Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. APA PERBEDAAN KTSP DAN KURIKULUM 2013

KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mulai diberlakukan sejak tahun
ajaran 2007/2008. Kalau kita cermati bersama perbedaan paling mendasar antara Kurikulum
2013 dengan KTSP, dalam KTSP kegiatan pengembangan silabus merupakan kewenangan
satuan pendidikan, namun dalam Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih
menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus
dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan. Kurikulum 2013 sudah
diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu (terbatas).
Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013. Berikut ini adalah
perbedaan kurikulum 2013 dan KTSP

No Kurikulum 2013 KTSP


1 SKL (Standar Kompetensi Lulusan) Standar Isi ditentukan terlebih
ditentukan terlebih dahulu, melalui dahulu melaui Permendiknas No
Permendikbud No 54 Tahun 2013. 22 Tahun 2006. Setelah itu
Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, ditentukan SKL (Standar
yang bebentuk Kerangka Dasar Kompetensi Lulusan) melalui
Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendiknas No 23 Tahun 2006
Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70
Tahun 2013
2 Aspek kompetensi lulusan ada lebih menekankan pada aspek
keseimbangan soft skills dan hard skills pengetahuan
yang meliputi aspek kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan
3 di jenjang SD Tematik Terpadu untuk di jenjang SD Tematik Terpadu
kelas I-VI untuk kelas I-III
4 Jumlah jam pelajaran per minggu lebih Jumlah jam pelajaran lebih sedikit
banyak dan jumlah mata pelajaran lebih dan jumlah mata pelajaran lebih
sedikit dibanding KTSP banyak dibanding Kurikulum 2013
5 Proses pembelajaran setiap tema di Standar proses dalam
jenjang SD dan semua mata pelajaran di pembelajaran terdiri dari
jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan Eksplorasi, Elaborasi, dan
dengan pendekatan ilmiah (saintific Konfirmasi
approach), yaitu standar proses dalam
pembelajaran terdiri dari Mengamati,
Menanya, Mengolah, Menyajikan,
Menyimpulkan, dan Mencipta.
6 TIK (Teknologi Informasi dan TIK sebagai mata pelajaran
Komunikasi) bukan sebagai mata
pelajaran, melainkan sebagai media
pembelajaran
7 Standar penilaian menggunakan Penilaiannya lebih dominan pada
penilaian otentik, yaitu mengukur semua aspek pengetahuan
kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan berdasarkan proses dan
hasil.
8 Pramuka menjadi ekstrakuler wajib Pramuka bukan ekstrakurikuler
wajib
9 Pemintan (Penjurusan) mulai kelas X Penjurusan mulai kelas XI
untuk jenjang SMA/MA
10 BK lebih menekankan mengembangkan BK lebih pada menyelesaikan
potensi siswa masalah siswa

Itulah beberpa perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP. Walaupun kelihatannya terdapat
perbedaan yang sangat jauh antara Kurikulum 2013 dan KTSP, namun sebenarnya terdapat
kesamaan ESENSI Kurikulum 2013 dan KTSP. Misal pendekatan ilmiah (Saintific Approach)
yang pada hakekatnya adalah pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa mencari pengetahuan
bukan menerima pengetahuan. Pendekatan ini mempunyai esensi yang sama dengan
Pendekatan Keterampilan Proses (PKP). Masalah pendekatan sebenarnya bukan masalah
kurikulum, tetapi masalah implementasi yang tidak jalan di kelas. Bisa jadi pendekatan
ilmiah yang diperkenalkan di Kurikulum 2013 akan bernasib sama dengan pendekatan-
pendekatan kurikulum terdahulu bila guru tidak paham dan tidak bisa menerapkannya dalam
pembelajaran di kelas.

2.2. ALASAN MENGAPA KURIKULUM 2013 TIDAK DAPAT DIGUNAKAN

Banyak kalangan pendidikan menyatakan Permasalahan mendasar kegagalan implementasi


kurikulum ada pada proses pembelajaran di kelas. Silabus sebagai pengejawantahan
kurikulum agar guru melakukan proses pembelajaran di kelas, memegang peranan yang
sangat penting.

Dalam kerangka implementasi kurikulum 2013 di uji publik, silabus akan disiapkan
Kemendikbud dengan menyusun buku panduan guru. Silabus yang disiapkan akan disusun
berdasarkan tema dan berisikan kompetensi dasar, indikator, kegiatan pembelajaran dan
penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.

Melihat contoh silabus yang diberikan di uji publik, dapat dicermati sebagai berikut:

1. Pembagian alokasi waktu yang glondongan disetiap minggu 35 menit x 30 jam


pelajaran, berpotensi membingungkan para guru. Guru mesti merancang pembelajaran
yang runut untuk menyampaikan kompetensi disetiap harinya. Kerunutan
penyampaian kompetensi tersebut, sebuah sistematika agar siswa tidak menerima
materi yang meloncat-loncat, kurang fokus pada tema dan guna memenuhi ketuntasan
kompetensi.
2. Indikator yang dibuat tertulis miskin variasi. Terlihat jumlah indikatornya saja yang
banyak, tetapi sebetulnya sama, hanya objek dari materinya saja yang berlainan.
3. Indikator untuk setiap kompetensi dasar, kebanyakan masih dalam satu ranah
pembelajaran saja. Bagaimana mungkin siswa bisa membedakan karakteristik
fisiknya dengan karakteristik orang-orang disekitarnya, tanpa dia mengenal terlebih
dahulu elemen pembentuk karakteristik fisik dirinya, temannya, keluarganya dan
sebagainya.
4. Setiap kompetensi dasar belum secara holistik diukur pada domain sikap, ketrampilan
dan pengetahuan. Misalnya: Kompetensi mendengarkan (B. Indonesia), yang diukur
Bagaimana siswa bersikap dan mengambil sikap duduk dalam mendengarkan. Itu
berarti siswa bisa menjaga ketenangan dan duduk dengan baik pun akan dinilai baik,
walau pikirannya kemana-mana dan tidak bisa mengungkapkan lagi apa yang
dibicarakan?!
5. Ketidak sesuaian indikator dan kompetensi dasar, seperti pada kompetensi dasar
PPKn tertulis Menyajikan kebersamaan dst dengan indikator yang dipilih ada 3
dan sama semua, yaitu Menyebutkan sikap kebersamaan dst"
6. Kegiatan pembelajaran dan penilaian yang tiba-tiba muncul, seperti Di dalam
kelompok siswa menyebutkan alasan pentingnya mandi, potong kuku dan gosok gigi
walaupun tidak ada kompetensi dasar yang dapat dikaitkan dengan kegiatan tersebut.
Kalau memang kegiatan ini merupakan perwujudan dari kompetensi dasar PPKn
Mengetahui tata tertib dst, perlu dikhawatirkan, para siswa akan melakukan
mandi, potong kuku dan gosok gigi karena aturan (paksaan eksternal) bukan tumbuh
dari kesadaran kebutuhan kesehatan dirinya.
7. Sebenarnya Kemendikbud sudah memiliki identifikasi dan melatih banyak guru
tentang model-model pembelajaran. Ada puluhan model pembelajaran, tetapi dalam
contoh silabus di uji publik, tak satupun model pembelajaran digunakan. Mengapa?
Dikhawatirkan pelatihan guru dan kurikulum ini tidak nyambung dan akhirnya guru
sendirilah yang harus menyambungkan.
8. Kegiatan pembelajaran belum mengidentifikasikan siswa bisa belajar dengan
menyenangkan. Padahal bagian ini bisa digunakan sekolah untuk mengarahkan guru
dalam melaksanakan pembelajaran di kelas yang menyenangkan. Di bagian ini bisa
ditulis model-model pembelajaran dan kegiatannya di kelas. Misalnya: Model belajar
dengan Sing a Song yang kegiatan belajarnya siswa bernyanyi dua mata saya disetai
menunjukkan anggota badan yang sesuai. Model belajar permainan Angin Bertiup
dengan kegiatan belajarnya siswa berpindah bila karakteristik individu yang
disebutkan guru ada pada dirinya. Dan lain sebagainya.
9. Belum adanya elemen penilaian dari setiap kompetensi dasar. Apalagi di kurikulum
ini yang akan dinilai banyak berkaitan dengan sikap. Contohnya, elemen penilaian
untuk mengetahui seberapa baik siswa sudah memiliki sikap khusuk dalam berdoa.
Apabila elemen penilaian ini diserahkan kepada guru untuk merancangnya, bisa saja
guru menetapkan bermacam-macam elemen penilaian, misalnya: Saat berdoa siswa
tidak bicara dengan temannya, tidak senyum-senyum sendiri, atau siswa berdoa mesti
terharu dan sambil mengeluarkan air mata
10. Belum ada identifikasi tentang siapa yang menilai hasil belajar siswa. Padalah dalam
penilaian otentik, tidak mesti guru yang menilai, semua pemangku kepentingan bisa
terlibat dalam penilaian. Dengan demikian, dikhawatirkan implementasi kurikulum
baru akan berakhir seperti kurikulum sebelumnya yang lebih mementingkan angka
dari penilaian test. Bagaimana mungkin Siswa terbiasa berdoa sebelum dan sesudah
belajar hanya di nilai di sekolah saja. Apakah belajar itu hanya ada di sekolah?
Tentunya tidak

Alasan kurikulum 2013 tidak dapat digunakan menurut fraksi PKS antara lain:

1. ketidaksiapan konten kurikulum. Pengembangan kurikulum harus memenuhi


standar isi dan kompetnsi dasar yang menjadi acuan untuk menyusun silabus.
Namun, hingga saat ini silabus yang menjadi acuan bagi guru atau sekolah
untuk menyusun rencana pembelajaran nyatanya belum siap.
2. perencanaan anggaran kurikulum yang tidak matang. Terlihat dari beberapa
kali pengajuan Kemdikbud yang kerap mengalami perubahan. Hal itu
kemudian diperkuat oleh pandangan BPKP melalui surat resmi tertuju kepada
Sekjen Kemdikbud, yang intinya meminta agar koordinasi dan perencanaan
harus lebih ditingkatkan.
3. persiapan guru tidak dilakukan secara maksimal dengan waktu yang relatif
singkat dan terkesan dipaksakan. Hal ini berpotensi besar menggagalkan
tujuan pengembangan kurikulum 2013.
4. buku tidak dilakukan sesuai prosedur. Seharusnya buku disiapkan setelah
standar isi kurikulum sudah beres. Jika dipaksakan sejak awal, maka muncul
pertanyaan mengenai kualitas isi buku yang akan digunakan. Selain itu, buku-
buku pelajaran seharusnya diuji oleh BSNP dan Pusat Kurikulum dan
perbukuan (Puskurbuk).
5. metode pengambilan sampel penerapan Kurikulum 2013 yang prosentasenya
berubah-ubah.

Anda mungkin juga menyukai