Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT BEDAH

ANAK PEREMPUAN 5 TAHUN DENGAN LUKA BAKAR 40% GRADE II

Oleh :

MUHAMAD PRAYOGA J510165065

Pembimbing :dr. Haryono Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016
LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT BEDAH
PASIEN LAKI-LAKI USIA 55 TAHUN DENGAN ABSES PERIANAL

Diajukan oleh :

MUHAMAD PRAYOGA

J510165065

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari ,
..

Pembimbing :

dr. Haryono Sp. B (..........................)

Dipresentasikan di hadapan :

dr. Haryono Sp. B (..........................)

Disahkan Ka. Program Profesi :

dr. Dona Dewi Nirlawati (..........................)


BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama pasien : An. D
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Papahan Kranganyar
Pekerjaan :-
Status Perkawinan :-
Agama : Islam
Suku : Jawa
Berat Badan : 20 kg
Tinggi badan : 90 cm
Tanggal masuk : 27 Oktober 2016

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Luka bakar air panas di paha kiri, paha kanan, gluteus kiri, gluteus
kanan, cruris dextra, pubis dan perineum.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien anak perempuan berusia 6 tahun datang ke


IGD dengan keluhan utama luka bakar air panas di paha kiri, paha
kanan, gluteus kiri, gluteus kanan, cruris dextra, pubis dan
perineum. Kejadian terjadi sejak 1 jam SMRS.

Kejadian terjadi saat pasien hendak mandi air hangat,akan


tetapi belum dituangkannya air dingin kedalam wadah air yang
sudah diisi air panas.

Pasien mengatakan panas dan nyeri pada luka yang terkena


air panas. Keluhan pusing (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan. Sebelum dibawa ke RS pasien belum
mendapatkan pengobatan
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit disangkal : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat penyakit Asma : disangkal
Riwayat DM : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit disangkal : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat penyakit Asma : disangkal
Riwayat DM : disangkal

E. Riwayat Pribadi
Riwayat Merokok : diakui
Riwayat minum-minuman beralkohol : disangkal.
Riwayat minum jamu : disangkal
Riwarat sering menahan BAB : disangkal

F. Anamesis sistemik:
a.Cerebrospinal
Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), demam (-), mual
(-), muntah (-), kejang (-)
b. Kardivaskular
Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
c.Respirasi
Batuk (-), pilek (-), sesak (-).
d. Gastrointestinal
Kesulitan menelan (-), mual (+), muntah (-), diare (-).
e.Muskuloskletal
Nyeri otot (-), kelemahan gerak (-), luka bakar (+).
f. Integumentum
Bintik merah (-), gatal (-).
g. Urogenital
Nyeri saat BAK (-), Nyeri saat BAB (-).

III. Pemerikasaan Fisik


A. Status Generalis
- Tekanan darah : 90/50 mmHg
- Nadi : 110 x/menit
- Respiratory rate : 22 x/menit
- Suhu : 36,7 derajat celcius
- TB : 80 cm
- BB : 20 kg
-
B. Status Interna
Kepala :
- Bentuk normocephal
- Rambut : Rambut hitam lurus tidak mudah rontok.
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), tidak ada luka, Edema palpebra (-/-).
- Hidung : Deformitas (-/-), secret (-/-) epistaksis (-/-),
nafas cuping hidung (-), tidak ada luka.
- Telinga : Deformitas (-/-), keluar cairan (-/-),
hiperemis (-/-), cerumen (-/-), nyeri tekan (-/-), tidak ada luka.
- Mulut : Deformitas (-), stomatitis (-), sianosis (-),
kering (-), lembab (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-),
tonsil T1/T1, pharyngitis (-), tidak ada luka baik dari mulut,
gusi, gigi, dan lidah.
- Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),
masa abnormal (-), kaku kuduk (-), deviasi trakea (-), tidak
ada luka.
Thoraks :
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas-batas jantung
atas : SIC II linea parasternalis sinistra SIC III linea
parasternalis dextra
kanan : SIC IV linea parasternalis dextra SIC V linea
parasternalis dextra
bawah : SIC V linea midclavicularis dextra SIC V linea
midclavicularis sinistra
kiri: ictur cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : terdengar bunyi Jantung I, II murni regular, BJ
III (-), bising jantung (-), Heart rate :82x/menit
Paru-paru :
Kanan Depan Kiri
Simetris , retraksi (-) Inspeksi Simetris, retraksi (-)
Ketinggalan gerak (-), Ketinggalan gerak (-),
Palpasi
fremitus (+) sama fremitus (+) sama
Sonor Perkusi Sonor
Suara dasar vesikuler, Suara dasar vesikuler,
Auskultasi
wheezing (-), rhonki (+) wheezing (-), rhonki (+)

Kanan Belakang Kiri


Simetris Inspeksi Simetris
Ketinggalan gerak (-), Ketinggalan gerak (-),
Palpasi
fremitus (+) sama fremitus (+) sama
Sonor Perkusi Sonor
Suara dasar vesikuler, Suara dasar vesikuler,
Auskultasi
wheezing (-), rhonki (+) wheezing (-), rhonki (+)

Abdomen
Inspeksi : Terlihat lebih tinggi dari pada dada, sikatrik (-),
purpura (-), massa (-), terlihat distended (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) 12 x/ menit, bunyi tambahan
(-)
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan ( - ), distended (-), pekak beralih (-).
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Murphy sign : (-)
Nyeri kostovertebra (-)
Ekstremitas superior: edema (-/-), akral dingin (-), tonus (+/+).
Ekstremitas inferior: edema (-/-), akral dingin (-), tonus (+/+).

C. Status Lokalis
Terdapat luka bakar
Ekstremitas inf sin : 8%
Ekstremitas inf dx : 14%
Abdomen :
Anterior : 8% Posterior : 9%
Perineum : 1%
Total 40%
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : 25-10-2016

HEMATOLOGI Hasil Nilai rujukan Satuan


Hemoglobin 15 14.00-18.00 g/dL
Hematokrit 45.5 42.00-52.00 %
Leukosit 14.49 5-10 10^3/uL
Trombosit 445 150-300 10^3/uL
Eritrosit 4.19 4,00-5,00 10^3/uL
MCV 94.5 82-92 fL
MCH 30.8 27,0-31,0 Pg
MCHC 32.6 32,0-37,0 g/Dl
Gran% 81.2 50-70 %
Limfosit% 10.8.8 25-40 %
Monosit% 2.4 3-9 %
Eosinofil% 2.1 0,5-5 %
Basofil % 0.9 0-1 %
KIMIA
Gula darah
Sewaktu 139 70-150 mg/100ml

CT 03.30 2-8 Menit


BT 01.30 1-3 Menit
Ginjal
Creatinin 1.17 0,5-0,9 mg/100ml
Ureum 46 10-50 mg/dl
Imuno-Serologi
Non
Hbs Ag (rapid) Non Reaktif
Reaktif

V. Diagnosis Kerja
Combutio 40% grade II
VI. Penatalaksanaan
- Debridement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Luka Bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang
sangat tinggi misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi
(Moenadjat,2009). Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan
dapat menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar
merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai
fase lanjut.
B. ANATOMI KULIT
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan
luasnya sekitar 1,5 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5
mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Secara
embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai
tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi
setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas
sampai yang terdalam): Stratum Korneum, Stratum Lusidum, Stratum
Granulosum, Stratum Spinosum dan Stratum Basale (Stratum
Germinativum). Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis
vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi
(melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis
dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi,
yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua
lapisan : Lapisan papiler dan Lapisan retikuler. Dermis mempunyai banyak
jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat
epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam
dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai
nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.

Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri
dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi
Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan
kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak
antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi
papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang
vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient
dari dermis melalui membran epidermis.

C. FAAL KULIT
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi
dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan
sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui
merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena
banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari.
Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami
proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru
dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi
pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi
pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan
melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan
mempertahankan panas.
D. ETIOLOGI
Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah
sebagai berikut:
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Gas
Cairan
Bahan padat (solid)
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
d. Luka bakar radiasi (radiasi injury)

E. FASE LUKA BAKAR


Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan
penyakitnya dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun
demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis
pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir
dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus
terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis
pada fase selanjutnya.

a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72
jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderita pada fase akut
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan :
Proses inflamasi dan infeksi
Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak
berepitel luas atau pada struktur atau organ fungsional
Keadaan hipermetabolisme
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemuluhan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.

F. DERAJAT KEDALAMAN
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat
panas, sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu
Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3
tingkat/derajat, yait sebagai berikut:

a. Luka bakar derajat I :


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit
hiperemik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara
spontan tanpa pengobatan khusus. Luka bakar derajat ini ditandai
dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut
dalam waktu 5 7 hari.

Gambar 1. Luka Bakar Derajat I


b. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Luka bakar derajat dua
mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang
tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat,
dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat ini, luka
dapat sembuh sendiri dalam 10 21 hari. Oleh karena kerusakan
kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat
dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superfisial, karena adanya
iritasi ujung saraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat
yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya
meninggi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian :

Derajat II dangkal/superficial (IIA)


Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari
corium/dermis.
Organ organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.
Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara
spontan
dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa sisa jaringan
epitel tinggal sedikit. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis,
subyektif dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai
parut hipertrofi tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan
reproduksi sel-sel kulit (epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea dan lain sebagainya) yang tersisa. Organ organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih
dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ
kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak
dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih
pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada
epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Koagulasi protein
yang terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan,
tidak ada bula dan tidak nyeri. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang
sensasi karena ujung ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan. Oleh karena tidak ada
lagi elemen epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan
harus dilakukan cangkok kulit.
Gambar 3. Luka Bakar Derajat III
G. LUAS LUKA BAKAR
Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-
kasus dimana kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka
bakar sangat penting pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen
pengobatannya. Untuk perhitungan luas luka bakar secara tradisional
dihitung dengan menggunakan `Rule of Nines` dari Wallace. Dikatakan
bahwa luka bakar yang terjadi dapat diindikasikan sebagai presentasi dari
total permukaan yang terlibat oleh karena luka termal. Bila permukaan
tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%, tiap tiap
ekstremitas bagian atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%, bagian
belakang adalah 18%, tiap-tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan
leher 1%. Lihat gambar Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak
dan bayi karena relatif luas permukaan kepala anak jauh lebih besar dan
luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan `Rule
of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lundand Browder untuk
anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut adalah luas
telapak tangan dianggap seluas 1%.
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti
jarak korban dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang
digunakan korban pada waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian
dapat menentukan derajat keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun
murni akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke kulit dibandingkan
dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat dan dapat
menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai
kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang
relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah
luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan
pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai
bertambah berat maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu
derajat luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat
dan mengelilingi tubuh.Wallace membagi tubuh atas 9 % atau kelipatan 9
yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of Wallace:

a. Kepala dan leher : 9%


b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia perineum : 1%
Total : 100 %
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak
tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak anak
dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada
umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor


antara lain:
a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi/lokasi luka bakar
d. Umur penderita
e. Riwayat pengobatan yang lalu
f. Trauma yang menyertai atau bersamaan

H. KRITERIA BERAT RINGAN LUKA BAKAR


Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yakni :
a. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak anak
- Luka bakar derajat III < 2 %

b. Luka bakar sedang


- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 10 20% pada anak anak
- Luka bakar derajat III < 10 %

c. Luka bakar berat


- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

I. PEMBAGIAN ZONA KERUSAKAN JARINGAN


Jackson membedakan tiga area pada luka sebagaimana diuraikan berikut:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis. Daerah yang mengalami kontak
langsung. Kerusakan jaringan berupa koagulasi protein akibat pengaruh
trauma termis. Bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami
nekrosis beberapa saat setelah kontak.
2. Zona statis, daerah di luar/sekitar dan berhubungan langsung dnegan
zona koagulasi. Kerusakan yang terjadi karena perubahan endotel
pembuluh darah, trombosit dan leukosit yang diikuti perubahan
permeabilitas kapiler, trombosis dan respon inflamasi lokal.
Mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi, berlangsung 12-24 jam
pasca trauma, dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemia. Daerah di luar zona status, terjadi reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan rekasi sel. Tergantung keadaan
umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami
penyembuhan spontan, atau berubah ke zona dua bahkan satu.
(Moenadjat,2009)

J. PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR


Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, rusak dan permeabilitasnya
meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan
bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula
yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh,
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8
jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas
yang terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan
hambatan jalan nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak,
dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO
atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin
dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada
keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari 60% hemoglobin terikat CO,
penderita dapat meninggal.
Setelah 12 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan
mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak
tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh
ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab
infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari
kontaminasi kuman saluran atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah
sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya
banyak yang sudah resisten terhadap berbagai macam antibiotik. Perubahan
luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3 akibat infeksi, dapat dicegah dengan
mencegah infeksi.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif
yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat
terjadi invasi kuman Gream negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat
menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal
sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi
enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng
yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai
dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang kering dengan perubahan
jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya,
luka bakar yang mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan
menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka
bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram
positif, seperti Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi
penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus
infeksi di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin Skuman
yang menyumbat di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat
sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai
dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel
basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat 2
yang dalam mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku,
dan secara estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau
hilang. Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristaltik usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase
mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat
dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum
dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal
sebagai tukak Curling. Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah
penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit
yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh
pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh
karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang
disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila
luka bakar mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin
menderita beban kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar terutama
ditentukan oleh luasnya luka bakar.
DAFTAR PUSTAKA

Ismael Chairul ; Pencegahan dan Pengelolaan Tetanus dalam bidang bedah :


UNPAD, 2000
Moenadjat Yefta. 2009. Luka Bakar; Masalah dan Tatalaksana. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
Noer Sjaifuddin. 2006. Penanganan Luka Bakar. Airlangga University Press.
Surabaya
Robert. H, Demling.Md.Current Surgical Diagnosis & Treatment. Doherty,
Gerard M, Way, Lawrence W (Editor). 2006. Hlm: 248
Sjamsuhidajat, De Jong. Luka Bakar. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. Hlm: 103-110
Steven J. Schwults, J Perren Cobb. Wasington Manual Of Surgery, Ed 5.
2008. Hlm: 418-425
Sumiardi Karakata, Bob Bachsinar; Bedah Minor, edisi 2,J akarta :
Hipokrates,1996
Perdakusuma David. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.
Departemen Bedah Plastik Universitas Airlangga. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai