Anda di halaman 1dari 15

laporan Dasar-dasar ilmu tanah penetapan nitrogen total

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian besar nitrogen dalam tanah didapatkan dalam bentuk organik. Secara relatif

hanya sebagian kecil dari nitrogen tanah terdapat dalam bentuk amonium dan nitrat

yang merupakan bentuk nitrogen yang tersedia bagi tanaman.

Dalam penetapan N total dengan metode Kjehdahl, nitrogen diubah dalam bentuk

amonium, pada destruksi dengan asam sulfat pekat yang mengandung katalis dan zat-

zat kimia lainnya yang dapat meningkatkan suhu pada waktu-waktu destruksi.

Kemudian amonium ditetapkan dari jumlah amoniak yang dibebaskan pada

penyulingan destrat.

Bentuk-bentuk nitrogen anorganik yang dapat ditemukan dalam tanah adalah bentuk

amonium, nitrat dan nitrit.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum kali ini adalah Mengetahui, menentukan, dan menetapkan

N total dalam tanah.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Nitrogen diserap tanaman sebagai NO3- dan NH4+, yang kemudian dimasukkan ke

dalam semua asam amino dan protein. Nitrogen merupakan unsur hara yang sangat

banyak sering membatasi hasil tanaman. Defisit protein yang cukup luas di daerah

tropika menandakan kandungan N tanamannya rendah. Di lain pihak, pencucian

unsur nitrogen pada usaha tani yang intensif telah mengakibatkan air bumi tercemari.

Nitrogen anorganik memang mudah berfluktuasi, terutama di daerah dengan

perubahan curah hujan yang sangat nyata. Kadar air tanah merupakan faktor penting

yang mempengaruhi dinamika nitrogen di dalam tanah.

Sumber nitrogen terbesar bagi tanaman berasal dari N atmosfer. Nitrogen organik

yang dibenamkan ke dalam tanah merupakan N organik tanah yang bentuk kimianya

tidak dapat diserap begitu saja oleh tanaman. Dalam bentuk NO3-, nitrogen mudah

keluar dari daerah perakaran. Ia mudah tercuci karena besar muatan listrik positif

tanah biasanya sangat kecil. Nitrogen dalam bentuk NO3- juga dapat tereduksi secara

mikrobiologis menjadi NO, N2O, atau N2 yang menguap.

Jumlah NH4+ dan NO3- di dalam tanah dapat bertambah akibat dari pemupukan N,

fiksasi N biologis, hujan, dan penambahan bahan organik. Sedangkan berkurangnya

jumlah NH4+ dan NO3- disebabkan oleh pencucian, pemanenan, denitrifikasi, dan juga

votalisasi. Air sangat berperan sekali dalam dinamika nitrogen tanah.

Di kebanyakan daerah tropika, nitrogen anorganik (NH4+ dan NO3-) tanah

berfluktuasi mengikuti suatu pola tertentu. Pada musim kemarau, jumlah NO3- di

bagian tanah atas akan meningkat secara perlahan-lahan. Pada permulaan musim

hujan, nitrogen anorganik melonjak sebentar dan selanjutnya menurun secara cepat
sepanjang sisa musim hujan tersebut. Besar fluktuasi musiman dari nitrogen

anorganik ini bersesuaian dengan intensitas dan frekuensi hujan. Hal ini perlu

diperhatikan di dalam penentuan dosis pupuk nitrogen.

Meneralisasi nitrogen terdiri dari:

1. Aminisasi (protein menjadi R-NH2)

2. Amonifikasi (R-NH2 menjadi NH4+)

3. Nitrifikasi (NH4+ menjadi NO3-)

(Pengelolaan Kesuburan Tanah, oleh Ir. Henry K. Indranada, 1994)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Alat dan Bahan

Labu kjeldahl 100 ml

Alat destruksi

Erlenmeyer

Gelas ukur 50 dan 100 ml

Buret, 25 dengan skala 0,05 ml


Alat destilasi

Alat titrasi

Pipet

Ruang asam

Bahan yang digunakan:

Contoh tanah (oxisol dan ULTISOL)

Katalis campuran (kalium sulfat, tembaga sulfat, dan logam selenium)

Asam sulfat

Asam salisilat (membantu pengikatan nitrat)

Larutan NaOH 40%

Air destilata

Bromkresol hijau dan metil merah

Etanol

Larutan asam borat

Larutan standar 0,01 N HCl dan 0,1 N HCl

Natrium karbonat

Indikator phenolphtalein

Natrium hidroksida

3.2 Metode Kerja

Pereaksi
1. Katalis campuran (kalium sulfat, tembaga sulfat, dan logam selenium). Siapkan

suatu campuran 100 gr kalium sulfat kering, 10 gr tembaga sulfat pentahidrat, dan 10

gr logam selenium, dengan menimbang masing-masing bahan itu. Campurkan

bahan-bahan tersebut secara merata dan simpan dalam botol gelas coklat.

2. Campuran asam sulfat-asam salisilat. Larutkan 25 gr asam salisilat dalam 1 liter

asam sulfat pekat.

3. Larutan NaOH 40%. Larutkan 400 gr NaOH dalam air destilata sekitar 800 ml,

biarkan dingin kemudian encerkan menjadi 1 liter dengan air destilata.

4. Indikator campuran, bromkesol hijau dan metil merah. Larutkan 0,099 gr

bromkesol hijau dan 0,066 metil merah dalam 100 ml etanol.

5. Larutan asam borat (dengan indikator campuran) 2%. Larutkan 20 gr kristal asam

borat dalam air destilata sekitar 600 ml, panaskan dan aduk sampai semua kristal

terlarut semua. Dinginkan larutan ini dan tambahkan 20 ml larutan indikator

campuran. Lalu dengan hati-hati tambahkan NaOH 0,1 N kedalam larutan ini sampai

larutan asam borat menjadi berwarna merah keunguan dan encerkan larutan ini

menjadi 1 liter dengan air destilata. Kocok larutan ini secara merata sebelum

digunakan.

6. Larutan standar 0,01 N HCl. Encerkan 83 ml HCl pekat menjadi 1 liter dengan air

destilata. Lalu buat HCl 0,01 N dengan mengencerkan 10 ml HCl 1 N dengan air

destilata menjadi 1 liter. Larutan HCl 0,01 N perlu distandarisasi melalui titrasi

dengan suatu larutan basa yang telah distandarkan terlebih dahulu atau dengan
natrium karbonat yang menggunakan indikator penolphtalein sebagai indikator yang

disertai dengan pekerjaan pemanasan untuk menghilangkan gas CO2.

Cara kerja
1. Masukkan 1 gr tanah kering dalam labu kjeldahl 100 ml.

2. Tambahkan 5 ml larutan asam sulfat-asam silikat, biarkan beberapa jam atau

semalam pada suhu ruangan.

3. Panaskan labu ukur ini secara hati-hati dengan alat pemanas sampai berhenti

berbuih.

4. Lalu dinginkan labu dan tambahkan 1,1 gr campuran katalis. Letakkan labu pada

alat pemanas dan tingkatkan panasnya sampai proses perombakan selesai dan

lanjutkan sampai campuran ini mendidih secara perlahan selama 5 jam. Aturlah suhu

pemanasan selama pendidihan ini sehingga asam sulfat mengkondensasi kira-kira

sampai ke-1/3 bagian atas leher labu.

5. Setelah perombakan selesai biarkan labu dingin dan tambahkan sekitar 10 ml air

destilata secara hati-hati. Aduk perlahan-lahan sehingga padatan yang ada berubah

menjadi suspensi dan biarkan labu menjadi dingin.

6. Kemudian destilasi. Peralatan destilasi dipersiapkan terlebih dahulu dengan

pemanasan generator uap yang mendidih.

7. Pindahkan cairan dari labu pengurai ke labu destilasi, bilas labu pengurai dengan

air destilata 2x5 ml kemudian bilasannya disatukan kedalam labu destilata,

hubungkan labu keperalatan destilasi.


8. Tutup sistem destilasi uap pada tahap ini dan letakkan sebuah erlenmeyer 100 ml

yang berisi 25 ml asam borat dibawah kondensor. Lalu tambahkan 20 ml NaOH 40%

dengan corong, dan alirkan secara perlahan-lahan kedalam labu destilata. Lanjutkan

destilasi contoh sampai larutan destilat mencapai kira-kira 40 ml. Kemudian hentikan

generator uap. Bilas ujung tabung destilasi dan ambil.

9. Titrasi larutan destilat dengan standar HCl 0,1 N dengan menggunakan buret.

Perubahan warna pada titik air adalah dari hijau menjadi mereh jambu.

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Dari praktikum yang telah dilakukan maka didapat hasil pengamatan sebagai berikut:

No. Jenis tanah ml titrasi


1 Oxisol 2,5 ml
2 Ultisol 2,3 ml

4.2 Pembahasan

Pada percobaan penetapan nitrogen tanah ini, digunakan dua macam sampel tanah,

yaitu tanah oxisol dan Oxisol. Dalam percobaan ini juga terdiri dari tiga langkah,

yaitu destruksi (perombakan unsur N yang ada dalam tanah), destilasi, dan titrasi.

Adapun pada saat destruksi, dicampurkan sampel tanah, asam sulfat salisilat, dan

katalis campuran yang dipanaskan di ruang asam sampai berwarna putih, yang lalu

didinginkan. Fungsi dari asam sulfat salisilat diatas adalah untuki membantu

pengikatan nitrat. Sedangkan untuk katalis campurannya sendiri terdiri dari natrium

sulfat (NaSO4) yang berfungsi dalam meningkatkan suhu perombakan, tembaga sulfat

(CuSO4) dan logam selenium (Se) yang berfungsi untuk meningkatkan laju oksidasi

senyawa N organik. Sesudah dilakukan destruksi, lalu dilakukan destilasi dengan

asamboraks yang dicampur dengan indikator campuran, kemudian dititrasi dengan

menggunakan larutan HCl 0,1 N, agar dapat dihitung nilai persentase nitrogen yang

ada dalam sampel tanah tersebut.

Dari perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat, bahwa persentase nitrogen pada

tanah oxisol lebih besar daripada tanah ultisol, yaitu 2,5 untuk tanah oxisol.

Sedangkan tanah ultisol hanya mengandung 2,3 persen saja dari 1 gram tanah. Hal

ini disebabkan karena tanah ultisol mempunyai tekstur permukaan yang berdebu,
sedangkan tanah ultisol tekstur tanahnya cenderung berpasir, oleh sebab itu, pH tanah

lebih besar pada tanah oxisol daripada tanah ultisol.

Nitrogen merupakan salah satu unsur makro karena dibutuhkan dalam jumlah yang

relatif jauh lebih banyak. Nitrogen diserap tanaman sebagai N03- dan NH4+ kemudian

dimasukkan ke dalam semua asam amino. Nitrogen merupakan unsur hara yang

sangat sering membatasi hasil tanaman.

Nitrogen organik (hasil fiksasi N biologis, bahan tanaman, dan kotoran hewan) yang

dibenamkan ke dalam tanah merupakan N organik tanah yang bentuk kimianya tidak

dapat diserap begitu saja oleh tanaman. Ia perlu mengalami mineralisasi nitrogen

terlebih dahulu, yang terdiri dari aminisasi (proteim menjadi R-NH2), amonifikasi (R-

NH2 menjadi NH4+), dan nitrifikasi (NH4+ menjadi NO3-).

Mineralisasi merupakan peristiwa berubahnya N organik menjadi N anorganik yaitu

NH4+ (amonium). Mineralisasi juga disebut sebagai amonifikasi, karena hasil

akhirnya berupa amonia. Beberapa NH3 yang dihasilkan pada setiap permukaan

tanah hilang melalui penguapan, khususnya bila pH tanah 8 atau lebih. Sebagian

besar amonia dalam tanah cepat menghasilkan bentuk amonium (NH4-).

Kecenderungan yang kuat amonium tersebut karena kahadiran ion-ion hidrogen

dalam tanah dan ikatan yang kuat terbentuk antara amonia dan hidrogen dari

penyatuan elektron. Ion-ion amonium mempunyai muatan +1 dan tersedia bagi

tanaman. Amonium diabsorbsi pada kompleks pertukaran kation dan diikat untuk

melawan pencucian. Beberapa amonium difiksasi dalam mineral liat hidrousmika,


dimana amonium menempati ruang dalam kisi-kisi kristal yang biasanya ditempati

oleh kalium. Nitrogen sedikit dimineralisasi pada tanah organik jenuh air, karena

adanya defisiensi O2 pada perombak heterotrop aerob. Pada daerah rawa, beberapa

tanaman menjerat insekta untuk memperoleh nitrogen.

N organik proteolisis amino-N(R-NH2) + CO2 + E


Amonization

(R-NH2) + NaOH enzim R-OH (alkohol) + NH3 + E


hidrolisa

2NH3 + H2CO3 (NH4)2CO3 2NH4+ +


CO3-

Proses mineralisasi membutuhkan suhu 4060C , kelembapan tanah 5075% dari

soil water holding cap. N dapat ditambah melalui pemupukan. Masuknya N melalui

udara fiksasi. Pengeluaran N melalui penguapan, pencucian, hilang waktu panen, dan

dapat disebabkan karena tererosi atau run off.

V. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Persentase nitrogen pada tanah oxisol lebih besar daripada tanah ultisol, yaitu 2,5

untuk tanah oxisol, dan 2,3 untuk tanah ultisol

2. Dalam penetapan N diperlukan tiga proses yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
3. Sebagian besar N tanah berasal dari N udara bebas dan sebagian kecil dari bahan

organik.

4. N dapat masuk ke dalam tanah melalui penambatan air hujan dan melalui pupuk.

5. Mineralisasi merupakan peristiwa berubahnya n organik menjadi n anorganik yaitu

NH4+ (amonia).

6. Nitrogen merupakan salah satu unsur makro karena dibutuhkan dalam jumlah yang

banyak dan essensial.

7. Tanaman menyerap N dalam bentuk NO3- dan NH4+.

DAFTAR PUSTAKA

Indranada K. Henry. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

Kuswandi. 1993. Pengapuran Tanah Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Poerwowidodo. 1991. Genesa tanah, Proses Genesa, dan Morfologi. Institut


Pertanian Bogor. Bogor.

Tan H. Kim. 1998. Dasar-dasar Kimia Tanah. Universitas Gadjah mada.


Yogyakarta.

Tim Penyusun Dasar-dasar Ilmu Tanah. 2006. Panduan Praktikum Dasar-dasar


IlmuTanah. Universitas lampung. Bandar Lampung.
LAMPIRAN

Oxisol

% N = N x ml x 14 x 100%
Berat contoh tanah (mg)

= 0,01 x 2,5 x 14 x 100%


1000
= 0,35 x 100%
1000
= 0,00035%

Ultisol

% N = N x ml x 14 x 100%
Berat contoh tanah (mg)

= 0,01 x 2,3 x 14 x 100%


1000
= 0,32 x 100%
1000
= 0,00032%
TUNGKU SANIRA Solusi Sampah
Kota
Sumber : Media Indonesia - 08 Juni 2012
Kategori : Sampah Jakarta
Permasalahan sam pah masih menjadi momok di tiap dae rah Indonesia. Se tiap
harinya, kurang lebih dua liter sampah dihasilkan dari satu rumah tangga. Angka
tersebut jika dikalkulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 240
juta, bisa dibayangkan betapa banyak sampah yang dihasilkan per harinya di negeri
ini.

Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kementerian Pekerjaan Umum (PU)


menyatakan, 40 persen sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) belum terolah
dengan baik. Pengolahan sampah 80,6 persen masih menggunakan open dumping
atau penimbunan sampah di tempat terbuka sampai menggunung.

Lalu, 15,5 persen menggunakan controlled landfill atau penimbunan sampah


terkendali dengan penutupan tanah berkala dan hanya 2,5 persen menggunakan
sanitary landfill atau penimbunan sampah dengan penutupan tanah secara rutin.
Dengan masih minimnya sampah yang belum terolah dengan baik maka diperlukan
solusi agar sampah tidak menimbulkan masalah lingkungan.

Menjawab hal tersebut, Puslitbang Permukiman Kementerian PU mengembangkan


teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Adalah tungku Sanira, alat
yang dikembangkan oleh Puslitbang Permukiman Kementerian PU sebagai solusi
permasalahan sampah.

Tungku Sanira adalah tungku pembakaran sampah nir racun atau non-toxic waste
furnace yang menggunakan sistem pembakaran tanpa bahan bakar minyak yang
melalui proses filter asap serta sistem water spray untuk meredam asap gas C02, ujar
peneliti tungku Sanira, Edi Supendi. Karena tak menggunakan bahan bakar minyak,
tungku Sanira tidak mengeluarkan polutan yang mencemari lingkungan.

Sampah yang diolah dalam tungku Sanira meliputi sampah organik dan sampah
nonorganik dengan jenis sampah yang diutamakan adalah sampah yang tidak bisa
didaur ulang seperti plastik. Kecuali, logam, kaca, dan benda yang tidak bisa
dibakar, kata Edi.

Edi menjelaskan, secara sederhana, tungku Sanira membakar sampah yang berukuran
10 hingga 20 cm hingga habis tak bersisa dengan memanfaatkan panas yang berasal
dari bata api dan perputaran udara. Suhu pembakaran dalam tungku Sanira bisa
mencapai suhu 800 derajat Celsius.

Pembakaran sampah di dalam tungku Sanira adalah dengan memasukkan sampah


yang telah terpilah ke dalam tungku bakar yang terbuat dari pelat besi berukuran 240
x 120 x 120 sentimeter dan berisi bata api. Sampah yang akan dibakar harus
mengandung kadar air kurang dari 40 persen. Saat pembakaran, blower atau alat
peniup udara dan pompa sprayer atau penyiram air dihidupkan. Secara bertahap,
setiap 15 menit, sampah dimasukkan satu per satu ke dalam ruang bakar.

Selama pembakaran, air dalam bak filter perlu dikontrol apakah sesuai dengan batas
optimum. Pada saat pembakaran, asap hasil pembakaran sampah akan masuk ke
dalam pipa menuju saluran siklon. Abu pembakaran berupa flying ash akan
mengendap ke dalam siklon, sedangkan asap hasil pembakaran melalui pompa akan
masuk menuju bak filter asap.

Dalam bak filter asap terjadi proses kondensasi. Setelah itu, dengan sprayer dalam
bak filter asap terjadi turbulensi asap. Gas pada asap hasil pembakaran tertangkap
oleh air, kemudian turun menuju bak air.

Uap gas dari asap pembakaran yang tidak turun menuju bak air akan masuk ke
dalam blower, kemudian dibakar kembali di dalam tungku bakar. Asap hasil
pembakaran yang kedua ini dilepaskan melalui cerobong asap, ujar Edi. Dia
menjamin hasil asap pembakaran dari tungku tidak mengandung zat-zat beracun.

Setelah pembakaran sampah, blower dan pompa sprayer dimatikan. Selesai


pembakaran, abu sisa pembakaran dan air dalam filter kemudian dibersihkan. Dalam
tungku Sanira terdapat dua kali pembakaran, yaitu pembakaran sampah dan
pembakaran asap hasil pembakaran sampah. Asap hasil pembakaran sampah oleh
tungku Sanira dibakar kembali sehingga zat racun yang terkandung dalam gas hasil
pembakaran (dioksin) dihilangkan.

Edi menjelaskan, pembakaran sampah dengan tungku Sanira menyisakan abu berupa
flying ash atau abu terbang dan bottom ash atau abu yang mengendap. Dua jenis abu
yang dihasilkan tungku Sanira ini bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan dengan
mencampurnya ke dalam semen atau gipsum. Flying ash dan bottom ash yang
dicampur dalam semen atau gipsum menjadi tidak berbahaya, justru bisa
dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kata Edi.

Edi menjelaskan, kelebihan tungku Sanira adalah tidak menyisakan sampah, hemat
energi karena hanya menggunakan daya listrik 6.000 watt, dapat dioperasikan selama
24 jam, biaya operasional cukup murah hanya Rp 15 ribu per meter kubik, bahan
komponen tungku produk lokal, dan kecepatan bakar dua meter kubik per jam dengan
kadar air sam pah kurang dari 40 persen.

Selain itu, tungku Sanira tidak memerlukan lahan yang luas. Lahan yang diperlukan
untuk menempatkan sebuah tungku Sanira hanya seluas 16 meter persegi. Karena itu,
tungku Sanira ini bisa juga ditempatkan di lingkungan permukiman padat seperti
kompleks perumahan.

Pilihan murah

Hingga saat ini, keberadaan tungku pembakaran sampah yang mengukung konsep
pembakaran sampah secara terkendali sebagai solusi minimnya lahan pembuangan
sampah masih mengundang resistensi warga yang berdekatan dengan lokasi
penempatannya. Karena itu, meskipun ada jaminan bahwa asap buangannya tidak
berbahaya atau sangat sedikit, masih banyak warga enggan menerima alat itu di
lingkungannya.

Padahal, biaya pengoperasian tungku pembakar sampah atau insinerator sebenarnya


sangat murah karena pembakarannya tak membutuhkan bahan bakar minyak.
Memang pada awal penyalaan tungku ada insinerator yang membutuhkan bahan
bakar minyak, namun api kemudian akan menyala dengan bahan bakar berupa
sampah itu sendiri, terutama bila insinerator dijalankan terus-menerus tanpa henti
untuk membakar sampah. Bahkan, insinerator bisa menjadi pembangkit tenaga listrik
yang murah.

Sebuah insinerator yang mampu mengolah 250 ton sampah per hari mampu
membangkitkan listrik sebesar 6,5 megawatt. Dengan menjual listrik yang
dibangkitkannya, sebuah insinerator dapat menghidupi biaya operasionalnya sendiri,
bahkan dalam jangka panjang menutup biaya investasinya. Belum lagi kalau ada
iuran untuk setiap pembakaran sampah yang dilakukannya. Karena itu, dalam jangka
panjang insinerator adalah solusi murah untuk pengelolaan sampah, apalagi karena
alat itu bisa didesain untuk beroperasi selama lebih dari 20 tahun, jauh lebih panjang
dibanding masa pakai lokasi penimbunan sampah yang biasanya hanya 10 tahun.
rahmad budi harto

Post Date : 08 Juni 2012

Anda mungkin juga menyukai