Anda di halaman 1dari 24

SPONDILOSIS

1.1. Anatomi

Columna Vertebralis

Columna vertebralis teletak di linea mediana posterior. Columna vertebralis


terdiri atas ruas-ruas yang disebut vertebra. Fungsi columna vertebralis adalah
menyokong badan dan meneruskan berat badan ke punggung dan anggota gerak bawah
serta melindungi medulla spinalis beserta selaputnya.
Columna vertebralis terdiri dari 33 vertebra, yaitu:
7 vertebra cervicalis

1
12 vertebra thoracalis
5 vertebra lumbalis
5 vertebra sacralis
4 vertebra coccygea

Vertebra sacralis yang berjumlah 5 ruas berfusi menjadi satu dan disebut os.
Sacrum, sedangkan 4 vertebra coccygea berfusi menjadi satu dan disebut os. Coccygis.
Diantara ruas-ruas vertebra terdapat bantalan fibrocartilago yang disebut discus
intervertebralis.

Vertebra cervicalis, vertebra thoracalis, dan vertebra lumbalis dalam keadaan


dewasa dapat terlihat sebagai ruas-ruas yang disebut vertebra vera, ketiganya juga
disebut vertebra mobilis karena dapat bergerak satu sama lain dengan adanya discus
pada tiap ruas. Sedangkan vertebra sacralis dan vertebra coccygea, ruas-ruas vertebra
bersatu menjadi os. Sacrum dan dan os. Coccygis sehingga disebut vertebra fixata.

Apabila columna vertebralis kita lihat dari samping, maka akan terlihat adanya
lengkung-lengkung:

2
Lengkung cervicalis (lordose cervical), dari apex dens axis pertengahan
vertebra thoracal II
Lengkung thoracalis (kyphose thoracalis), dari pertengahan vertebra thoracal II
sampai pertengahan vertebra thoracal XII
Lengkung lumbal (lordose lumbal), dari pertengahan vertebra thoracal XII
sampai articulatio sacrovertebralis
Lengkung sacralis (kyphose sacrococcygealis), dari articulatio sacrovertebralis
sampai ujung os. Coccygis

Tiap vertebra terdiri atas 2 bagian, yaitu:

Corpus vertebra (anterior)


Arcus vertebra (posterior), terdiri atas:
o Sepasang pediculus
o Sepasang lamina
o 7 processus : 4 processus articularis, 2 proc. Tranversus, 1 proc spinosus

Corpus dan arcus vertebra ini membatasi suatu lubang yang disebut foramen
vertebralis. Foramen-foramen pada masing-masing vertebra akan menyusun suatu
saluran yang disebut canalis vertebralis, yang akan diisi oleh medulla spinalis dan
liquor cerebro spinal (LCS).

3
1.1.1. Vertebra Cervicalis
Ciri-ciri vertebra cervicalis :
a. Proc tranversus mempunyai foramen transversarium untuk lewat arteri dan vena
vertebralis (vasa vertebralis)
b. Spina/processus spinosus kecil dan bifida
c. Corpus vertebra kecil dan lebar dari sisi ke sisi
d. Foramen vertebrale besar dan berbentuk segitiga
e. Processus articularis superior mempunyai facies yang menghadao ke belakang dan
atas; processus articularis inferior mempunyai facies yang menghadap ke bawah
dan depan

1.1.2. Vertebra Thoracalis


Ciri-ciri vertebra thoracalis
a. Corpus berukuran sedang dan berbentuk jantung
b. Foramen vertebrale kecil dan bulat
c. Processus spinosus panjang dan miring ke bawah (menghadap ke caudodorsal)
d. Fovea costalis terdapat pada sisi-sisi corpus untuk bersendi dengan capitulum
costae
e. Fovea costalis proc. Transversii bersendi dengan tuberculum costae

4
1.1.3. Vertebra Lumbalis
Ciri-ciri vertebra lumbalis
a. Corpus paling besar dan berbentuk ginjal
b. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang
c. Lamina tebal
d. Foramen vertebralis berbentuk segitiga
e. Processus transverses panjang dan langsing
f. Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat dan mengarah ke belakang
g. Facies articularis proc. Articularis superior menghadap ke medial dan facies
artticularis inferior menghadap ke lateral

5
1.1.4. Os. Sacrum
Os. Sacrum terdiri atas lima vertebra rudimenter yang bergabung menjadi satu
membentuk sebuah tulang yang berbentuk baji yang cekung di anterior. Pinggir atas
atau basis tulang bersendi dengan vertebra lumbalis V. pinggir bawah yang sempit
bersendi dengan os. Coccygis. Di lateral, os. Sacrum bersendi dengan dua os. Coxae.
Pinggir anterior dan atas vertebra S1 menonjol kedepan sebagai margo posterior
aperture pelvis superior dan dikenal sebagai promontorium sacralis.
Terdapat foramina vertebralis dan membentuk canalis sacralis. Canalis sacralis
berisi radix anterior dan posterior nervi spinalis sacralis dan coccygealis, filum
terminale, dan zat-zat fibroadiposa. Juga berisi bagian bawah sampai setinggi pinggir
bawah vertebra sacral II.
1.1.5. Os. Coccygis
Os. Coccygis terdiri atas empat vertebra yang berfusi membentuk sebuah tulang
segitiga kecil, yang basisnya bersendi dengan ujung bawah sacrum. Vertebra pertama
biasanya tidak berfusi, atau berfusi tidak lengkap dengan vertebra coccygeus kedua.
Semua segmen tidak mempunyai pediculus, lamina, ataupun processus spinosus.
Perumakaan superiornya menjulang ke atas dan besar disebut cornu coccygis yang
berhubungan dengan cornu sacrale.

1.2. Fisiologi

6
Fungsi kolumna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak,
yang secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara
seimbang dan tetap tegak.

Vertebra servikal, torakal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya
ada perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang tersebut
mempunyai bentuk yang sama. Korpus vertebrae merupakan struktur yang terbesar
karena mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan. Prosesus transverses
terletak pada ke dua sisi korpus vertebra, merupakan tempat melekatnya otot-otot
punggung. Sedikit ke arah atas dan bawah dari prosesus transverses terdapat fasies
artikularis vertebrae dengan vertebrae yang lainnya. Arah permukaan facet joint
mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan facet joint.

Pada daerah lumbal facet letak pada bidang vertical sagital memungkinkan
gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis
(hiperekstensi lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kalateral, obique
dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi)
kedua facet saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.

Bagian lain dari vertebrae, adalah lamina dan predikel yang membentuk arkus
tulang vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus
merupakan bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan,
berfungsi tempat melekatnya otot-otot punggung. Diantara dua buah buah tulang
vertebrae terdapat diskusi intervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau shock
absorbers bila vertebra bergerak. Diskus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus
yaitu masa fibroelastik yang membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid
yang mengandung mukopolisakarida. Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip
dengan balon yang diisi air yang diletakkan diantara ke dua telapak tangan. Bila suatu
tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan
secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi
yang lain, nucleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada
sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan
vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi.

7
Ligamentum spinalis berjalan longitudinal sepanjang tulang vertebrae.
Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak pada arah tertentu dan mencegah robekan.
Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum posterior.
Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae, besar
dan kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan
yang lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus
vertebrae, yang juga turut memebntuk permukaan anterior kanalis spinalis.
Ligamentum tersebut melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal
yaitu setinggi L 1, secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 sacrum
ligamentum tersebut tinggal sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensiil
mengalami kerusakan. Ligamentum yang mengecil ini secara fisiologis merupakan titik
lemah dimana gaya statistik bekerja dan dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi,
disitulah mudah terjadi cidera kinetik.

1.3. Definisi

Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis
dapat diartikan sebagai perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan
jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang
terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi
superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, spondylosis adalah

8
kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada sendi intervertebral yaitu antara diskus dan
corpus vertebra.

Spondilosis merupakan gangguan pada bentuk sendi yang terjadi karena proses
degenerative akibat dari pertambahan usia dan mempengaruhi tulang belakang dan
mengakibatkan kompresi pada persarafan sehingga dapat menimbulkan nyeri dan hilang
rasa atau anesthesia. Perubahan anatomi dan biomekanik yang terjadi pada proses
degenerasi diskus dimulai sejak dekade kedua dari kehidupan manusia. Hal ini ditandai
dengan adanya penipisan diskus, atropi sel, degenerasi serabut annulus, dan lain-lain.
Proses ini kemudian diikuti dengan penyempitan foramien intervertebralis, degenerasi
tulang rawan, yang diikuti dengan timbulnya osteofit.

Penyempitan pada foramen intervertebralis mengakibatkan adanya kompresi pada


akar saraf sehingga menimbulkan nyeri. Nyeri juga dapat terjadi oleh karena adanya
iritasi oleh osteofit dan spasme pada otot-otot sekitar. Rasa nyeri dan keluhan lain yang
timbul akibat proses degenerasi akan menimbulkan gangguan fungus dan keterbatasan
yang mengangkibatkan seseorang enggan menggerakkan tubuhnya sehingga terjadi
immobilisasi. Immobilisasi yang lama akan menyebabkan timbulnya kekakuan dan
keterbatasan gerak.

1.4. Etiologi

9
Sebabnya belum diketahui, dan diduga karena gangguan metabolisme tulang
rawan. Perubahan awal dari tulang rawan adalah penyerpihan, penipisan, dan terjadinya
fisur. Perubahan selanjutnya adalah osteofit, pseudo-kista, sclerosis tulang subkondral.
Pada akhirnya yang terjadi adalah destruksi dan hilangnya tulang rawan sendi yang pada
gilirannya adalah destruksi permukaan sendi yang berakhir dengan gangguan fungsi
sendi. Factor-faktor predisposisi adalah tiap keadaan yang dapat menyebabkan destruksi
permukaan sendi seperti factor biomekanika, umur, penyakit tertentu seperti penyakit
inflamasi, jenis kelamin, factor keturunan.

1.5. Faktor Risiko

Spondilosis muncul karena proses penuaan atau perubahan degeneratif. Spondilosis


banyak pada usia 30 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih
banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan spondilosis adalah :
a. Kebiasaan postur yang jelek
b. Stress mekanikal akibat pekerjaan
c. Tipe tubuh

Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada


vertebra, yaitu:
a. Faktor usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa
proses penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang
khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa
spondylitis deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72%
antara usia 39 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada
usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70 tahun.

b. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan
aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden
trauma, indeks massa tubuh, beban pada vertebra setiap hari (twisting, mengangkat,
membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti
berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan
kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.

10
c. Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan
degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50%
variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter.
Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif
yang menunjukkan bahwa sekitar (47 66%) spondylosis berkaitan dengan
faktor genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 10% berkaitan dengan beban
fisik dan resistance training.

d. Adaptasi fungsional, perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban


mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam proses
degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan
osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap
instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra.

1.6. Klasifikasi
1.6.1. Spondilosis Cervical
Merupakan keadaan kronik degenerative dari vertebra servikal yang
menyerang corpus vertebra dan diskus intervertebralis dari leher (dapat dalam
bentuk herniasi diskus, formasi spur), serta isi dari canalis vertebralis (akar saraf
dan medulla spinalis). Dapat juga menyerang facet joints, ligament longitudinal,
dan ligamentum flavum.
Spondilosis cervical banyak ditemukan pada usia 40-60 tahun tetapi dapat
juga timbul pada usia 30 tahun
1.6.2. Spondilosis Thoracal
Spondilosis thoracalis jarang ditemukan karena pergerakannya yang lebih
minimal. Pada spondilosis thoracalis, bentuk area punggung dapat menunjukkan
gambaran hunchback, yang disebut juga sebagai kifosis.
1.6.3. Spondilosis Lumbal
Spondylosis lumbal merupakan kelompok kondisi Osteoarthritis yang
menyebabkan perubahan degeneratif pada intervertebral joint dan apophyseal
joint (facet joint). Kondisi ini terjadi pada usia 30 45 tahun namun paling
banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada
laki-laki. Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis lumbar adalah faktor
kebiasaan postur yang jelek, stress mekanikal dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe

11
tubuh. Perubahan degeneratif pada lumbar dapat bersifat asimptomatik (tanpa
gejala) dan simptomatik (muncul gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul
adalah nyeri pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah (Ann
Thomson, 1991).

1.7. Patofisiologi
Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang,
yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah
dari anulus fibrosus. Anulus mengalami klasifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada
pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan
penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan
menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit.
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain: (a) annulus
fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak pada
berbagai sisi, (b) nucleus pulposus kehilangan cairan, (c) tinggi diskus berkurang, (d)
perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir
tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya
lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan
penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus
yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya brush fracture. Pada ligamentum
intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat
mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk
suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak
diskus membatasi canalis intervertebralis. Terjadi perubahan patologis pada sendi
apophysial yang terkait dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada
margin permukaan articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat
menyebabkan penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen
intervertebralis.

Perubahan degeneratif pada segmen gerak dapat dibagi kedalam 3 fase


kemunduran yaitu :

12
a. Fase disfungsi awal (level I) : proses patologik kecil yang menghasilkan fungsi
abnormal pada komponen posterior dan diskus intervertebralis. Kerusakan yang terjadi
pada segmen gerak masih bersifat sementara (reversible). Perubahan yang terjadi pada
facet joint selama fase ini sama dengan yang terjadi pada sendi sinovial lainnya. Kronik
sinovitis dan efusi sendi dapat menyebabkan stretch pada kapsul sendi. Membran
synovial yang inflamasi dapat membentuk suatu lipatan didalam sendi sehingga
menghasilkan penguncian didalam sendi antara permukaan cartilago dan kerusakan
cartilago awal. Paling sering terjadi pada fase disfungsi awal selain melibatkan kapsul
dan synovium juga melibatkan permukaan cartilago atau tulang penopang (corpus
vertebra). Disfungsi diskus pada fase ini masih kurang jelas tetapi kemungkinan
melibatkan beberapa kerobekan circumferential pada annulus fibrosus. Jika
kerobekannya pada lapisan paling luar maka penyembuhannya mungkin terjadi karena
adanya beberapa suplai darah. Pada lapisan paling dalam, mungkin kurang terjadi
penyembuhan karena sudah tidak ada lagi suplai darah. Secara perlahan akan terjadi
pelebaran yang progresif pada area circumferential yang robek dimana bergabung
kedalam kerobekan radial. Nukleus mulai mengalami perubahan dengan hilangnya
kandungan proteoglycan.

b. Fase instabilitas intermediate (level II) : fase ini menghasilkan laxitas (kelenturan
yang berlebihan) pada kapsul sendi bagian posterior dan annulus fibrosus. Perubahan
permanen dari instabilitas dapat berkembang karena kronisitas dan disfungsi yang terus
menerus pada tahun-tahun awal. Re-stabilisasi segmen posterior dapat membentuk
formasi tulang subperiosteal atau formasi tulang (ossifikasi) sepanjang ligamen dan
serabut kapsul sendi, sehingga menghasilkan osteofit perifacetal dan traksi spur. Pada
akhirnya, diskus membentuk jangkar oleh adanya osteofit perifer yang berjalan disekitar
circumferentianya, sehingga menghasilkan segmen gerak yang stabil.

c. Fase stabilisasi akhir (level III) : fase ini menghasilkan fibrosis pada sendi bagian
posterior dan kapsul sendi, hilangnya material diskus, dan formasi osteofit. Osteofit
membentuk respon terhadap gerak abnormal untuk menstabilisasi segmen gerak yang
terlibat. Formasi osteofit yang terbentuk disekitar three joint dapat meningkatkan
permukaan penumpuan beban dan penurunan gerakan, sehingga menghasilkan suatu
kekakuan segmen gerak dan menurunnya nyeri hebat pada segmen gerak.

13
Pada lumbar spine bagian atas, degenerasi mulai terlihat pada awal level I dengan fraktur
end-plate dan herniasi diskus, kaitannya dengan beban vertikal yang esensial terhadap
segmen tersebut. Penyakit facet mulai terjadi pada lumbar spine bagian atas. Pada lumbal
spine bagian bawah, perubahan diskus mulai terjadi pada usia belasan tahun terakhir, dan
perubahan facet terjadi pada middle usia 20-an. Secara khas, lesi pertama kali terjadi
pada L5 S1 dan pada L4 L5. Perubahan degenerasi pada synovial dan intervertebral
joint dapat terjadi secara bersamaan, dan paling sering terjadi pada lumbosacral joint.
Spondylosis dan perubahan arthrosis yang melibatkan seluruh segmen gerak sangat
berkaitan dengan faktor usia dan terjadi sekitar 60% pada orang-orang yang lebih tua
dari usia 45 tahun (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).

Schneck menjelaskan adanya progresi mekanikal yang lebih jauh akibat perubahan
degeneratif pada diskus intervertebralis, untuk menjelaskan adanya perubahan
degeneratif lainnya pada axial spine. Dia menjelaskan beberapa implikasi dari
penyempitan space diskus. Pedicle didekatnya akan mengalami aproksimasi dengan
penyempitan dimensi superior-inferior dari canalis intervertebralis. Laxitas akibat
penipisan ligamen longitudinal posterior yang berlebihan dapat memungkinkan bulging
(penonjolan) pada ligamen flavum dan potensial terjadinya instabilitas spine.
Peningkatan gerakan spine dapat memberikan peluang terjadinya subluksasi dari
processus articular superior sehingga menyebabkan penyempitan dimensi anteroposterior
dari intervertebral joint dan canalis akar saraf bagian atas. Laxitas juga dapat
menyebabkan perubahan mekanisme berat dan tekanan kaitannya dengan corpus vertebra
dan space sendi yang mempengaruhi terbentuknya formasi osteofit dan hipertropi facet
pada processus articular inferior superior, dengan resiko terjadinya proyeksi kedalam
canalis intervertebralis dan canalis sentral secara berurutan (Kimberley Middleton and
David E. Fish, 2009).

Keluhan nyeri pinggang pada kondisi spondylosis lumbal disebabkan oleh adanya
penurunan space diskus dan penyempitan foramen intervertebralis. Adanya penurunan
space diskus dan penyempitan foramen intervertebralis dapat menghasilkan iritasi pada
radiks saraf sehingga menimbulkan nyeri pinggang yang menjalar. Disamping itu,
osteofit pada facet joint dapat mengiritasi saraf spinal pada vertebra sehingga dapat
menimbulkan nyeri pinggang (S.E. Smith, 2009).

14
1.8. Manifestasi Klinis

Kompresi radiks sukar dibedakan dengan yang disebabkan oleh protusi diskus,
walaupun nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Distesia tanpa nyeri dapat
timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan
gangguan refleks.
Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus vertebra
yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah
lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina
dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai serta hilangnya kontrol sfingter.
Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi di mana pasien
mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri dan akan menghilang bila berbaring.
Gejala umum, yaitu:
(1) Nyeri yang menyebar ke bahu, atau sakit punggung. Lokasi nyeri atau rasa
sakit berhubungan dengan seberapa banyak tulang belakang yang terlibat.
(2) Sensasi abnormal atau kehilangan sensasi yang mengacu pada segmen tulang
belakang yang terlibat.
(3) Otot terasa lemah (khususnya pada lengan dan tungkai).
(4) Kehilangan keseimbangan.
(5) Kehilangan kendali kandung kemih dan/atau usus bagian bawah (kondisi
darurat medis).

A. Spondilosis Cervical
1) Nyeri pada leher dan bahu akan menyebar ke kepala dan lengan/tangan.
2) Satu sisi dari bahu belakang terasa berat, lengan/tangan tidak bertenaga/lemas,
jari tangan kesemutan.
3) Perasaan dari kulit lengan/tangan menurun, tangan memegang benda terasa
tidak bertenaga/lemas.
4) Paha/kaki tidak bertenaga/lemas, berjalan tidak mantap, kedua kaki merasa
kesemutan.
5) Muncul gejala buang air besar dan kecil yang tak terkendali, disfungsi seksual
bahkan tangan dan kaki lumpuh.

15
6) Ada sebagian pasien cervical spondylosis muncul gejala yang disertai dengan
pusing, yang parah dapat muncul gejala disertai dengan mual dan muntah,
sebagian kecil pasien akan muncul gejala vertigo dan pingsan mendadak.
7) Di saat cervical spondylosis telah melibatkan saraf simpatik akan muncul gejala
sakit kepala, penglihatan kabur, kedua bola mata terasa bengkak atau terasa
kering, tinnitus dan jantung berdebar, ada yang bahkan muncul gejala perut
kembung.

B. Spondilosis Lumbalis
1) Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak menjadi suatu
masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya ditimbulkan dari
aktivitas tidak sesuai.
2) Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint. Dan
mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau kedua hip.
Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1.
3) Referred pain:
a. Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya iritasi pada
akar persarafan. Ini cenderung pada area dermatomnya
b. Paha (L1)
c. Sisi anterior tungkai (L2)
d. Sisi anterior dari tungkai knee (L3)
e. Sisi medial kaki dan big toe (L4)
f. Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)
g. Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki (S1)
h. Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)
4) Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit dan
tertusuk, suatu sensasi kesemutan atau rasa kebas (mati rasa).
5) Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan m. quadratus
lumborum. Seringkali terdapat tonus yang berbeda antara abduktor hip dan juga
adductor hip. Kadang-kadang salah satu otot hamstring lebih ketat dibanding
yang lainnya.
6) Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung terbatas. Gerakan
hip biasanya terbatas secara asimetrical. Factor limitasi pada umumnya
disebabkan oleh ketetatan jaringan lunak lebih dari spasm atau nyeri.

16
7) Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot gluteal.
Kelemahan mungkin terjadi karena adanya penekanan pada akar saraf
myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang mengalami nyeri menjalar biasanya
lebih lemah dibandingkan dengan tungkai satunya.
Gambaran radiografi, terdapat penyempitan pada jarak discus dan beberapa
lipping pada corpus vertebra.

1.9. Pemeriksaan Radiologi

X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan


komplikasi. Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan
[DEXA]) memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan untuk
pengukuran densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit menghasilkan
gambaran massa tulang yang bertambah, sehingga membuat hasil uji densitas tulang
tidak valid dan menutupi adanya osteoporosis.

Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk
menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis
dan facet joint, menunjukkan spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis,
dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat
ditentukan dengan metode ini.

17
18
CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat
yang sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran
dan bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi
discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat.

MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus
dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis.
Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2 weighted image,
biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis lumbalis.
Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat yang
merupakan metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan
bertambah. Khususnya kemungkinan untuk melakukan rangkaian fungsional spinal
lumbalis akan sangat bermanfaat.

19
Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-
gejala, karena penyempitan asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering
ditemukan baik stenosis dari segmen yang asimptomatik atau pasien yang sama sekali
asimptomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan.

1.10. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologis
1) Terapi Fisik dan rehabilitasi
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi.
2) Penurunan Berat Badan
Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan factor yang akan memperberat
penyakit OA. Oleh karenanya BB harus dijaga agar tidak berlebihan.
2. Fisioterapi
1) Memakai tempat tidur yang dialasi papan dibawah kasur dengan ganjal didaerah
lumbal untuk mengembalikan lardosis, bantal kepala sebaiknya yang tipis.

20
2) Penyesuian pekerjaan terutama bila terdapat gangguan tulang punggung.
Punggung hendaknya dipertahankan lurus, bila perlu meja ditinggikan atau kursi
direndahkan jangan terlalu lama duduk.
3) Latihan-latihan untuk menjaga postur tubuh, mengurangi deformitas, dan
memelihara ekspansi dada setelah serangan akut diatasi, latihan fisik terbaik
adalah berenang.
3. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis,
oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
a. Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau
profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek
samping pada saluran cerna dan ginjal
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti
fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis
biasanya -1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian biasanya
untuk jangka panjang, efek samping utama adalahganggauan mukosa lambung
dan gangguan faal ginjal.
c. Injeksi cortisone.
Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu mengurangi
nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco.
Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi nyeri
pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.
4. Penatalaksanaan Secara Medis
Prosedur diagnostik dan terapi konservatif seperti pada penyakit diskus.
Indikasi operasi juga sama yaitu adanya kompresi medula spinalis. Kelemahan otot
atau nyeri yang sukar dihilangkan. Pembedahan dilakukan untuk meringankan
tekanan pada saraf atau sumsum tulang belakang seperti :
1) Anterior Corpectomy Discectomy Fusi (ACDF) : Teknik ini dilakukan dengan
menggunakan mikroskop dengan sayatan 3-5 cm pada daerah leher bagian depan.

21
2) Foraminotomy : Suatu operasi untuk melebarkan ruang tempat keluarnya akar
saraf dari kanal spinal servikal. Operasi medis ini digunakan untuk mengurangi tekanan
pada saraf yang sedang dikompresi oleh foramen intervertebralis, ruang di mana tulang
belakang keluar saraf root kanal tulang belakang. Para foraminotomy istilah
berasal dari kata Latin foramen (lubang, membuka, aperture) dan-otomy (tindakan
pemotongan, sayatan).
3) Cervical Collar: Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses
immobilisasi serta mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum
terdapat satu jenis collar yang benar-benar dapat mencegah mobilisasi cervical.
4) Laminektomi : Operasi untuk mengeluarkan lamina. Ini adalah bagian dari tulang
yang membentuk tulang belakang di tulang belakang. Laminektomi juga dapat
dilakukan untuk menghapus taji tulang pada tulang belakang. Prosedur ini dapat
mengurangi tekanan dari saraf tulang belakang atau spinal cord.
5) Laminoplasty : Salah satu prosedur pembedahan pada kasus spinal stenosis
dengan cara membebaskan tekanan pada saraf tulang belakang. Prosedur ini
memotong (memotong seluruhnya pada sisi yang satu dan memotong yang lain)
lamina pada kedua sisi dari tulang belakang yang terganggu dan membuat seperti
flap/pintu berayun dari tulang sehingga dapat menghilangkan tekanan pada saraf
tulang belakang.
6) Spinal Fusion : Penggabungan dua atau lebih ruas tulang belakang sehingga
tulang belakang tidak bergerak. Fusi tulang belakang biasanya dilakukan dengan
prosedur bedah lainnya, misalnya laminektomi atau foraminotomy.

1.11. Komplikasi

Spondilosis merupakan penyebab paling umum dari disfungsi saraf tulang


belakang pada orang dewasa yang lebih tua. Beberapa komplikasi spondilosis, antara
lain : ketidakmampuan untuk menahan buang air besar (BAB) atau urin, hilangnya
fungsi otot atau mati rasa, kecacatan dan gangguan keseimbangan.
a. Komplikasi Spondilosis Cervical
Pada sejumlah kecil kasus, spondilosis servikal dapat memampatkan satu atau
lebih saraf tulang belakang - sebuah kondisi yang disebut radikulopati servikal. Taji
tulang dan penyimpangan lain yang disebabkan oleh spondilosis juga dapat mengurangi
diameter kanal yang saraf tulang belakang. Ketika saluran spinalis menyempit ke titik

22
yang menyebabkan cedera tulang belakang, kondisi yang dihasilkan disebut sebagai
myelopathy serviks. Kedua radikulopati servikalis dan myelopathy serviks dapat
mengakibatkan cacat permanen.
b. Komplikasi Spondilosis Lumbal
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita
nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu
memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh
normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.

1.12. Pencegahan
Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa
cepat proses degenerasi terjadi pada tulang punggung, maka ada beberapa hal yang
dapat dilakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya spondylosis.
Antara lain :
1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari. Pilih jenis
olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan kelenturan.
2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan otot,
kelenturan, dan jangkauan gerak.
3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu lama.
Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja di depan
komputer, ataupun mengemudi.
4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu pada satu
kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat barang berat lebih
baik tekuk tungkai dan tetap tegak.
5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu
mencegah terjadinya cedera bila ada trauma.
6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya spondylosis.

1.13. Prognosis
Spondylosis merupakan penyakit degeneratif tulang belakang, dimana hal ini sulit
untuk diketahui perkembangannya. Dalam kasus ini, tidak menimbulkan kecacatan yang
nyata, namun perlu diperhatikan juga penyebab dan faktor yang mempengaruhinya,
seperti adanya kompresi dan penyempitan saraf yang nantinya dapat menyebabkan
kelumpuhan bahkan gangguan perkemihan. Pada pasien yang sudah mengalami

23
degeneratif pada lumbalnya, namun sudah tidak merasakan adanya nyeri pada daerah
punggung bawah dalam waktu satu minggu, maka kondisi pasien akan membaik dalam
waktu 3 bulan

24

Anda mungkin juga menyukai