Anda di halaman 1dari 2

Adelia Dwi Enjelina

THP
ANDANTE

Andante adalah sebuah tanda tempo yang bisa dikatakan tidak eksplisit menjelaskan
kecepatan sebuah karya. Andante sendiri berasal dari bahasa Italia yang berarti seperti orang
yang berjalan. Lalu kecepatan seperti apakah orang yang berjalan adalah pertanyaan berikut
yang harus dicari tahu jawabannya, pun berjalan yang seperti apa juga harus dicari
tahu. Jawaban sederhana dari sebuah tanda tempo Andante adalah secepat langkah kaki
seseorang ketika berjalan biasa sehari-hari. Bukan jalan yang lambat, juga bukan berjalan
yang cepat. Langkah kaki terasa sebagai patokan yang tepat untuk menentukan tempo musik.
Beberapa bahkan menentukan secara spesifik sebagaimana tertera di atas metronome, 72-76
ketuk per menit (beat per minute, bpm) sebagai sebuah standar baku dalam membaca tempo.
Namun dibalik tulisan Andante terselip banyak konteks yang patut dimengerti secara
menyeluruh oleh musisi, untuk itu mari kita menelaahnya lebih lanjut.

Sebagaimana seorang berjalan sebagai sebuah arti dari kata Andante secara
fundamental, musisi perlu secara sadar menyadari seperti apakah proses berjalan itu dan
pergerakkan fisiologis seperti apa yang terjadi. Proses perimbangan dan pendistribusian
bobot tubuh secara mengalir adalah pokok dalam konsep berjalan. Langkah kaki kiri diikuti
juga dengan ayun lengan kanan, sedemikian juga sebaliknya, menjadikan berjalan sebagai
sebuah proses yang fluid namun terjaga. Proses berjalan ini karenanya juga membuka
peluang untuk sedikit melambat ataupun mempercepat, namun tidak bisa menginterupsi
proses berjalan itu secara garis besar untuk menjaga keseimbangan dan kesinambungan.

Lantas seberapa cepatkah bagai orang berjalan itu. Di sini diperlukan kejelian dalam
mengambil keputusan dan keputusan ini haruslah diambil secara penuh pertimbangan.
Adalah sebuah konvensi alam bahwa setiap orang memilki kecepatan berjalan yang berbeda-
beda, sehingga tempo berjalan haruslah dirujuk kembali kepada konsep berjalan yang ada
di benak seorang komponis. Apabila ia masih hidup dan berseliweran di sekitar kita, mungkin
kita mengintip kecepatannya berjalan biasa. Akan tetapi apabila sang komponis sudah masuk
liang lahat, musisi sebisa mungkin menentukan secara beralasan seberapa cepatkah Andante.

Hal pertama yang perlu dicermati untuk menangkap maksud kecepatan langkah
berjalan adalah dengan mencari tahu daerah asal sang komponis, tempat di mana persepsinya
tentang waktu dan ritme berjalan ia temukan. Perlahan pun musisi harus menyadari stereotipe
kecepatan berjalan orang-orang di daerah asal sang komponis tersebut sebagai asumsi awal.
Adelia Dwi Enjelina
THP
Kecepatan berjalan mereka di Surakarta dengan mereka yang berada di Oslo bisa jadi sangat
berbeda.Konteks budaya pun menjadi sangat penting. Komponis Italia abad ke-19 bisa jadi
berbeda dengan komponis kontemporernya di Jerman. Orang Italia dikenal dengan stereotipe
orang yang agak lamban dibandingkan orang-orang dari Eropa bagian Utara, demikian pula
orang Spanyol. Negara-negara yang berada di dearah Laut Mediterania terkenal sebagai
negara yang terkesan lebih rileks dan mampu menikmati hidup. Sedikit banyak hal ini
disebabkan cuaca yang nyaman dan hangat sehingga orang-orang ini tidak perlu terbirit-birit
menghindari cuaca dingin yang menusuk. Negara-negara yang berada di Utara pun
dipresepsikan berjalan dengan langkah kaki yang lebih cepat. Karenanya bisa jadi Andante
seorang Verdi yang asal Italia akan berbeda dengan seorang Schubert yang seorang Austria.
Seringkali alasan utama dan pertama adalah kondisi iklim di negara tersebut yang
mempengaruhi bagaimana orang-orang di negara tersebut berjalan. Bagi banyak orang
Indonesia, ritme berjalan orang Jerman misalnya dikatakan lebih seperti berlomba berjalan
cepat dikarenakan langkah mereka yang memang cepat dan tentunya karena postur yang
tinggi cenderung lebar. Banyak yang mengatakan kecepatan ini sebagai bagian mendasar dari
perilaku bertahan hidup. Berjalan lambat di daerah dingin adalah sebuah kebiasaan karena
menghindari orang tersebut terpapar cuaca yang tidak bersahabat, namun juga sekaligus
sebagai usaha untuk menghangatkan tubuh sendiri lewat panas tubuh yang keluar dengan
berjalan cepat. Sedangkan di daerah yang tropis dan panas, orang-orang kecenderungan
berjalan lebih lambat dikarenakan tidak ada urgensi dan supaya tidak berlebihan berkeringat.

Kosmopolisnya seorang komponis juga sangat penting untuk dipertimbangkan.


Komponis yang banyak mengadakan perjalanan di berbagai negara dapat diasumsikan
mampu menarik kesimpulan tempo dengan merasakan irama yang berbeda pula tergantung
negara mana yang ia serapi budayanya lebih jauh. Namun ritme dan waktu di berbagai tempat
bergerak dengan kecepatan yang berebda pula. Mereka yang telah lama hidup di Bengkulu
katakan akan merasakan ritme di Jakarta terkadang terlalu cepat. Ritme ini sebenarnya juga
mampu menyebabkan shock budaya (culture shock). Perlu juga dikatakan bahwa ritme ini
juga berubah di sepanjang linimasa zaman. Mereka yang merasakan budaya tahun 1960-an
mungkin akan cukup kaget merasakan bagaimana orang-orang masa kini seakan selalu
bergegas dibandingkan 50 tahun lalu .

Contohlagu bertempo andante: Ibu Kita Kartini, Gugur Bunga Di Taman Bakti, Tanah
Air/ Nyiur Hijau

Anda mungkin juga menyukai