Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN II

DIAGNOSA KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN ISTIRAHAT DAN


AKTIVITAS

Dosen Pembimbing: Andri Setiya Wahyudi.,S.Kep.Ns.M.Kep

Disusun Oleh: Kelompok 5

1. Hilmy Ghozi Alsyafrud (131611133108)


2. Afita Nur Dwiyanti (131611133114)
3. Muhammad Dzakiyyul Fikri W (131611133115)
4. Sanidya Nisita Pratiwimba (131611133132)
5. Shavira (131611133140)

S1 PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

TAHUN 2017
KEBUTUHAN ISTIRAHAT dan AKTIVITAS

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh
semua orang. Istirahat dan tidur yang cukup, akan membuat tubuh baru dapat
berfungsi secara optimal. Istirahat berarti suatu keadaan tenang, rileks, tanpa
tekanan emosional, dan bebas dari perasaan gelisah. Istirahat adalah suatu keadaan
dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar
(Asmadi, 2008). Beristirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali.
Berjalan- jalan di taman terkadang juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk
istirahat.
Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu
terhadap lingkungan menurun. Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang
penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-
ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang
berbeda (Tarwoto & Wartonah, 2006). Tidur juga merupakan suatu keadaan tidak
sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang,
dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi,
2008).
Aktivitas/latihan adalah keadaan dimana individu mengalami ketidakcukupan
energi fisiologis atau psikologis untuk menahan atau memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari-hari. Mobilisasi adalah suatu gerakan dan posisi yang akan melakukan suatu
aktivitas/kegiatan. Menurut Carpenito (2000), Mobilisasi dini merupakan suatu aspek
yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan
kemandirian.
Sistem muskuloskeletal terdiri dari muskulus, tendon, ligament, tulang,
kartilago, persendian, dan bursa. Semua struktur ini bekerja bersama-sama untuk
menghasilkan gerakan. Ada tiga jenis otot utama pada manusia, yaitu: otot polos,
otot rangka, dan otot jantung. Dari ketiga otot tersebut, otot yang paling
berpengaruh untuk aktivitas atau pergerakan yaitu otot rangka.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien


terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut American Nursing Assosiation, diagnosa keperawatan adalah respon
individu pada masalah yang diperoleh pada saat pengkajian. Masalah potensial
adalah masalah yang mungkin timbul kemudian hari.

Diagnosa Keperawatan Kebutuhan Istirahat dan Aktivitas

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) diagnosa


keperawatan pada kebutuhan aktivitas dan istirahat dibagi menjadi delapan, yaitu
disorganisasi perilaku bayi, gangguan mobilitas fisik, gangguan pola tidur, intoleransi
aktivitas, keletihan, kesiapan peningkatan tidur, risiko disorganisasi perilaku bayi,
dan risiko intoleransi aktivitas.

Disorganisasi perilaku bayi

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) disorganisasi perilaku


bayi adalah disintegrasi respon fisiologis dan neurobehaviour bayi terhadap
lingkungan. Penyebab disorganisasi perilaku bayi tersebut, yaitu:

1. Keterbatasan lingkungan fisik.


2. Ketidaktepatan sensori.
3. Kelebihan stimulasi sensorik.
4. Imaturitas sistem sensoris.
5. Prematuritas.
6. Prosedur invasif.
7. Malnutrisi.
8. Gangguan motorik.
9. Kelainan kongenital.
10. Kelainan genetik.
11. Terpapar teratogenik.

Gejala dan tanda mayor disorganisasi perilaku bayi

Subjektif
Tidak tersedia.
Objektif
1. Hiperekstensi ekstermitas.
2. Jari-jari meregang atau tangan menggenggam.
3. Respon abnormal terhadap stimulus sensorik.
4. Gerakan tidak terkoordinasi.

Gejala dan tanda minor disorganisasi perilaku bayi


Subjektif
Tidak tersedia.
Objektif
1. Menangis.
2. Tidak mampu menghambat respon terkejut.
3. Iritabilitas.
4. Gangguan refleks.
5. Tonus motorik berubah.
6. Tangan di wajah.
7. Gelisah.
8. Tremor.
9. Tersentak.
10. Aritmia.
11. Bradikardia atau takikardia.
12. Saturasi menurun.
13. Tidak mau menyusu.
14. Warna kulit berubah.

Kondisi klinis terkait disorganisasi perilaku bayi

1. Hospitalisasi.
2. Prosedur invasif.
3. Prematuritas.
4. Gangguan neurologis.
5. Gangguan pernapasan.
6. Gangguan kardiovaskuler.

Gangguan mobilitas fisik

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) gangguan mobilitas


fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri. Penyebab gangguan mobilitas fisik tersebut, yaitu:

1. Kerusakan integritas struktur tulang.


2. Perubahan metabolisme.
3. Ketidakbugaran fisik.
4. Penurunan kendali otot.
5. Penurunan massa otot.
6. Penurunan kekuatan otot.
7. Keterlambatan perkembangan.
8. Kekakuan sendi.
9. Kontraktur.
10. Malnutrisi.
11. Gangguan musculoskeletal.
12. Gangguan neuromuskular.
13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia.
14. Efek agen farmakologis.
15. Program pembatasan gerak.
16. Nyeri.
17. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik.
18. Kecemasan.
19. Gangguan kognitif.
20. Keengganan melakukan pergerakan.
21. Gangguan sensoripersepsi.

Gejala dan tanda mayor gangguan mobilitas fisik

Subjektif
1. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas.
Objektif
1. Kekuatan otot menurun.
2. Rentang gerak (ROM) menurun.

Gejala dan tanda minor gangguan mobilitas fisik

Subjektif
1. Nyeri saat bergerak.
2. Enggan melakukan pergerakan.
3. Merasa cemas saat bergerak.
Objektif
1. Sendi kaku.
2. Gerakan tidak terkoordinasi.
3. Gerakan terbatas.
4. Fisik lemah.

Kondisi klinis terkait gangguan mobilitas fisik

1. Stroke.
2. Cedera medulla spinalis.
3. Trauma.
4. Fraktur.
5. Osteoarthritis.
6. Ostemalasia.
7. Keganasan.

Gangguan pola tidur

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) gangguan pola tidur


adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.
Penyebab gangguan pola tidur tersebut, yaitu:

1. Hambatan lingkungan (misalnya kelembapan lingkungan sekitar, suhu


lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan).
2. Kurang kontrol tidur.
3. Kurang privasi.
4. Restraint fisik.
5. Ketiadaan teman tidur.
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur.

Gejala dan tanda mayor gangguan pola tidur

Subjektif
1. Mengeluh sulit tidur.
2. Mengeluh sering terjaga.
3. Mengeluh tidak puas tidur.
4. Mengeluh pola tidur tidak berubah.
5. Mengeluh istirahat tidak cukup.
Objektif
Tidak tersedia.

Gejala dan tanda minor gangguan pola tidur

Subjektif
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun.
Objektif
Tidak tersedia.

Kondisi klinis terkait gangguan pola tidur

1. Nyeri/kolik.
2. Hipertiroidisme.
3. Kecemasan.
4. Penyakit paru obstruktif kronis.
5. Kehamilan.
6. Periode pasca partum.
7. Kondisi pasca operasi.

Intoleransi aktivitas

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) intoleransi aktivitas


adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penyebab
intoleransi aktivitas tersebut, yaitu:

1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.


2. Tirah baring.
3. Kelemahan.
4. Imobilitas.
5. Gaya hidup monoton.

Gejala dan tanda mayor intoleransi aktivitas

Subjektif
1. Mengeluh Lelah.
Objektif
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat.

Gejala dan tanda minor intoleransi aktivitas

Subjektif
1. Dispnea saat/setelah aktivitas.
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas.
3. Merasa lemah.
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat.
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas.
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia.
4. Sianosis.

Kondisi klinis terkait intoleransi aktivitas

1. Anemia.
2. Gagal jantung kongestif.
3. Penyakit jantung koroner.
4. Penyakit katup jantung.
5. Aritmia.
6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
7. Gangguan metabolik.
8. Gangguan musculoskeletal.

Keletihan

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) keletihan adalah


penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan istirahat.
Penyebab keletihan tersebut, yaitu:

1. Gangguan tidur.
2. Gaya hidup monoton.
3. Kondisi fisiologis (misalnya penyakit kronis, penyakit terminal, anemia, malnutrisi,
dan kehamilan).
4. Program perawatan/pengobatan jangka panjang.
5. Peristiwa hidup negatif.
6. Stres berlebihan.
7. Depresi.

Gejala dan tanda mayor keletihan

Subjektif
1. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur.
2. Merasa kurang tenaga.
3. Mengeluh lemah.
Objektif
1. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin.
2. Tampak lesu.

Gejala dan tanda minor keletihan

Subjektif
1. Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab.
2. Libido menurun.
Objektif
1. Kebutuhan istirahat meningkat.

Kondisi klinis terkait keletihan


1. Anemia.
2. Kanker.
3. Hipotiriodisme/hipertiriodisme.
4. AIDS.
5. Depresi.
6. Menopause.

Kesiapan peningkatan tidur

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) kesiapan


peningkatan tidur adalah pola penurunan kesadaran alamiah dan periodic yang
memungkinkan istirahat adekuat, mempertahankan gaya hidup yang diinginkan, dan
dapat ditingkatkan.

Gejala dan tanda mayor kesiapan peningkatan tidur

Subjektif
1. Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan tidur.
2. Mengekspresikan perasaan cukup istirahat setelah tidur.
Objektif
1. Jumlah waktu tidur sesuai dengan pertumbuhan perkembangan.

Gejala dan tanda minor kesiapan peningkatan tidur

Subjektif
1. Tidak menggunakan obat tidur.
Objektif
1. Menerapkan rutinitas tidur yang meningkatkan kebiasaan tidur.

Kondisi klinis terkait kesiapan peningkatan tidur

1. Pemulihan pasca operasi.


2. Nyeri kronis.
3. Kehamilan (periode prenatal/postnatal).
4. Sleep apnea.

Risiko disorganisasi perilaku bayi

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) risiko disorganisasi


perilaku bayi adalah berisiko mengalami disintegrasi respon fisiologis dan
neurobehaviour bayi terhadap lingkungan.

Faktor risiko disorganisasi perilaku bayi


1. Kelebihan stimulasi sensorik.
2. Prematuritas.
3. Prosedur invasif.
4. Gangguan motorik.
5. Kelainan kongenital.
6. Kelainan genetik.

Kondisi klinis terkait risiko disorganisasi perilaku bayi

1. Hospitalisasi.
2. Prosedur invasif.
3. Prematuritas.
4. Gangguan neurologis.
5. Gangguan pernapasan.
6. Gangguan kardiovaskuler.

Risiko intoleransi aktivitas

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) risiko intoleransi


aktivitas adalah berisiko mengalami ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.

Faktor risiko intoleransi aktivitas

1. Gangguan sirkulasi.
2. Ketidakbugaran status fisik.
3. Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya.
4. Tidak berpengalaman dengan suatu aktivitas.
5. Gangguan pernapasan.

Kondisi klinis terkait risiko intoleransi aktivitas

1. Anemia.
2. Gagal jantung kongestif.
3. Penyakit katup jantung.
4. Aritmia.
5. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
6. Gangguan metabolik.
7. Gangguan musculoskeletal.
DAFTAR PUSTAKA

Nanda (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.
Editor THerdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Tim PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai