Anda di halaman 1dari 8

Why Do Firms Rarely Adopt IFRS Voluntarily?

Academics Find Significant Benefits And The Costs Appear To Be Low


By: Hans B. Christensen

Introduction
Kim dan Shi menemukan bahwa, rata-rata, adopsi secara sukarela atas International
Financial Reporting Standards (IFRS) terkait dengan peningkatan 59% informasi spesifik
perusahaan yang dikapitalisasi pada harga saham. Penelitian ini menemukan bahwa adopsi
IFRS secara sukarela dikaitkan dengan perbaikan signifikan dalam lingkungan informasi yang
konsisten dengan mayoritas makalah yang diterbitkan dalam top accounting journals mengenai
konsekuensi dari adopsi IFRS. Mirip dengan Kim dan Shi, banyak studi secara implisit atau
eksplisit menyatakan perbaikan dalam lingkungan informasi bila mengadopsi IFRS pada
standar akuntansi. Sebuah tinjauan literatur pada konsekuensi ekonomi dari adopsi IFRS
menyimpulkan bahwa adopsi IFRS mengarah ke manfaat pasar modal yang signifikan.
Kesimpulan seperti itu akan terlalu dini. Secara khusus, kesimpulan semacam itu mengabaikan
fakta bahwa mayoritas manajer memutuskan untuk tidak mengadopsi IFRS ketika diberi
pilihan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa perusahaan memilih untuk tidak
mengadopsi IFRS secara sukarela ketika manfaatnya besar dan biaya tampaknya rendah?
Peneliti mencoba untuk menjawab pertanyaan ini melalui diskusi dengan argumen dan bukti
Kim dan Shi.
Selama satu dekade terakhir, International Accounting Standards Board (IASB) telah
sukses dalam mempromosikan penggunaan IFRS. Segelintir perusahaan yang menggunakan
IFRS di pertengahan 1990-an telah meningkat menjadi ribuan pada 2011. Kemajuan yang luar
biasa ini didorong oleh kewajiban mengadopsi IFRS di lebih dari 90 negara. Adopsi wajib
IFRS sering dibenarkan dengan mengacu pada studi akademik yang mendokumentasikan
manfaat pasar modal di sekitar pengadopsian IFRS. Bahkan saat ini, Amerika Serikat sedang
mempertimbangkan untuk mengadopsi secara wajib IFRS bagi perusahaan yang terdaftar di
bursa (SEC 2008). Terhadap latar belakang ini, studi tentang konsekuensi ekonomi dari adopsi
IFRS sangat relevan, Kim dan Shi pantas mendapatkan kredit untuk mengatasi pertanyaan yang
penting bagi akademisi dan pembuat kebijakan. Relevansi kebijakan dari studi tentang
konsekuensi dari adopsi IFRS menjamin penekanan yang kuat, namun juga memberikan
peringatan pada kesimpulan yang diambil.
Kim dan Shi memberikan bukti berdasarkan sampel perusahaan dari 34 negara yang
mengadopsi IFRS secara sukarela selama periode tujuh tahun dari 1998 sampai 2004. Mereka
menggunakan sinkronisitas harga saham sebagai (inverse) ukuran informasi perusahaan
tertentu dalam harga saham dan menunjukkan bahwa harga saham menggabungkan informasi
spesifik perusahaan lebih untuk pengadopsi IFRS secara sukarela dari pada perusahaan GAAP
lokal. Kim dan Shi juga mendokumentasikan bahwa adopsi IFRS dikaitkan dengan penurunan
terbesar dalam sinkronisitas ketika analis berikut rendah dan institusi lemah. Mereka menarik
tiga kesimpulan berdasarkan bukti mereka: (1) IFRS meningkatkan lingkungan informasi
dengan memfasilitasi arus informasi spesifik perusahaan ke pasar, (2) peran pengurang
sinkronisitas IFRS akan lebih jelas ketika ada informasi yang kurang bersaing dari analis, dan
(3) adopsi IFRS dapat menggantikan institusi-institusi yang lemah.

1
Peneliti memberikan perspektif alternatif pada bukti dan interpretasi yang ditawarkan
Kim dan Shi. Dalam Sect. 2, peneliti mengevaluasi argumen utama dan temuan yang Kim dan
Shi andalkan untuk menarik kesimpulan mereka. Peneliti memulai dengan menyatakan bahwa
frekuensi global yang rendah pengadopsian IFRS secara sukarela tidak konsisten dengan
interpretasi kausal manfaat yang besar yang didokumentasikan sekitar pengadopsian IFRS.
Peneliti kemudian menunjukkan bahwa variasi dalam keuntungan bersih dari adopsi IFRS
diperkirakan oleh Kim dan Shi tidak memprediksi mana saja perusahaan yang secara sukarela
mengadopsi IFRS. Ini berarti bahwa manajer irasional atau manfaat yang tidak benar
diperkirakan. Peneliti berpendapat bahwa yang terakhir lebih mungkin. Dalam Sect. 3, peneliti
memberikan penjelasan alternatif untuk hasil Kim dan Shi dimana manajer berperilaku rasional
tapi IFRS memiliki sedikit atau tidak ada efek langsung pada lingkungan informasi perusahaan.
Pada dasarnya, sebagian besar pengadopsi IFRS secara sukarela menerapkan standar untuk
membuat daftar segmen pasar saham baru yang memerlukan kepatuhan terhadap IFRS secara
kontrak. Keputusan untuk mendaftarkan di segmen baru bertepatan dengan perubahan
fundamental perusahaan yang meningkatkan lingkungan informasi, tetapi IFRS bukan
penyebabnya. Penjelasan alternatif ini berkaitan erat dengan diskusi di Christensen et al.
(2008), Daske et al. (2011).

Main arguments and findings


Kim dan shi menemukan bahwa penurunan dalam harga saham berhubungan dengan
adopsi IFRS. Argumen paling umum mengenai adopsi IFRS adalah mengenai kualitas
diclosure dan hal ini akan meningkatkan benefit yang signifikan dengan pengadopsian IFRS.
Dalam hal ini peneliti menemukan dan mendiskuiskan mengenai implikasinya. Namun standar
akuntansi memberikan kebebasan bagi manajer dan oleh karena itu tidak dapat dikatakan
bahwa IFRS akan meningkatkan kualitas diclosure.
Kim dan Shi berpendapat bahwa adopsi IFRS memang membutuhkan biaya yang besar
namun itu sebanding dengan benefit yang didapatkan dari mengadopsi IFRS. Manfaat yang
signifikan dari adopsi IFRS yang didokumentasikan oleh Kim dan Shi konsisten dengan
penelitian sebelumnya tentang konsekuensi ekonomi dari adopsi IFRS, namun tidak konsisten
dengan prakteknya. Mempertimbangkan frekuensi adopi IFRS yang dilaporkan Kim dan Shi,
mengindikasikan bahwa sebelum tahun 2000 sangat sedikit perusahaan yang menggunakan
IFRS secara sukarela, hampir keseluruhan perusahaan tersebut adalah anggota dari EU. Adopsi
diatas tahun 2000 dikategorikan sebagai mandatori, bukan sukarela. Karena EU
mendeklarasikan bahwa pada tahun 2005 penggunaan IFRS (secara mandatory) harus
dilakukan.
Kim dan Shi melaporkan dari keseluruhan sampel perusahaan, pada tahun 2000 hanya
5% sampel yang mengadopsi IFRS, dan setelah mandatori IFRS di EU meningkat menjadi 9%.
Kesimpulannya bahwa perusahaan yang mengadopsi IFRS secara sukarela benar-benar sangat
jarang. Secara rasional, manfaat yang besar terkait penggunaan IFRS nampak tidak konsisten
dengan jumlah perusahaan yang mengadopsi IFRS secara sukarela.
Alasan rasional yang terjadi adalah bahwa biaya untuk mengadopsi IFRS tidak
sebanding dengan manfaat yang mungkin akan dirasakan perusahaan. Sangat sulit untuk
mengestimasikan biaya adopsi IFRS, beberapa argumen menyatakan kemungkinan data milik
Kim dan Shi terbatas pada periode yang dipertimbangkan Kim dan Shi.

2
Pertama, standar pada saat Kim dan Shi melakukan penelitian dikembangkan oleh
IASC. IASC mempunyai anggota sebanyak 9 negara dengan tradisi akuntansi yang berbeda-
beda (eg Prancis, Jerman, US, Jepang), sepertiga dari mereka memerlukan persetujuan atas ED
dan standar finalnya. Karena beberapa delegasi negara tersebut bertahan pada praktek
akuntansi negara mereka sendiri dan menginginkan fleksibilitas untuk mendapatkan pilihan
dalam perlakuan akuntansi, banyak standar dari IASC merupakan pilihan bebas (Zeff, 2012).
Contohnya standar tentang property, plant and equiptment (IAS 16) membebaskan pilihan
penggunaan HCA atau FVA terkait tradisi Jerman yang penilaian asetnya sangat konservatif
dan tradisi UK yang merevaluasi aset.
Kedua, IASC dan selanjutnya IASB menggunakan pendekatan principal based dalam
pembuatan standarnya, yang berbeda dari standar akuntansi US. Apa yang menjadi alasan
sedikitnya pengadopsi IFRS secara sukarela di negara-negara yang lemah paksaannya lebih
mengagetkan, bahwa dalam penemuan Kim dan Shi manfaat penggunaan IFRS di negara yang
lemah institusi dan paksaannya adalah yang terbesar. Manfaat yang besar dan biaya adopsi
yang rendah diprediksi akan membuat negara-negara tersebut bergabung menggunaan IFRS
dibanding negara-negara dengan institusi yang kuat dan dalam penelitian ini ditemukan
kebalikannya, bahwa 69% pengadopsi sukarela berasal dari negara dengan institusi yang kuat
seperti Swiss dan Jerman, dibanding India, Thailand, Meksiko, dan Brazil yang tidak
ditemukan pengadopsian sukarela IFRS. Dari sini disimpulkan bahwa sikap manajer yang tidak
rasional atau adopsi IFRS tidak menjelaskan manfaat yang diestimasikan oleh Kim dan Shi.

Alternative explanation for capital market benefits around IFRS adoption


Alternatif penjelasan untuk temuan bahwa adopsi IFRS secara sukarela dikaitkan
dengan capital market benefits di mana manajer membuat pilihan standar akuntansi yang
rasional. Penjelasan alternatif sebagian didasarkan pada argumen dan temuan di Daske et
al. (2011), dimana dijelaskan bahwa 69% dari perusahaan pengadopsi IFRS secara sukarela
terletak di Jerman atau Swiss. Pada tahun 2000, 73% dari pengadopsi IFRS secara sukarela
berkantor pusat di Jerman atau Switzerland. Alasan jumlah yang relatif tinggi pengadopsi
IFRS secara sukarela di negara-negara itu adalah penciptaan segmen pasar saham
memerlukan penerapan International Accounting Standards. Adapun segmen pasar baru
yang terbesar, Neuer Markt di Frankfurt Stock Exchange, didirikan pada tahun 1997, yang
bertepatan dengan peningkatan adopsi IFRS secara sukarela pada awal tahun 1998.
Penerapan Standar Akuntansi Internasional adalah salah satu dari beberapa persyaratan
kontrak untuk dicatatkan pada segmen baru, dan jika biaya mengadopsi IFRS cukup rendah,
manajer akan mempertimbangkan secara rasional untuk mengadopsi IFRS, mengingat
perusahaannya dapat terdaftar di segmen baru sehingga dapat memperoleh capital market
benefits. Jadi, dengan sistem kontrak menjelaskan mengapa beberapa perusahaan
mengadopsi IFRS sukarela.
Sistem kontrak juga dapat menjelaskan manfaat pasar modal sekitar adopsi IFRS
karena untuk berkontrak tidak dilakukan secara acak. Manajer memiliki insentif terbesar
untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka ketika mendaftarkan perusahaan
mereka dalam suatu segmen pasar modal untuk memperoleh modal eksternal. Konsisten
dengan argumen ini, maka adopsi IFRS secara sukarela dikaitkan dengan ketergantungan
modal eksternal, cross-listing, dan koneksi ke bank. Suatu perusahaan dapat mengalami

3
perubahan mendasar yang memotivasi upaya untuk mendapatkan modal eksternal.
Kebutuhan modal eksternal, pada gilirannya meningkatkan manfaat untuk listing di segmen
baru. Perubahan mendasar juga mempengaruhi lingkungan informasi (misalnya,
mengurangi sinkronisitas harga saham).
Kim dan Shi mengakui masalah endogenitas dan menggunakan dua metode empiris
untuk mengatasinya yaitu dengan propensity score matching dan Heckman-type two-stage
treatment effect approach. Propensity score matching control untuk mengatasi perbedaan
cross-sectional dalam variabel yang diamati dan karenanya tidak mengurangi pertimbangan
bahwa adopsi IFRS secara sukarela bisa bertepatan dengan dasar tetapi perubahan tidak
teramati pada perusahaan pengadopsi. Kedua, pendekatan Heckman idealnya bergantung
pada setidaknya satu instrumen yang valid. Sayangnya, instrumen yang valid sulit untuk
mengidentifikasi dalam pengaturan ini, dan instrumen yang dimaksud oleh Kim dan Shi,
yaitu foreign sales dan pertumbuhan, yang tidak mungkin memenuhi pembatasan
pengecualian. Artinya, penjualan asing dan pertumbuhan cenderung berkorelasi dengan
pertumbuhan peluang, yang dapat mempengaruhi sinkronisitas harga saham.
Akhirnya, sinkronisitas harga saham mungkin bukanlah variabel hasil yang ideal
jika tujuannya adalah untuk mengidentifikasi efek kausal dari adopsi IFRS. Meskipun
mudah untuk menyatakan bahwa IFRS dapat mempengaruhi kualitas laporan tahunan, dan
mungkin interim, namun masih kurang jelas mengapa laporan tahunan mempengaruhi
sinkronisitas harga saham. Kim dan Shi mengukur sinkronisitas harga saham mingguan
selama setahun, sedangkan laporan tahunan diungkapkan hanya sekali setahun. Tidak jelas
mengapa pengungkapan/disclosure laporan keuangan tahunan mempengaruhi arus
informasi sepanjang tahun. Di lain pihak, perbaikan dalam arus informasi ke dalam harga
saham sepanjang tahun malah cenderung lebih konsisten dengan perubahan mendasar bagi
perusahaan daripada pengaruh kausal laporan yang hanya diungkapkan setiap tahunnya.

Summary and implications


Penelitian Kim dan Shi menunjukkan bahwa adopsi IFRS terkait dengan penyelarasan
penurunan harga saham. Mereka menginterpretasikan hasil dari adopsi IFRS memfasilitasi arus
informasi perusahaan tertentu ke dalam harga saham dan memperbaiki lingkungan informasi
perusahaan. Bukti mereka adalah penting dari perspektif akademisi dan perspektif kebijakan.
Argumen utama peneliti adalah kemajuan yang besar untuk informasi lingkungan
perusahaan Kim dan dokumen Shi mengenai adopsi IFRS, meskipun konsisten dengan
penelitian sebelumnya, muncul ketidak konsistenan dengan frekuensi rendah terhadap adopsi
IFRS secara global. Dengan asumsi bahwa manajer rasional, banyak sekali manfaat adopsi
IFRS harus lebih kecil daripada pada umumnya para akademisi apa yang mereka miliki. Alasan
peneliti bahwa bias endogenitas mungkin menjelaskan beberapa perubahan pasar modal sekitar
adopsi IFRS.
Memperkirakan efek kausal standar akuntansi baru adalah tugas yang ambisius, dan
tidak dapat dihindari bahwa hasil dan interpretasi mereka akan dipertanyakan. Namun,
mengingat relevansi kebijakan penelitian di bidang ini, peneliti mendorong lebih banyak bukti
tentang konsekuensi dari adopsi IFRS. Salah satu pertanyaan utama yang belum terjawab
adalah: biaya apa untuk mengadopsi IFRS? Sebagian besar penelitian telah difokuskan pada
memperkirakan manfaat dari adopsi IFRS. Mengingat bahwa mengungkapkan preferensi

4
perusahaan menunjukkan bahwa sebagian besar menolak adopsi IFRS, berarti biaya harus
signifikan atau manfaatnya kecil.

5
PERAN STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DALAM TINGKAT
KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI IFRS

Oleh: Wardani Prawinandi, Djoko Suhardjanto, dan Hanung Triatmoko

Pendahuluan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi International Financial Reporting Standard (IFRS) pada perusahaan jasa, serta
untuk mengetahui pengaruh struktur corporate governance (CG) yang diukur dengan jumlah
anggota dewan komisaris, proporsi komisaris independen, latar belakang pendidikan komisaris
utama, proporsi komisaris wanita dan jumlah anggota komite audit terhadap tingkat kepatuhan
mandatory disclosure tersebut.
Fokus penelitian ini pada laporan laba rugi karena laporan laba rugi merupakan bagian
dari annual report yang paling dilihat stakeholders sebagai bahan pengambilan keputusan
mereka. Laporan ini penting karena dapat menggambarkan kinerja perusahaan selama satu
periode.
Motivasi penelitian ini yang pertama adalah karena penelitian tentang tingkat
kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS sudah dilakukan di berbagai negara, namun
belum pernah dilakukan di Indonesia, khususnya yang meneliti pada laporan laba rugi
perusahaan jasa. Kedua, ingin mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS pada perusahaan jasa. Ketiga, ingin mengetahui pengaruh
struktur corporate governance terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi
IFRS.

Pengembangan hipotesis
H1: Jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan
mandatory disclosure konvergensi IFRS
H2: Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS
H3: Latar belakang pendidikan komisaris utama berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
mandatory disclosure konvergensi IFRS
H4: Proporsi komisaris wanita berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS
H5: Jumlah anggota komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS

Metode penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2009-2010, yaitu sebanyak 473 perusahaan. Pemilihan sampel dalam
penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Metode pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari annual report perusahaan jasa

6
yang terdaftar di BEI tahun 2009 dan 2010. Data sekunder dikumpulkan dan diperoleh dari
situs www.idx.co.id.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS. Variabel independen dalam penelitian ini adalah jumlah anggota dewan
komisaris, proporsi komisaris independen, latar belakang pendidikan komisaris utama, proporsi
komisaris wanita, dan jumlah anggota komite audit. Variabel kontrol dalam penelitian ini
adalah jumlah anggota dewan direksi, profitabilitas, dan leverage.

Hasil
Jumlah anggota dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS karena jumlah anggota dewan komisaris
yang terlalu besar akan membuat proses mencari kesepakatan dan pengambilan keputusan
menjadi sulit, panjang dan bertele-tele, sedangkan jumlah anggota yang kecil menyebabkan
dewan komisaris tidak dapat memberikan tekanan kepada dewan direksi sehingga tidak dapat
mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi wajib yang lebih memadai.
Proporsi komisaris independen berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat
kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS. Adanya pengaruh positif ini disebabkan
karena dengan makin besar proporsi komisaris independen maka proses pengawasan yang
dilakukan dewan ini makin berkualitas dengan makin banyaknya pihak independen dalam
perusahaan yang menuntut adanya transparansi dalam pelaporan keuangan perusahaan.
Muntoro (2005) juga menjelaskan bahwa komisaris independen diperlukan untuk
meningkatkan independensi dewan komisaris terhadap kepentingan pemegang saham
(mayoritas) dan benar-benar menempatkan kepentingan perusahaan di atas kepentingan
lainnya.
Latar belakang pendidikan komisaris utama tidak berpengaruh signifikan terhadap
tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS. Tidak adanya pengaruh latar
belakang pendidikan ini disebabkan karena bidang latar belakang pendidikan yang digunakan
dalam penelitian ini hanya ekonomi dan bisnis, dimana terdapat kemungkinan bahwa latar
belakang pendidikan komisaris utama yang yang sesuai dengan jenis usaha perusahaan dapat
yang dapat menunjang kelangsungan bisnis perusahaan lebih diperlukan.
Proporsi komisaris wanita wanita tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS. Ini dapat terjadi karena Indonesia
menganut sistem kekerabatan patrilineal (garis keturunan ayah) dimana pria dianggap sebagai
pemegang kontrol dan pengambil keputusan utama. Karena sistem ini, berapapun proporsi
komisaris wanita tidak akan mempengaruhi tingkat pengungkapan yang dilakukan perusahaan.
Jumlah anggota komite audit berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat
kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS. Ini dapat tejadi karena jumlah anggota
yang besar dianggap kurang efektif dalam menjalankan fungsinya karena sulit dalam
berkomunikasi, koordinasi serta pembuatan keputusan dan jumlah anggota yang kecil dianggap
lebih efektif, aktif dan dinamis. Jika jumlah anggota komite audit terlalu besar maka
komunikasi dan koordinasi dalam komite audit menjadi sulit dilakukan sehingga tugas
pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan komite audit untuk membantu dewan komisaris
menjadi kurang efektif sehingga tidak dapat mendorong manajemen untuk melakukan
mandatory disclosure konvergensi IFRS yang lebih tinggi.

7
Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya
pengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS. Jumlah anggota
dewan direksi tidak berpengaruh dikarenakan di Indonesia terdapat fenomena dimana
corporate governance hanya dipandang sebagai pemenuhan peraturan yang berlaku di
Indonesia. Perusahaan publik di Indonesia hanya sekedar berusaha mematuhi ketentuan dalam
peraturan jumlah minimal anggota dewan direksi sehingga berapapun jumlahnya tidak
mempengaruhi tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. Profitabilitas tidak
berpengaruh karena adanya budaya yang bekembang di Indonesia, yang menganggap bahwa
praktik corporate governance adalah suatu bentuk kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan
yang berlaku di Indonesia. Perusahaan yang berusaha menerapkan corporate governance
dengan baik akan tetap mengungkapkan informasi yang memadai, tidak peduli apakah
profitabilitasnya tinggi atau rendah untuk memenuhi prinsip-prinsip corporate governance,
salah satunya adalah pengungkapan dan transparansi. Leverage tidak berpengaruhdikarenakan
jika memiliki leverage tinggi perusahaan akan lebih dimonitor oleh stakeholders, dimana
sebagian perusahaan akan berusaha melakukan pengungkapan lebih tinggi untuk memenuhi
kebutuhan informasi stakeholders dan sebagian perusahaan yang lain berusaha untuk
mengurangi pengungkapan informasi agar tidak menjadi sorotan debtholders.

Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan perusahaan jasa di Indonesia dalam
mengungkapkan informasi yang wajib diungkapkan sesuai dengan ketentuan IFRS masih
rendah jika dibandingkan dengan ketentuan pengungkapan 100,000% oleh BAPEPAM-LK.
Struktur corporate governance mempengaruhi tingkat kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS. Variabel independen yang mempengaruhi tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS adalah proporsi komisaris independen dan jumlah anggota
komite audit. Variabel independen dan variabel kontrol lainnya tidak berpengaruh.

Keterbatasan
Checklist yang digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS masih bersifat umum, belum menggolongkan mana item yang termasuk
wajib dan sukarela sehingga item pengungkapan wajib diidentifikasi oleh penulis bersama
rekan penulis kemudian divalidasi oleh dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang concern terhadap IFRS dan perkembangannya.
Penelitian ini hanya menggunakan perusahaan jasa, sehingga hasil penelitian tidak dapat
digeneralisasi untuk semua perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai