A. Lahirnya Perjanjian/Kontrak
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para
pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud
konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di
dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika
ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang
disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan
dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi
(acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi
itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat
jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan
penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos
dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh
pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah
surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai
pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
B. Penyusunan Perjanjian
C. Asas-asas dalam Hukum Perjanjian
Dalam membuat suatu perjanjian tentunya kita juga harus memperhatikan asas-asas yang ada
pada perjanjian tersebut. Hukum Perjanjian Indonesia mengenal 5 asas penting yang biasa
digunakan, yaitu antara lain:
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 KUHPrdt, yang berbunyi: Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
2. Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut
ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara
kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya
tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah
pihak.
Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim
atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat
disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.
4. Asas Itikad Baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak
kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi
dua macam, yakniitikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang
memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian
terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan
(penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.
5. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPrdt. Pasal 1315 KUHPrdt menegaskan:
Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
dirinya sendiri.
Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus
untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUHPrdt berbunyi:
Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.
Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi
mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya
sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPrdt yang menyatakan:
Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang
dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat
semacam itu.
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk
kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam
Pasal 1318 KUHPrdt, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk
kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika
dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPrdt mengatur tentang perjanjian untuk
pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPrdt untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli
warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian,
Pasal 1317 KUHPrdt mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPrdt
memiliki ruang lingkup yang luas.
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi
empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat,
setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus
diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat
perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa
dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan
kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu
perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya.
Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang
Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata,
perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi
hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat
subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai
perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
E. Bentuk-bentuk Perjanjian
3. Perjanjian Atas Beban Perjanjian Atas Beban adalah perjanjian dimana prestasi
dari pihak yang satu merupakan kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua
yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya perjanjian tersebut diatur dan diberi
terjadi sehari-hari. Perjanjian ini diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH
Perdata.
seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang
pihak lain.
9. Perjanjian Riil Di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian yang hanya berlaku
10. Perjanjian Liberatoir Perjanjian Liberatoir adalah perjanjian dimana para pihak
hutang.
13. Perjanjian Publik Perjanjian Publik adalah perjanjian yang sebagian atau
seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak
adalah Pemerintah dan pihak lainnya adalah swasta. Misalnya perjanjian ikatan
berbagai unsur perjanjian. Misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa
menyewa) tetapi menyajikan pula makanan (jual beli) dan juga memberikan
perjanjian atau persetujuan yang tidak mempunyai nama khusus maupun yang
https://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/05/syarat-sahnya-perjanjian-saat-lahirnya-
perjanjian-dan-pembatalan-pelaksanaan-suatu-perjanjian/
http://hukumindonesia-laylay.blogspot.co.id/2012/02/asas-asas-perjanjian.html
https://www.scribd.com/document/144931864/Hukum-Perikatan