak hanya bila perusahaan dapat menghasilkan produk atau
layanan terbaik dengan menggunakan rangkaian kegiatan yang khas.
2. Kebutuhan Berbasis Positioning: Berfungsi sebagian besar atau semua kebutuhan
kelompok tertentu pelanggan. Hal ini didasarkan pada penargetan segmen pelanggan. Ini
muncul bila ada sekelompok pelanggan dengan kebutuhan yang berbeda, dan bila
serangkaian aktivitas yang disesuaikan dapat melayani kebutuhan terbaik.
3. Penentuan Posisi Berbasis Access: Segmentasi pelanggan yang dapat diakses dengan cara
yang berbeda. Meskipun kebutuhan mereka serupa dengan pelanggan lain, konfigurasi
aktivitas terbaik untuk menjangkau mereka berbeda. Akses bisa menjadi fungsi geografi
pelanggan atau skala pelanggan atau apapun yang memerlukan rangkaian kegiatan yang
berbeda untuk menjangkau pelanggan dengan cara terbaik.
Apapun dasar (variasi, kebutuhan, akses, atau kombinasi dari ketiganya) penentuan
posisi memerlukan seperangkat aktivitas yang disesuaikan karena selalu merupakan fungsi
dari perbedaan dalam aktivitas (atau perbedaan pada sisi penawaran). Positioning apalagi
tidak selalu merupakan fungsi perbedaan pada sisi permintaan (atau pelanggan). Misalnya,
variasi dan posisi akses tidak bergantung pada perbedaan pelanggan.

III. A Sustainable Strategic Position Requires Trade-offs


Menurut Porter, keuntungan yang berkelanjutan tidak dapat dijamin hanya dengan
memilih posisi yang unik, karena pesaing akan meniru posisi yang berharga dalam salah satu
dari dua cara berikut ini:
29
1. Pesaing dapat memilih untuk memposisikan dirinya sendiri agar sesuai dengan atasannya.
2. Pesaing bisa mencocokkan keunggulan posisi yang sukses sambil mempertahankan
posisinya yang ada (dikenal dengan straddling).
Dengan demikian, agar posisi strategis dapat berkelanjutan harus ada trade-off dengan
posisi lain. Sebuah trade-off berarti lebih dari satu hal tidak memerlukan yang lain. Trade-off
terjadi ketika aktivitas tidak sesuai dan timbul karena tiga alasan:
1. Perusahaan yang dikenal untuk menyampaikan satu jenis nilai mungkin tidak memiliki
kredibilitas dan membingungkan pelanggan atau merusak reputasinya sendiri dengan
memberikan nilai lain atau mencoba mengirimkan dua hal yang tidak konsisten pada saat
yang bersamaan.
2. Trade-off timbul dari kegiatan itu sendiri. Posisi yang berbeda memerlukan konfigurasi
produk yang berbeda, peralatan yang berbeda, perilaku karyawan yang berbeda,
keterampilan yang berbeda, dan sistem manajemen yang berbeda. Secara umum, nilai
hancur jika suatu aktivitas selesai dirancang atau dirancang.
3. Trade-off timbul dari batasan koordinasi dan pengendalian internal. Dengan memilih
bersaing dalam satu cara dan tidak yang lain, manajemen membuat prioritas organisasinya
menjadi jelas. Sebaliknya, perusahaan yang mencoba menjadi segalanya bagi semua
pelanggan, sering menimbulkan risiko kebingungan diantara karyawannya, yang kemudian
berusaha membuat keputusan operasional sehari-hari tanpa kerangka kerja yang jelas.
Selain itu, trade-off menciptakan kebutuhan akan pilihan dan perlindungan terhadap
reposisi dan straddlers. Dengan demikian, strategi juga dapat didefinisikan sebagai melakukan
trade-off dalam persaingan. Inti dari strategi adalah memilih apa yang tidak boleh dilakukan.

IV. Fit Drives Both Competitive Advantage and Sustainability


Pilihan penentuan posisi tidak hanya menentukan aktivitas yang akan dilakukan
perusahaan dan bagaimana cara mengkonfigurasikan aktivitas individual tetapi juga
bagaimana aktivitas berhubungan satu sama lain. Sementara efektivitas operasional berfokus
pada aktivitas individu, strategi berkonsentrasi pada penggabungan kegiatan.
Fit mengunci peniru dengan membuat rantai yang sekuat tautan terkuatnya. Fit
menurut Porter adalah komponen utama keunggulan kompetitif karena aktivitas diskrit sering
kali saling mempengaruhi.
Meskipun sesuai diantara aktivitas umum dan berlaku untuk banyak perusahaan,
kecocokan yang paling berharga adalah strategi yang spesifik karena meningkatkan keunikan

30
suatu posisi dan menguatkan trade-off. Ada tiga jenis kecocokan yang tidak saling eksklusif,
yaitu:
1. Order fit pertama: Simple konsistensi antara setiap kegiatan (fungsi) dan strategi
keseluruhan. Konsistensi memastikan bahwa keunggulan kompetitif dari kegiatan tersebut
akan terakumulasi dan tidak mengikis atau membatalkannya. Selanjutnya, konsistensi
membuat lebih mudah mengkomunikasikan strategi kepada pelanggan, karyawan, dan
pemegang saham, dan memperbaiki penerapannya melalui pemikiran tunggal di
perusahaan.
2. Order fit kedua: Terjadi ketika kegiatan memperkuat.
3. Order fit ketiga: Pergi ke luar kegiatan penguatan menurut Porter sebut sebagai optimasi
usaha. Koordinasi dan pertukaran informasi lintas kegiatan untuk menghilangkan
redundansi dan meminimalkan upaya terbuang adalah jenis pengoptimalan usaha yang
paling mendasar.
Dalam ketiga jenis fit tersebut, keseluruhan masalah lebih banyak daripada bagian
individual manapun. Keunggulan kompetitif berasal dari aktivitas seluruh sistem. Kesesuaian
antara aktivitas mengurangi biaya atau meningkatkan diferensiasi secara substansial. Selain
itu menurut Porter, perusahaan harus memikirkan tema yang mencakup banyaknya aktivitas
(yaitu biaya rendah) daripada menentukan kekuatan individual, kompetensi inti atau sumber
daya kritis, karena kekuatan melintasi banyak fungsi dan satu kekuatan menyatu dengan yang
lain.

Fit and Sustainability


Kesesuaian strategis sangat penting tidak hanya untuk keunggulan kompetitif tetapi
juga untuk keberlanjutan keunggulan itu karena lebih sulit bagi pesaing untuk mencocokkan
serangkaian aktivitas yang saling terkait daripada hanya untuk mereplikasi aktivitas individu.
Dengan demikian, posisi yang dibangun pada sistem aktivitas jauh lebih berkelanjutan
daripada yang dibangun pada aktivitas individu. Semakin posisi perusahaan bergantung pada
sistem aktivitas dengan kecocokan kedua dan ketiga, keunggulan yang lebih berkelanjutan
akan tercapai. Sistem seperti itu sulit ditiru bahkan jika kompetitor mampu mengidentifikasi
interkoneksi. Selanjutnya, sangat sedikit keuntungan pesaing dengan hanya meniru beberapa
aktivitas di dalam keseluruhan sistem. Dengan demikian, mencapai kecocokan adalah tugas
yang sulit karena ini berarti mengintegrasikan keputusan dan tindakan di banyak subunit
independen.

31
Selain itu, kecocokan diantara kegiatan menciptakan tekanan dan insentif untuk
meningkatkan efektivitas operasional, yang membuat tiruan lebih sulit lagi. Fit berarti kinerja
buruk dalam satu aktivitas akan menurunkan kinerjanya pada orang lain, sehingga
kelemahannya terpapar dan lebih rawan mendapat perhatian. Di sisi lain, perbaikan dalam
satu aktivitas akan membayar dividen pada orang lain.
Posisi strategis harus memiliki cakrawala satu dekade atau lebih, bukan dari siklus
perencanaan tunggal, karena kontinuitas mendorong perbaikan dalam aktivitas individual dan
kesesuaian dalam aktivitas, memungkinkan sebuah organisasi membangun kemampuan dan
keterampilan unik yang disesuaikan dengan strateginya. Kontinuitas juga memperkuat
identitas perusahaan. Pergeseran strategi yang sering tidak hanya mahal tapi pasti mengarah
pada konfigurasi aktivitas yang dilindung nilai, inkonsistensi di seluruh fungsi, dan disonansi
organisasi.
Dengan demikian, strategi juga dapat didefinisikan sebagai menciptakan kecocokan
diantara aktivitas perusahaan karena keberhasilan strategi bergantung pada banyak hal dengan
baik tidak hanya sedikit dan mengintegrasikan di antara mereka. Jika tidak ada kesesuaian di
antara aktivitas, tidak ada strategi dan keberlanjutan yang khas.

V. Rediscovering Strategy
Failure to Choose
Menurut Porter, walaupun perubahan eksternal dapat menjadi ancaman bagi strategi
perusahaan, ancaman yang lebih besar terhadap strategi sering kali berasal dari dalam
perusahaan. Strategi yang bagus dirongrong oleh pandangan persaingan yang salah arah, oleh
kegagalan organisasi dan terutama oleh keinginan untuk tumbuh. Selain itu, masalah
mendasar terletak pada mentalitas praktik terbaik para manajer, yang percaya bahwa tidak
melakukan trade-off dan terus-menerus mengejar efektivitas operasional, dan meniru pesaing

32
untuk mengejar perlombaan untuk efektivitas operasional. Dengan demikian, manajer sama
sekali tidak mengerti harus memiliki strategi yang mana.

The Growth Trap


Diantara semua pengaruh lainnya, keinginan untuk tumbuh mungkin merupakan efek
paling buruk pada strategi. Perusahaan terus tumbuh dengan memperluas lini produk mereka,
menambahkan fitur baru, meniru layanan populer pesaing, mencocokkan proses, dan
melakukan akuisisi. Namun, kebanyakan perusahaan memulai dengan posisi strategis unik
yang melibatkan trade-off yang jelas. Namun demikian, seiring berlalunya waktu dan tekanan
pertumbuhan, perusahaan dituntun untuk melakukan kompromi, yang pada awalnya hampir
tidak terlihat. Dengan demikian, melalui serangkaian perubahan bertahap, yang tampaknya
masuk akal pada saat itu, perusahaan telah membahayakan jalan mereka menuju homogenitas
dengan pesaing mereka. Kompromi dan inkonsistensi dalam mengejar pertumbuhan akhirnya
mengikis keunggulan kompetitif suatu perusahaan dan keunikannya. Persaingan terus
mencocokkan satu sama lain sampai keputusasaan menghancurkan lingkaran setan ini, dan
menghasilkan penggabungan atau perampingan ke posisi semula.
Menurut Porter, upaya untuk menumbuhkan keunikan blur, menciptakan kompromi,
mengurangi fit, dan pada akhirnya merongrong keunggulan kompetitif.

Profitable Growth
Salah satu pendekatan untuk bertahan dalam pertumbuhan dan strategi penguatan
adalah dengan berkonsentrasi pada memperdalam posisi strategis daripada memperluas dan
mengkompromikannya. Sebuah perusahaan dapat melakukannya dengan memanfaatkan
sistem aktivitas yang ada dengan menawarkan fitur atau layanan yang pesaing tidak mungkin
menirunya karena mahal. Dengan demikian, memperdalam suatu posisi berarti membuat
aktivitas perusahaan lebih khas, memperkuat fit, dan mengkomunikasikan strategi lebih baik
kepada pelanggan yang menghargai hal tersebut. Namun saat ini banyak perusahaan berusaha
untuk tumbuh dengan menambahkan fitur, produk, atau layanan yang hot tanpa
menyesuaikannya dengan strategi mereka.
Globalisasi sering memungkinkan pertumbuhan yang konsisten dengan strategi
perusahaan, karena membuka pasar yang lebih besar untuk strategi yang terfokus. Dengan
demikian, memperluas secara global lebih cenderung memperkuat posisi unik perusahaan
daripada memperluas di dalam negeri.
33
The Role of Leadership
Tantangan untuk mengembangkan atau membangun kembali strategi yang jelas
seringkali bersifat organisasi dan bergantung pada kepemimpinan. Selain itu, pemimpin yang
kuat, yang bersedia membuat pilihan, sangat penting. Manajemen umum harus melakukan
lebih dari sekadar pengelolaan fungsi individual. Mereka harus mendefinisikan dan
mengkomunikasikan posisi unik perusahaan inti, melakukan trade-off, dan menempa sesuai
diberbagai aktivitas perusahaan. Selanjutnya, pemimpin harus memutuskan perubahan dalam
industri dan permintaan pelanggan, apakah perusahaan akan meresponsnya. Pemimpin harus
bisa mengajar orang lain dalam organisasi tentang strategi dan mengatakan tidak.
Strategi adalah memilih apa yang harus dilakukan dan juga apa yang tidak boleh
dilakukan. Memutuskan kelompok sasaran pelanggan, varietas, dan kebutuhan yang harus
dilayani perusahaan sangat penting untuk mengembangkan strategi. Strategi juga terjadi
dalam memutuskan untuk tidak melayani pelanggan atau kebutuhan lain dan tidak
menawarkan fitur atau layanan tertentu. Dengan demikian, strategi membutuhkan disiplin
yang terus menerus dan komunikasi yang jelas. Strategi harus memandu karyawan dalam
membuat pilihan yang timbul karena trade-off dalam aktivitas individual mereka dan dalam
keputusan sehari-hari.
Selain itu, manajer perlu memahami bahwa efektivitas operasional, walaupun bagian
manajemen yang diperlukan, bukanlah strategi. Manajer harus bisa membedakan antara
keduanya dengan jelas.

Conclusion
Kontinuitas strategis tidak menyiratkan pandangan persaingan statis. Perusahaan harus
terus meningkatkan efektivitas operasionalnya dan secara aktif mencoba untuk menggeser
batas produktivitas, pada saat bersamaan, perlu upaya berkelanjutan untuk memperluas
keunikannya sambil memperkuat kecocokan diantara kegiatan. Namun, perusahaan mungkin
harus mengubah posisi strategisnya karena adanya perubahan struktural utama di industri ini.
Sebuah perusahaan harus memilih posisi barunya tergantung pada kemampuannya untuk
menemukan trade off baru dan memanfaatkan sistem baru dari kegiatan pelengkap menjadi
keuntungan yang berkesinambungan.

34
Judul : The Five Competitive Forces That Shape Strategy

Penulis : Michael E. Porter

Introduction
Persaingan di industri saat ini jauh melampaui pesaing langsung saat ini. Persaingan
kompetitif organisasi ditentukan oleh 4 faktor penting selain pesaing industri: pelanggan,
pemasok, calon pendatang, dan produk pengganti. Persaingan yang diperluas yang dihasilkan
dari kelima kekuatan tersebut mendefinisikan struktur industri dan membentuk sifat interaksi
kompetitif dalam suatu industri. Jadi dalam jangka panjang kombinasi faktor-faktor ini
mendorong persaingan dan profitabilitas daripada di mana produk berada dalam siklus
hidupnya. Apakah perusahaan mendapatkan pengembalian investasi yang menarik atau
kerugian incurs bergantung pada apakah kekuatan ini intens atau jinak.

Threat Of New Entry


Ancaman masuk dalam industri bergantung pada hambatan masuk di industri dan
pendatang reaksi dapat mengharapkan dari para pemain lama. Jika hambatan masuk rendah
dan pemain lama tidak mungkin bereaksi banyak ancaman masuk
tinggi. Misalnya ancaman masuk cukup sampai sedang profitabilitas dalam industri. Tidak
peduli apakah entri benar-benar terjadi atau tidak.
7 hambatan utama untuk masuk adalah:
1. Supply-side economies of scale. Perekonomian ini muncul ketika perusahaan yang
memproduksi pada volume yang lebih besar menikmati biaya per unit yang lebih
rendah karena mereka dapat menyebarkan biaya tetap pada lebih banyak unit,
menggunakan teknologi yang lebih efisien, atau memberikan perintah yang lebih baik
dari pemasok.
2. Demand-side benets of scale
3. Customer switching costs, biaya dapat menjadi faktor utama yang dapat menghalangi
pemain baru. Jika pengguna produk menghadapi biaya switching tinggi, mereka tidak
mungkin beralih ke vendor baru terutama peserta baru ke pasar.
4. Capital requirements
5. Incumbency advantages independent of size, beberapa pemain lama dapat menikmati
keuntungan seperti teknologi eksklusif, akses khusus untuk yang terbaik sumber bahan

35
baku dan mendirikan identitas merek. Keuntungan semacam itu bisa jadi merupakan
hambatan masuk yang signifikan.
6. Unequal access to distribution cahnels, pemain baru saluran distribusi set up atau
layanan yang dapat membuktikan entry barrier menjadi besar
7. Restrictive government policy, kebijakan pemerintah seperti perizinan atau subsidi
bisa langsung mencegah atau membantu masuknya pemain baru.

The Power Of Suppliers


Pemasok dapat mempengaruhi profitabilitas industri pengguna secara besar-
besaran. Kekuatan pemasok tinggi jika terdapat:
1. Supplier besar dan banyak
2. Rendah pangsa persentasi industri dalam pendapatan pemasok
3. Biaya beralih supplier tinggu
4. Mudah sebuah vailability pengganti dari input
5. Tinggi possibility integrasi ke depan

The Power Of Buyers


Pembeli yang hebat menuntut kualitas yang lebih baik atau lebih banyak layanan yang
meningkatkan biaya. Daya tawar pembeli adalah tinggi ketika:
1. Jumlah pembeli rendah
2. Volume pembelian tinggi
3. Standardisasi produk tinggi
4. Beralih biaya tinggi
5. Kemungkinan integrasi ke belakang tinggi

The Threat Of Substitutes


Pengganti adalah produk yang melakukan fungsi yang sama seperti produk aslinya. Pengganti
membatasi harga yang dapat dikenakan oleh industri. Ancaman dari substitusi bergantung
pada faktor-faktor berikut:
1. Kinerja harga trade-off ditawarkan oleh pemain pengganti
2. Pembeli beralih biaya
3. Kesamaan dengan fungsi yang dilakukan oleh produk asli

36
Rivalry Among Existing Competitors
Persaingan antar pesaing, jika tinggi, dapat sangat mempengaruhi profitabilitas industri. Ini
dapat menyebabkan perang harga, inflasi anggaran iklan, pengenalan produk baru dan lain-
lain, intensitas persaingan yang tinggi jika:
1. Jumlah pesaing tinggi dan pangsa pasar mereka rendah
2. Tidak ada pemimpin pasar yang jelas
3. Pertumbuhan industri lambat
4. Hambatan keluar tinggi
5. Produk serupa sifatnya
6. Biaya marjinal rendah
7. Kelebihan kapasitas ada

Implications Of Porters Five Forces On Strategy


Porters five forces on strategy dapat memungkinkan perusahaan untuk secara jelas
menentukan struktur industri dan mengembangkan strategi yang sesuai. Analisis 5 kekuatan
memberikan gambaran yang lengkap dari mana perusahaan berdiri dibandingkan pembeli,
pemasok, pendatang, saingan, dan pengganti. Analisis lingkungan ini dapat membantu
perusahaan menentukan strateginya sehubungan dengan hal-hal berikut:
Positioning the company
Sebuah perusahaan dapat menentukan bagian mana dari pasar yang menyaksikan
persaingan persaingan tertinggi dan mana yang relatif kurang kompetitif. Perusahaan dapat
memilih posisi dengan tepat dan menargetkan area pasar mana yang mengharapkan imbal
hasil tertinggi. Perusahaan juga harus mengubah produk dan proses lainnya.
Untuk mantan Netflix menyadari akan sulit bersaing dengan Blockbuster mengadopsi model
yang sama. Oleh karena itu mereka mengadopsi model berbasis bersih.
Exploiting industry change
Perubahan industri sering menghasilkan peluang baru yang bisa diraih oleh perusahaan
yang mendapatkan keunggulan kompetitif. Jika seorang manajer memiliki pemahaman yang
jelas tentang struktur industri, dia dapat dengan cepat menyesuaikan strateginya agar sesuai
dengan lingkungan baru. Ketika perubahan tersebut terjadi mereka mengarah pada
pengembangan kebutuhan baru. Dalam beberapa kasus, kebutuhan ini diabaikan oleh para
pemimpin industri dan dapat dimanfaatkan secara menguntungkan.

37
contoh dengan penggunaan internet meningkat, perusahaan penerbangan segera menyadari
bahwa pelanggan lebih suka membeli tiket melewati net. Maskapai penerbangan yang
awalnya mengadopsi e-ticketing mendapatkan majorly dan juga mengurangi biaya
mereka. Agen perjalanan apalagi yang hanya mengandalkan komisi tiket udara yang lambat
untuk berubah dan sekarang adalahjenis sekarat. Perubahan ini juga membuka peluang baru
dan situs online seperti makemytrip.com hadir.
Shaping industry structure
Sebuah perusahaan yang jelas mengakui kekuatan utama yang mempengaruhi struktur
industri dapat bekerja menuju mengubah kekuatan-kekuatan ini untuk mengubah industri,
yang pada akhirnya menguntungkan semua pemain. Ada 2 cara untuk mengubah industri
ini. Perusahaan dapat bekerja menuju profitabilitas redividin g atau terhadap expa nding
keuntungan kolam renang.
Dalam hal Redividing profitabilitas perusahaan harus menentukan kekuatan saat
menahan profitabilitas industri. Perusahaan kemudian dapat mengambil tindakan untuk
menahan kebocoran keuntungan kepada pembeli, pemasok, dan substitusi. Perusahaan dapat
mengurangi daya tawar pembeli atau pemasok sehingga mempertahankan persentase rantai
nilai industri yang lebih besar.
Contoh Walmart, pengecer terbesar di dunia, mengambil keuntungan dari distribusi
canggih untuk mengumpulkan bagian yang lebih besar dari rantai nilai dari pemasok. Ini
memaksa mereka untuk merampingkan proses dan distribusinya. Segera pengecer lain juga
mendapatkan keuntungan yang sama. Demikian pula di India, pengecer terorganisir
menangkap persentase yang lebih besar dari harga suatu produk meskipun menjual dengan
harga lebih rendah daripada toko ibu dan pop karena daya tawar mereka meningkat dengan
pemasok.
Expanding the overall profit pool, menciptakan win-win peluang untuk beberapa
peserta industri. Kolam keuntungan dapat diperluas dengan melayani pasar dengan kebutuhan
laten yang tidak dilayani sebelumnya. Perusahaan juga bisa bergandengan tangan dengan
pemain lain untuk meningkatkan koordinasi untuk mengurangi biaya keseluruhan dan
menghilangkan pemborosan.
Contoh, ketika bursa saham di India beralih ke perdagangan elektronik, mereka secara
signifikan memperluas area keuntungan bagi semua pemain. Perusahaan merasa lebih mudah
mengelola pendaftaran transfer. Hal ini secara signifikan mengurangi waktu penyelesaian dan
menarik pembeli baru. Bursa membuatnya lebih murah untuk para anggotanya untuk

38
perdagangan yang meningkat volume mereka secara signifikan. Begitu pula saat pialang
mulai menawarkan perdagangan online kepada klien mereka dengan volume biaya lebih
rendah melonjak. Mereka bisa menawarkan tingkat yang lebih rendah karena semua pemain
yaitu bank, deposan dan broker sendiri berkoordinasi dan mengurangi biaya mereka.

Competition And Value


Kekuatan kompetitif mengungkap persaingan industri. Seorang ahli strategi perusahaan
yang memahami bahwa persaingan melampaui pesaing lama akan mendeteksi ancaman
persaingan yang lebih luas dan lebih siap untuk mengatasinya. Pada saat bersamaan, berpikir
secara komprehensif tentang struktur industri bisa mengungkap peluang: perbedaan
pelanggan, pemasok, pemain pengganti, pendatang potensial, dan saingan yang bisa menjadi
dasar strategi berbeda yang menghasilkan kinerja superior. Sebuah studi tentang kekuatan
kompetitif industri dapat membantu menambah mendapatkan wawasan penting. Dia dapat
menentukan nilai yang diperoleh dan nilai pengeringan bagian dari operasi dan membuat
perubahan yang sesuai. Dia bisa melihat peluang baru dan memanfaatkannya dengan
tepat. Apalagi ia meramalkan bahaya masa depan seperti pendatang baru, perang harga dan
menyiapkannya dengan tepat. Dalam dunia persaingan yang lebih terbuka dan perubahan
tanpa henti, lebih penting dari sebelumnya untuk memikirkan secara struktural tentang
persaingan.

39
Judul : Study Of Relationship Between Supply Chain Management Strategy With

Logistics Performance And Organizational Performance

Penulis : Dr. Belghis Bavarsad, Dr. Abdol Hadi Darzian Azizi, Fatemeh Javidi Alesadi

Topik studi ini mengenai hubungan antara strategi manajemen rantai pasok (supply
chan management strategy) dengan performa logistik dan performa organisasi (pemasaran
dan keuangan) sebagai tujuan utama dari penelitian yang dilakukan. Penulis memilih strategi
rantai pasok berdasarkan kesatuan dan integrasi, sebagai contoh performa organisasi akan
meningkat dengan mengimplementasikan strategi ini pada bagian produksi. Strategi SCM
didasarkan pada tiga hal yaitu konsumen, supplier dan proses di dalam internal organisasi.
Saat ini keinginan dan kebutuhan konsumen telah mengubah banyak hal di dalam
proses produksi. Produsen harus memperhatikan kualitas produk yang disampaikan kepada
konsumen. Oleh karena itu, produsen harus memperhatikan seluruh aktivitas yang dilakukan
dalam memproduksi barang dan kegiatan-kegiatan yang memberi nilai tambah bagi
pelanggan. Dalam menentukan kualitas, terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan, tidak
hanya yang berasal dari internal perusahaan tetapi juga yang berasal dari eksternal
perusahaan. Hal ini berkaitan dengan manajemen rantai pasok, karena mengelola rantai pasok
yang baik akan menghasilkan sebuah hasil yang baik karena kontrol telah dilakukan sejak
barang belum mulai dibuat dengan menentukan supplier yang baik dan menjaga proses kerja
yang baik sehingga barang yang dihasilkan menjadi baik. Dengan terkontrolnya rantai pasok,
maka performa perusahaan secara keseluruhan akan akan mejadi baik pula, baik secara
pemasaran maupun keuangan.
Studi ini memasukkan inovasi karena tiga alasan, pertama untuk memahami dampak
aktivitas SCM pada performa organisasi. Kedua, mempertimbangkan strategi berdasarkan
universalitas dan integrasi yang termasuk tiga jenis aktivitas (konsumen, pemasok, dan
proses). Ketiga, performa logistik.
Pada dasarnya penelitian ini ingin menjawab satu pertanyaan besar, yaitu mengenai
bagaimana sebuah organisasi berbasis produksi dapat memperoleh performa organisasi?
Mendapatkan performa yang superior memerlukan usaha dari organisasi untuk dapat
membuat sebuah kesatuan dan integrasi diantara peserta rantai pasok, maksudnya antar rantai
pasok dapat saling berkaitan dengan baik. Dengan mengelola rantai pasok, maka perusahaan
secara tidak langsung juga mengontrol proses produksi barang dan jasa yang dilakukannya,

40
namun dengan pengelolaan tersebut, apakah benar performa organisasi akan meningkat
dengan baik juga? Hal inilah yang menjadi pertanyaan utama dari penelitian ini.

Dalam penelitian ini terdapat enam hipotesis yaitu :


H1: Terdapat hubungan signifikan antara rantai pasok dengan performa logistic
H2: Terdapat hubungan signifikan antara rantai pasok dengan performa pemasaran
H3: Terdapat hubungan signifikan antara rantai pasok dengan performa keuanga
H4: Terdapat hubungan signifikan antara performa logistic dan performa pemasaran
H5: Terdapat hubungan signifikan antara performa logistic dan performa keuangan
H6: Terdapat hubungan signifikan antara performa pemasaran dengan performa keuangan

Model penelitian

Pada penelitian ini performa logistik merupakan item dasar yang digunakan untuk
mengevaluasi SCM. Penulis akan menunjukkan model dari performa logistik dan
menjelaskan enam hipotesis dan keenam hipotesis tersebut terdukung. Populasi dari penelitian
ini adalah seluruh manajer yang aktif di perusahaan berbasi produksi di Khuzestan. Dari
populasi tersebut, 150 manajer dipilih untuk menjadi sampel dalam penelitian ini dengan
menggunakan teknik random sampling, dengan menggunakan kuesioner dan diolah dengan
SPSS (uji korelasi dan regresi berganda).

41
Definisi Operasional :

- SCM Strategy
Aktivitas yang menentukan kesatuan dan integrasi dalam aktivitas perdagangan serta
menentukan nilai maksimum yang diterima konsumen
- Performa logistik
Kemampuan dalam penyampaian barang dan jasa pada waktu yang logis berdasarkan
persyaratan konsumen
- Performa pemasaran
Kemampuan perusahaan dalam meningkatkan penjualan dan market share
dibandingkan dengan kompetitor
- Performa keuangan
Profitabilitas perusahaan dalam mengembalikan invenstasi perusahaan.

Hasil penelitian menujukkan bahwa SCM memiliki hubungan yang signifikan dengan
performa organisasi terutama dalam performa keuangan. Berdasarkan pengamatan pada hasil
regresi, ditemukan bahwa performa keuangan organisasi merasakan manfaaat terbesar dari
performa pemasaran, dan pemasaran merasakan manfaat terbesar dari performa logistik yang
merupaka hasil dari strategi SCM yang diterapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
performa organisasi meningkat sebagai hasil dari strategi SCM.

42
DAFTAR PUSTAKA

Blocher, Stout, and Cokins. 2010. Cost Management-A Strategic Emphasis, Fifth Edition.
New York: McGraw-Hill.
Bavarsad, Dr. Belghis, Dr. Abdol Hadi Darzian Azizi, and Fatemeh Javidi Alesadi. 2013.
Study of Relationship Between Supply Chain Management Strategy With Logistics
Performance And Organizational Performance. Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research in Business, Vol. 4 No. 9, 1308-1317.
Porter, E. Michael. 1996. What is Strategy?. Harvard Business Review, November-
December.
Porter, E. Michael. 2008. The Five Competitive Forces That Shape Industry. Harvard
Business Review, January.
Shank, John K. and Vijay Govindarajan. 1993. Strategic Cost Management.

43

Anda mungkin juga menyukai