CHAIN
Perusahaan memilih untuk berkompetensi, baik pada strategi kepemimpinan biaya (cost
leadership) maupun diferensiasi (differentiation), sebagaimana dijelaskan pada bab
sebelumnya. Mempertimbangkan berbagai cara untuk mengimplementasikan strategi
kompetitif: (1) analisis SWOT, (2) fokus pada pelaksanaan, (3) analisis rantai nilai (value
chain analysis), serta (4) kartu skor berimbang (balanced scorecard) dan peta strategi
(strategy map).
1
diidentifikasikan dengan cara melakukan analisis terhadap industri dan kompetitor
perusahaan.
- Hambatan untuk masuk
- Intensitas kompetisi di antara kompetitor
- Tekanan dari produk pengganti
- Kekuatan posisi tawar pelanggan
- Kekuatan posisi tawar pemasok
Pelaksanaan
Pelaksanaan yang efektif membutuhkan pernyataan strategi ringkas yang jelas
dikomunikasikan dalam organisasi. Pelaksanaan yang efektif juga membutuhkan pendekatan
proses bisnis kepada manajemen, di mana CSF jelas diidentifikasi, dikomunikasikan, dan
ditindaklanjuti. Karakteristik CSF yang dilaksanakan manajemen bergantung, tentu saja, pada
jenis strategi. Untuk perusahaan dengan strategi kepemimpinan biaya, CSF cenderung terkait
dengan kinerja operasional dan mutu. Sedangkan untuk perusahaan yang terdiferensiasi,
mungkin lebih berfokus pada pelanggan atau inovasi. Baik perusahaan dengan strategi
kepemimpinan biaya maupun perusahaan dengan strategi diferensiasi juga dapat
meningkatkan pelaksanaan melalui penentuan tolok ukur (benchmarking) dan perbaikan mutu
total (total quality improvement).
2
Istilah rantai nilai (chain value) digunakan karena setiap aktivitas dimaksudkan untuk
menambahkan nilai pada produk atau jasa bagi pelanggan. Rantai nilai dapat dioperasikan
melalui tiga fase, secara berurutan: (1) hulu, (2) operasi, (3) hilir. Fase hulu mencakup
pengembangan produk dan hubungan perusahaan dengan pemasok; operasi mengacu pada
operasi manufaktur atau, untuk paritel atau perusahaan jasa, operasi terlibat dalam penyediaan
produk atau jasa; tahap hilir mengacu pada hubungan dengan pelanggan, mencakup
pengiriman, pelayanan, dan aktivitas terkait lainnya. Beberapa istilah yang mengacu pada
analisis fase hulu disebut juga manajemen rantai pasokan dan yang mengacu pada analisis
fase hilir disebut manajemen hubungan pelanggan.
Penentuan bagian atau bagian-bagian mana dari rantai nilai untuk ditempati adalah
analisis strategis berdasarkan pertimbangan keunggulan kompetitif dari masing-masing
perusahaan, yaitu, di mana perusahaan dapat menyediakan nilai terbaik pada konsumen akhir
pada biaya serendah mungkin.
Analisis rantai nilai mempunyai dua langkah:
Langkah 1. Mengidentifikasi Aktivitas Rantai Nilai.
Langkah 2. Mengembangkan Keunggulan Kompetitif dengan Menurunkan Biaya atau
Menambah Nilai.
Memperoleh bahan baku CIC tidak terlibat pada langkah CIC tidak terlibat pada
ini dalam rantai nilai. langkah ini dalam rantai nilai.
3
Memproduksi chip CIC tidak terlibat pada langkah CIC tidak terlibat pada
komputer ini dalam rantai nilai; biaya langkah ini dalam rantai nilai;
suku cadang ini adalah $200 bagi CIC, biaya suku cadang
bagi CIC. ini adalah $200.
Merakit Biaya bagi CIC adalah sebesar Biaya bagi CIC adalah
$250 sebesar $250
4
5. Menyediakan evaluasi yang berkelanjutan mengenai efektivitas implementasi pada
Langkah 4. Pihak manajemen CIC menyadari bahwa kualitas produk dan pelayanan
terhadap pelanggan sangat penting bagi kesuksesan perusahaan.
5
Mengimplementasikan Balance Scorecard
Untuk dapat mengimplementasikan secara efektif, salah satunya BSC harus:
- Memiliki dukungan yang kuat dari manajemen puncak.
- Secara akurat mencerminkan strategi perusahaan.
- Mengkomunikasikan strategi organisasi secara jelas kepada seluruh manajer dan
karyawan, yang memahami dan menerima kartu skor.
- Memiliki proses yang meninjau dan memodifikasi kartu skor sebagai strategi
organisasi dan perubahan sumber daya.
- Dikaitkan dengan sistem imbal jasa dan kompensasi; manajer dan karyawan memiliki
insentif yang jelas yang dikaitkan dengan kartu skor.
- Mencakup proses untuk menjamin keakuratan dan keandalan informasi pada kartu
skor.
- Memastikan bahwa bagian yang relevan dari kartu skor mudah diakses bagi mereka
yang bertanggung jawab untuk ukuran, dan bahwa informasi juga aman, hanya
tersedia bagi mereka yang berwenang memiliki informasi.
Penentuan Waktu, Sebab Akibat, dan Ukuran Terkemuka dalam Balance Scorecard
Pandangan lain tentang BSC bagi perusahaan elektronik akan mengungkapkan beberapa
ukuran yang mungkin harus diambil setiap hari atau setiap minggu (penjualan atau jumlah
produk cacat) dan beberapa ukuran harus diambil setiap bulan atau lebih jarang (arus kas,
tingkat pengembalian total modal). Dengan demikian, BSC bukan satu-satunya dokumen
yang ditampilkan pada siklus mingguan atau bulanan yang diterapkan, tetapi merupakan
ukuran yang akan diperbaharui pada waktu yang tepat.
6
Peta Strategi
Peta strategi (strategy map) merupakan diagram sebab akibat dari hubungan antara
perspektif BSC. Manajer menggunakan peta strategi untuk menunjukkan bagaimana
pencapaian tujuan dalam setiap perspektif memengaruhi pencapaian tujuan dalam perspektif
lainnya, dan pada akhirnya keseluruhan kesuksesan perusahaan. Bagi sebagian besar
perusahaan, tujuan akhir dinyatakan dalam kinerja keuangan, dan untuk perusahaan publik
secara khusus, dalam nilai bagi pemegang saham. Dengan demikian, perspektif keuangan
dalam BSC menjadi tujuan akhir dalam peta strategi.
Meningkatkan Mengurangi
Meningkatkan kepuasan
waktu untuk
profitabilitas pelanggan
Pelanggan
7
Tujuan-tujuan keuangan adalah pertumbuhan pendapatan, penurunan biaya, dan
peningkatan tingkat pengembalian investasi (yang akan dicapai dengan pertumbuhan
pendapatan dan penurunan biaya). Demikian pula, tujuan-tujuan tersebut ditetapkan untuk
tiga perspektif lain dari BSC, berhati-hati untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut
dapat selalu konsisten terhadap misi dan strategi perusahaan. Perhatikan bagaimana tujuan-
tujuan tersebut dikaitkan untuk menunjukkan hubungan sebab akibat antara tujuan-tujuan
tersebut. Contohnya, meningkatkan kepuasan pelanggan (tujuan pelanggan) harus secara
positif memengaruhi pertumbuhan pendapatan (tujuan keuangan). Langkah berikutnya adalah
menentukan bagaimana cara mencapai dan mengukur tujuan-tujuan tersebut. Langkah
terakhir adalah menentukan ukuran tersebut, ketika mencapainya, akan menunjukkan
kemajuan pada tujuan-tujuan yang diharapkan.
9
Ringkasan Strategy and Industrial Analysis and The Value Chain dari Buku John K.
Shank and Vijay Govindarajan, Strategic Cost Management Ch 4 dan Ch 5.
Rantai nilai untuk tiap-tiap perusahaan di dalam industri apa saja adalah aktivitas-
aktivitas penciptaan nilai yang saling terkait mulai dari pemerolehan sumber bahan baku
dasar sampai kepada penyerahan produk atau jasa akhir kepada pelanggan.
Salah satu tema besar di dalam manajemen biaya strategik ialah menyangkut fokus
terhadap upaya-upaya dalam manajemen biaya: bagaimana sebuah perusahaan
mengorganisasikan pemikiran-pemikirannya mengenai manajemen biaya? Di dalam kerangka
manajemen biaya strategik, mengatur biaya secara efektif memerlukan fokus yang luas yang
mana Michael Porter menyebutnya dengan rantai nilai yakni, sekumpulan aktivitas
penciptaan nilai yang saling terkait. Fokus ini bersifat eksternal bagi perusahaan, di mana
masing-masing perusahaan dipandang dalam konteks keseluruhan rantai dalam aktivitas-
aktivitas penciptaan nilai yang mana hal tersebut hanyalah berupa sebuah bagian atau
tahapan, mulai dari pemerolehan bahan baku dasar sampai after-sales service.
Sebaliknya, akuntansi manajemen tradisional mengadopsi fokus yang sebagian besar
bersifat internal bagi perusahaan, di mana masing-masing perusahaan dipandang dalam
konteks dari pembelian, proses, fungsi, produk, dan pelanggan. Dengan kata lain, akuntansi
manajemen tradisional mengambil perspektif nilai tambah mulai dari pembayaran kepada
pemasok (pembelian) sampai pada penyerahan produk atau jasa kepada pelanggan
(penjualan). Tema utamanya, di dalam perspektif akuntansi manajemen tradisional, adalah
untuk memaksimalkan perbedaan (yaitu, nilai tambah) antara pembelian dan penjualan.
Pengetahuan strategik yang dihasilkan oleh analisis rantai nilai, bagaimanapun, berbeda
secara signifikan dari dan lebih unggul daripada yang disarankan oleh analisis nilai
tambah.
A. Konsep
Porter menyebutkan bahwa perusahaan dapat mengembangkan keunggulan kompetitif
secara berkelanjutan dengan menerapkan satu dari dua strategi berikut:
10
Low-cost Strategy. Fokus utama dari low-cost strategy adalah untuk meraih biaya
rendah secara relatif terhadap pesaing (meraih kepemimpinan biaya). Kepemimpinan biaya
dapat dicapai melalui beberapa pendekatan seperti:
Cost Leadership atau kepemimpinan biaya merupakan salah satu generic strategy.
Strategi ini dilakukan dengan cara memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah
dengan kualitas yang relatif sama dibandingkan dengan para pesaingnya. Untuk dapat
menjalankan strategi ini, perusahaan perlu memiliki economies of scale lebih tinggi atau
memiliki keunggulan dalam produktivitas. Dengan kata lain, perusahaan yang mengarahkan
dirinya menjadi produsen yang low-cost dalam industri untuk setiap level kualitas, maka
perusahaan tersebut telah menjalankan strategi ini. Strategi ini mempunyai dua macam
strategi turunannya, yaitu (1) produk dijual dalam rata-rata harga industri untuk meraih
keuntungan yang lebih besar dari pesaing dan (2) produk dijual di bawah rata-rata harga
industri untuk meraih market-share yang lebih luas.
Ada beberapa keadaan lingkungan yang dapat menguntungkan maupun merugikan
bagi perusahaan ketika akan menjalankan strategi kepemimpinan biaya. Ketika pembeli tidak
dihadapakan ada diferensiasi nilai terlalu banyak dengan produk lain, pembeli cenderung
sensitif terhadap harga, atau para pesaing tidak akan segera menyesuaikan harga yang lebih
rendah, maka situasi ini akan mendukung berjalannya strategi ini. Sebaliknya ketika tidak ada
perubahan dalam selera konsumen, teknologi, dan harga atau biaya; aktivitas yang diambil
untuk mencapai biaya rendah sangat langka dan mahal untuk ditiru, maka strategi ini menjadi
kurang efektif.
Dengan menjalankan strategi ini perusahaan harus lah memiliki kelebihan dalam
aspek pangsa pasar yang lebih luas ataupun akses ke sumber daya seperti bahan baku,
komponen, tenaga kerja yang lebih baik. Dengan keuntungan pada dua hal itu, dan
dikombinasikan dengan proses bisnis yang efisien, maka perusahaan dapat menjalankan
strategi ini dengan baik. Beberapa ciri bisnis proses yang efisien akan terlihat pada aspek
seperti seperti memiliki capabilities keuangan yang kuat untuk berinvestasi dalam spesific
11
assets, mampu mendesain proses produksi dengan efisien, memiliki keahlian yang tinggi
dalam industri karena learning/experience curve yang tinggi, dan memiliki jalur distribusi
yang efisien. Tanpa satu atau beberapa keuntungan ini, strategi ini dapat dengan mudah ditiru
oleh pesaing-pesaing lainnya.
Jika perusahaan yang berkompetisi tidak dapat menurunkan biaya-biaya yang sama
jumlahnya, maka perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitif berdasarkan
biaya kepemimpinan. Dapat disimpulkan bahwa cost leadership dapat diraih dengan cara (1)
Keputusan outsourcing dan vertical integration yang optimal, (2) Meningkatkan efisiensi
dalam setiap value chain, atau (3) Mendapatkan sumber input yang murah.
Perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan strategi ini meliputi Texas Instruments
pada consumer electronics, Emerson Electric pada motor listrik, Hyundai pada otomobil,
Briggs and Stratone pada gasoline engines, Black and Decker pada alat-alat bermesin,
Commodore pada bisnis mesin, K-Mart pada bisnis ritel, BIC pada pena, dan Timex pada jam
tangan.
Differentiation strategy. Fokus utama dari strategi diferensiasi adalah untuk
menciptakan sesuatu yang mana pelanggan memandangnya sebagai sesuatu yang unik.
Keunikan produk dapat dicapai melalui beberapa pendekatan seperti loyalitas merek (Coca
Cola pada industri minuman ringan), layanan pelanggan yang unggul (IBM pada bisnis
komputer), jaringan agen (Caterpillar Tractors pada bisnis peralatan konstruksi), desain
produk dan fitur produk (Hewlett Packard pada elektronik), atau teknologi (Coleman pada
bisnis peralatan kemah). Beberapa perusahaan yang telah menerapkan strategi diferensiasi
meliputi Mercedes Benz pada industri otomobil, Stouffers pada bisnis makanan beku,
Neiman-Marcus pada industri ritel, Cross pada bisnis pena, dan Rolex pada bisnis jam tangan.
Apakah atau tidak perusahaan dapat mengembangkan dan mempertahankan
kepemimpinan biaya tergantung secara mendasar pada bagaimana perusahaan mengelola
rantai nilainya secara relatif terhadap pesaing. Baik secara intuitif maupun secara teoretis,
keunggulan kompetitif dalam pasar pada akhirnya berasal dari penyediaan nilai pelanggan
yang lebih baik dengan biaya setara atau nilai pelanggan yang setara dengan biaya yang lebih
rendah. Dengan demikian, analisis rantai nilai sangat penting untuk menentukan secara persis
di segmen mana pada rantai nilai perusahaan mulai dari desain hingga distribusi biaya-
biaya dapat diturunkan atau nilai pelanggan dapat ditingkatkan.
12
B. Kerangka Rantai Nilai
Kerangka rantai nilai merupakan metode untuk membagi rantai - mulai dari bahan
baku dasar sampai kepada pelanggan terakhir ke dalam aktivitas-aktivitas strategik yang
relevan dalam rangka memahami perilaku biaya dan sumber diferensiasi. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, sebuah perusahaan biasanya hanya satu bagian dari sekumpulan
aktivitas yang lebih besar dalam sistem penyerahan nilai. Pemasok tidak hanya memproduksi
dan menyerahkan input yang digunakan di dalam aktivitas nilai perusahaan, tetapi mereka
penting pula dalam memengaruhi biaya dan posisi diferensiasi perusahaan.
Memperoleh dan mempertahankan keunggulan kompetitif bahwasanya mengharuskan
perusahaan untuk memahami keseluruhan sistem penyerahan nilai, bukan hanya bagian dari
rantai nilai di mana ia berpartisipasi. Pemasok dan saluran distribusi memiliki margin
keuntungan yang penting untuk mengidentifikasi dalam memahami biaya atau penetuan posisi
diferensiasi suatu perusahaan, karena pelanggan akhir pada akhirnya membayar semua margin
keuntungan di seluruh rantai nilai.
13
Kelemahan ini terjadi karena perusahaan tidak mengekplorasi hubungan dengan
pemasok dan konsumen. Hubungan yang baik dengan pemasok dapat memberikan
keuntungan bagi perusahaan dalam hal peningkatan kualitas bahan baku, waktu pengantaran
bahan baku yang tepat dan biaya yang lebih rendah. Sedangkan hubungan dengan konsumen
dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam loyalitas konsumen terhadap produk
perusahaan. Di lain pihak analisis value chain merupakan analisis aktivitas-aktivitas yang
menghasilkan nilai, baik yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Konsep value chain memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai
industri. Konsep value chain lebih luas dibandingkan value added dan dapat dikatakan value
added merupakan bagian dari value chain.
D. Supplier Linkages
Perbedaan antara perspektif rantai nilai dan perspektif nilai tambah dapat dilihat secara
jelas dalam konteks masalah penjadwalan yang timbul ketika perusahaan mengabaikan total
rantai nilai. Industri otomobil menyediakan contoh yang baik.
Beberapa tahun yang lalu, sebuah perusahaan otomobil besar Amerika Serikat mulai
untuk mengimplementasikan manajemen Just-in-time (JIT) pada pabrik perakitannya. Biaya
perakitan mengambil porsi 30 persen dari penjualan. Perusahaan berpendapat bahwa
penggunaan JIT dapat mengeliminasi 20 persen dari biaya perakitan tersebut, karena biaya
perakitan pada pabrik-pabrik otomobil Jepang diketahui lebih dari 20 persen di bawah biaya
perakitan pada pabrik-pabrik otomobil Amerika Serikat. Seiring perusahaan mulai mengatur
pabrik-pabriknya secara berbeda dalam rangka menghilangkan penumpukan dan pemborosan
persediaan, biaya perakitannya turun secara signifikan. Akan tetapi perusahaan mengalami
permasalahan yang dramatis dengan pemasok-pemasoknya, yang mana meminta kenaikan
harga melebihi biaya yang dapat dihemat perusahaan ketika perusahaan
mengimplementasikan JIT. Perusahaan-perusahaan otomobil Amerika Serikat saat itu
merespon permintaan kenaikan harga dari pemasok-pemasoknya dengan meminta para
pemasoknya untuk menerapkan JIT pula pada aktivitas operasi mereka.
Perspektif rantai nilai mengungkapkan sebuah gambaran yang berbeda mengenai
keseluruhan situasi. Dari penjualan perusahaan otomobil, 50 persen merupakan pembelian
dari pemasok suku cadang. Dari jumlah tersebut, 37 persen merupakan pembelian oleh
pemasok suku cadang, dan sisanya 63 persen merupakan nilai tambah yang diberikan oleh
pemasok. Dengan demikian, pemasok sebetulnya menambah lebih nilai produksi kepada
perusahaan otomobil daripada pabrik perakitannya (63 persen x 50 persen = 31.5 persen,
14
versus 30 persen). Dengan mengurangi penumpukan persediaan dan mengharuskan
implementasi JIT pada pemasok, perusahaan telah menciptakan ketegangan dengan pemasok-
pemasoknya. Akibatnya, total biaya manufaktur pemasok naik lebih daripada biaya perakitan
perusahaan yang mengalami penurunan.
Ketika diidentifikasi, alasan di balik terjadinya masalah tersebut, sebetulnya tidak
rumit. Pabrik perakitan mengalami perubahan yang besar dan tidak pasti dalam jadwal
produksi. Ketika penumpukan persediaan dihilangkan dari proses produksi yang sangat tidak
dapat diprediksi, aktivitas produksi dari pemasok menjadi sebuah mimpi buruk. Untuk setiap
dolar biaya manufaktur yang dapat dihemat oleh pabrik perakitan ketika perusahaan
berpindah ke konsep manajemen JIT, parik-pabrik pemasok mengeluarkan lebih dari satu
dolar karena ketidakpastian jadwal produksi perusahaan yang dipasoknya.
Karena cakupan perspektif nilai tambah yang sempit, perusahaan otomobil
mengabaikan konsekuensi bahwasanya perubahan-perubahan penjadwalan produksinya
memiliki dampak terhadap biaya para pemasoknya. Manajemen telah mengabaikan fakta
bahwa konsep JIT memerlukan kerjasama dengan para pemasok. Faktor utama yang
berkontribusi dalam kesuksesan pada pabrik perakitan perusahaan-perusahaan otombil Jepang
adalah kestabilan jadwal produksi pemasoknya. Sementara pabrik perakitan pada perusahaan-
perusahaan otomobil Amerika Serikat, secara tetap kehilangan jadwal produksi untuk satu
minggu ke depan sebesar 25 persen atau lebih, sementara pabrik-pabrik perakitan pada
perusahaan-perusahaan otomobil di Jepang bervariasi sebesar 1 persen atau kurang dari
jadwal yang telah direncanakan empat minggu sebelumnya.
Kegagalan dalam mengadopsi perspektif rantai nilai disebabkan oleh ketidaktahuan
atau ketidakpahaman akuntan manajemen mengenai konsep analisis supply chain cost dalam
perusahaan-perusahaan otomobil terbukti menimbulkan biaya yang tidak sedikit bagi
perusahaan. Konsekuensi penjadwalan tersebut dapat ditangani secara lebih baik seandainya
akuntan-akuntan manajemen pada industri otomobil memiliki pemahaman yang baik
mengenai konsep rantai nilai.
Hubungan-hubungan yang bermanfaat (yaitu, hubungan dengan pemasok dan
pelanggan yang dikelola dengan cara sedemikian rupa di mana seluruh pihak diuntungkan)
dapat pula ditelusuri secara lebih akurat melalui analisis rantai nilai dibandingkan melalui
analisis nilai tambah. Sebagai contoh, ketika coklat borongan dalam jumlah yang besar
dikirim dalam bentuk cair di dalam mobil-mobil tanki daripada coklat yang sudah berbentuk
batangan, perusahaan-perusahaan produsen coklat (misal, pemasok) mengeliminasi biaya
15
membentuk coklat dalam bentuk batangan dan biaya packing, tetapi mereka juga menghemat
biaya pembuat gula-gula (manisan) yang berbahan baku coklat dalam membongkar dan
mencairkan coklat-coklat yang sudah berbentuk batangan.
E. Customer Linkages
Selain dimulai dengan sangat lambat, analisis nilai tambah memiliki kekurangan yang
lain: ia berhenti terlalu cepat. Hubungan pelanggan sangat penting sebagaimana hubungan
pemasok; menghentikan biaya pada titik penjualan mengeliminasi seluruh kesempatan untuk
memanfaatkan hubungan dengan pelanggan.
Memanfaatkan hubungan dengan pelanggan merupakan ide kunci di balik konsep life-
cycle costing. Life-cycle costing merupakan kalkulasi biaya yang berpendapat untuk
memasukkan seluruh biaya yang terjadi untuk sebuah produk mulai dari ketika produk
tersebut dirancang sampai produk tersebut dibuang sebagai bagian dari biaya produk. Life-
cycle costing dengan demikian berkaitan secara eksplisit dengan hubungan antara apa yang
pelanggan bayar untuk sebuah produk dan total biaya yang dikenakan kepada pelanggan
selama umur produk tersebut. Perspektif life-cycle costing pada hubungan pelanggan dalam
rantai nilai dapat memicu peningkatan profitabilitas. Perhatian eksplisit pada biaya pasca
pembelian oleh pelanggan dapat membawa kepada segmentasi pasar dan pemosisian produk
yang lebih efektif. Merancang sebuah produk untuk mengurangi biaya pasca pembelian yang
ditanggung pelanggan dapat menjadi senjata utama dalam meraih keunggulan kompetitif.
Dalam banyak hal, biaya siklus hidup produk yang lebih rendah pada mobil impor Jepang
membantu menjelaskan kesuksesan mereka dalam pasar Amerika Serikat.
Ada banyak contoh di mana hubungan antara perusahaan dan pelanggannya dirancang
untuk saling menguntungkan dan hubungan dengan pelanggan dipandang tidak sebagai
permainan kalah-menang namun sebagai hubungan yang saling menguntungkan. Contoh
kasus adalah pada industri kontainer. Beberapa produsen kontainer telah membangun fasilitas
manufaktur di dekat tempat pembuatan bir dan menyerahkan kontainer melalui kepala
konveyor secara langsung ke atas lini perakitan pelanggan. Praktik ini menghasilkan
pengurangan biaya yang signifikan baik untuk produser kontainer dan pelanggan mereka
dengan mempercepat pengangkutan kontainer kosong, yang mana besar dan berat.
16
F. Missed Opportunities
Banyak masalah manajemen biaya yang disalahpahami karena kegagalan untuk
melihat manfaat yang dapat dihasilkan oleh analisis rantai nilai, sehingga perusahaan
kehilangan kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan
pemasok dan pelanggan.
18
dan menjadi produser biaya terendah di dunia microchip usang. Kepemimpinan teknologi
versus "followership" adalah pilihan untuk kebanyakan perusahaan.
Daftar yang mendasar atas executional cost driver, paling tidak mencakup:
Work force involvement (Keterlibatan Tenaga Kerja) "partisipasi": apakah tenaga-tenaga
kerja memiliki komitmen untuk perbaikan berkelanjutan (kaizen di Jepang)?
Total Quality Management (TQM): apakah tenaga kerja yang ada memiliki komitmen
terhadap kualitas produk secara total?
Capacity utilization (kapasitas utilisasi): apa yang merupakan pilihan skala pada
pembangunan pabrik maksimum?
Plant layout efficiency (tata letak pabrik efisiensi): seberapa efisien, terhadap norma saat
ini tata letak pabrik?
Product configuration (konfigurasi produk): apakah desain atau formulasi produk sudah
efektif?
Linkages with suppliers or customers (Hubungan dengan pemasok atau pelanggan): apakah
hubungan dengan pemasok atau pelanggan sudah dieksploitasi, sehubungan dengan value
chain dari perusahaan?
19
3. Structural choices and executional skills. Apa yang lebih berguna dalam arti strategis
adalah untuk menjelaskan posisi biaya dalam hal pilihan struktural dan keterampilan
pelaksanaan yang membentuk posisi kompetitif perusahaan. Misalnya, Michael Porter
menganalisa konfrontasi klasik pada tahun 1962 antara General Electric dan Westinghouse
turbin uap dalam struktural dan eksekusional cost driver untuk setiap perusahaan.
4. Relevant strategic drivers , tidak semua strategic driver dapat dikatakan penting sepanjang
waktu walaupun beberapa adalah penting di semua kasus.
5. Cost analysis framework , untuk masing-masing cost driver, framework atas analisis biaya
diperlukan untuk memahami positioning perusahaan.
6. Cost driver specific to activities , aktivitas-aktivitas yang berbeda di dalam value chain
dipengaruhi oleh customer-customer yang berbeda.
a) Cost Reduction
Dengan sistematis menganalisis biaya, pendapatan, dan aset dalam setiap kegiatan,
perusahaan bisa mencapai baik differensiasi dan low cost. Sebuah cara yang efektif untuk
mencapai tujuan ini adalah untuk membandingkan rantai nilai perusahaan dengan rantai nilai
dari satu atau dua pesaing utama, kemudian mengidentifikasi tindakan yang diperlukan untuk
mengelola rantai nilai perusahaan lebih baik dari pada pesaing mengelola rantai nilai mereka.
b) Value Increase
Untuk melanjutkan fokus atas pengaturan value chain yang ada agar lebih baik dari
pesaing, perusahaan harus memberikan perhatian lebih untuk dapat mengidentifikasi, di mana
hasil dari value chain dapat significant.
20
H. Perbedaan Analisis Value Chain dan Analisis Akuntansi Manajemen Tradisional
Cost containment Penerapan pengurangan Satu set driver yang unik untuk tiap nilai aktivitas.
philosophy kos pada seluruh level Pandangan kos sebagai fungsi cost driver diatur
perusahaan (cost-volume- untuk tiap nilai aktivitas.
profit analysis). Memanfaatkan hubungan dengan supplier.
Memanfaatkan hubungan dengan konsumen.
Melakukan penghematan
Insight for Tidak siap Mengidentifikasi cost driver pada level aktivitas
strategic decision secara individual, dan mengembangkan kos/
differensiasi dengan mengendalikan driver secara
lebih baik atau menyusun kembali rantai nilai.
Untuk tiap aktivitas secara stratejik dipertanyakan:
21
hubungan internal dan eksternal sehingga dapat membantu perusahaan dalam mencapai
keunggulan biaya maupun dengan strategi diferensiasi.
Dengan analisa value chain perusahaan dapat menentukan dan mengidentifikasi
hubungan yang terdapat dalam perusahaan, baik hubungan eksternal maupun hubungan
internal. Hubungan internal akan menjaga keterkaitan antara aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari value chain, sedangkan hubungan eksternal
akan menjaga keterkaitan antara aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dengan pemasok
dan konsumennya.
Analisis biaya secara tradisional memfokuskan atas perhatian kepada value added
dengan terjadinya kesalahan dan bahwa hal tersebut adalah satu-satunya area di mana
perusahaan dapat mempengaruhi biaya.
Dapat disimpulkan, bahwa metodologi untuk membuat dan menggunakan value chain
mencakup langkah-langkah:
1. Mengidentifikasi value chain dari industri, lalu membuat daftar biaya, pendapatan, dan
asset untuk tiap-tiap aktivitas.
2. Mengidentifikasi cost drivers yang mengatur setiap value activity.
3. Membangun sustainable competitive advantage, baik dengan mengendalikan cost drivers
lebih baik dari pesaing atau dengan merekonfigurasi value chain.
Munculnya manajemen biaya strategis berasal dari penggabungan tiga tema yang mendasari:
22
(1) The Value Chain Concept
Value chain untuk suatu perusahaan dalam suatu bisnis berkaitan dengan serangkaian
aktifitas yang menciptakan nilai yang berasal dari sumber bahan baku dasar untuk pemasok
komponen dimana produk akhir dikirimkan ke konsumen akhir. Value chain merupakan
hubungan dari satu set nilai yang menciptakan aktivitas dengan semua cara atas dasar sumber
raw material untuk komponen supplier melalui pengguna produk yang terakhir (ultimate end-
use product) yang dikirim kepada langganan. Dari fokus eksternal akan terlihat perusahaan
dalam konteks keseluruhan dari rantai nilai yang menciptakan aktivitas yang hanya
menampakan sebagian dari komponen raw material sampai ke pengguna terakhir tersebut.
Dalam kenyataannya, management accounting selalu terfokus pada internal
perusahaan. Hal tersebut dimulai dari pembeliannya, prosesnya, fungsinya, produknya dan
langganannya. Dengan kata lain management accounting menganut perspektif value added
yang dimulai dengan pembayaran pembelian kepada supplier dan berhenti pada saat
pembebanan kepada langganan dalam hal ini merupakan penjualan dengan tujuan untuk
memaximumkan perbedaan antara pembelian dan penjualan. Tetapi konsep value chain pada
dasarnya berbeda dengan konsep value added (nilai tambah).
Dari perspektif strategi, value added mempunyai dua permasalahan besar yaitu:
Ia mulai sangat terlambat. Bila dimulai dari saat pembelian maka perusahaan akan
kehilangan kesempatan yang akan diperolehnya melalui hubungannya dengan supplier.
la berhenti sangat cepat. Berhenti melakukan analisa cost pada penjualan akan kehilangan
semua kesempatan yang dapat diexploitasi melaui hubungan dengan langganan
perusahaan.
Life cycle consep mengungkapkan hubungan antara apa yang dibayarkan oleh
pelanggan untuk suatu produk dan total biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan selama masa
penggunaan produk tersebut. Forbis dan Mehta (1981) menjelaskan bagaimana perspektif life
cycle costing pada hubungan pelanggan dalam rantai nilai bisa meningkatkan provitabilitas.
Banyak masalah manajemen biaya dipahami secara keliru karena kegagalan dalam
mengetahui pengaruh pada seluruh rantai nilai, banyak kesempatan manajemen biaya hilang
karena hal serupa.
Tema dari management accounting adalah tetap sama setelah 40 tahun Yaitu:
1. Score keeping
2. Problem solving dan
3. Attention directing.
Ketiga peranan yang terkenal tersebut merupakan satu set konsep dan teknik yang
secara implisit akan diasumsikan untuk terpakai pada semua perusahaan dan dalam tingkat
yang bervariasi. Misalnya standard cost variance merupakan alat kunci untuk lebih
memperhatikan secara langsung (attention directing)dan analisa contribution margin
merupakan alat kunci untuk problem solving.
Executional driver, untuk menetukan posisi cost yang akan merupakan tanda kemampuan
perusahaan untuk mewujudkan suksesnya.
Executional driver adalah merupakan skala yang monoton dengan kinerjanya sedangkan
structural driver tidak.
Walaupun demikian bukan berarti bahwa structural driver itu selalu lebih baik, karena
adanya skala yang tidak ekonomis, atau scope yang tidak ekonomis. Semakin kompleks
sebuah produk line maka akan semakin jelek ia dari produk yang tidak begitu kompleks.
Dasar dan executional driver antara lain:
Partisipasi dari angkatan kerja, konsep dari angkatan kerja yang melakukan komitmen
dengan penyempurnaan yang kontinu.
Total quality mangement, percaya akan mencapai produk yang diinginkan dan proses
kualitas,
Penggunaan kapasitas, merupakan skala yang sudah ada dalam konstruksi pabrik Plant
layout efesiensi, berapa efesiennya dibandingkan dengan norma yang ada . Konfigurasi
produk, merupakan design atau perumusan yang efektif .
Exploitasi hubungan dengan supplier dan vendor atau pelanggan untuk tiap value chain
perusahaan.
Walaupun tidak selalu benar faktor executional ini akan menyempurnakan posisi cost
perusahaan pada tingkat yang tinggi.
25
Bagaimanapun posisi cost berpengaruh terhadap posisi yang bersaing dari bersaing akan
terlihat sebagai berikut:
Untuk analisa strategi, volume tidak selalu berguna untuk menjelaskan cost behavior
Dalam arti strategi, adalah lebih berguna untuk menjelaskan posisi cost dari sudut pilihan
struktur dan pelaksanaan skin yang akan membentuk posisi persaingan perusahaan.
Tidak semua strategi driver adalah sama pentingnya untuk semua waktu.
Untuk setiap cost driver analisa cost pada khususnya merupakan kerangka berpikir untuk
mengerti akan posisi perusahaan.
Salah satu kerangka berpikir analisa cost adaiah analisa cost of quality (COQ). Analisa
ini telah membuat SCM mendapat perhatian lebih serius. Tetapi terdapat beberapa opini yang
berbeda mengenai SOQ ini, dan banyak yang mengatakan hal tersebut hanya membuang-
buang waktu saja. Analisa ranking relevan dalam I menghitung dan memonitor cost dapat
dibagi atas 4 bagian sebagaimana Dalam perspektif Juran, yaitu:
a) Pencegahan. Biaya pencegahan kualitas yang buruk (seperti siklus kualitas pekerja).
b) Penilaian. Biaya mengawasi tingkat kualitas yang buruk (seperti sistem pelaporan
pemborosan).
c) Kegagalan internal. Biaya memperbaiki kualitas buruk yang diketahui sebelum
meninggalkan pabrik (seperti tenaga pengerjaan kembali).
d) Kegagalan eksternal. Biaya untuk kualitas buruk yang dijumpai sebelum barang
dikirimkan (seperti klaim garansi atau niat buruk pelanggan).
26
Judul : What Is Strategy?
Operational Effectiveness: Melakukan aktivitas serupa lebih baik dibanding pesaing yang
melakukan hal tersebut. Efektivitas operasional mencakup namun tidak terbatas pada
efisiensi. Hal ini mengacu pada banyaknya praktik yang memungkinkan perusahaan
memanfaatkan inputnya dengan lebih baik.
Strategy: Melakukan berbagai aktivitas seperti pesaing atau melakukan aktivitas serupa
dengan cara yang berbeda.
Porter menyatakan bahwa perusahaan bisa mengalahkan pesaingnya hanya jika
perusahaan bisa menciptakan perbedaan yang bertahan lama. Hal ini harus memberikan nilai
lebih besar kepada pelanggan atau menciptakan nilai yang sebanding dengan biaya lebih
rendah, atau melakukan keduanya. Namun, Porter berpendapat bahwa kebanyakan perusahaan
saat ini bersaing berdasarkan efektivitas operasional. Konsep persaingan berdasarkan
efektivitas operasional ini diilustrasikan melalui frontier produktivitas, yang digambarkan
pada gambar di bawah ini.
27
Perbatasan produktivitas adalah jumlah semua praktik terbaik yang ada pada waktu
tertentu atau nilai maksimum yang dapat dibuat oleh perusahaan dengan biaya tertentu,
dengan menggunakan teknologi, keterampilan, teknik manajemen, dan input terbaik yang
tersedia. Jadi, ketika sebuah perusahaan meningkatkan efektivitas operasionalnya, ia bergerak
menuju perbatasan. Perbatasan terus bergeser keluar saat teknologi dan pendekatan
manajemen baru dikembangkan dan saat input baru tersedia. Untuk mengikuti perubahan
terus menerus dalam batas produktivitas, para manajer telah mengadopsi teknik seperti
perbaikan terus-menerus, pemberdayaan, organisasi belajar, dan lain-lain. Meskipun
perusahaan memperbaiki berbagai dimensi kinerja pada saat bersamaan ketika mereka
bergerak menuju perbatasan, kebanyakan dari mereka gagal untuk bersaing dengan sukses
berdasarkan efektivitas operasional dalam jangka waktu yang panjang. Alasannya adalah
bahwa pesaing dengan cepat dapat meniru praktik terbaik seperti teknik manajemen,
teknologi baru, peningkatan masukan, dan sebagainya. Dengan demikian, persaingan
berdasarkan efektivitas operasional menggeser perbatasan ke luar dan secara efektif
meningkatkan standar bagi semua orang. Tapi persaingan seperti itu hanya menghasilkan
perbaikan mutlak dalam efektivitas operasional dan tidak ada perbaikan relatif bagi siapa pun.
Persaingan berdasarkan efektivitas operasional saja dapat saling merusak, yang
menyebabkan peperangan yang hanya bisa ditangkap dalam membatasi kompetisi. Kompetisi
semacam itu bisa disaksikan di perusahaan Jepang, yang memulai revolusi global dalam
efektivitas operasional di tahun 1970an dan 1980an. Namun, sekarang perusahaan (termasuk
orang Jepang) yang bersaing hanya dengan efektivitas operasional menghadapi imbal hasil
yang berkurang, persaingan zero-sum, harga statis atau penurunan, dan tekanan pada biaya
yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk berinvestasi dalam bisnis dalam
jangka panjang.
28
II. Strategy Rests on Unique Activities
Strategi kompetitif adalah tentang menjadi berbeda, artinya dengan sengaja memilih
serangkaian kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan perpaduan nilai yang unik. Apalagi
esensi strategi, menurut Porter, memang memilih melakukan aktivitas berbeda dibandingkan
dengan rival. Strategi ini adalah penciptaan posisi yang unik dan berharga, yang melibatkan
serangkaian kegiatan yang berbeda.
30
suatu posisi dan menguatkan trade-off. Ada tiga jenis kecocokan yang tidak saling eksklusif,
yaitu:
1. Order fit pertama: Simple konsistensi antara setiap kegiatan (fungsi) dan strategi
keseluruhan. Konsistensi memastikan bahwa keunggulan kompetitif dari kegiatan tersebut
akan terakumulasi dan tidak mengikis atau membatalkannya. Selanjutnya, konsistensi
membuat lebih mudah mengkomunikasikan strategi kepada pelanggan, karyawan, dan
pemegang saham, dan memperbaiki penerapannya melalui pemikiran tunggal di
perusahaan.
2. Order fit kedua: Terjadi ketika kegiatan memperkuat.
3. Order fit ketiga: Pergi ke luar kegiatan penguatan menurut Porter sebut sebagai optimasi
usaha. Koordinasi dan pertukaran informasi lintas kegiatan untuk menghilangkan
redundansi dan meminimalkan upaya terbuang adalah jenis pengoptimalan usaha yang
paling mendasar.
Dalam ketiga jenis fit tersebut, keseluruhan masalah lebih banyak daripada bagian
individual manapun. Keunggulan kompetitif berasal dari aktivitas seluruh sistem. Kesesuaian
antara aktivitas mengurangi biaya atau meningkatkan diferensiasi secara substansial. Selain
itu menurut Porter, perusahaan harus memikirkan tema yang mencakup banyaknya aktivitas
(yaitu biaya rendah) daripada menentukan kekuatan individual, kompetensi inti atau sumber
daya kritis, karena kekuatan melintasi banyak fungsi dan satu kekuatan menyatu dengan yang
lain.
31
Selain itu, kecocokan diantara kegiatan menciptakan tekanan dan insentif untuk
meningkatkan efektivitas operasional, yang membuat tiruan lebih sulit lagi. Fit berarti kinerja
buruk dalam satu aktivitas akan menurunkan kinerjanya pada orang lain, sehingga
kelemahannya terpapar dan lebih rawan mendapat perhatian. Di sisi lain, perbaikan dalam
satu aktivitas akan membayar dividen pada orang lain.
Posisi strategis harus memiliki cakrawala satu dekade atau lebih, bukan dari siklus
perencanaan tunggal, karena kontinuitas mendorong perbaikan dalam aktivitas individual dan
kesesuaian dalam aktivitas, memungkinkan sebuah organisasi membangun kemampuan dan
keterampilan unik yang disesuaikan dengan strateginya. Kontinuitas juga memperkuat
identitas perusahaan. Pergeseran strategi yang sering tidak hanya mahal tapi pasti mengarah
pada konfigurasi aktivitas yang dilindung nilai, inkonsistensi di seluruh fungsi, dan disonansi
organisasi.
Dengan demikian, strategi juga dapat didefinisikan sebagai menciptakan kecocokan
diantara aktivitas perusahaan karena keberhasilan strategi bergantung pada banyak hal dengan
baik tidak hanya sedikit dan mengintegrasikan di antara mereka. Jika tidak ada kesesuaian di
antara aktivitas, tidak ada strategi dan keberlanjutan yang khas.
V. Rediscovering Strategy
Failure to Choose
Menurut Porter, walaupun perubahan eksternal dapat menjadi ancaman bagi strategi
perusahaan, ancaman yang lebih besar terhadap strategi sering kali berasal dari dalam
perusahaan. Strategi yang bagus dirongrong oleh pandangan persaingan yang salah arah, oleh
kegagalan organisasi dan terutama oleh keinginan untuk tumbuh. Selain itu, masalah
mendasar terletak pada mentalitas praktik terbaik para manajer, yang percaya bahwa tidak
melakukan trade-off dan terus-menerus mengejar efektivitas operasional, dan meniru pesaing
32
untuk mengejar perlombaan untuk efektivitas operasional. Dengan demikian, manajer sama
sekali tidak mengerti harus memiliki strategi yang mana.
Profitable Growth
Salah satu pendekatan untuk bertahan dalam pertumbuhan dan strategi penguatan
adalah dengan berkonsentrasi pada memperdalam posisi strategis daripada memperluas dan
mengkompromikannya. Sebuah perusahaan dapat melakukannya dengan memanfaatkan
sistem aktivitas yang ada dengan menawarkan fitur atau layanan yang pesaing tidak mungkin
menirunya karena mahal. Dengan demikian, memperdalam suatu posisi berarti membuat
aktivitas perusahaan lebih khas, memperkuat fit, dan mengkomunikasikan strategi lebih baik
kepada pelanggan yang menghargai hal tersebut. Namun saat ini banyak perusahaan berusaha
untuk tumbuh dengan menambahkan fitur, produk, atau layanan yang hot tanpa
menyesuaikannya dengan strategi mereka.
Globalisasi sering memungkinkan pertumbuhan yang konsisten dengan strategi
perusahaan, karena membuka pasar yang lebih besar untuk strategi yang terfokus. Dengan
demikian, memperluas secara global lebih cenderung memperkuat posisi unik perusahaan
daripada memperluas di dalam negeri.
33
The Role of Leadership
Tantangan untuk mengembangkan atau membangun kembali strategi yang jelas
seringkali bersifat organisasi dan bergantung pada kepemimpinan. Selain itu, pemimpin yang
kuat, yang bersedia membuat pilihan, sangat penting. Manajemen umum harus melakukan
lebih dari sekadar pengelolaan fungsi individual. Mereka harus mendefinisikan dan
mengkomunikasikan posisi unik perusahaan inti, melakukan trade-off, dan menempa sesuai
diberbagai aktivitas perusahaan. Selanjutnya, pemimpin harus memutuskan perubahan dalam
industri dan permintaan pelanggan, apakah perusahaan akan meresponsnya. Pemimpin harus
bisa mengajar orang lain dalam organisasi tentang strategi dan mengatakan tidak.
Strategi adalah memilih apa yang harus dilakukan dan juga apa yang tidak boleh
dilakukan. Memutuskan kelompok sasaran pelanggan, varietas, dan kebutuhan yang harus
dilayani perusahaan sangat penting untuk mengembangkan strategi. Strategi juga terjadi
dalam memutuskan untuk tidak melayani pelanggan atau kebutuhan lain dan tidak
menawarkan fitur atau layanan tertentu. Dengan demikian, strategi membutuhkan disiplin
yang terus menerus dan komunikasi yang jelas. Strategi harus memandu karyawan dalam
membuat pilihan yang timbul karena trade-off dalam aktivitas individual mereka dan dalam
keputusan sehari-hari.
Selain itu, manajer perlu memahami bahwa efektivitas operasional, walaupun bagian
manajemen yang diperlukan, bukanlah strategi. Manajer harus bisa membedakan antara
keduanya dengan jelas.
Conclusion
Kontinuitas strategis tidak menyiratkan pandangan persaingan statis. Perusahaan harus
terus meningkatkan efektivitas operasionalnya dan secara aktif mencoba untuk menggeser
batas produktivitas, pada saat bersamaan, perlu upaya berkelanjutan untuk memperluas
keunikannya sambil memperkuat kecocokan diantara kegiatan. Namun, perusahaan mungkin
harus mengubah posisi strategisnya karena adanya perubahan struktural utama di industri ini.
Sebuah perusahaan harus memilih posisi barunya tergantung pada kemampuannya untuk
menemukan trade off baru dan memanfaatkan sistem baru dari kegiatan pelengkap menjadi
keuntungan yang berkesinambungan.
34
Judul : The Five Competitive Forces That Shape Strategy
Introduction
Persaingan di industri saat ini jauh melampaui pesaing langsung saat ini. Persaingan
kompetitif organisasi ditentukan oleh 4 faktor penting selain pesaing industri: pelanggan,
pemasok, calon pendatang, dan produk pengganti. Persaingan yang diperluas yang dihasilkan
dari kelima kekuatan tersebut mendefinisikan struktur industri dan membentuk sifat interaksi
kompetitif dalam suatu industri. Jadi dalam jangka panjang kombinasi faktor-faktor ini
mendorong persaingan dan profitabilitas daripada di mana produk berada dalam siklus
hidupnya. Apakah perusahaan mendapatkan pengembalian investasi yang menarik atau
kerugian incurs bergantung pada apakah kekuatan ini intens atau jinak.
35
baku dan mendirikan identitas merek. Keuntungan semacam itu bisa jadi merupakan
hambatan masuk yang signifikan.
6. Unequal access to distribution cahnels, pemain baru saluran distribusi set up atau
layanan yang dapat membuktikan entry barrier menjadi besar
7. Restrictive government policy, kebijakan pemerintah seperti perizinan atau subsidi
bisa langsung mencegah atau membantu masuknya pemain baru.
36
Rivalry Among Existing Competitors
Persaingan antar pesaing, jika tinggi, dapat sangat mempengaruhi profitabilitas industri. Ini
dapat menyebabkan perang harga, inflasi anggaran iklan, pengenalan produk baru dan lain-
lain, intensitas persaingan yang tinggi jika:
1. Jumlah pesaing tinggi dan pangsa pasar mereka rendah
2. Tidak ada pemimpin pasar yang jelas
3. Pertumbuhan industri lambat
4. Hambatan keluar tinggi
5. Produk serupa sifatnya
6. Biaya marjinal rendah
7. Kelebihan kapasitas ada
37
contoh dengan penggunaan internet meningkat, perusahaan penerbangan segera menyadari
bahwa pelanggan lebih suka membeli tiket melewati net. Maskapai penerbangan yang
awalnya mengadopsi e-ticketing mendapatkan majorly dan juga mengurangi biaya
mereka. Agen perjalanan apalagi yang hanya mengandalkan komisi tiket udara yang lambat
untuk berubah dan sekarang adalahjenis sekarat. Perubahan ini juga membuka peluang baru
dan situs online seperti makemytrip.com hadir.
Shaping industry structure
Sebuah perusahaan yang jelas mengakui kekuatan utama yang mempengaruhi struktur
industri dapat bekerja menuju mengubah kekuatan-kekuatan ini untuk mengubah industri,
yang pada akhirnya menguntungkan semua pemain. Ada 2 cara untuk mengubah industri
ini. Perusahaan dapat bekerja menuju profitabilitas redividin g atau terhadap expa nding
keuntungan kolam renang.
Dalam hal Redividing profitabilitas perusahaan harus menentukan kekuatan saat
menahan profitabilitas industri. Perusahaan kemudian dapat mengambil tindakan untuk
menahan kebocoran keuntungan kepada pembeli, pemasok, dan substitusi. Perusahaan dapat
mengurangi daya tawar pembeli atau pemasok sehingga mempertahankan persentase rantai
nilai industri yang lebih besar.
Contoh Walmart, pengecer terbesar di dunia, mengambil keuntungan dari distribusi
canggih untuk mengumpulkan bagian yang lebih besar dari rantai nilai dari pemasok. Ini
memaksa mereka untuk merampingkan proses dan distribusinya. Segera pengecer lain juga
mendapatkan keuntungan yang sama. Demikian pula di India, pengecer terorganisir
menangkap persentase yang lebih besar dari harga suatu produk meskipun menjual dengan
harga lebih rendah daripada toko ibu dan pop karena daya tawar mereka meningkat dengan
pemasok.
Expanding the overall profit pool, menciptakan win-win peluang untuk beberapa
peserta industri. Kolam keuntungan dapat diperluas dengan melayani pasar dengan kebutuhan
laten yang tidak dilayani sebelumnya. Perusahaan juga bisa bergandengan tangan dengan
pemain lain untuk meningkatkan koordinasi untuk mengurangi biaya keseluruhan dan
menghilangkan pemborosan.
Contoh, ketika bursa saham di India beralih ke perdagangan elektronik, mereka secara
signifikan memperluas area keuntungan bagi semua pemain. Perusahaan merasa lebih mudah
mengelola pendaftaran transfer. Hal ini secara signifikan mengurangi waktu penyelesaian dan
menarik pembeli baru. Bursa membuatnya lebih murah untuk para anggotanya untuk
38
perdagangan yang meningkat volume mereka secara signifikan. Begitu pula saat pialang
mulai menawarkan perdagangan online kepada klien mereka dengan volume biaya lebih
rendah melonjak. Mereka bisa menawarkan tingkat yang lebih rendah karena semua pemain
yaitu bank, deposan dan broker sendiri berkoordinasi dan mengurangi biaya mereka.
39
Judul : Study Of Relationship Between Supply Chain Management Strategy With
Penulis : Dr. Belghis Bavarsad, Dr. Abdol Hadi Darzian Azizi, Fatemeh Javidi Alesadi
Topik studi ini mengenai hubungan antara strategi manajemen rantai pasok (supply
chan management strategy) dengan performa logistik dan performa organisasi (pemasaran
dan keuangan) sebagai tujuan utama dari penelitian yang dilakukan. Penulis memilih strategi
rantai pasok berdasarkan kesatuan dan integrasi, sebagai contoh performa organisasi akan
meningkat dengan mengimplementasikan strategi ini pada bagian produksi. Strategi SCM
didasarkan pada tiga hal yaitu konsumen, supplier dan proses di dalam internal organisasi.
Saat ini keinginan dan kebutuhan konsumen telah mengubah banyak hal di dalam
proses produksi. Produsen harus memperhatikan kualitas produk yang disampaikan kepada
konsumen. Oleh karena itu, produsen harus memperhatikan seluruh aktivitas yang dilakukan
dalam memproduksi barang dan kegiatan-kegiatan yang memberi nilai tambah bagi
pelanggan. Dalam menentukan kualitas, terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan, tidak
hanya yang berasal dari internal perusahaan tetapi juga yang berasal dari eksternal
perusahaan. Hal ini berkaitan dengan manajemen rantai pasok, karena mengelola rantai pasok
yang baik akan menghasilkan sebuah hasil yang baik karena kontrol telah dilakukan sejak
barang belum mulai dibuat dengan menentukan supplier yang baik dan menjaga proses kerja
yang baik sehingga barang yang dihasilkan menjadi baik. Dengan terkontrolnya rantai pasok,
maka performa perusahaan secara keseluruhan akan akan mejadi baik pula, baik secara
pemasaran maupun keuangan.
Studi ini memasukkan inovasi karena tiga alasan, pertama untuk memahami dampak
aktivitas SCM pada performa organisasi. Kedua, mempertimbangkan strategi berdasarkan
universalitas dan integrasi yang termasuk tiga jenis aktivitas (konsumen, pemasok, dan
proses). Ketiga, performa logistik.
Pada dasarnya penelitian ini ingin menjawab satu pertanyaan besar, yaitu mengenai
bagaimana sebuah organisasi berbasis produksi dapat memperoleh performa organisasi?
Mendapatkan performa yang superior memerlukan usaha dari organisasi untuk dapat
membuat sebuah kesatuan dan integrasi diantara peserta rantai pasok, maksudnya antar rantai
pasok dapat saling berkaitan dengan baik. Dengan mengelola rantai pasok, maka perusahaan
secara tidak langsung juga mengontrol proses produksi barang dan jasa yang dilakukannya,
40
namun dengan pengelolaan tersebut, apakah benar performa organisasi akan meningkat
dengan baik juga? Hal inilah yang menjadi pertanyaan utama dari penelitian ini.
Model penelitian
Pada penelitian ini performa logistik merupakan item dasar yang digunakan untuk
mengevaluasi SCM. Penulis akan menunjukkan model dari performa logistik dan
menjelaskan enam hipotesis dan keenam hipotesis tersebut terdukung. Populasi dari penelitian
ini adalah seluruh manajer yang aktif di perusahaan berbasi produksi di Khuzestan. Dari
populasi tersebut, 150 manajer dipilih untuk menjadi sampel dalam penelitian ini dengan
menggunakan teknik random sampling, dengan menggunakan kuesioner dan diolah dengan
SPSS (uji korelasi dan regresi berganda).
41
Definisi Operasional :
- SCM Strategy
Aktivitas yang menentukan kesatuan dan integrasi dalam aktivitas perdagangan serta
menentukan nilai maksimum yang diterima konsumen
- Performa logistik
Kemampuan dalam penyampaian barang dan jasa pada waktu yang logis berdasarkan
persyaratan konsumen
- Performa pemasaran
Kemampuan perusahaan dalam meningkatkan penjualan dan market share
dibandingkan dengan kompetitor
- Performa keuangan
Profitabilitas perusahaan dalam mengembalikan invenstasi perusahaan.
Hasil penelitian menujukkan bahwa SCM memiliki hubungan yang signifikan dengan
performa organisasi terutama dalam performa keuangan. Berdasarkan pengamatan pada hasil
regresi, ditemukan bahwa performa keuangan organisasi merasakan manfaaat terbesar dari
performa pemasaran, dan pemasaran merasakan manfaat terbesar dari performa logistik yang
merupaka hasil dari strategi SCM yang diterapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
performa organisasi meningkat sebagai hasil dari strategi SCM.
42
DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Stout, and Cokins. 2010. Cost Management-A Strategic Emphasis, Fifth Edition.
New York: McGraw-Hill.
Bavarsad, Dr. Belghis, Dr. Abdol Hadi Darzian Azizi, and Fatemeh Javidi Alesadi. 2013.
Study of Relationship Between Supply Chain Management Strategy With Logistics
Performance And Organizational Performance. Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research in Business, Vol. 4 No. 9, 1308-1317.
Porter, E. Michael. 1996. What is Strategy?. Harvard Business Review, November-
December.
Porter, E. Michael. 2008. The Five Competitive Forces That Shape Industry. Harvard
Business Review, January.
Shank, John K. and Vijay Govindarajan. 1993. Strategic Cost Management.
43