Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Sampah (solid waste) diartikan sebagai buangan padat maupun setengah padat yang
kehadirannya di dalam masyarakat tidak disukai untuk sementara waktu. Atau juga dapat
didefinisikan sebagai bahan buangan yang bersifat organik dan anorganik yang disebabkan
oleh aktivitas manusia, hewan, alam yang sudah tak terpakai lagi sehingga dibuang sebagai
barang yang tak berguna (Tchobanoglous, 1993).
Sedangkan menurut SNI 19-2454-1991 tentang tata cara pengelolaan teknik sampah
perkotaan sampah didefenisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik
dari zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Bertambahnya jumlah
penduduk Indonesia dan berkembangnya sektor industri sangat berdampak terhadap
peningkatan debit sampah. Namun di lain pihak pengelolaan persampahan di Indonesia ini
masih belum maksimal. Pengelolaan persampahan yang dimaksud adalah suatu usaha atau
kegiatan yang mengontrol jumlah timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan, transfer dan
transpor, daur ulang serta pembuangan sampah dengan memperhatikan faktor kesehatan
masyarakat, ekonomi, teknik, konservasi lingkungan, estetika dan pertimbangan lingkungan
lainnya.
Sampah yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari umumnya berupa sisa makanan
(sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-
kaleng, debu sisa penyapuan, dan sebagainya. Sampah dapat berasal dari kegiatan penghasilan
sampah seperti pasar, rumah tangga, pertokoan, penyapuan jalan, taman, atau tempat umum
lainnya dan kegiatan lain seperti industri dengan limbah yang sejenis sampah. Sampah yang
dihasilkan manusia sehari-hari kemungkinan mengandung limbah berbahaya, seperti sisa
baterai, sisa oli/minyak rem mobil, sisa bekas permusnahan nyamuk, sisa biosida tanaman,
dan sebagainya (Damanhuri, 2004).
Komposisi sampah di suatu tempat atau negara bisa saja berbeda dengan tempat lain sehingga
sistem pengelolaannyapun akan berbeda. Beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi
sampah menurut Damanhuri (2004) antara lain:
Cuaca;
Frekuensi pengumpulan;
Musim;
Tingkat sosial ekonomi;
Pendapatan perkapita;
Kemasan produk.

2.2 Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan sampah merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan sampah
pada wadah di sumber (penghasil) dikumpulkan menuju penampungan sementara, kemudian
diangkat ke tempat pemroses dan daur ulang seperti pengomposan, insenerasi, dan landfilling.
Pengelolaan bukan hanya menyangkut aspek teknis, tetapi mencakup juga aspek non teknis,
seperti bagaimana mengorganisir, bagaimana membiayai dan bagaimana melibatkan
masyarakat penghasil sampah agar ikut serta berpartisipasi dalam aktifitas penanganan
sampah tersebut (Damanhuri, 2004).
Menurut Damanhuri (2004) sistem pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya di sebuah
kota dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
1. Pengelolaan oleh swadaya masyarakat
Tinjauan Pustaka
Pengelolaan sampah mulai dari sumber sampai ke tempat pengumpulan sampah, atau
ketempat pemprosesan lainnya. Di kota-kota, pengelolaan ini biasanya dilaksanakan oleh
RT/RW, dengan kegiatan pengumpulan sampah dari bak di sumber sampah, misalnya di
rumah-rumah, diangkut dengan sarana yang disiapkan oleh masyarakat, menuju ke
tempat penampungan sementara;
2. Pengelolaan formal
Pengelolaan biasanya dilaksanakan oleh pemerintah kota, atau institusi lain termasuk
swasta yang ditunjuk oleh kota. Urutan pembuangan sampah tahap pertama dilakukan
oleh penghasil sampah, dan didaerah pemukiman biasanya dilaksanakan oleh RT/RW,
dimana sampah diangkut dari bak sampah ke TPS. Tahap berikutnya, sampah diangkut ke
TPA oleh truk sampah milik pengelola kota atau institusi yang ditunjuk. Biasanya
anggaran suatu kota belum mampu menangani seluruh timbulan sampah;
3. Pengelolaan Informal
Terbentuk karena adanya dorongan kebutuhan untuk survive sebagian masyarakat yang
secara tidak sadar ikut berperan serta dalam penanganan sampah kota. Sistem informal
memandang sampah sebagai sumber daya ekonomi berupa kegiatan pemungutan,
pemilihan, dan penjualan sampah di daur ulang. Rangkaian kegiatan ini melibatkan
pemulung, lapak, bandar, dan industri daur ulang dalam rangkaian sistem perdagangan.
Tujuan umum dari pengelolaan persampahan adalah untuk menyediakan pelayanan yang
berkelanjutan dan dapat menciptakan pelayanan yang memadai dalam pengumpulan sampah,
transportasi sampah, dan ketersediaan tempat pembuangan sampah (TPA) bagi komunitas
umum. Adapun tujuan dari pengelolaan persampahan menurut Damanhuri (2004) antara lain:
1. Meningkatkan kesehatan lingkungan permukiman manusia di kota dan di desa yang dapat
berpengaruh langsung untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan individu manusia
di kota didesa tersebut;
2. Menyelamatkan investasi pembangunan prasarana dan sarana sosial ekonomi seperti
jalan-jalan dari kerusakan akibat tidak terdapatnya atau kurangnya sarana penyehatan
lingkungan pemukiman;
3. Menyelamatkan berbagai sumber daya alam, terutama dari kerusakan dan penurunan
kualitasnya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang disebabkan
karena pencemaran yang terjadi dalam lingkungan pemukiman.
Sistem pengelolaan persampahan menurut Damanhuri (2004) mempunyai 5 komponen aspek
yaitu:
Aspek teknik operasional;
Aspek peraturan (legal);
Aspek pembiayaan;
Aspek institusi;
Aspek peran serta masyarakat.
2.2.1 Aspek Teknik Operasional
Aspek teknis operasional ini meliputi jumlah timbulan, menentukan daerah pelayanan,
penentuan jenis perwadahan yang digunakan, penentuan cara pengumpulan, pengangkutan
sampah, serta cara penentuan lokasi dan luas pembuangan akhir, termasuk didalamnya
penentuan peralatan yang dibutuhkan.
Secara umum teknik operasional pengelolaan sampah dikenal dalam beberapa subsistem atau
elemen-elemen sebagai berikut:
Sumber sampah (waste generatorion);
Pewadahan sampah (storage);
Pengumpulan (collection);
Pemindahan;
Pengelolaan dan pemanfaatan kembali (processing and recovery);
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-2
Tinjauan Pustaka
Pembuangan akhir (disposal).
Elemen-elemen yang terdapat pada pengelolaan sampah dan hubungan antar elemen tersebut
dapat dilihat pada diagram Gambar 2.1

Sumber Sampah

Pewadahan

Pengumpulan

Transfer/ Proses pemisahan


transport transformasi

Gambar 2.1 Hubungan Antara Elemen-Elemen Operasional Pengelolaan Persampahan


Sumber: Tchobanoglous, 1993

2.2.1.1 Sumber dan Timbulan SampahPembuangan


akhir
Sumber Sampah
Sumber sampah yaitu segala sesuatu yang menghasilkan sampah. Sumber sampah pada suatu
tempat atau komunitas sangat berhubungan dengan fasilitas yang tersedia dan jenis aktivitas
yang dilakukan. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka sumber sampahpun akan
semakin beragam. Beberapa jenis sumber sampah dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Sumber dan Jenis Sampah yang Dihasilkan
Sumber Tipe fasilitas, aktivitas, atau lokasi
Tipe sampah yang dihasilkan
Sampah yang menghasilkan sampah

Rumah tinggal Rumah tinggal tunggal, terpisah, multi family, Sampah makanan, kertas, karton,
apartemen rendah dan bertingkat plastik, sampah halaman, kaca, kayu,
dan lain-lain

Komersil Pasar, restoran, swalayan, kantor, hotel, motel, Kertas, karton, plastik, kayu, sampah
bengkel, dan percetakan makanan, kaca, logam, sampah B3,
sampah khusus
Institusi Sekolah, rumah sakit, penjara, pusat Sama dengan sampah komersil
pemerintahan

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-3
Tinjauan Pustaka
Sumber Tipe fasilitas, aktivitas, atau lokasi
Tipe sampah yang dihasilkan
Sampah yang menghasilkan sampah

Konstruksi dan Konstruksi baru, remodeling, dan perbaikan Kayu, baja, beton bata, dan lain-lain
pemugaran bangunan

Pelayanan kota Sampah taman pantai, sarana rekreasi, dan Sampah khusus, sampah kering,
bekas sapuan jalan sampah jalan, daun dan pohon, dan
lain-lain
Instalasi Pengolahan air minum dan air buangan serta Lumpur hasil pengolahan
pengolahan proses pengolahan limbah industri
limbah

Industri Konstruksi, pabrikasi, industri kecil dan besar, Sampah hasil proses industri, sampah
industri kimia, pembangkit energi, dan lain-lain kering, sampah khusus, sampah B3

Pertanian Penanaman, pemupukan dan saat panen, Sampah pertanian, hasil pengolahan
peternakan makanan, sampah kering, B3
Sumber : Tchobanoglous, 1993
Menurut Damanhuri (2004) jenis sampah dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal
seperti dibawah ini:
1) Berdasarkan cara penanganan dan pengolahan sampah dibedakan atas:
Komponen yang mudah membusuk;
Komponen bervolume besar dan mudah terbakar;
Komponen bervolume besar dan sulit terbakar;
Komponen bervolume kecil dan mudah terbakar;
Komponen bervolume kecil dan sulit terbakar;
Wadah bekas;
Tabung bertekanan/gas;
Lumpur baik organik maupun non organik;
Puing bangunan;
Kendaraan tak terpakai;
Sampah radioaktif.
2) Berdasarkan komposisi antara lain:
Sampah seragam. Biasanya ditemukan pada kegiatan perkantoran seperti kertas,
karton;
Sampah tidak seragam (campuran). Biasanya sampah yang berasal dari pasar atau
tempat-tempat umum.
3) Berdasarkan status pemukiman sampah dibedakan atas:
Sampah kota;
Pedesaan.
4) Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi:
Sampah yang dapat membusuk (garbage);
Sampah yang tidak membusuk (refuse);
Sampah berupa debu dan abu;
Sampah yang mengandung zat kimia fisis yang berbahaya.
5) Klasifikasi sampah dari negara industri dibedakan atas:
Sampah organik mudah busuk (garbage): seperti sisa makanan dan kulit buah-buahan;
Sampah organik tak membusuk (rubbish): dibagi menjadi dua jenis yaitu sampah
mudah terbakar seperti kertas, karton, dan plastic. Sampah tidak mudah terbakar
seperti logam, kaleng dan kaca;
Sampah sisa abu pembakaran penghangat rumah (ashes);
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-4
Tinjauan Pustaka
Sampah bangkai binatang;
Sampah buangan konstruksi.
Karakteristik sampah menurut Damanhuri (2004) antara lain yaitu:
1. Karakteristik fisika, seperti berat jenis, kadar volatile, kelembaban, kadar abu, nilai kalor
dan distribusi ukuran;
2. Karakteristik kimia, seperti analisa perkiraan, titik lebur abu, analisa komponen sampah
yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S, dan kandungan energi;
3. Karakteristik Biologi, seperti adanya bau dan lalat.
Timbulan Sampah
Timbulan sampah yaitu jumlah atau banyaknya sampah yang dihasilkan setiap orang per hari
di suatu daerah.
Timbulan sampah (Damanhuri, 2004) dinyatakan dalam:
Satuan berat: kilogram perorang perhari (Kg/org/h) atau kilogram per meter persegi
bangunan perhari (Kg/m2/h) atau kilogram per tempat tidur per hari (Kg/bed/h) dan
sebagainya;
Satuan volume: liter/orang/hari (L/o/h) liter per meter persegi bangunan perhari (L/m2/h).
Jumlah timbulan sampah biasanya berhubungan dengan:
Pemilihan peralatan, misalnya: alat pengumpulan, pengangkutan;
Perencanaan rute pengangkutan;
Fasilitas unit daur ulang;
Luas dan jenis TPA.
Besar timbulan sampah diperlukan untuk mendesain peralatan yang digunakan untuk
transportasi sampah, fasilitas recovery material, dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Kuantitas sampah biasanya dinyatakan dalam volume dan berat. Pengukuran dengan volume
biasanya kurang akurat karena bisa saja sampah yang sudah dikompaksi dengan yang belum
memiliki volume yang sama. Tetapi apabila kuantitas sampah yang dinyatakan dalam volume,
maka harus ditentukan angka kompaksinya. Kuantitas sampah sebaiknya dinyatakan dalam
ukuran berat, karena berat dapat diukur dengan segera dan tidak dipengaruhi oleh angka
kompaksi. Selain itu berat sampah sangat diperlukan dalam transportasi sampah karena
biasanya batasan pengangkutan sampah di jalan raya dibatasi berdasarkan berat dan bukan
volume. Tetapi volume dan berat sampah sama-sama diperlukan dalam penentuan kapasitas
TPA sampah.
Besar timbulan sampah dalam satu hari dinyatakan sebagai debit timbulan sampah (Q). Debit
timbulan sampah domestik dan komersil (QT) adalah penjumlahan debit timbulan untuk
daerah domestik (Qd) yang merupakan perkalian satuan timbulan sampah kota untuk daerah
domestik (qd) dengan jumlah populasi domestik (Pd) dengan debit timbulan sampah komersil
(Qk) yang merupakan perkalian dari satuan timbulan sampah komersil (qk) dengan luas
daerah komersil (Ak).
QT = Qd + Qk .................................................................................................................. (2.1)
Qd = qd x Pd ..................................................................................................................... (2.2)
Qk = qk x Ak ................................................................................................................... (2.3)
Sedangkan timbulan sampah domestik dan komersil (qt) adalah penjumlahan satuan timbulan
sampah kota untuk daerah domestik (qd) dengan satuan timbulan sampah komersil yang
diekivalenkan (qc).
qt = qd + qe ........................................................................................................................ (2.4)
Ak
qe = qk x ..................................................................................................................... (2.5)
Pk

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-5
Tinjauan Pustaka
Debit timbulan sampah dapat dihitung dengan cara:
Ak
qe = qk ...................................................................................................................... (2.6)
P
qt = (qd + qe) ...................................................................................................................... (2.7)
dimana:
qe = debit satuan ekivalen (Lkh)
Ak = luas daerah komersil (Ha)
P = populasi kota
qk = debit timbulan sampah daerah komersil (L/Ha/h)
qt = debit satuan sampah seluruh kota (Lkh)
qd = debit satuan sampah daerah domestik (Lkh)
Pertambahan jumlah timbulan sampah dari tahun ke tahun bersifat kuadratis. Proyeksi
timbulan sampah dapat dihitung dengan persamaan berikut :
n
q
qn = qo 1 ( ) ......................................................................................................... (2.8)
100
dimana: qn = proyeksi timbulan sampah pada tahun ke-n
qo = proyeksi timbulan awal tahun perencanaan
n = waktu perencanaan TPA (20-25 tahun)
q = dipengaruhi oleh pertumbuhan pertanian, industri, pertambahan
penduduk, dan income
1 (m i g )
q = 1 ............................................................................................... (2.9)
3 ( 1 p )
dimana: m = pertambahan produksi makanan/pertanian, %
i = pertambahan industri, %
g = pertambahan gross national income, %
p = pertambahan penduduk.
Menurut Damanhuri (2004) estimasi terhadap kuantitas sampah dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode, yaitu:
Analisis perhitungan beban
Dihitung berdasarkan beban masing-masing kendaraan dan karakteristik sampah pada
periode tertentu;
Analisis berat volume
Cara mendapatkan data dengan menimbang dan mengukur beban kendaraan;
Analisis keseimbangan material
Perkiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun dimasa datang merupakan dasar
dari perancangan dan pengkajian sistem pengelolaan persampahan. Prakiraan merata timbulan
sampah akan merupakan langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan persampahan.
2.2.1.2 Sistem Pewadahan
Pewadahan sampah merupakan cara penampungan sampah sementara di sumbernya baik
individual maupun komunal. Wadah sampah individual umumnya ditempatkan di muka
rumah atau bangunan lainnya. Sedangkan wadah sampah komunal ditempatkan di tempat
terbuka yang mudah diakses. Sampah diwadahi sehingga memudahkan dalam
pengangkutannya. Idealnya jenis wadah disesuaikan dengan jenis sampah yang akan dikelola
agar memudahkan penanganan berikutnya khususnya dalam upaya daur ulang. Di samping
itu, dengan adanya wadah yang baik, maka:
Bau akibat pembusukan sampah yang juga menarik datangnya lalat, dapat diatasi;
Air hujan yang berpotensi menambah kadar air di sampah, dapat dikendalikan;
Pencampuran sampah yang tidak sejenis, dapat dihindari.
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-6
Tinjauan Pustaka
Berdasarkan letak dan kebutuhan dalam sistem penanganan sampah (Damanhuri, 2004), maka
pewadahan sampah dapat dibagi menjadi beberapa tingkat (level), yaitu:
Level-1: wadah sampah yang menampung sampah langsung di sumbernya. Pada
umumnya wadah sampah pertama ini diletakkan di tempat-tempat yang terlihat dan
mudah dicapai oleh pemakai, misalnya diletakkan di dapur, di ruang kerja,dan sebagainya.
Biasanya wadah sampah jenis ini adalah tidak statis, tetapi mudah diangkat dan dibawa ke
wadah sampah level-2.
Level-2: bersifat sebagai pengumpul sementara, merupakan wadah yang menampung
sampah dari wadah level-1 maupun langsung dari sumbernya. Wadah sampah level-2 ini
diletakkan di luar kantor, sekolah, rumah, atau tepi jalan atau dalam ruang yang
disediakan, seperti dalam apartemen bertingkat. Melihat perannya yang berfungsi sebagai
titik temu antara sumber sampah dan sistem pengumpul, maka guna kemudahan dalam
pemindahannya, wadah sampah ini seharusnya tidak bersifat permanen, seperti yang
diarahkan dalam SNI tentang pengelolaan sampah di Indonesia namun pada kenyataannya
di permukiman pemanen, akan dijumpai wadah sampah dalam bentuk bak sampah
permanen di depan rumah, yang menambah waktu operasi untuk pengosongannya.
Level-3: merupakan wadah sentral, biasanya bervolume besar yang akan menampung
sampah dari wadah level-2, bisa sistem memang membutuhkan. Wadah sampah ini
sebaiknya terbuat dari konstruksi khusus dan ditempatkan sesuai dengan sistem
pengangkutan sampahnya. Mengingat bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
sampah tersebut, maka wadah sampah yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan
sebagai berikut: kuat dan tahan terhadap korosi, kedap air, tidak mengeluarkan bau, tidak
dapat dimasuki serangga dan binatang, serta kapasitasnya sesuai dengan sampah yang
akan ditampung.
Beberapa jenis wadah berdasarkan sumber sampahnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 yaitu:
Tabel 2.2 Jenis Pewadahan dan Sumber Sampahnya

Sumber Sampah Jenis Pewadahan


- Kantong plastik/kertas, volume sesuai yang tersedia di pasaran.
- Bak sampah permanen, ukuran bervariasi, biasanya dari pasangan.
Daerah perumahan
- Bin plastik/tong, volume 40-60 liter, dengan tutup, khususnya
permukiman yang pernah di bina oleh Dinas Kebersihan.
- Bin/tong sampah, volume 50-60 liter.
- Bin plastik, volume 120-140 liter dengan tutup dan memakai roda.
Pasar - Gerobak sampah, volume 1,0 m3
- Kontainer dari Arm Roll kapasitas 6-10 m3
- Bak sampah
- Kantong plastik, volume bervariasi
Pertokoan - Bin plastik/tong, volume 50-60 liter
- Bin plastik, volume 120-140 liter dengan roda
- Kontainer volume 1 m3 beroda
Perkantoran/Hotel
- Kontainer besar volume 6-10 m3

Sumber Sampah Jenis Pewadahan


- Bin plastik/tong volume 50-60 liter, yang dipasang secara permanen.
Tempat umum, jalan dan taman
- Bin plastik, volume 120-140 liter dengan roda
Sumber: Damanhuri, 2004
Berdasarkan pedoman dari Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2004) maka pola
pewadahan dapat dibedakan atas:
Pola pewadahan individual: diperuntukkan bagi daerah permukiman berpenghasilan tinggi
dan daerah komersil. Bentuk yang dipakai tergantung selera dan kemampuan
pengadaannya dari pemiliknya, dengan kriteria:
- Bentuk : kotak, selinder, kantung, kontainer;
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-7
Tinjauan Pustaka
- Sifat : dapat diangkat, ditutup;
- Bahan : logam plastik, alternatif bahan harus bersifat kedap air dan panas matahari,
tahan diperlakukan kasar dan mudah dibersihkan;
- Ukuran : 10-50 liter untuk pemukiman toko kecil, 100-500 liter untuk kantor, toko
besar, rumah makan;
- Pengadaan : pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola.
Pola pewadahan komunal: diperuntukkan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman
kota, jalan, pasar. Bentuk ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat
penggunaannya adalah umum, dengan kriteria:
- Bentuk : kotak, silinder, kontainer;
- Sifat : tidak bersatu dengan tanah, dapat diangkat, tertutup;
- Bahan : logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat kedap air, panas matahari,
tahan diperlakukan kasar, mudah dibersihkan;
- Ukuran : 100-500 liter untuk pinggir jalan, taman kota;
1-1m3 untuk permukiman dan pasar;
- Pengadaan : pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil produksi),
instansi pengelola.
Adapun pola dan karakteristik pewadahan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Pola dan Karakteristik Pewadahan Sampah

No Karakteristik Pola Pewadahan Individual Pola Pewadahan Komunal


kotak, silinder, bin (tong), semua kotak, silinder, kontainer, bin (tong), semua
1. Bentuk/jenis
bertutup, dan kantong plastic tertutup
ringan, mudah dipindahkan, dan ringan, mudah dipindahkan dan mudah
2. Sifat
mudah dijangkau dikosongkan
logam, plastik, fiberglass (GRP), logam, plastik, fiberglass (GRP), kayu,
3. Bahan
kayu, bambu, rotan, kertas bambu, rotan
pemukiman dan toko kecil 10-40 pinggir jalan dan taman = 30-40 liter
4. Volume
liter. untuk pemukiman dan pasar = 100-1000 liter
No Karakteristik Pola Pewadahan Individual Pola Pewadahan Komunal
5. Pengadaan pribadi, instansi, pengelola instansi, pengelola
Sumber: Damanhuri, 2004
2.2.1.3 Sistem Pengumpulan
Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara pengumpulan dari
masing-masing sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan sementara atau ke
pengolahan sampah skala kawasan, atau langsung ke tempat pembuangan atau pemrosesan
akhir sumber hingga ke lokasi pemeprosesan akhir atau ke lokasi pembuangan akhir, dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung (door to door), atau secara tidak langsung
dengan menggunakan Transfer Depo/Container sebagai Tempat Penampungan Sementara
(TPS), dengan penjelasan sebagai berikut:
Secara langsung (door to door)
Pada sistem ini proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan bersamaan.
Sampah dari tiap-tiap sumber akan diambil, dikumpulkan dan langsung diangkut ke
tempat pemprosesan, atau ke tempat pembuangan akhir;
Secara tidak langsung (Communal)
Pada sistem ini, sebelum diangkut ke tempat pemprosesan, atau ke tempat pembuangan
akhir, sampah dari masing-masing sumber akan dikumpulkan dahulu oleh sarana
pengumpul seperti dalam gerobak sampah. Dalam hal ini, TPS dapat pula berfungsi
sebagai lokasi pemprosesan skala kawasan guna mengurangi jumlah sampah yang harus
diangkut ke pemprosesan akhir. Pada sistem communal ini, sampah dari masing-masing
sumber akan dikumpulkan dahulu dalam gerobak tangan (hand cart) atau yang sejenis dan

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-8
Tinjauan Pustaka
diangkut ke TPS. Gerobak tangan merupakan alat pengangkutan sampah sederhana yang
paling dijumpai di kota-kota di Indonesia, dan memiliki kriteria persyaratan sebagai
berikut:
- Mudah dalam loading dan unloading;
- Memiliki kontruksi yang ringan dan sesuai dengan kondisi jalan yang ditempuh;
- Mempunyai tutup.
Menurut Damanhuri (2004), pola pengumpulan sampah terdiri dari:
Pola individu langsung oleh truk pengangkut ke pemprosesan
- Bila kondisi topografi bergelombang (rata-rata >5%), hanya alat pengumpul mesin
yang dapat beroperasi, sedang alat pengumpul non-mesin akan sulit beroperasi;
- Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya;
- Kondisi dan jumlah alat memadai;
- Jumlah timbulan sampah >0,3 m3/hari;
- Biasanya daerah layanan adalah pertokoan, kawasan pemukiman yang tersusun rapi,
dan jalan protokol;
- Layanan dapat pula diterapkan pada daerah gang. Petugas mengangkut tidak masuk ke
gang, hanya akan memberi tanda bila sarana pengangkut ini datang, misal dengan
bunyi-bunyian.
Pola individu tidak langsung, dengan menggunakan pengumpul sejenis gerobak sampah,
dapat diterapkan bila:
- Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan ini dapat difungsikan sebagai tempat
pemprosesan sampah skala kawasan;
- Kondisi topografi relatif datar (rata-rata <5%), dapat digunakan alat pengumpul non
mesin (gerobak, becak);
- Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung;
- Lebar jalan atau gang cukup lebar untuk dapat dilalui alat pengumpul tanpa
mengganggu pemakai jalan lainnya;
- Terdapat organisasi pengelola pengumpulan sampah, dengan sistem pengendaliannya.
Pola komunal langsung oleh truk pengangkut dilakukan, bila:
- Alat angkut terbatas;
- Kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah;
- Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi daerah
berbukit, gang/jalan sempit);
- Peran serta masyarakat tinggi;
- Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah
dijangkau oleh alat pengangkut (truk);
- Pemukiman tidak teratur.
Pola komunal tidak langsung, dengan persyaratan sebagai berikut:
- Peran serta masyarakat tinggi;
- Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan dilokasi yang mudah
dijangkau alat pengumpul;
- Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan ini dapat difungsikan sebagai tempat
pemeprosesan sampah skala kawasan;
- Bagi kondisi topografi yang relatif datar (rata-rata <5%) dapat digunakan alat
pengumpul non mesin (gerobak, becak) dan bagi kondisi topografi >5% dapat
digunakan cara lain seperti pukulan, kontainer kecil beroda dan karung;
- Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
Pola penyapuan jalan, dengan persyaratan sebagai berikut:
- Juru sapu harus mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan (tanah,
lapangan rumput, dan lain-lain);
- Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi dan
nilai daerah yang dilayani;
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-9
Tinjauan Pustaka
- Pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi pemindahan untuk
kemudian diangkut ke pemerosesan akhir;
- Pengendalian personel dan peralatan harus baik.
2.2.1.4 Sistem Transfer dan Transportasi
Pengangkutan sampah adalah sub-sistem yang bersasaran membawa sampah dari lokasi
pemindahan atau dari sumber secara langsung menuju tempat pemerosesan akhir, atau TPA.
Pengangkutan sampah merupakan salah satu komponen penting dan membutuhkan
perhitungan yang cukup teliti, dengan sasaran mengoptimalisasikan waktu angkutan yang
diperlukan dalam sistem tersebut. Khususnya bila:
- Terdapat sarana pemindahan sampah dalam skala cukup besar yang harus menangani
sampah;
- Lokasi titik tujuan sampah relatif jauh;
- Sarana pemindahan merupakan titik pertemuan masuknya sampah dari berbagai area;
- Ritasi perlu diperhitungkan secara teliti;
- Masalah lalu-lintas jalur menuju titik sasaran tujuan sampah.
Dengan optimasi sub-sistem ini diharapkan pengangkutan sampah menjadi mudah, cepat dan
biaya relatif murah. Di negara maju, pengangkutan sampah menuju titik tujuan banyak
menggunakan alat angkutan dengan kapasitas besar, yang digabung dengan pemadatan
sampah, seperti yang terdapat di Cilincing Jakarta.
Persyaratan alat pengangkut sampah antara lain adalah:
- Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah, minimal dengan
jaring;
- Tinggi bak maksimum 1,6 m;
- Sebaiknya ada alat ungkit;
- Kapasitas disesuaikan dengan kondisi/kelas jalan yang akan lahir;
- Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi pengaman air sampah.
Sistem transfer dan transport merupakan fasilitas yang digunakan untuk memindahkan
sampah dari satu lokasi ke lokasi lain. Transfer dan transport diperlukan ketika jarak angkut
ke tempat pembuangan akhir sampah cukup jauh. Kendaraan-kendaraan yang biasa digunakan
dalam sistem ini dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Peralatan Subsistem Pengangkutan
Jenis
Konstruksi/Bahan Kelebihan Kelemahan Catatan
Peralatan
Truk Biasa Bak konstruksi kayu Harga dan perawatan Kurang sehat, waktu Banyak dipakai
Terbuka dan bak konstruksi relatif lebih murah pengoperasian lebih di Indonesia,
plat besi lama, estetika kurang diperlukan
tenaga yang
banyak

Jenis
Konstruksi/Bahan Kelebihan Kelemahan Catatan
Peralatan
Dump Bak plat baja, Dump Tidak diperlukan Perawatan lebih sulit, Perlu modifikasi
Truck/Tipper Truck dengan banyak tenaga kerja kurang sehat, kurang bak
Truck peninggian bak pada saat penbongkaran, estetis, relatif lebih
pengangkutnya pengoperasian lebih mudah berkarat, sulit
efisien dan efektif untuk pemuatan

Arm Roll Truck Truk untuk Praktis dalam Hidrolis sering rusak, Cocok pada
mengangkut/memba pengoperasian, tidak harga dan biaya lokasi dengan

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-10
Tinjauan Pustaka
wa kontainer- diperlukan tenaga kerja peralatan relatif produksai
kontainer hidrolik yang banyak, lebih mahal, diperlukan sampah yang
bersih dan sehat, area untuk relatif banyak
estetika baik, penempatan dan
penempatan lebih pengangkatan
fleksibel
Truk untuk Praktis dan cepat dalam Hidrolis sering rusak, Cocok pada
mengangkat pengoperasian, tidak perlu area untuk lokasi dengan
kontainer secara butuh banyak tenaga penempatan dan produksi sampah
hidrolis kerja, penenpatan lebih pengangkatan yang relatif
fleksibel banyak, pernah
digunakan di
Makasar

Truk dilengkapi Tidak memerlukan Hidrolis sering rusak, Telah digunakan


dengan alat banyak tenaga untuk sulit untuk daerah di DKI Jakarta
pengangkat sampah menaikkan sampah ke sempit
truk, cocok untuk
mengangkut sampah
yang besar
Mobil Penyapu Truk yang dilengkapi Pengoperasian lebih Harga dan perawatan Baik untuk jalan
Jalan dengan alat cepat, sesuai untuk jalan lebih mahal, belum protocol
penghisap sampah protokol yang memungkinkan
memerlukan pekerjaan untuk kondisi jalan di
cepat, estetis dan Indonesia umumnya
higienis, tidak butuh
banyak tenaga kerja
Truk
C dilengkapi Volume sampah Harga relatif mahal, Cocok untuk
dengan kompaktor terangkut lebih banyak, biaya infestasi dan pengumpulan
o
lebih bersih dan pemeliharaan lebih dan angkutan
m higienis, estetika baik, mahal, waktu secara komunal
praktis dalam pengumpulan lama
p
pengoperasian, sedikit bila untuk sistem
a tenaga kerja door to door
Sumber: Damanhuri, 2004

Pola pengangkutan sampah dapat dibedakan menjadi:


1. Pengangkutan sampah tanpa menggunakan kontainer (non container);
Pola pengangkutan sampah non container biasanya menggunakan sistem pengumpulan
individual langsung (door to door). Truk pengangkut sampah berangkat dari pool menuju titk
sumber sampah pertama untuk mengambil sampah, selanjutnya truk tersebut mengambil
sampah berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya. Sampah diangkut ke lokasi
TPA dan setelah pengosongan sampah dolikasi tersebut, truk menuju kembali ke lokasi
sumber sampah berikutnya sampai terpenuhi rute yang telah ditetapkan. Selain itu, sampah
juga dapat ditransfer ke lokasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dimana bagannya dapat
dilihat pada Gambar 2.2.

TPS TPA

Pool Kendaraan
Gambar 2.2 Pengangkutan Sampah Non Container
Sumber: Tchobagnolous, 1993
2. Pengangkutan sampah dengan menggunakan kontainer.

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-11
Tinjauan Pustaka
Untuk pengumpulan sampah dengan sistem kontainer, terdapat beberapa pola pengangkutan
sebagai berikut:
Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer Cara 1 (Gambar 2.3)
- Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke TPA;
- Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula;
- Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA;
- Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula;
- Demikian seterusnya sampai rute terakhir.
Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer Cara 2 (Gambar 2.4)
- Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke
pemrosesan atau TPA;
- Kemudian kendaraan dengan kontainer kosong menuju ke lokasi kedua untuk
menurunkan kontainer kosong dan membawa kontainer isi untuk diangkut ke TPA;
- Demikian seterusnya sampai terakhir;
- Pada rute terakhir, kontainer kosong dari TPA menuju ke lokasi kontainer pertama;
- Sistem ini diberlakukan pada kondisi tertentu misal untuk pengambilan pada jam
tertentu atau mengurangi kemacetan lalu lintas.

Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer Cara 3 (Gambar 2.5)


- Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju lokasi kontainer isi
untuk mengganti dan langsung membawanya ke TPA;
- Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju ke kontainer isi
berikutnya;
- Demikian seterusnya sampai rute terakhir.
Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer Cara 4 (Gambar 2.6)
- Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan kedalam truk
kompaktor dan meletakkan kembali kontainer kosong;
- Kendaraan menuju ke kontainer berikutnya sehingga truk penuh, kemudian langsung ke
TPA;
- Demikian seterusnya sampai rute terakhir.
Isi Kosong
a a 4 b b 7 c c
kontainer
3 5 8
1 2 6 9 10
Pool ke pool
TPA

Gambar 2.3 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara 1


Sumber: Damanhuri, 2004

Isi Kosong

kontainer

1 2 3 4 5 6
pool

TPA 7 ke lokasi kontainer

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-12
Tinjauan Pustaka
Gambar 2.4 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara 2
Sumber:Damanhuri, 2004

Isi Kosong

kontainer

1 2 3 4 5 6
pool
7
TPA ke pool

Gambar 2.5 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara 3


Sumber: Damanhuri, 2004
Isi Kosong

kontainer

pool Truk pemadat


dari pool TPA

Gambar 2.6 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara 4


Sumber: Damanhuri, 2004
Menurut Damanhuri, 2004 bila mengacu pada sistem di negara maju, maka pengangkutan
sampah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:
1. Hauled Container System (HCS)
Sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya dapat dipindah-pindah dan
ikut dibawa ke tempat pembuangan akhir. HCS ini merupakan sistem wadah angkat
untuk daerah komersial;
2. Stationary Container System (SCS)
Sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak dibawa berpindah-
pindah (tetap). Wadah pengumpulan ini dapat berupa wadah yang diangkat atau yang
tidak dapat diangkat. SCS merupakan sistem wadah tinggal yang fungsinya untuk
melayani daerah pemukiman.
Untuk keefektifan sistem yang digunakan, ada beberapa analisa yang perlu diperhatikan:
1) Sistem HCS
Waktu yang diperlukan per ritasi:
THCS = (PHCS + S + h) ............................................................................................. (2.10)
THCS = (PHCS + S + a + bx) ..................................................................................... (2.11)
THCS = (Pc + Uc + dbc) .......................................................................................... (2.12)

dimana:
THCS : waktu total per trip ke TPS (jam/rit)
PHCS : waktu pengambilan per trip (jam/rit)
S : waktu pembongkaran per trip (jam/rit)
h : waktu angkut per trip (jam/rit)
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-13
Tinjauan Pustaka
a : konstanta empiris (jam/rit)
b : konstanta empiris (jam/km)
x : jarak tempuh (km)
Pc : waktu untuk memuat kontainer ke kendaraan (jam/rit)
Uc : waktu untuk meletakkan kontainer kosong (jam/rit)
dbc : waktu perjalanan ke kontainer lain (jam/rit)
Jumlah trip yang dilakukan per hari:
Nd = [H(1-w)-(t1+t2)] ........................................................................................... (2.13)
THCS
Vd
Nd = .............................................................................................................. (2.14)
c. f
dimana:
Nd : jumlah trip per hari (trip/hari)
H : waktu kerja (jam/hari)
w : waktu hambatan
t2 : waktu dari keberangkatan ke lokasi 1 (jam)
t2 : waktu dari lokasi ke kontainer terakhir (jam)
Vd : kuantitas sampah yang dikumpulkan rata-rata per hari (m3/hari)
e : rata-rata ukuran kontainer (m3/trip)
f : faktor utilitas kontainer rata-rata
2) Sistem SCS
Sistem mekanis
Waktu yang dibutuhkan per trip:
TSCS = (PSCS + S + a + bx) ..................................................................................... (2.15)
PSCS = Ct (Uc) + (np-1) (dbc) ............................................................................... (2.16)
v.r
Ct = ......................................................................................................... (2.17)
c. f
dimana:
TSCS : waktu total per trip ke TPS (jam/trip)
PSCS : waktu pengambilan per trip (jam/trip)
S : waktu pembongkaran per trip (jam/trip)
a,b : konstanta empiris
x : jarak tempuh (mil)
Ct : jumlah kontainer yang dikosongkan per trip (kont/trip)
Uc : rata-rata waktu pengosongasn kontainer (jam/trip)
np : jumlah lokasi kontainer per trip (lokasi ke yang lain)
dbc : waktu pindah dari suatu lokasi ke yang lain (jam/trip)
V : volume kendaraan pengumpul (m3/trip)
c : rata-rata ukuran kontainer (m3/trip)
f : faktor utilisasi kontainer rata-rata
Jumlah trip yang dilakukan per hari:
Nd = Vd .............................................................................................................. (2.18)
V .r
dimana:
Nd : jumlah trip per hari (trip/hari)
Vd : kuantitas sampah yang dikumpulkan rata-rata per hari (m3/hari)
V : volume kendaraan pengumpulan (m3/hari)
r : angka kompaksi
Waktu kerja per hari:

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-14
Tinjauan Pustaka
[(t1 t 2 ) Nd (Tscs)]
H= .................................................................................... (2.19)
(1 w )
dimana:
H : waktu kerja (jam/hari)
t1 : waktu dari keberangkatan ke lokasi 1 (jam)
t2 : waktu dari lokasi ke kontainer terakhir (jam)
TSCS : waktu total per trip ke TPS (jam/trip)
Nd : jumlah trip per hari (trip/hari)
w : waktu hambatan
Sistem manual
Jumlah lokasi yang diambil per trip:
n
Np = 60. PSCS. ................................................................................................ (2.20)
p
tp = dbc + k1 + Cn + k2 (PRH) .......................................................................... (2.21)
dimana:
Np : jumlah lokasi kontainer per trip (lokasi/trip)
60 : jumlah menit per jam
n : jumlah petugas
tp : waktu pengambilan per lokasi (menit/lokasi)
dbc : waktu pindah dari satu lokasi ke yang lain (jam/trip)
k1 : konstanta waktu pengambilan kontainer (menit/kont)
Cn : rata-rata kontainer pada tiap lokasi pengambilan
k2 : konstanta waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan sampah (menit/PRH)
PRH : persetase rumah yang sampahnya di pekarangan (%)
2.2.1.5 Sistem Pembuangan Akhir
Proses akhir dari rangkaian penanganan sampah yang biasa dijumpai di Indonesia adalah
dilaksanakan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada umumnya pemprosesan akhir
sampah yang dilaksanakan di TPA adalah berupa proses landfiling (pengurungan), dan
sebagian besar dilaksanakan dengan open dumping, yang mengakibatkan permasalahan
lingkungan, seperti timbulnya bau, tercemarnya air tanah, timbulnya asap, dan sebagainya.
Teknologi landfiling membutuhkan lahan luas, karena memiliki kemampuan redaksi volume
sampah secara terbatas. Karena berfungsi sebagai tempat penimbunan, maka kebutuhan luas
lahan TPA dirasakan tiap waktu meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah timbulan.
Sedangkan persoalan yang dihadapi di kota-kota adalah keterbatasan lahan. Untuk
mengantisipasi masalah tersebut maka diperlukan suatu usaha optimalisasi TPA yang telah
ada sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja dan masa layan TPA. TPA sampah
merupakan langkah akhir dari rangkaian proses penanganan masalah. Dalam pemusnahan ini
dikenal berbagai metode, antara lain landfill. Jenis-jenis landfill Damanhuri (2004) antara
lain:
1. Open Dumping
Metode ini merupakan metoda yang paling sering dilakukan karena tidak memakan
banyak tenaga dan biaya. Pada metode ini setelah sampah dimasukkan pada tempat atau
galian, sampah tidak dipadatkan dan ditimbun kembali sehingga lalat, tikus dan serangga
lain dapat berkembang dengan cepat. Dari segi estetika Open Dumping tidak disarankan
penggunaannya, karena tidak adanya kontrol dan perencanaan yang baik sehingga sering
terjadi pencemaran air tanah. Metode ini juga bisa menyebabkan terjadinya kebakaran
karena gas metan yang dihasilkan sampah tidak disalurkan dengan baik.
2. Controlled Landfill
Desain yang digunakan tidak jauh beda dari Open Dumping yaitu dengan cara dibiarkan
terbuka untuk sementara waktu pada periode tertentu diurug. Namun terdapat perbaikan
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-15
Tinjauan Pustaka
terhadap sistem sanitasi dengan membuat sumur kontrol untuk mengontrol pencemaran
air yang terjadi di sekitar TPA.
3. Sanitary Landfill
Sanitary Landfill adalah suatu metoda pembuangan sampah tanpa menimbulkan bahaya
atau masalah pada masyarakat dan kesehatannya dengan cara menggunakan lahan sekecil
mungkin untuk mengurangi jumlah sampah, dipadatkan dan menutupnya dengan lapisan
tertentu pada setiap hari pelaksanaan atau pada selang waktu tertentu sesuai kebutuhan.
Dari segi estetika, metode ini merupakan alternatif terbaik karena telah direncanakan dan
diadakan pengontrolan yang ketat.
Ada tiga metode Sanitary Landfill yaitu:
Metode Parit, yaitu sampah disebar dan dipadatkan dalam galian lubang yang sudah
disiapkan. Tanah penutup yang berasal dari galian tanah tersebut disebarkan dan
dipadatkan diatas susunan sampah untuk membentuk susunan sel;
Metode Lapangan, yaitu sampah disebarkan dan dipadatkan di atas tanah yang akan
ditimbun, disini tidak diperlukan penggalian tanah, sedang penutup diambil dari
tempat lain. Cara ini dimaksudkan agar tanahnya menjadi lebih tinggi dari semula;
Metode Jurang, metoda ini banyak dipakai untuk menimbun daerah yang memiliki
cekungan dalam seperti jurang atau lembah. Pelaksanaannya sama dengan metoda
Ramp yaitu memakai kemiringan penimbunan 2:1.
Guna mengurangi sebanyak mungkin dampak negatif yang dapat ditimbulkannya, maka
upaya manusia adalah bagaimana merancang, membangun, dan mengoperasikannya secara
baik. Upaya lain yang pengting adalah mengkaji calon lahan yang akan digunakan secara baik
sehingga dampak negatif yang mungkin timbul dapat diperkecil. Tabel 2.5 dibawah ini
memberikan kelebihan dan kekurangan dari berbagai cara pengurugan/landfilling yang telah
dikenal di Indonesia.
Tabel 2.5 Perbandingan Metode Landfilling/Pengurugan
Metode Landfilling

Kelebihan Kekurangan
Open Dumping (sebetulnya bukan metode)
- Teknis pelaksanaan mudah - Terjadi pencernaan udara oleh gas, bau dan debu
- Personel lapangan relatif sedikit - Pencemaran terhadap isi tanah oleh terbentuknya
- Biaya operasi dan perawatan yang relatif rendah leachate
- Mudah terjadi kabut asap
- Mendorong tumbuhnya sarang vector penyakit
(tikus, lalat, nyamuk)
- Mengurangi estetika lingkungan
- Lahan tidak dapat digunakan kembali dalam
waktu yang cukup lama
Controlled Landfill
- Dampak terhadap lingkungan dapat diperkecil - Operasi lapangan relatif lebih sulit
- Lahan dapat digunakan setelah selesai dipakai - Biaya investasi, operasi, perawatan cukup besar
- Estetika lingkungan yang cukup baik - Memerlukan personalia lapangan yang cukup
terlatih
Sanitary Landfill
- Biaya investasi lebih rendah dibanding metode - Pada daerah dengan populasi yang tinggi,
pengolahan lain. ketersediaan lahan menjadi sulit.
- Merupakan metode pembuatan akhir yang - Jika operasi tidak berjalan semestinya dapat
lengkap, tanpa memerlukan pengolahan menghasilkan akibat seperti metode open dumping
dibandingkan insinerasi dan composting
- Dapat menerima berbagai tipe sampah
- Metode yang fleksibel terhadap fluktuasi kuantitas
sampah
Metode Landfilling

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-16
Tinjauan Pustaka
Kelebihan Kekurangan
Sanitary Landfill
- Setelah selesai pemakaiannya, dapat digunakan
untuk berbagai keperluan seperti areal parkir,
lapangan golf, dan kebutuhan lain.
Sumber: Damanhuri, 2004
Lahan TPA dipilih berdasarkan:
- Jarak timbulan sampah ke TPA minimal;
- Jalan atau akses ke TPA memadai;
- Berada pada lokasi terbuka, vegetasi alamiah atau lahan pertanian, yang terbaik jika tidak
berpenduduk padat;
- Terdapat bukit-bukit atau pepohonan yang berguna sebagai screening atau penghalang
pemandangan;
- Jauh dari bandara (masalah burung, paling baik jika >20m);
- Tersedia tanah untuk penutup.
Mencari luas lahan untuk TPA dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
365 x 10 7 x Lk x Kpx Rd x p x q x n x (s t/Rd)
A= ....................................................... (2.22)
Hx s
dimana:
A : luas area landfill (Ha)
Lk : faktor perkalian lahan kosong
Rd : faktor redaksi dekomposisi
Kp : kapasitas pengelolaan
P : jumlah populasi (jiwa)
q : jumlah timbulan sampah (1/o/h)
s : perbandingan sampah
t : perbandingan tanah penutup
n : tahun disain (tahun)
h : tinggi akhir timbulan (meter)
Pnd ( r x Pd)
Rd = .......................................................................................................... (2.23)
100
dimana:
Pnd : % sampah rata-rata non dekomposisi
Pd : % sampah rata-rata dekomposisi
r : kecepatan produksi
Untuk h < 3 m, r ditentukan dengan persamaan:
1 n 60
r = x { ( ) 20 } ............................................................................... (2.24)
(100 x n) i i
Untuk 3 < h < 10, r ditentukan dengan persamaan:
1
r= ( x (d + 21,25) ............................................................................................. (2.25)
(100 )
d = 60 1,25 n ........................................................................................................... (2.26)
Untuk h > 10, r ditentukan dengan persamaan:
1
r= ( x (d +30) .................................................................................................. (2.27)
(100 )
d = 70 1,75 n ........................................................................................................... (2.28)
Dari rumusan diatas dapat dicari luas lahan TPA sesuai dengan tahun desain yang diinginkan.
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-17
Tinjauan Pustaka
Sistem pengumpulan leachate membutuhkan standar fungsi minimum, sistem pengumpul
leachate didesain 2 ft di bawah area aktif. Sistem pengumpul leachate membutuhkan lapisan
yang mempunyai permeabilitas yang tinggi yang terletak pada lapisan terbawah dan arah
perkolasi leachate menuju kelapisan bottom liner dari outlet TPA tersebut.
2.2.2 Aspek Pengaturan/Legalitas
Aspek pengaturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum,
dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang berlaku. Manajemen persampahan
kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan dasar hukum, seperti dalam pembentukan
organisasi, pemungutan restribusi, keterlibatan masyarakat, dan sebagainya. Peraturan yang
diperlukan dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah di perkotaan antara lain adalah
yang mengatur tentang:
Keterlibatan umum yang terkait dengan penanganan sampah;
Rencana induk pengelolaan sampah kota;
Bentuk lembaga dan organisasi pengelola;
Tata cara penyelenggaraan pengelolaan;
Besaran tarif jasa pelayanan atau restribusi.
Kerjasama dengan berbagai pihak terkait sangat diperlukan diantaranya kerjasama antar
daerah, atau kerjasama dengan pihak swasta.
2.2.3 Aspek Pembiayaan
Menurut Damanhuri (1995) struktur pembiayaan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Biaya investasi
Merupakan biaya yang diperlukan untuk pengadaan perangkat keras (peralatan dan
sasaran) dan pengadaan lunak seperti studi/perencanaan induk program persampahan,
penyusunan sistem prosedur, pendidikan dan latihan awal serta biaya insidentil penerapan
sistem baru;

2. Biaya operasional, seperti:


Gaji dan upah;
Transportasi, seperti bahan bakar;
Perawatan dan perbaikan;
Pendidikan dan latihan;
Administrasi kantor dan lapangan.

2.2.4 Aspek Institusi


Aspek institusi merupakan suatu kegiatan yang multi disiplin yang bertumpu pada prinsip
teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek ekonomi, sosial, budaya, dan kondisi
fisik wilayah kota, dan memperhatikan pihak yang dilayani yaitu masyarakat kota,
perancangan dan pemilihan bentuk organisasi disesuaikan dengan:
Peraturan pemerintah yang membinanya;
Pola sistem operasional yang diterapkan;
Kapasitas kerja sistem;
Lingkup pekerjaan dan tugas yang harus ditangani.
Kebijakan yang diterapkan di Indonesia dalam mengelola sampah kota secara formal adalah
seperti yang diarahkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (sekarang: Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah) sebagai departemen teknis yang membina pengelola
persampahan perkotaan di Indonesia. Bentuk institusi pengelolaan persampahan kota yang
dianut di Indonesia:

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-18
Tinjauan Pustaka
Seksi Kebersihan dibawah satu dinas, misalnya Dinas Pekerjaan Umum (PU) terutama
apabila masalah kebersihan kota masih bisa ditanggulangi oleh suatu seksi dibawah dinas
tersebut;
Unit Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) dibawah suatu dinas, Dinas PU terutama apabila
dalam struktur organisasi belum ada seksi khusus dibawah dinas yang mengelola;
kebersihan, sehingga lebih memberikan tekanan pada masalah operasi, dan lebih
mempunyai otonom daripada seksi;
Dinas Kebersihan akan memberikan percepatan dan pelayanan pada masyarakat dan
bersifat laba. Dinas ini perlu dibentuk karena aktivitas dan volume pekerjaan yang sudah
meningkat;
Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan, merupakan organisasi pengelola yang dibentuk bila
permasalahan di kota tersebut sudah cukup luas dan kompleks. Pada prinsipnya
perusahaan daerah ini tidak lagi disubsidi oleh pemerintah daerah (Pemda), sehingga
efektivitas penarikan restribusi akan lebih menentukan. Bentuk ini sesuai untuk kota
metropolitan.
2.2.5 Aspek Peran Serta Masyarakat
Tanpa adanya partisipasi masyarakat penghasil sampah, semua program pengelolaan sampah
yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan kepada masyarakat untuk dapat
membantu program pemerintah dalam kebersihan adalah bagaimana membiasakan
masyarakat kepada tingkah laku yang sesuai dengan tujuan program ini.
Hal ini antara lain menyangkut:
Bagaimana merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib dan
teratur;
Faktor-faktor sosial, struktur dan budaya setempat;
Kebiasaan dalam pengelolaan sampah selama ini.
Permasalahan yang terjadi berkaitan dengan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
persampahan, yaitu antaranya:
Tingkat penyebaran penduduk yang tidak merata;
Belum melembagakan keinginan dalam masyarakat untuk menjaga lingkungan;
Belum ada pola baku bagi pembinaan masyarakat yang dapat dijadikan pedoman
pelaksanaan;
Masih banyak pengelola kebersihan yang belum mencantumkan penyuluhan dalam
programnya;
Kekhawatiran pengelola bahwa inisiatif masyarakat tidak akan sesuai dengan konsep
pengelolaan yang ada.
2.3 Metode Pengambilan Dan Pengukuran Contoh Timbulan Dan Komposisi Sampah
Perkotaan Berdasarkan SNI 19-3964-1994
2.3.1 Deskripsi
2.3.1.1 Maksud dan Tujuan
Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan Dan Komposisi sampah Perkotaan
ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi penyelengaraan pembangunan dalam melakukan
pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah untuk suatu kota.
Tujuan dari metode ini adalah untuk mendapatkan besaran timbulan sampah yang digunakan
dalam perencanaan dan pengelolaan sampah.
2.3.1.2 Ruang Lingkup
Metode ini berisi pengertian, persyaratan, ketentuan, cara pelaksanaan pengambilan dan
pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah untuk suatu kota.
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-19
Tinjauan Pustaka
2.3.1.3 Pengertian
Yang dimaksud dengan :
Contoh timbulan sampah adalah sampah yang diambil dari lokasi pengambilan
terpilih, untuk diukur volumenya dan ditimbang beratnya dan diukur komposisinya;
Komponen komposisi sampah adalah komponen fisik sampah seperti sisa-sisa
makanan,kertas-katon,kayu,kain-tekstil,karet-kulit,plastik,logam besi-non besi, kaca
dan lain-lain ( misalnya tanah, pasir, batu, keramik).
2.3.2 Persyaratan-Persyaratan
Pesyaratan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah meliputi:
Peratuaran-peraturan dan petunjuk di bidang persampahan yang berlaku di daerah;
Lokasi dan waktu pengambilan yang dipilih harus dapat mewakili suatu kota;
Alat pengambil dan pengukur contoh yaitu:
- terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat contoh (tidak terbuat dari
logam);
- mudah dicuci dari bekas contoh sebelumnya.
2.3.3 Ketentuan-Ketentuan
2.3.3.1 Pelaksanaan
Langkah-langkah pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah dapat
dilihat pada Gambar 2.7.
Pengambilan Rerata timbulan dan
contoh di komposisi sampah
perumahan rumah tangga

Besaran timbulan
dan komposisi
sampah perkotaan

Pengambilan Rerata timbulan


contoh di non dan komposisi
perumahan sampah non
rumah tangga

Gambar 2.7 Langkah-Langkah Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan Sampah

2.3.3.2 Pengambilan Contoh


1. Lokasi
Lokasi pengambilan contoh timbulan sampah dibagi menjadi 2 kelompok utama yaitu:
Perumahan yang terdiri dari:
- Permanen pendapatan tinggi;
- Semi permanen pendapatan sedang;
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-20
Tinjauan Pustaka
- Non permanen pendapatan rendah.

Non perumahan yang terdiri dari:


- toko;
- kantor;
- sekolah;
- pasar;
- jalan;
- hotel;
- restoran, rumah makan;
- fasilitas umum lainnya.
2. Cara pengambilan
Pengambilan contoh sampah dilakukan di sumber sampah masing-masing perumahan dan non
perumahan.
3. Jumlah Contoh
Pelaksanaan pengambilan contoh timbulan sampah dilakukansecara acak untuk setiap strata
dengan jumlah sebagai berikut:
Jumlah contoh jiwa dan kepala keluarga (KK) dapat dilihat pada tabel 1 yang dihitung
berdasarkan rumus 1 dan 2 di bawah ini.
S = Cd Ps ..............(1)
Dimana :
S = jumlah contoh jiwa
Cd = koefisien perumahan
Cd = kota besar / metropolitan
Cd = kota sedang/kecil/1KK
Ps = populasi(jiwa)
K = S/N .................(2)
Dimana:
K = jumlah contoh (KK)
N = jumlah jiwa per keluarga = 5
Jumlah contoh timbulan sampah dan perumahan adalah sebagai berikut :
- contoh dari perumahan permanen = (S1 x K) keluarga
- contoh dari perumahan semi permanen (S2 x K) keluarga
- contoh dari perumahan non peranen (S3 x K) keluarga dimana :
S1 = proporsi jumlah KK perumahan non permanen dalam (%)
S2 = proporsi jumlah KK perumahan semi permanen alam (%)
S3 = proporsi jumlah KK perumahan non permanen dalam (%)
S = jumlah contoh jiwa
N = jumlah jiwa per keluarga
K = S/N = jumlah KK
Tabel 2.6 Jumlah Contoh Jiwa dan KK
No Klasifikasi kota Jumlah penduduk Jumlah contoh Jumlah KK (K)
jiwa (S)
1 Metropolitan 1000000-2500000 1000-1500 200-300
2 Besar 500000-1000000 700-1000 140-200
3 Sedang, kecil,1KK 3000-500000 150-350 30-70
Contoh perlindungan cara penentuan jumlah contoh jiwa dari perumahan dapat dilihat pada
lampiran A.
Contoh perhitungan jumlah contoh timbulan sampah (KK) yang diambil dari perumahan
dapat dilihat pada lampiran A.
Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-21
Tinjauan Pustaka
Jumlah contoh timbulan sampah dari non perumahan dapat dilihat pada tabel 2 yang dihitung
berdasarkan rumus dibawah ini:
S= Cd Ts .............(3)
Dimana:
S = jumlah contoh masing-masing jenis bangunan non perumahan
Cd = koefisien bangunan non perumahan -1
Ts = jumlah bangunan non perumahan
2.3.3.3 Kiteria
1. Kriteria Perumahan
Kategori perumahan yang ditentukan berdasarkan:
- keadaan fisik rumah dan atau;
- pendapat rata-rata kepala keluarga dan atau;
- fasilitas rumah tangga yang ada.
2. Kriteria Non Perumahan
Kriteria non perumahan berdasarkan:
fungsi jalan yaitu:
- jumlah arteri sekunder
- jalan kolektor sekunder
- jalan lokal
- untuk kota yang tidak melakukan penyapuan jalan minimal 500 m panjang jalan
arteri sekunder di pusat kota;
kriteria untuk pasar : berdasarkan fungsi pasar;
kriteria untuk hotel : berasarkan jumlah fasilitas yang tersedia;
kriteria untuk rumah makan dan restoran : berdasarkan jenis kegiatan;
kriteria untuk fasilitas umum berdasarkan fungsinya.

Tabel 2.7 Jumlah Contoh Timbulan Sampah Dari Non Perumahan


Kota
No Klasifikasi/ lokasi Kota besar Kota sedang dan
metropolitan 1 KK
pengambilan contoh kecil kecil (contoh)
(contoh)
1 Toko 13-30 10-13 5-10 3-5
2 Sekolah 13-30 10-13 5-10 3-5
3 Kantor 13-30 10-13 5-10 3-5
4 Pasar 6-15 3-6 1-3 1
5 Jalan 6-15 3-6 1-3 1

2.3.3.4 Pengukuran dan Perhitungan


Pengukuran dan perhitungan contoh timbulan sampah harus mengikuti ketentuan sebagai
berikut:
satuan yang digunakan dalam pengukuran timbulan sampah adalah:
- volume basah (asal): liter/unit/hari;
- berat basah (asal): kilogam/unit/hari;
satuan yang digunakan dalam pengukuran komposisi sampah adalah dalam % berat
basah/asal;
jumlah unit masing-masing lokasi pengambilan contoh timbulan sampah (u) yaitu:
- perumahan :jumlah jiwa dalam keluarga;
- toko : jumlah petugas atau luas areal;
- sekolah : jumalah murid dan guru;
- pasar : luas pasar atau jumlah pedangang;

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-22
Tinjauan Pustaka
- kantor : jumlah pengawai;
- jalan : panjang jalan dalam meter;
- hotel : jumlah tempat tidur;
- restoran : jumlah kursi atau luas areal;
- fasilitas umum lainnya : luas areal;
metoda pengukuran contoh timbulan sampah:
- sampah terkumpul diukur volume dengan wadah pengukuran 40 liter dan ditimbang
beratnya;
- sampah terkumpul diukur dalam bak pengukur besar 500 liter dan ditimbang beratnya,
kemudian dipisahkan berdasarkan komponen komposisi sampah dan ditimbang
beratnya;
perhitungan besaran timbulan sampah perkotaan berdasarkan:
- rata-rata timblan sampah perumahan;
- perbandingan total sampah perumahan dan non perumahan.

2.3.3.5 Peralatan dan Perlengkapan


Peralatan dan perlengkapan yang digunakan terdiri dari:
- alat pengambilan contoh berupa kantong plastik dengan volume 40 liter;
- alat pengukuran volume contoh berupa kotak berukuran 20 cmx20cmx100cm,yang
dilengkapi dengan skala tingi;
- timbangan (0-5)kg dan (0-100) kg;
- alat pengukur,volume contoh berupa bak berukuran (1,0mx0,5mx1,0m)yang
dilengkapi dengan skala tinggi;
- perlengkapan berupa alat pemindah (seperti sekop) dan sarung tangan.
2.3.4 Cara Pengerjaan
1. Cara pengambilan dan pengukuran contoh dari lokasi perumahan adalah sebagai berikut:
tentukan lokasi pengambilan contoh;
tentukan jumlah tenaga pelaksana;
siapkan pealatan;
lakukan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah sebagai
berikut:
1. bagikan kantong plastik yang sudah diberi tanda kepada sumber sampah 1 hari
sebelum dikumpulkan;
2. catat jumlah unit masing-masing penghasil sampah;
3. kumpulkan kantong plastik yang sudah terisi sampah;
4. angkut seluruh kantong plastik ke tempat pengukuran;
5. timbang kotak pengukur;
6. tuang secara bergiliran contoh tersebut ke kotak pengukur 40 liter;
7. hentak 3 kali kotak contoh dengan mengangkat kotak setinggi 20 cm, lalu
jatuhkan ke tanah;
8. ukur dan catat volume sampah (Vs);
9. timbang dan catat berat sampah (Bs);
10. timbang bak pengukur 500 liter;
11. campur seluruh contoh dari setiap lokasi pengambilan dalam bak pengukur 500
liter;
12. ukur dan catat volume sampah;
13. timbang dan catat volume sampah;
14. pilah contoh berdasarkan komponen komposisi sampah;

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-23
Tinjauan Pustaka
15. timbang dan catat berat sampah;
16. hitunglah komponen komposisi sampah seperti contoh dalam lampiran A.

Bila akan dibawa ke laboratorium uji (pengujian karakteristik sampah) lakukan sub
butir berikut ini:
1. ambil dari tiap koponen contoh seberat (lihat contoh perhitungan pada lampiran
A);
2. aduk merata contoh-contoh tersebut dan dimasukkan dalam kantong plastik
ditutup rapat dan diangkut ke laboratorium.
2. Cara pengerjaan pengambilan dan pengukuran contoh dari lokasi non perumahan.
Cara pengerjaan pengambilan dan pengukuan contoh adalah sebagai berikut:
tentukan lokasi pengambilan contoh;
tentukan jumlah tenaga pelaksanan;
siapkan peralatan;
laksanakan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah sebagai berikut:
1. bagikan kantong plastik yang sudah diberi tanda kepada sumber sampah 1 hari
sebelum dikumpulkan;
2. catat jumlah unit masing-masing penghasil sampah;
3. kumpulkan kantong pastik yang sudah terisi sapah;
4. angkut seluruh kantong plastik je tempat pengukurn;
5. timbang kotak pengukur;
6. tuang secara bergiliran contoh tersebut ke kotak pengukur 40 l;
7. hentak 3 kali kotak contoh dengan mengangkat kotak setinggi 20 cm, lalu
jatuhkan ke tanah;
8. ukur dan catat volume sampah (Vs);
9. timbang dan catat berat sampah (Bs);
10. timbang bak pengukur 500 liter;
11. campur seluruh contoh dari setiap lokasi pengambilan dalam bak pengukur 500
liter;
12. ukur dan catat volume sampah;
13. timbang dan catat berat sampah;
14. pilah contoh berdasarkan kompoanen komposisi sampah;
15. timbang dan catat berat sampah;
16. hitunglah komponen komposisis sampah seperti contoh dalam lampiran A.
Bila akan dibawa ke laboratorium uji (pengujian karakteristik sampah) lakukan sub
butir berikut ini:
1. ambil ari tiap komponen contoh seberat (lihat contoh perhitungan pada lampiran
A);
2. aduk merata contoh-contoh tersebut dan dimasukkan dalam katong plastik ditutup
rapat dan diangkat ke laboratorium.

2.3.5 Laporan Pengambilan Contoh


1. Catatan lapangan
Hasil pemeriksaan dilaporkan dalam catatan lapangan (lihat lampiran) dengan
mencamtumkan isi sebagai berikut:
Umum, berisi nama daerah, nama lokasi, kriteria lokasi, tanggal dan waktu, keadaan
cuaca dan nama pelaksana;
Hasil pemeriksaan.
2 Formulir data

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-24
Tinjauan Pustaka
Data dan catatan lapangan dipindahkan ke formulir.

Andrean Syaelendra (0810942013), Rizka Arsyi D.P (0910942017), Febrianta Lenggogeni (0910942023) II-25

Anda mungkin juga menyukai