Anda di halaman 1dari 14

MAKNA IBADAH HAJI DAN QURBAN

Oleh : H.Agus Tri Sundani


Ketua Majelis Tabligh PWM DKI Jakarta

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat


pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal, Alquran
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya, dan menjelaskan
segala sesuatu dan sebagai pentunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman ( QS. Yusuf : 111).

Allahu Akbar,Allahu Akbar Walillahilhamdu.


Hadirin jamaah Idul Adha yang mulia.

Mengawali kegiatan kita di pagi yang mulia ini tiada kata


yang pantas kita ucapkan dan sanjungkan kecuali memanjadkan
puji syukur sembah sujud taat setia kepada Zat yang Maha dari
segala maha, Maha pengasih tak pilih kasih Maha Penyayang
terhadap hambanya yang taat tunduk patuh kepada-Nya. Yang
telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada
pagi yang mulia ini kita dapat merayakan Idul Adha yang agung
ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad Saw, seorang pemimpin yang rela
berqurban jiwa, raga, harta dan dirinya untuk mengangkat harkat
dan martabat umatnya dari lumpur kejahilan, keterbelkangan
menuju masyarakat yang bermartabat yaitu masyarakat Islam yang
sebenar-benanya adil makmur dan di ridhai Allah Swt.

Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamdu.


Saudaraku hamba Allah yang terhormat.
Merayakan Idul Adha, mengingatkan kita akan peristiwa dan
kisah penting yang syarat makna dalam kehidupan umat manusia.
Yakni peristiwa perjalanan hidup Nabi Ibrahim As, Siti Hajar,
bersama putrannya Ismail As.
Dari tahun ketahun silih berganti, sejarah Idul Adha ,
pengorbanan, dan haji disegarkan kembali agar semangat
berkurban senantiasa berkobar dalam dada kita semua.

Allahu Akbar,Allahu Akbar, Walillahilhamdu.


Jamaah Idul Adha yang mulia.
Hampir-hampir tidak ada seorang pun dari kita yang tidak
mengetahui sejarah Idul Adha. Maka pada kesempatan yang mulia
ini saya mengajak diri dan saudara sekalian untuk merenungkan
kembali perjalanan hidup Nabi Ibrahim As. dan keluarganya, bukan
sebagai cerita-cerita belaka, melainkan sebagai sumber inspirasi
dalam rangka meluruskan niat dan motivasi serta memperbesar tekat
untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan, kesejahteraan serta
kemaslahatan bersama. Lebih- lebih ditengah -tengah era global serta
perdagangan bebas yang mana kehidupan bangsa Indonesia hingga
kini masih dihantui dengan berbagai persoalan yang terasa sangat
sulit untuk menghadapi dan mengatasinya, baik dibidang politik,
ekonomi, social, budaya, aqidah, moral, hukum, pertahanan dan
keamanan. Yang semua itu terjadi karena adanya kesenjangan yang
begitu besar antara pengakuan kita sebagai Muslim dengan realitas
kehidupan yang kita jalani.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahihamdu.
Hamba Allah yang mulia.
Melalui sejarah Adha kita dibawa untuk melihat kekuatan
iman ketika ia harus menjawab realitas kehidupan, menjawab
kenyataan hidup yang harus dihadapi.
Sebagai seorang pejuang, Nabi Ibrahim merasa sedih, resah
dan gelisah, karena pada usianya yang telah senja belum dikaruniai
seorang anak yang akan mewarisi dan melanjudkan cita-cita dan
perjuanganya. Meskipun demikian Nabi Ibrahim tidak kenal putus
asa. Bahkan Beliau selalu berdo,a :

Ya Tuhanku karuniakan kepadaku seorang anak yang shaleh
(QS.As-Shaffat : 10 ).

Yang diminta Nabi Ibrahim bukan anak sembarang anak.


Tetapi anak yang sesuai dengan cita-cita dan perjuangannya, yakni
anak yang shaleh, anak yang mempunnyai kepribadian sebagai
manusia berakhlaq, beriman dan bertaqwa pada Allah Swt.
Sejarah mengungkapkan misteri yang luar biasa. Nabi
Ibrahim yang telah berusia senja akhirnya dikabulkan doanya oleh
Allah Swt. melalui Siti Hajar istri keduanya, Nabi Ibrahim As.
dikaruniai seorang putra yang diberi nama Ismail. Namun belum
lagi Ismail tumbuh dewasa, keimanan Nabi Ibrahim kembali diuji
Allah Swt, melalui mimpi Nabi Ibrahim diperintahkan untuk
menyembelih Ismail. Terlintas dalam pikirannya, Ismail yang
dibayangkan sebagai penerus perjuangannya, harus berakhir
diujung pedangnya sendiri. Orang tua manakah yang sanggup
membayangkan tugas semacam itu?
Disinilah iman dan ketulusan dihadapkan dengan realitas
pilihan antara hati dan akal, antara cinta pada Allah dengan cinta
pada anak. Nabi Ibrahim sempat mengalami kebimbangan antara
cinta dan kebenaran. Dan akhirnya Nabi Ibrahim memenamgkan
kebenaran serta cinta pada Allah dari pada kecintaannya kepada
anak satu-satunya yang dimiliki. Nabi Ibrahim meyakini dan
menyadari bahwa semua miliknya pada hahekatnya adalah milik
Allah dan pemberian Allah. Bila dikehendaki, Allah berhak
meminta kembali seluruh milik-Nya baik itu di langit dan di bumi.
Namun demikian, Nabi Ibrahim menempuh dengan cara cara
yang arif dan bijaksana, Ismail putra kesayangannya dipanggil
untuk diperkenalkan pada hakekat hidup, cinta dan kebenaran. Dan
Ismail mampu menangkap kegalauan hati ayahnya. Kepada
ayahnya, Ismail memilih kata yang tepat dalam menyatakan
pendapat :

Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan(Allah)
kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang sabar. (QS. As-Shaaffat : 102 ).

Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamdu.


Hadirin hamba Allah yang terhormat.
Ketika kedua insan itu dengan ikhlas menjalankan perintah
Allah dan pisau pun nyaris menggores leher Ismail, tiba-tiba
terdengar suara dari lembah memanggil Nabi Ibrahim : wahai
Ibrahim

sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya


demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang
nyata dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar. ( QS. As-Shaaffat : 105 107 0).

Demikian Nabi Ibrahim dan Ismail As, membuktikan


keimanan dan kecintaan serta ketaatan pada Allah, sehingga Allah
menggantinya dengan kenikmatan yang tiada tara yaitu seekor
sembelihan domba yang besar. Dan peristiwa inilah yang
melatarbelakangi di syariatkannya ibadah qurban yang senantiasa
kita laksanakan setiap tanggal 10-11-12-13 Dzuhijah.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilham.

Dari kisah yang disampaikan tadi, dapat kita ketahui bahwa


Nabi Ibrahim adalah seorang yang hanif yang berserah diri secara
total pada Allah Swt, Sebagaimana Firman Allah Swt dalam
Quran Surat Al-Imran 67 :

Ibrahim itu bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang


Nasrani dia adalah seorang yang lurus dan muslim yang sejati
dan ia tidaklah termasuk orang-orang yang musyrik. .

Secara lughawi, hanif berarti lurus, murni dan kokoh, seorang


yang hanif adalah mereka yang lurus imannya, tidak tercampur
dengan kemusyrikan dan kebatilan, imannya kokoh serta tertanam
dalam hati sanubari dan setiap gerak langkah hidupnya. Seorang
yang hanif adalah mereka yang tidak membantah, menawar apalagi
mengingkari perintah Allah Swt, sekalipun perintah itu sangat
berat untuk dilaksanakan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.


Hadirin yang mulia,
Sebagaimana firman Allah dalam Quran Surat Yusuf ayat
111 yang khatib bacakan dimuqadimah, bahwa kisah dan cerita
dalam Alquran bukanlah dongeng belaka, akan tetapi mengandung
pelajaran yang berharga serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi
orang yang beriman serta menggunakan akal pikirannya.
Seperti kisah Nabi Ibrahim, ibadah haji dan qurban. Hal
tersebut bukanlah semata-mata rangkaian ritual yang berdimensi
spiritual belaka, akan tetapi merupakan ibadah yang menempa diri
seorang muslim sehingga menjadi seorang yang beraqidah benar
dan berakhlaq mulia.
Kesempurnaan ibadah dapat diraih apabila formal syariahnya
terpenuhi dan tumbuhnya akhlaq sebagai wujud dari ibadah
tersebut. Seperti ibadah haji, dan qurban disamping nilai-nilai
spiritual, ibadah haji dan qurban juga memiliki nilai-nilai social,
kemanusiaan yang sangat luhur. Di antaranya adalah :

Pertama : Qurban mengajarkan kita untuk bersikap


dermawan, tidak tamak, rakus dan serakah. Qurban mendidik kita
untuk peduli dan mengasah sikap social. Seseorang tidak pantas
keyang sendirian dan bertaburan harta, sementara banyak saudara
kita yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan, terlebih
keadaan seperti sekarang ini, apalagi dengan banyaknya musibah
dan bencana, mulai dari bencana alam, bencana ekonomi, politik,
moral, budaya, hukum, aqidah dan lain-lain, sehingga kemiskinan
muncul dimana-mana, baik miskin harta, miskin ilmu maupun
miskin iman. Dan ingat hal tersebut juga dijadikan lahan subur
gerakan pemurtadan untuk mencuri aqidah umat. Oleh karena itu
disyariatkanya persyaratan hewan qurban yang begitu ketat,
sesungguhnya merupakan tuntunan bagaimana agar kita bisa
memberikan yang terbaik dan bermanfaat bagi sesama,
sebagaimana firman Allah Swt dalam Quran Surat 3 Ali- Imran
ayat 92 :


Kamu tidak akan mampu mencapai keimanan yang sempurna,
sebelum kamu menginfakan sebagian harta yang kamu cintai. Dan
apa pun yang kamu infakan sungguh Allah Maha Mengetahui.

Bahkan Rasulullah Saw juga menegaskan dalam Hadis Riwayat


Bazzaar :

Tidaklah beriman kepadaku orang yang dapat tidur dengan
perut kenyang sementara tetangganya kelaparan, padahal dia
mengetahui.

Allahu akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.


Hamba Allah yang mulia.
Yang kedua, pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Nabi
Ibrahim As adalah tentang qurban yang kemudian dilembagakan
sebagai ibadah mahdhah setiap tahun bagi umat Islam.
Sebagaimana dijelaskan Allah dalam Quran Surat ashaffaat ayat
106-107, bahwa Allah Swt mengganti Ismail dengan seekor kibasy
yang besar adalah sebagai balasan bagi kepatuhan, ketabahan dan
kikhlasan Nabi Ibrahim dan puteranya dalam menjalankan perintah
Allah Swt. Hal tersebut mendidik kita untuk rela mengurbankan
apa saja demi untuk mendekatkan diri pada Allah Swt, karena
seorang mukmin yang mencintai Allah Swt, ia akan berusaha
mendekati Allah dengan apa saja yang di inginkan oleh Allah
kekasihnya, sekalipun harus mengorbankan sesuatu yang
dicintainya.
Secara formal ritual, qurban hanya menyembelih seekor
hewan sekali setahun pada setiap tanggal 10 hingga 13 dzulhijah,
akan tetapi secara spiritual kita dapat menangkap maksud yang
lebih luas yaitu bagaimana agar kita dapat terlatih berkurban demi
mendekatkan diri pada Allah Swt. Apakah itu kurban waktu,
tenaga, pikiran, perasaan, harta, bahkan jiwa sekalipun untuk
memperjuangkan apa-apa yang dipesankan Allah Swt lewat agama
yang diturunkannya yaitu Islam. Hikmah spiritual seperti itu akan
semakin jelas, kalau kita kembali merenungkan peristiwa qurban
yang dijalankan Ibrahim As dan Ismail As.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.


Jamaah Idul Adha yang mulia.
Yang ketiga, seecara simbolis qurban mendidik kita untuk
membunuh sifat-sifat kebinatangan. Dan di antara sifat
kebinatangan yang harus kita kubur dalam-dalam adalah sikap mau
menang sendiri, merasa benar sendiri dan berbuat sesuatu dengan
bimbingan hawa nafsu.
Manusia adalah makhluk yang sempurna dan utama. Akan
tetapi jika sikap dan tingkah lakunya dikuasai oleh nafsu, maka
pendengaran, penglihatan, dan hati nuraninya tidak akan berfungsi.
Jika sudah demikian maka manusia akan jatuh derajatnya, bahkan
mungkin lebih rendah dari binatang, sebagaimana Allah terangkan
dalam Al-Quran Surat 7Al-Araaf ayat 179.


Dan sungguh, akan Kami isi neraka jahanam banyak dari
kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak
dipergunkannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah),dan mereka mempunyai telinga
tetapi tidak dipergunakannya mendengar (ayat-ayat Allah),
mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi, mereka
itulah orang-orang yang lengah.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.
Hadirin yang mulia,
Yang keempat, Qurban mengingatkan pada kita agar
senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai harkat dan martabat
kemanusiaan. Digantinya Ismail dengan seekor domba
menyadarkan kita, bahwa mengorbankan manusia di atas altar
adalah perbuatan yang dilarang Allah Swt. ibadah yang kita
lakukan harus menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak
manusia. Bahkan hewan qurban yang akan kita sembelih pun harus
diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Karena itulah, maka
perbuatan semena-mena, keji, kejam, mungkar, dzalim dan lain
sebagainya adalah perbuatan yang dibenci dan dilarang oleh Islam.
Dalam pandangan Islam membunuh manusia tanpa dasar yang
dibenarkan syariat, sama kejinya dengan membunuh seluruh umat
manusia, demikian yang dijelaskan Allah dalam quran surat 5 Al-
Maaidah 32.


Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia,
bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia
Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia
Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan
Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami
dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian
banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.


Hamba Allah yang terhormat.
Saat ini kita hidup dalam situasi social yang sangat
memprihatinkan, banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan
uluran tangan, mereka menderita karena berbagai musibah dan
bencana, baik itu bencana alam, politik, ekonomi, hukum, aqidah,
moral dan lain sebagainya. Dan yang paling menyedihkan adalah
terkuburnya nilai-nilai kemanusiaan, sudah tidak terhingga
perbuatan anarkis dan tindak kekerasan meluluh lantahkan
bangunan dan tempat-tempat berharga. Terlalu banyak tragedy
kemanusian dan darah tertumpah karena angkara murka. Dengan
mudah sebagian masyarakat kita menghabisi nyawa sesama. Ibu
membunuh anaknya, anak membunuh bapaknya, rakyat menghujat
pemimpinnya, pemimpin menindas rakyatnya, penegak hukum
melanggar hukum dan lain sebagainya.

Allahu akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.


Hadirin yang mulia.
Qurban adalah usaha kita untuk mendekatkan diri pada Allah
Swt, mematuhi dengan segala daya dan upaya semua yang
diperintahkan dan dengan sekuat tenaga menjauhi laranganNya.
Begitu juga dengan ibadah haji, yang merupakan napak tilas
perjalanan Nabi Ibrahim As beserta keluarganya. Sebagaimana
ibadah-ibadah lain, ibadah haji bukanlah ibadah formal yang hanya
di ukur dari pelaksanaannya semata, disamping nilai ubadiyah dan
spiritualnya, ibadah haji juga merupakan sarana membentuk
pribadi yang taat, tunduk, patuh dan rela diatur udang-undang
Allah Swt, berakhlaq mulia dan berkepribadian luhur.
Ukuran ketaqwaan seseorang tidak hanya dilihat dari
kwalitas ibadahnya semata, tetapi yang sangat penting adalah
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Maka tidaklah berlebihan
jika Rasulullah Saw. Menyatakan :

Dan tidak ada pahala lain bagi haji yang mabrur kecuali surga.

Kalau kita renungkan ibadah haji merupakan ibadah yang


syarat makna, mengajarkan persamaan, kehormatan dan lain-lain.
Seperti rangkaian ibadah haji yang dimulai dari miqod, yaitu niat
melaksanakan haji, pada saat itu pakaian yang sebelumnya terdiri
dari berbagai model dan warna, harus ditanggalkan dan diganti
dengan pakaian ihram, yaitu dua lembar kain berwarna putih tidak
berjahit. Hal itu melambangkan nilai-nilai kemanusiaan.
Dihadapan manusia kita boleh berbeda dalam hal harta, pangkat,
jabatan, status social dan lain sebagainya, tetapi dihadapan Allah
Swt kita semua sama, yang membedakan hanyalah kwalitas iman
dan taqwanya. Hal tersebut memberikan pelajaran pada kita, agar
manusia tidak membangakan kekayaan, pangkat, jabatan, status
social dan lain-lain. Karena semua itu akan hilang dan sirna, semua
akan kembali pada Allah hanya dengan mengenakan dua lembar
kain berwarnaa putih, atau kain kafan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar , Walillahilhamdu.


Saudaraku yang terhormat.
Yang kedua thawaf, yakni mengelilingi kabah sebanyak
tujuh kali dimulai dari sudut hajar aswat dan berakhir disitu juga.
Hal itu memberikan pelajaran bahwa kita ummat manusia dalam
sepekan hendaknya selalu bergerak dan beraktifitas, membangun
kebersamaan, kedamaian, kesejahteraan, untuk menuju masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya adil makmur dan diridhai Allah Swt.
berdasarkan apa yang telah digariskan oleh Allah Swt dan Rasul-
Nya serta hanya dengan tujuan mencari ridha Nya.

Yang ketiga, Sai yaitu lari-lari kecil antara bukit shafa dan marwa.
Sai berarti usaha sungguh-sungguh dan kerja keras. Ibadah ini
merupakan rekontruksi bagaimana Siti Hajar yang berusaha
dengan susah payah untuk mendapatkan air untuk anaknya yang
masih bayi, sehingga ia berlari bolak balik dari bukit shafa ke bukit
marwa. Shafa berarti kesucian dan ketegaran, dan marwa berarti
idealisme manusia, sikap bermurah hati dan memaafkan orang lain.
Hal itu memberikan pelajaran bahwa siapapun bisa menjadi
terbaik, kalau ia sungguh-sungguh dan kerja keras. Dan dalam
melakukan perbuatannya dengan niat suci dan tegar dalam
menghadapi tantangan, serta bermurah hati menebar kasih sayang
dan mau memaafkan orang lain. Tidak mementingkan diri sendiri,
merasa benar sendiri dan lain-lain. Sai juga memberikan pelajaran
agar kita selalu optimis dalam memandang masa depan, dan tidak
mudah putus asa. Karena dibalik kesulitan, kesusahan, dan
penderitaan itu pasti akan ada kemudahan.

Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.


Hamba Allah yang Mulia,
Yang keempat, wukuf di Arafah dan inilah puncak ibadah
haji, wukuf berarti berhenti, sedang Arafah berarti mengenal
dengan pasti, mengenal dan menyadari jati dirinya. Sebelum wukuf
Jamaah haji menginap di Mina untuk berdzikir dan merenungkan
jati dirinya dari mana berasal, dan kemana akan kembali, sehingga
menemukan ke arifan. Pada tahap ini jamaah haji diharapkan
menemukan kearifan , menjadi manusia yang arif dan bijaksana.
Dan setiap gerak langkahnya senantiasa didasari pengetahuan yang
mendalam sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang merugikan
orang lain.
Wukuf mengajarkan kita untuk menghentikan pertikaian,
perpecahan, pertengkaran yang merusak sendi-sendi kehidupan
serta mengajak manusia untuk mengenal diri dan lingkungannya
dengan berbuat arif dan bijaksana.
Allahu akbar,Allahu Akbar Walillahilhamdu.

Selanjudnya rangkaian ibadah haji dilanjudkan dimusdzalifah


atau negeri kesadaran. Sadar akan musuh utama manusia, yakni
syaiton laknatullah alaih yang selalu mengintai, membisiki dan
menggoda manusia untuk melanggar perintah Allah Swt.
Kemudian bergerak ke Mina, ditempat inilah jamaah haji melontar
jumrah, ibadah yang menggambarkan bagaimana Nabi Ibrahim
melempar syaiton yang terus menerus menggodanya untuk
melanggar perintah Allah Swt. Melempar jumrah mengajarkan kita
agar membuang jauh-jauh sifat syaitoniyah dari dalam diri kita,
seperti sifat; hasad, iri, dengki, bakil, riya, tamak, rakus, serakah,
egois, sombong, zalim dan lain sebagainya. Dengan demikian
insya Allah kita akan menjadi manusia yang paripurna.
Demikianlah, rangkaian hikmah dan pelajaran dari ibadah
haji dan qurban. Semoga kita semua mampu mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Akhirnya mari kita berdoa dan mohon ampun pada Allah
Swt, seraya memohon Rahmat-Nya. Amin ya rabbal alamin.
Yaa Allah Tuhan kami, kami berkumpul dipagi ini untuk
mengagungkan asma-Mu, memuji kebesaran dan ke Mahakuasaan-
Mu, dengan segala kesadaran kami semua adalah milik-Mu.
Yaa Rabb yang Maha Pengampun, kami sadar betapa banyak kami
melakukan dosa dan kesalahan, begitu besar kealpaan yang kami
perbuat, maka dari itu yaa Allah yang Maha pengampun,
ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa ibu bapak kami, dosa-dosa
orang tua kami, dosa saudara-saudara kami seiman dan seaqidah.
Ya Rabb, yang Maha memberi petunjuk, tunjukilah kami pada
jalan yang lurus dan benar, jalannya orang-orang yang telah
Engkau rahmati, bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai,
serta orang-orang yang berbuat sesat dan dzalim.
Yaa Allah Tuhan kami, sinarlah hati kami dengan cahaya
petunjuk-Mu, terangilah jalan kami dengan sinar taufik-Mu.
Yaa Allah ya Tuhan kami, berilah kami kemampuan untuk dapat
selalu mengingat-Mu, mensyukuri atas segala kenikmatan yang
Engkau berikan, serta berilah kami kemampuan untuk dapat selalu
memperbaiki pengabdian dan aktivitas hidup kami.
Yaa Allah Tuhan kami, tetapkanlah pendirian kami dan anak cucu
kami sebagai manusia yang senantiasa mendiriakan shalat,
menunaikan zakat, serta mengagungkan Asma-Mu.
Yaa Allah Tuhan kami, terima dan kabulkan doa dan permohonan
kami. Amin-amin yaa Rabbal alamin.

Anda mungkin juga menyukai