Anda di halaman 1dari 29

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik

Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang

secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah

stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan

otak [3]

3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama

kecacatan. [2] Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang

sepertiganyaakan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya

bertahan hidup dengan kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n ya d a p a t

sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia,

t e r n ya t a stroke sebagai p e n ye b a b kematian mencapai 9%


[4]
( s e k i t a r 4 j u t a ) d a r i t o t a l k e m a t i a n p e r t a h u n n ya .

Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000

pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan

intraserebral. M o r t a l i t a s d a n m o r b i d i t a s p a d a s t r o k e h e m o r a g i k

l e b i h b e r a t d a r i p a d a s t r o k e iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20%

saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.


S e l a i n i t u a d a s e k i t a r 4 0 - 8 0 % a k h i r n y a meninggal pada 30 hari

pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.

Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita dan 53% kali-

laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien

dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-

lakimenunjukkan outcome yang lebih buruk. [2]

3.3 Etiologi Stroke Hemoragik

Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:[5]

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

Ruptur kantung aneurisma

Ruptur malformasi arteri dan vena

Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)

Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,

gangguan fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti

koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.

Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.

Septik embolisme, myotik aneurisma

Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

Amiloidosis arteri

Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis,

d i s e k s i a r t e r i veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis

3.4 Faktor Resiko Stroke Hemoragik

Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke

hemoragik dijelaskan dalam table berikut : [6]


Faktor Resiko Keterangan

Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar

30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka

yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10

tahun di atas 55 tahun.

Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini

berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko

perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko

stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya

umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan

bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.

Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki

berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum

usia 65.

Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar

monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki

dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke.

Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali

lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya

meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa

riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga

tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia

kelas menengah atas di California.


Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes

meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat

hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.

Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia

serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang

besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal

pada mikrosirkulasi serebral.

Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih

dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang

fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular

aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena

miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :

Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke

Fibrilasi atrial :

Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial

karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar

17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti

prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,

aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari

ascending aorta.

Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan

bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk

segala usia dan

kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah

batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi

risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa

lima tahun setelah penghentian.

Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit

hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah

dari isi sel darah merah;

plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan

penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,

hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan

gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan

kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum,

dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.

Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat

terjadi.

Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke

tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan

system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.

Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk

obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.

Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat

mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang

iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas

vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan

difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.

Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan

penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang

jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor

risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah

55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan

bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan

intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan

yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.

Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke

pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan

masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor

risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme

diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang

produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun

Diet Konsumsi alkohol :


Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid

dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda.

Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek

pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-

sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan

miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan

autoregulasi.

Kegemukan :

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas

telah secara konsisten meramalkan berikutnya

stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya

hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas

rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak

berikutnya.

Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui

pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.

Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan

arteritis otak dan infark.

Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan

faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan

diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.

Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah

didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di


Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif

dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman

telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam

usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada orang

dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik

A. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi

kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau

amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat

tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid

terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan

arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.[6]

Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir,

luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan

penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan

dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan

intraserebral.[6]

B. Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,

perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak

dianggap sebagai stroke.[6]


Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan

yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti

kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya

aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang

menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.[6]

Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul

pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah

bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.

Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7

Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari

pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau

di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi

biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk

bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke

arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri

kemudian dapat melemah dan pecah.[6]

3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran

dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh

hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di

area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu

defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan

iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.[7]


Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan

lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,

meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel

menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).

Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai

oleh pembuluh darah tersebut.[7]

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan

kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)

akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya

adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,

gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.[7]

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit

sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika

korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik

kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan

apatis karena kerusakan dari sistem limbik.[7]

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia

kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan

terjadi kehilangan memori.[7]

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di

daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid

anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan

traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri

komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.[7]


Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua

eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri

basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan

medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:[7]

Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf

vestibular).

Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan

tetraplegia (traktus piramidal).

Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah

ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus

spinotalamikus).

Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus

salivarus), singultus (formasio retikularis).

Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada

kehilangan persarafan simpatis).

Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah

(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus

(saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).

Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun

kesadaran tetap dipertahankan).

3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik

Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan

perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke

iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma
lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.

Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus

dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2]

Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang

terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri

dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan

preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan

nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian

hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri.

Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan

kekurangan perhatian pada sisi kiri.[2]

Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan

kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat

kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau

batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah,

hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua

empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau

nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral

tubuh.[2]

A. Perdarahan Intraserebral

Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah

penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.

Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala

disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai


perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,

dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak

dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata

dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang,

dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk

menit.[8]

B. Perdarahan Subaraknoid

Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali

menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah

besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,

seperti berikut:[8]

Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang

disebut sakit kepala halilintar)

Sakit pada mata atau daerah fasial

Penglihatan ganda

Kehilangan penglihatan tepi

Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya

aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter

segera.[8]

Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah

dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan

kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal

sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau
tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam

beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan

sulit untuk dibangunkan. [8]

Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak

mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher

kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]

Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang

mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]

Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa

Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa

menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.

Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius

lainnya, seperti: [2,8]

Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid

dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan

serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah

terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.

Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,

mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat

meningkatkan risiko koma dan kematian.

Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak

dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,


jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti

pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan

stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi

tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan

koordinasi terganggu.

Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam

seminggu.

3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik

Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama

pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain:

hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,

diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan

kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. [1]

Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan

Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada

pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.[9]


Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi

mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan

berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan

keluaran pasien. [10]

Sistem grading yang dipakai antara lain :

Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

Grade Kriteria

I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku

II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit

neurologis

III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan


IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala

deselerasi awal

V Koma

WFNS SAH grade

WFNS grade GCS Score Major facal deficit

1 15 -

2 13-14 -

3 13-14 +

4 7-12 + or -

5 3-6 + or -

Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat

rupturnya aneurisma. [10]

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan

menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada

penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah,

kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa. [2]

Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak

adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis

kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta

dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,


dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang

dapat digunakan.2

CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik

dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi

intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual

hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2

MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa

diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi

malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)

untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia

miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2

Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka

untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya

sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat

pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:

Siriraj Hospital Score [11]

Score stroke = (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x


tekanan darah diastolik) (3 x atheroma) 12.

Ket:
Kesadaran: Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten).
Hasil:
>1 : Stroke Hemoragik
< -1: Stroke infak
-1<x<1 : butuh evaluasi Ct-scan
Penilaian Stroke berdasarkan algoritma gajah Mada

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:

ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,

perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,

hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2

3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

2. Terapi umum (suportif)

a. stabilisai jalan napas dan pernapasan

b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi

c. pemeriksaan awal fisik umum

d. pengendalian peninggian TIK


e. penanganan transformasi hemoragik

f. pengendalian kejang

g. pengendalian suhu tubuh

h. pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Terapi medik pada PIS akut:

a. Terapi hemostatik 1

Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat

haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten

terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk

penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.

Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek menguntungkan.

Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-

significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah

lebih dari 3 jam.

b. Reversal of anticoagulation 1

Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan

fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin

K.

Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K

dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih

cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah

sehingga aman untuk jantung dan ginjal.


Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang

memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.

Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor

replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.

Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight

heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia

atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal

Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.

Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka

pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya

perdarahan.

c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM

Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap

kontroversial.

Tidak dioperasi bila: 1

Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis

minimal.

Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan

perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih

mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila: 1

Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis

atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel

harus secepatnya dibedah.


PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau

angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang

baik dan lesi strukturnya terjangkau.

Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang

memburuk.

Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia

muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih

menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid

1. Pedoman Tatalaksana 1

a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):

Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk

untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.

Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan

dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2

2-3 L/menit.

Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.

Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-

kelainan neurologi yang timbul.

b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih

intensif: 1

Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di

ruang gawat darurat.


Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang

nafas yang adekuat.

Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.

Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan

penilaian status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1

a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi

saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah

terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan

pasien dengan PSA.

b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan

pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk

terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi

yang ditunda.

c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.

d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1

a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan

ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.

b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah

PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil

akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera

dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma
yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera atau

ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.

c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk

perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1

a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3

atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin

oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh

vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau

intravena tidak bermakna.

b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H

yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan

mempertahankan cerebral perfusion pressure sehingga dapat mengurangi

terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap

kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan

embolisasi atau clipping.

c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu

bermakna.

d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada

pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.

e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:

Pencegahan vasospasme:

Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.

3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.


Jaga keseimbangan cairan.

Delayed vasospasm:

Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.

Berikan 5% Albumin 250 mL IV.

Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure

12-14 mmHg.

Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.

Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.

5. Antifibrinolitik

Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang

sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau

tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1

6. Antihipertensi 1

a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah

sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90

mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).

b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD

lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.

c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit

sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200

mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan

vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.


d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan

vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra

yang mungkin terjadi akibat vasospasme.

7. Hiponatremi

Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu

diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi

0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1

Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau

0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya

dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan

untuk pengobatan hiponatremi.1

8. Kejang

Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan

tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien

yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma

arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari

risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai

profilaksis.1

Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.

Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400

mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk

menghentikan kejang.1

Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada

penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,

hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1

9. Hidrosefalus 1

a. Akut (obstruksi)

Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.

Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau

drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat

terjadi perdarahan ulang dan infeksi.

b. Kronik (komunikan)

Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara

temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan 1

a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.

Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic

compression devices.

b. Analgesik:

Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.

Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.

Tylanol dengan kodein.

Hindari asetosal.

Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.


Propofol 3-10 mg/kg/jam.

Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali

sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang

paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering

mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga

berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut

adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada

pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran

dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang

telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas

permanen.2

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi

serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah

berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.

Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume

hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk

dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan

antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga

memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2

3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan

mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun

kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan

yang dapat dilakukan adalah:1

Mengatur pola makan yang sehat

Melakukan olah raga yang teratur

Menghentikan rokok

Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat

Memelihara berat badan yang layak

Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi

Penanganan stres dan beristirahat yang cukup

Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat

Pemakaian antiplatelet

Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah

pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor

risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,

dislipidemia, dan sebagainya.1

Anda mungkin juga menyukai

  • Borang
    Borang
    Dokumen64 halaman
    Borang
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • OMA-BAB1
    OMA-BAB1
    Dokumen16 halaman
    OMA-BAB1
    Feby Oktaviani
    100% (2)
  • JUDUL
    JUDUL
    Dokumen38 halaman
    JUDUL
    Aris Wintolo
    Belum ada peringkat
  • ET-1 dan Hipertensi
    ET-1 dan Hipertensi
    Dokumen16 halaman
    ET-1 dan Hipertensi
    aisyah01
    100% (1)
  • ANEMIA BESI
    ANEMIA BESI
    Dokumen6 halaman
    ANEMIA BESI
    qpamella
    Belum ada peringkat
  • Cara Pilih Wahana PDF
    Cara Pilih Wahana PDF
    Dokumen5 halaman
    Cara Pilih Wahana PDF
    EgieAprian
    Belum ada peringkat
  • Cara Pilih Wahana PDF
    Cara Pilih Wahana PDF
    Dokumen5 halaman
    Cara Pilih Wahana PDF
    EgieAprian
    Belum ada peringkat
  • Translet Jurnal
    Translet Jurnal
    Dokumen13 halaman
    Translet Jurnal
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Translet Jurnal
    Translet Jurnal
    Dokumen1 halaman
    Translet Jurnal
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Secondary Survey
    Secondary Survey
    Dokumen11 halaman
    Secondary Survey
    Alexander Dicky
    Belum ada peringkat
  • Z Isi TF
    Z Isi TF
    Dokumen32 halaman
    Z Isi TF
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Translet Jurnal
    Translet Jurnal
    Dokumen1 halaman
    Translet Jurnal
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Lokasi Sintesis
    Lokasi Sintesis
    Dokumen4 halaman
    Lokasi Sintesis
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Translet Jurnal
    Translet Jurnal
    Dokumen13 halaman
    Translet Jurnal
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen14 halaman
    Jurnal
    Rahmand
    Belum ada peringkat
  • Tujuan
    Tujuan
    Dokumen3 halaman
    Tujuan
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Menurut Cameron
    Menurut Cameron
    Dokumen2 halaman
    Menurut Cameron
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Bahan Metformin
    Bahan Metformin
    Dokumen8 halaman
    Bahan Metformin
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • MApping
    MApping
    Dokumen1 halaman
    MApping
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Tujuan
    Tujuan
    Dokumen3 halaman
    Tujuan
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Bab I Lapsus Stroke
    Bab I Lapsus Stroke
    Dokumen2 halaman
    Bab I Lapsus Stroke
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan Ket
    Pembahasan Ket
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan Ket
    Farah Mega R
    Belum ada peringkat