Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

Pembimbing:

dr.Albert Daniel , Sp.A

Disusun Oleh :

Christopher Vande Manurung, S.Ked

1161050071

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 12 DESEMBER 2016 25 FEBRUARI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan dunia. Namun infeksi


virus dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh
dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita infeksi virus dengue setiap tahunnya. Terhitung sejak tahun 1968 hingga
2009 , WHO mencatat negara Indonesia sebagai dengara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit DBD merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk.1
Di Indonesia, Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di kota
Surabaya pada tahun 1968 , sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia. Sejak saat itu , penyakit ini menyebar luas ke
seluruh Indonesia. Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue dari genus
Flavivirus , famili Flaviviridae , memiliki 4 jenis serotipe : Den-1 , DEN-2 ,
DEN-3 dan DEN-4 , penularan melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi
virus Dengue. Virus Dengue menyebabkan Demam Dengue (DD) , Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).1
Pada profil kesehatan Indonesia tahun 2014 , jumlah penderita DBD yang
dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang
[Angka kesakitan = 39,8 per 100.000 penduduk dan Angka kematian = 0,9%].
Pada tahun 2014 , dinyatakan bahwa Indoneisa mengalami penurunan kasus DBD.
Tiga provinsi yang masih tinggi angka kasus DBD antara lain : Bali , Kalimantan
Timur dan Kalimantan Utara. Terdapat 5 provinsi dengan Angka Kematian
tertinggi akibat DBD antara lain : Provinsi Bengkulu , Kepulauan Bangka
Belitung , Kalimantan Selaltan , Gorontalo dan Maluku.1,2

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam dengue atau Dengue Fever dan Demam Berdarah Dengue atau
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai ruam , limfadenopati , leukopenia , trombositopenia serta
diatesis hemoragik.1,3
Perbedaan Demam Dengue dengan Demam Berdarah Dengue adalah
pada Demam Berdarah Dengue terjadi perembesan plasma (plasma leakage)
yang ditandai oleh hemokonsentrasi >20% [peningkatan hematokrit]. Sindrom
renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh syok.1,3

B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue , yang masuk
dalam genus Flavivirus , famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. Virus dengue menghasilkan satu rantai polipeptida berupa 3 protein
struktural (Capsid = C ; Pre-Membrane = prM dan Envelope = E) dan 7 protein
Non-Struktural (NS1, NS2A , NS2B , NS3 , NS4A , NS4B dan NS5). Protein NS1
merupakan satu-satunya protein nonstruktural yang dapat disekresikan oleh sel
pejamu mamalia tapi tidak oleh nyamuk , sehingga dapat ditemukan dalam darah
pejamu sebagai antigen NS1. Virus dengue dibagi menjadi 4 serotipe yaitu DEN-1
, DEN-2 , DEN-3 dan DEN-4 yang dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-
3 yang paling banyak.1,3,4
Virus dengue ditransmisikan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang telah terinfeksi virus dengue. Distribusi nyamuk Aedes aegypti ini
berada di negara yang memiliki daerah tropis dan subtropis. Nyamuk betina Aedes
aegypti menghabiskan waktu hidupnya di sekeliling rumah yang menjadikan
bahwa nyamuk Aedes aegypti ini merupakan hewan antropofilik (afinitas tinggi
untuk menggigit manusia) dan multiple-bite (dapat menggigit lebih dari satu
individu) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Nyamuk lainnya selain Aedes

2
aegypti adalah Aedes albopictus dan Aedes polynesiensis. Cara penularannya
adalah nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Lalu virus
yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari sebelum
dapat ditularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam
nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya , namun perannya dalam
penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di
dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama
hidupnya (inefektif). Di tubuh manusia , virus memerlukan waktu masa tunas 4-7
hari sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia yang sedang
mengalami viremia , yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam.3,4

C. Patogenesis

Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi berlangsungnya hidup virus , virus harus bersaing dengan sel manusia
sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan protein. Persaingan
akan bergantung pada daya tahan tubuh pejamu , bila daya tahan tubuh pejamu
(host) baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi , namun bila daya
tahan tubuh rendah, maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan dapat
menyebabkan kematian.1,4,5,7

Terdapat dua teori yang banyak di anut pada DBD dan Sindrom Syok
Dengue , yaitu : Hipotesis Infeksi Sekunder (secondary heterologous infection)
dan Hipotesis Immune Enhancement. Hipotesisi ini menyatakan bahwa pasien
yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog memiliki risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD yang berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebeumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berkaitan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga
akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga
mengenai Antibodi Dependen Enhancement (ADE) , suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.

3
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut , terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1,4,5,7

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous


infection yang dirumuskan Suvatte , tahun 1977 . Sebagai akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus Secondary
dengue yang berlainan pada
Heterologous seorang
Dengue pasien , respons antibodi
Infection
anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi
IgG anti dengue. Disamping itu , replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit
Replikasi Virus Amnestic Antibody Response
yang bertransformasi dengan
Kompleksakibat terdapatnya
Antigen virus dalam jumlah banyak. Hal
-Antibodi
ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
Aktivasi Komplemen
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat ,
Komplemen
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung 24-48
Anafilatoksin
jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit
(C3a , C5a)
, penurunan kadar Natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
Histamin dalam urin meningkat
pleura , asites). Apabila syok tidak ditangani segera , maka akan terjadi asidosis
5,7
dan anoksia yang dapat berakibat kematian.
Permeabilitas kapiler
meningkat

Ht Meningkat

>30% pada kasus syok dalam 24-48 jam


Perembesan Plasma
Na+ Menurun

Hipovolemik Cairan dalam rongga serosa

Syok

Asidosis Anoksia

Meninggal
Gambar 2.1.Patogenesis terjadinya Syok pada DBD
Secondary Heterologous Dengue Infection

Replikasi Virus Amnestic Antibody Response


Kompleks Virus Antibody

Agregasi Trombosit Aktivasi Koagulasi Aktivasi Komplemen

Penghancuran TrombositPengeluaran
oleh RES Platelet FaktorAktivasi
III
Faktor Hageman Anafilatoksin
Gambar 2.2.Patogenesis Perdarahan pada DBD

Gangguan Fungsi Trombosit


Trombositopenia Koagulapati
Sebagai tanggapan terhadap Sistem,Kinin
infeksi virus dengue kompleks antigen-antibodi
konsumtif
selain mengaktivasi sistem komplemen , juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel Permeabilitas kapiler
Penurunan Faktor Pembekuan
FDP Meningkat Kinin pembuluh darah. Kedua
meningkat
faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
Perdarahan Masif Syok
mengakibatkan pengeluaran ADP (Adenosin diphospat) , sehingga trombosit melekat
satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (Reticulo
Endothelial System) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan

5
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = Koagulasi Intravaskular Deseminata) ditandai dengan peningkatan
FDP (Fibrinogen Degredation Product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.4,5,9

Agregasi trombosit ini juga mengkibatkan gangguan fungsi trombosit ,


sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak , tidak berfungsi baik.
Disisi lain , aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistm kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang
dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi , perdarahan masif pada DBD diakibatkan
oleh trombositopenia , penurunan faktor pembekuan (akibat KID) , kelainan fungsi
trombosit dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue sangat luas dan dapat bersifat
asimtomatik(tak bergejala), demam tidak khas atau sulit dibedakan dengan infeksi
virus lain (viral syndrome) , demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD)
dan Expanded dengue syndrome.

Infeksi Virus Dengue

Asimtomatik Simtomatik

Expanded Dengue Syndrome


Demam tak khas Demam Dengue Demam Berdarah Dengue

Tanpa Perdarahan Dengan Perdarahan DBD Nonsyok DBD Dengan syok


Gambar 2.3. Infeksi Virus Dengue

6
Pada sindrom virus, aoabila bayi , anak-anak maupun dewasa sudah terkena
infeksi primer dari virus dengue , dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa
demam sederhana yang tidak khas , dan sulit dibedakan dengan infeksi virus lainnya.
Ruam makulopapular dapat menyertai demam atau pada saat penyembuhan. Gejala
gangguan pernapasan dan pencernaan sering ditemukan. Sindrom virus akan sembuh
sendiri (self limited) , namun dikhawatirkan apabila dikemudian hari terkena infeksi
yang kedua . Manifestasi klinis yang akan diderita lebih berat dibanding demam
dengue.4
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja maupun dewasa.
Setelah lewat masa inkubasi (4-6 hari dari rentang waktu 3-14 hari) akan
bermanifestasi klinis berupa demam , mialgia , sakit punggung , malaise , anoreksia
serta gangguan pengecap. Demam mendadak tinggi (39 O-40O C) , terus menerus
(kurva bifasik) biasanya berlangsung antara 2-7 hari. Pada hari ketiga sakit ,umunya
suhu tubuh menurun namun masih diatas normal , kemudian suhu naik tinggi
kembali , pola ini disebut dengan pola bifasik. Demam disertai mialgia , sakit
punggung , atralgia , muntah , fotofobia , dan nyeri retroorbital pada saat mata
digerakkan atau ditekan. Gejala lain seperti gangguan pencernaan (diare atau
konstipasi) , nyeri perut , sakit tenggorok dan depresi.4
Pada hari ketiga atau keempat ditemukan ruam makulopapular atau
rubeliformis , ruam ini segera berkurang sehingga sering luput dari perhatian. Pada
masa penyembuhan timbul ruam di kaki dan tangan berupa ruam makulopapular dan
petekie diselingi bercak-bercak putih, dapat disertai rasa gatal yang disebut dengan
ruam konvalesens. Pada pemeriksaan laboratoriumm , jumlah leukosit normal
kemudian terjadi leukopenia dengan jumlah PMN yang turun dan ini berlangsung
selama fase demam. Jumlah trombosit dapat normal atau menurun (100.000-
150.000/mm3) , jarang ditemukan jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3.
Peningkatan hematokrit >10% dapat terjadi dikarenakan dehidrasi karena pengaruh
demam yang tinggi , muntah ,atau karena asupan cairan kurang.4
Demam Berdarah Dengue bermanifestasi klinis berupa demam yang tinggi
(39O-40OC) , mendadak dan mengikuti pola bifasik serta berlangsung antara 2-7 hari.
Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue
seperti muka kemerahan , anoreksia , mialgia dan atralgia. Gejala lain yang dapat
timbul berupa mual , muntah dan nyeri di daerah epigastrik. Manifestasi perdarahan

7
dapat berupa petekie spontan di daerah ekstremitas maupun dengan uji torniquet yang
positif. Epistaksis dan perdarahan gusi dapat ditemukan , kadang dapat disertai
perdarahan ringan saluran cerna. Pada fase awal , didapatkan hepatomegali dengan
perbesaran bervariasi 2-4 cm bawah arkus kosta. Hepatomegali pada kasus demam
berdarah dengue tidak disertai dengan ikterus dan tidak berhubungan dengan derajat
penyakit .4
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi pleura,
apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites. Pemeriksaan rontgen
foto thoraks posisi lateral dekubitus kanan , efusi pleura terutama di hemithoraks
kanan merupakan temuan yang sering dijumpai. Pemeriksaan USG dapat digunakan
untuk menilai efusi pleura dan asites. Peningkatan nilai hematokrit 20% dan
penurunan kadar protein plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dL) merupakan
tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan berkurangnya
volume intravaskular yang akan menyebabkan syok hipovolemi atau SSD (sindrom
syok dengue).4

Gambar 2.4.Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Pada fase demam , demam yang tinggi mendadak akan terjadi pada hari ke-1
dan ke-2 , setelah itu pada hari ke-3 demam akan turun namun tidak mencapai suhu

8
normal. Penurunan demam ini dapat disertai berkeringat dan perubahan laju nadi dan
tekanan darah , hal ini merupakan gangguan ringan sistem sirkulasi akibat kebocoran
plasma yang tidak berat. Pada kasus yang sedang hingga berat , akan terjadi
kebocoran plasma yang bermakna dan menyebabkan hipovolemi dan bila berat
menimbulkan syok.4
Pada fase kritis , terajadi pada saat demam turun , pada saat ini terjadi puncak
kebocoran plasma seingga pasien mengalami syok hipovolemi. Pada fase ini , harus
diketahui tanda dan gejala mendahului syok (warning sign). Warning signs umumnya
terjadi menjelang akhir fase demam , yaitu antara hari sakit ke 3 7. Muntah terus
menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan plasma yang
bertambah berat. Pasien tampak semakin lesu namun tetap sadar. Gejala tersebut
dapat menetap walaupun terjadi sudah terjadi syok. Lemah , pusing atau hipotensi
postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan spontan merupakan manifestasi
perdarahan penting. Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan
trombosit <100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit di atas 20% dan terjadi
leukopenia (5.000 sel/mm3. 4
Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah serta volume
nadi , oleh karena itu pengukuran hematokrit berkala sangat penting , apabila makin
meningkat berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan volume
intravaskular bertambah , sehingga penggantian cairan yang adekuat dapat mencegah
syok hipovolemi. Bila syok terjadi , mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi) , namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh
ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif.dan profound shock
yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ progresif , dan koagulasi
intravaskular diseminata. Pada pasien DBD baik yang disertai syok atau tidak dapat
terjadi keterlibatan organ yaitu hepatitis berat , ensefalitis , miokarditis dan atau
perdarahan hebat , yang dikenal sebagai expanded dengue syndrome.4
Pada fase penyembuhan , keadaan umum dan nafsu makan membaik , gejala
gastrointestinal mereda , status hemodinamik stabil dan diuresis menyusul kemudian.
Hematokrit kembali stabil , jumlah leukosit mulaimeningkat namun masih dalam
batas normal serta jumlah trombosit yang berangsur-angsur meningkat.4

9
E. Kriteria Diagnosis Klinis
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan
kriteria laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus , tata
laksana kasus , komplikasi dan prognosis pasien. Kriteria diagnosis laboratoris yaitu
kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang penting dalam pelaporan.3,4

Diagnosis klinis Demam Dengue :3,4


1. Demam 2-7 hari [Timbul mendadak , tinggi , terus-menerus , bifasik]
2. Nyeri kepala , mialgia , atralgia , dan nyeri retroorbital
3. Terdapat kasus DBD di lingkungan rumah , sekitar rumah maupun sekolah
4. Leukopenia <4.000/mm3
5. Trombositopenia <100.000/mm3
Bila gejala demam ditambah dengan adanya 2 atau lebih tanda dan gejala lain,
diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan.

Diagnosis klinis Demam Berdarah Dengue : :3,4


1. Demam 2-7 hari [Timbul mendadak , tinggi , terus-menerus , bifasik]
2. Manifestasi perdarahan : Spontan [petekie , purpura , ekimosis , epistaksis ,
perdarahan gusi , hematemesis , melena ] dan Uji tourniquet positif
3. Nyeri kepala , mialgia , atralgia , dan nyeri retroorbital
4. Terdapat kasus DBD di lingkungan rumah , sekitar rumah maupun sekolah
5. Hepatomegali
6. Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda / gejala
- Peningkatan nilai hematokrit >20%
- Adanya efusi pleura maupun asites
- Hipoalbuminemia , hipoproteinemia
7. Trombositopenia <100.000/mm3
Demam disertai 2 atau lebih manifestasi klinis , ditambah bukti perembesan plasma
dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.
Derajat Penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (WHO,1997) :5
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan dengan Uji Tourniquet Positif.

10
Derajat II : Seperti derajat I , disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan
lain
Derjajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi , nadi cepat dan lambat , tekanan nadi
menurun (<20mmHg) atau hipotensi , sianosis dimulut , kulit dingin
dan lembab dan anak tampak gelisah
Derajat IV : Syok berat (profound shock) , nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur

Tanda-Tanda Bahaya (Warning Sign) :4


Klinis :
1. Demam turun tetapi keadaan anak memburuk
2. Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
3. Muntah yang menetap
4. Letargi , gelisah
5. Perdarahan mukosa
6. Pembesaran hati
7. Akumulasi cairan
8. Oliguria
Laboratorium :
1. Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah
trombosit
2. Hematokrit awal tinggi

Tanda-tanda Syok Terkompensasi :4


1. Takikardia
2. Takipnea
3. Tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan diastolik) <20 mmHg
4. Capillary refill time /CRT >2 detik
5. Kulit dingin
6. Produksi urin menurun <1 mL/kgBB/jam
7. Anak Gelisah

11
Tanda-Tanda Syok Dekompensasi :4
1. Takikardia
2. Hipotensi (sistolik dan diastolik menurun)
3. Nadi cepat dan kecil
4. Pernapasan Kusmaull atau hiperpnoe
5. Sianosis
6. Kulit lembab dan dingin
7. Profound shok : Nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

Tanda-Tanda Expanded Dengue Syndrome :4


Memenuhi kriteri Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue baik disertai syok
dengan manifestasi klinis komplikasi infeksi virus Dengue atau dengan manifestasi
klinis yang tidak biasa , seperti :
1. Kelebihan cairan
2. Gangguan elektrolit
3. Ensefalopati
4. Ensefalitis
5. Perdarahan hebat
6. Gagal Gijal Akut
7. Haemolytic Uremic Syndrome
8. Gangguan jantung : Gangguan konduksi , miokarditis ,perikarditis
9. Infeksi ganda

F. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat
sangat penting dalam tata laksana klinis , surveilans , penelitian dan uji klinis vaksin.
Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue :1,4,5,8
1. Isolasi Virus
- Metode inokulasi pada nyamuk , kultur sel nyamuk atau pada sel mamalia
- Pemeriksaan yang rumit dan berada di laboratorium besar untuk penelitian
- Isolasi hanya untuk 6 hari pertama
2. Deteksi Asam Nukleat Virus

12
- Pemeriksaan RNA Virus (Asam Ribonukleat)
- Metode : RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction)
- Pemeriksaan hanya tersedia di laboratorium yang memiliki biologi molekuler
- Hasil positif (bila sediaan diambil pada enam hari pertama demam)
3. Deteksi Antigen Virus Dengue
- Pemeriksaan yang sering digunakan saat ini adalah pemeriksaan NS1 Antigen
virus Dengue (NS-1 dengue antigen) yaitu suatu glikoprotein yang diproduksi
oleh semua Flavivirus
- Dapat dideteksi sejak hari pertama dan kedua demam dan menurun setelah
hari pertama dan kedua demam.

Gambar 2.5. Kinetik NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG anti dengue pada
Infeksi Primer dan Sekunder

4. Deteksi Respons Imun Serum


- Dilakukan berupa uji Haemaglutination Inhibition Test (Uji HI) , Complement
Fixation Test (CFT) Neutralization Test (Uji Neutralisasi) , Pemeriksaan
serologi IgM dan IgG anti dengue.
- Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan IgM dan IgG anti
dengue

13
Pada pemeriksaan Serologi IgG dan IgM anti dengue dapat diperiksa apabila

perjalanan penyakit pasien lebih dari 2 hari pertawa timbul demam. Umumnya dapat

terdeteksi pada hari sakit kelima dan tidak terdeteksi lagi setelah sembilan puluh hari.

Pemeriksaan ini untuk menentukan pasien terinfeksi primer dari virus dengue , infeksi

sekunder dari virus lain , pernah terinfeksi maupun tidak ada infeksi. 1,4,5

IgM IgG Interpretasi


+ - Infeksi Primer
+ + Infeksi Sekunder
- + Pernah Terinfeksi
- - Tidak ada Infeksi
Tabel 2.1.Intrepretasi Hasil Pemeriksaan IgM dan IgG anti dengue

Parameter Hematologi : 1,4,5

1. Pemeriksaan hitung leukosit , nilai hematokrit , serta jumlah trombosit

2. Leukosit <5.000 sel/mm3

3. Trombositopenia <100.000/uL

4. Peningkatan Hematokrit >20%

Pemerisaan Penunjang Lain : 4,5

1. Foto rontgen thoraks

2. USG Abdomen

G. Diagnosis Banding
Dignosis Banding Demam Dengue : 3,4,5
- Infeksi Virus : Virus Chikungunya , campak , campak jerman , virus
influenza dan hepatitis A
- Infeksi Bakteri : Meningokokus , Leptospirosis , Demam Tifoid , Demam
Skarlet

14
- Infeksi Parasit : Malaria

H. Tatalaksana

Triase

Pada pasien yang datang dengan dugaan menderita infeksi virus Dengue ,
maka pasien harus dilakukan pemeriksaan skrining awal dengan cara menjalani
anamnesis secara dan pemeriksaan jasmani yang teliti serta pemeriksaan darah perifer
lengkap
u , nyeri kepala , mialgia , minimal
, atralgia kadar hemoglobin
, nyeri retroorbital , nilai
, manifestasi hematokrit
perdarahan , jumlah leukosit
(spontan/rumple leeddan
test) , leukosit <4
4,5,10
trombosit.

Pada pasiendengan gejala klinis demam tinggi terus menerus kurang dari 7
hari disertai nyeri kepala , nyeri retroorbital , mialgia , atralgia , ruam kulit ,
manifestasi perdarahan baik spontan maupun hasil uji Torniquette , jumlah leukosit
yang rendah (kurang dari 4.000/mm3) tanpa atau dengan penurunan jumlah trombosit
serta bila ada kasus dengue di lingkungan tempat tinggal atau sekolah, maka harus
dicurigai pasien tersebut menderita infeksi dengue. 4,5,10
omegali (nyeri tekan) , letargi , gelisah , akumulasi cairan, peningkatan hematokrit , demam turun tetapi keadaan anak
pensasi Manifestasi pasien yang terinfeksi virus dengue antara lain : Demam dengue ,
pati , perdarahan hebatdemam
sepertiberdarah
melena , dengue
hematemesis
, demam, hematokesia , hematuri
berdarah dengue , urinsyok
dengan berwarna gelap{hemoglobinuria}
atau expanded
ua/wali yang dapat diandalkan untuk merawat anak di rumah.
dengue syndrome. Oleh karena itu , pada pasien tersangka virus dengue harus diteliti
pasien mana yang dapat pengobatan rawat jalan dan pasien yang harus menjalani
rawat inap. Pada saat pasien mauk didiagnosis Demam dengue dapat diperlakukan
sebagai pasien rawat jalan, kecuali bila ditemukan komorbiditas seperti thalassemia ,
sindrom nefrotik , hipertensi , HIV-AIDS atau terdapat risiko tinggi seperti asma
bronkial dan obesitas atau apabila ditemukan indikasi sosial seperti rumah yang jauh ,
tidak ada orang tua atau pengasuh yang dapat membantu perawatan dirumah.
Demikian juga pasien demam dengue yang mengalami muntah persisten atau menolak
TIDAK YA
makan dan minum harus menjalani rawat inap. 4,5,10

Rawat Jalan; Rawat Inap :


Nasihat kepada orang tua -Demam Dengue
-Demam Berdarah Dengue
-Demam Berdarah Dengue dengan syok
-Expanded dengue syndrome
15
Apakah terdapat :
Warning signs YA
Gambar 2.6.Tatalaksana Rawat Jalan Demam Dengue

Pasien demam dengue yang tidak memiliki komorbiditas dan indikasi sosial ,
diperlakukan sebagai pasien rawat jalan. Pasien diberi pengobatan secara simtomatik
berupa antipiretik seperti parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali yang dapat
diulang setiap 4-6 jam bila demam. Selain dengan menggunakan obat , upaya dalam

16
menurunkan demam dengan metode kompres dengan air hangat. Dianjurkan juga
untuk banyak minum air putih atau teh . 4,5,10

Pasien juga dianjurkan untuk kembali kontrol berobat setiap hari mengingat
tanda dan gejala DBD pada fase awal sangat menyerupai demam dengue. Dengan
melakukan kontrol setiap hari , maka dapat di ketahui pasien hanya menderita DD,
DD dengan penyulit atau DBD. Penatalaksanaan pasien di rumah harus disampaikan
secara jelas kepada orang tua atau yang merawat pasien dirumah. 4,5,10

Nasihat di rumah

1. Anak harus istirahat


2. Cukup minum selain air putih dapat diberikan susu , jus buah , cairan elektrolit
, air tajin. [cukup minum ditandai dengan frekuensi buang air kecil setiap 4-6
jam]
3. Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu >38O C dengan
interval 4-6 jam. Hindari pemberian aspirin / NSAID / Ibuprofen. Berikan
kompres hangat.
4. Pasien rawat jalan harus kembali berobat setiap hari dan dinilai oleh petugas
kesehatan sampai melewati fase kritis , mengenai : Pola demam , jumlah
cairan yang masuk dan keluar (muntah , buang air kecil) , tanda-tanda
perembesan plasma dan perdarahan, serta pemeriksaan darah perifer lengkap
5. Pasien harus segera dibawa ke Rumah Sakit jika ditemukan satu atau lebih
keadaan berikut : suhu turun keadaan memburuk , nyeri perut hebat , muntah
terus-menerus , tangan dan kaki dingin dan lembab , letargi atau
gelisah/rewel , anak tampak lemas , perdarahan (buang air besar berwarna
hitam atau muntah hitam) , sesak napas , tidak buang air kecil lebih dari 4-6
jam atau kejang.

Tata laksana pasien rawat inap demam berdarah dengue :

Tata laksana yang tepat dan segera dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas DBD. Pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif , terapi suportif
berupa penggantian cairan yang merupakan pokok utama dalam tatalaksana DBD.

17
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang apabila cukup banyak maka akan
menimbulkan syok hipovolemik (sindrom syok dengue) dengan mortalitas yang
tinggi. Dengan demikian penggantian cairan ditujukan untuk mencegah timbulnya
syok. Namun , hal yang masih dipertanyakan adalah waktu terjadinya perembesan
plasma dan pemeriksaan yang dapat dipakai sebagai indikator terjadinya perembesan
plasma. Perembesan plasma terutama terjadi saat suhu tubuh turun (time of fever
defervescence). Pemeriksaan nilai hematokrit merupakan indikator yang sensitif
untuk mendeteksi derajat perembesan plasma, sehingga jumlah cairan yang diberikan
harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan hematokrit. Kebocoran plasma pada
pasien DBD hanya bersifat sementara . 4,5,10

Penggantian Cairan

Jenis Cairan

1. Cairan kristaloid isotonik merupakan cairan untuk pasien DBD


2. Tidak dianjurkan pemberian cairan hipotonik seperti NaCl 0,45%
3. Pemeberian cairan koloid hiperonkotik seperti dextran 40 atau HES dapat
diberikan jika perembesan plasma masif (nilai hematokrit yang makin
meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan kristaloid yang
adekuat) atau pada keadaan syok yang tidak berhasil dengan pemberian bolus
cairan kristaloid yang kedua.

Jumlah Cairan

1. Volume cairan disesuaikan dengan berat badan , kondisi klinis dan temuan
laboratorium
2. Penghitungan cairan sebaiknya berdasarkan berat badan ideal (apabila pasien
obesitas)
3. Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma >20% jumlah
cairan yang diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan (maintenance)
ditambah dengan perkiraan defisit cairan 5%.

BB IDEAL RUMATAN RUMATAN + DEFISIT


5%
[kg] [mL]

18
[mL]

5 500 750

10 1.000 1.500

15 1.250 2.000

20 1.500 2.500

25 1.600 2.850

30 1.700 3.200

Tabel 2.2. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal

Jumlah Cairan Kecepatan [mL/kgBB/Jam]

Rumatan 1,5

Rumatan 3

Rumatan + Defisit 5% 5

Rumatan + Defisit 7% 7

Rumatan + Defisit 10% 10

Tabel 2.3. Kecepatana pemberian cairan

Antipiretik

Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan pada suhu >38O C dengan interval


4-6 jam, hindari pemberian aspirin/NSAID atau Ibuprofen. Berikan kompres air
hangat. 4,5,10

Nutrisi

Apabila pasien masih bisa minum , dianjurkan untuk minum yang cukup ,
terutama minum cairan yang mengandung elektrolit. 4,5,10

Pemantauan : 4,5,10

19
1. Pantau keadaan umum pasien , nafsu makan , muntah , perdarahan , dan
warning sign
2. Perfusi perifer , harus sering diulang untuk mendeteksi awal gejala syok
3. Tanda-tanda vital : Suhu , frekuensi nadi , frekuensi napas , dan tekanan darah
harus dilakukan setiap 2-4 jam sekali
4. Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi atau pemberian
cairan intravena [dilakukan setiap 4-6 jam sekali]
5. Volume urin perlu ditampung minimal 8-12 jam
6. Diupayakan jumlah urin 1,0 mL/kgBB/jam [BB diukur dari berat badan
ideal]
7. Pada pasien dengan risiko tinggi [obesitas , bayi , ibu hamil dan komorbid
(DM , hipertensi , thalassemia , sindrom nefrotik , dan lain-lain) diperlukan
pemeriksaan laboratorium atas indikasi
8. Pantau : Darah perifer lengkap , kadar gula darah , uji fungsi hati , dan sistem
koagulasi sesuai indikasi.
9. Apabila diperlukan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi adanya efusi
pleura , pemeriksaan yang diminta adalah foto radiologi dada dengan posisi
lateral kanan dekubitus [RLD]
10. Pemeriksaan golonga darah
11. Pemeriksaan lain atas indikasi : seperti Ultrasonografi abdomen serta EKG

Tata laksana sindrom syok dengue : 4,5,10

Syok pada infeksi dengue merupakan syok hipovolemik akibat terjadi


perembesan plasma , fase awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya fase
dekompensasi. Diagnosis dini syok terkompensasi disertai dengan pengobatan yang
cepat dan tepat mempunyai prognosis yang jauh lebih baik dibanding apabila pasien
sudah masuk ke dalam fase syok dekompensasi.

Prinsip utama tata laksana SSD adalah pemberian cairan yang cepat dalam
jumlah yang adekuat. Serta evaluasi serta penanganan faktor ko-morbid dan penyulit
(hipoglikemi , gangguan asam basa dan gangguan elektrolit).

Tata laksana sindrom syok dengue terkompensasi: 4,5,10

1. Berikan terapi O2 2-4 L/menit

20
2. Berikan resusitasi cairan kristaloid isotonik [jumlah cairan 10-20 mL/kgB
dalam waktu 1 jam]
3. Bila syok teratasi berikan cairan dengan dosis 10 mL/kgBB/jam selama 1-2
jam
4. Bila keadaan sirkulasi tetap stabil jumlah cairan dikurangi secara bertahap
menjadi 7,5 , 5 , 3, 1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam
setelah resusitasi , cairan intravena sudah tidak diperlukan. Pertimbangkan
untuk mengurangi jumlah cairan intravena bila masukan cairan melalui oral
makin membaik
5. Bila syok tidak teratasi Periksa AGD , Hematokrit , Kalsium dan Gula
darah untuk menilai kemungkinan adanya Asidosis , Bleeding (perdarahan) ,
Calcium , Sugar (gula darah) yang memperberat syok hipovolemik. Apabila
salah satu atau beberapa kelainan tersebut ditemukan , segera lakukan koreksi.

Beri O2 2-4 L/menit


Periksa Ht ; Kristaloid RL10-20 mL/kgBB dalam 60 menit

YA SYOK TERATASI TIDAK

IVFD 10 mL/kgBB [1-2 jam] Periksa A-B-C-S : AGD , Ht , Kalsium , Glukosa darah dan perda
Koreksi bila ditemukan asidosis , hipoglikemia , hipokalsemia

TTV STABIL
Turunkan IVFD bertahap 7 , 5 , 3 ,dan 1,5 mL/kgBB/jam

Ht Meningkat Ht menurun

Stop IVFD Bolus kedua kristaloid 10 20 mL/kgBB dalam waktu 10-20 menit
Perdarahan
Maksimal 48 jam setelah syok teratasi

Transfusi darah

Bila tidak teratasi


Koloid 10-20 mL/kgBB dalam 10-20 menit , jika syok menetap dianjurkan transfusi darah
21
Gambar 2.7.Tatalaksana sindrom syok Dengue Terkompensasi

Tata laksana sindrom syok dengue dekompensasi : 4,5,10

1. Berikan O2 2-4 L/menit


2. Pemasangan akses vena
3. Berikan cairan kristaloid dan atau koloid 10-20 mL/kgBB secara bolus dalam
waktu 10-20 menit. Lakukan juga pemeriksaan hematokrit , analisa gas arah ,
kalsium dan gula darah.
4. Bila syok teratasi beri cairan kristaloid dengan dosis 10 mL/kgBB/jam
selama 1-2 jam
5. Bila keadaan sirkulasi stabil berikan larutan kristaloid dengan jumlah cairan
dikurangi secara bertahap menjadi 7 , 5 , 3 , 1,5 mL/kgBB/jam [pada
umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi , cairan intravena sudah tidak
diperlukan]
6. Apabila syok belum teratasi Periksa ulang Ht , AGD , kalsium dan Glukosa
Beri O2 2-4 L/menit
darah.
Bolus Kristaloid dan atau koloid 10-20 mL/kgBB dalam waktu 10-20menit
7. Bila terjadi perdarahan masif Transfusi darah segar (fresh whole blood)
Periksa ABCS : Ht , AGD , Kalsium dan Glukosa darah
dengan dosis 10 mL/kgBB

YA SYOK TERATASI TIDAK


Sindrom Syok Dengue Dekompensasi
Kulit dingin dan lembab , takikardi , syok hipotensif [hipotensi , nadi cepat
IVFD 10 mL/kgBB [1-2 jam] Periksa A-B-C-S : AGD , Ht , Kalsium , Glukosa darah dan per
kecil] , Syok dalam [nadi tidak teraba dan tekanan
Koreksi darah terukur]
bila ditemukan , pernapasan
asidosis , hipoglikemia , hipokalsem
Kusmaull atau hipernoe, sianosis
TTV STABIL
Turunkan IVFD bertahap 7 , 5 , 3 ,dan 1,5 mL/kgBB/jam

Ht Meningkat Ht menurun

Stop IVFD Bolus kedua kristaloid 10 20 mL/kgBB dalam waktu 10-20 menit
Perdarahan
Maksimal 48 jam setelah syok teratasi

Transfusi darah

Bila tidak teratasi


22menit , jika syok menetap dianjurkan transfusi darah
Koloid 10-20 mL/kgBB dalam 10-20
Gambar 2.8.Tatalaksana sindrom syok Dengue Dekompensasi

Pemantauan DBD dengan syok : 4,5,10

1. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 15-30 menit Bila syok


teratasi lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 1 jam.
2. Lakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah , Kalsium dan Glukosa darah bila
masuk rumah sakit dengan keadaan syok dekompensasi
3. Lakukan pemeriksaan hematokrit sebelum pemberian cairan resusitasi pertama
dan kedua Lakukan pemeriksaan setiap 4-6 jam
4. Lakukan pemantauan diuresis Produksi urin per jam Caranya urin
ditampung , di ukur dan dicatat.
5. Lakukan pemeriksaan fungsi hati , ginjal , koagulasi dan EKG [jika ditemukan
gangguan fungsi organ sistem lain]
6. Lakukan pemantauan cairan Pantau edema paru akibat kelebihan cairan
Napas cepat , cuping hidung , retraksi , serta bunyi nafas dasar menghilang
7. Lakukan pemantauan peningkatan tekanan JVP , hepatomegali , asites , efusi
pleura.

23
Tata laksana Expanded Dengue Syndrome : 4,5,10

Tata laksana kelebihan cairan

1. Penilaian keadaan klinis


2. Lakukan penghitungan cairan yang telah diberikan dan cek A-B-C-S
3. Turunkan jumlah cairan menjadi 1 mL /kgBB /jam
4. Bila ada cairan koloid ganti cairan kristaloid dengan koloid
5. Bila ada tanda edema paru Berikan Furosemid 1 mg/kgBB/dosis segera
diberikan apabila tekanan darah stabil , ureum dan kreatinin normal Pantau
setiap 15 menit untuk menilai keberhasilan pengobatan.
6. Lakukan pengukuran diuresis

Kriteria Pulang Rawat : 4,5,10

1. Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik


2. Nafsu makan memaik
3. Perbaikan klinis yang jelas
4. Jumlah urin cukup
5. Minimal 23 hari setelah syok teratasi
6. Tak tampak distress pernapasan Penyebabnya efusi pleura atau asites
7. Jumlah trombosit >50.000/mm3

I. Komplikasi
1. Ensefalopati Dengue
Komplikasi demam dengue yang berkepanjangan dengan perdarahan , tetapi
dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik
seperti hipoksemia , hiponatremia , atauperdarahan dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati.
Pada ensefalopati dengue , kesadaran pasien menurun menjadi apatil atau
somnolen , dapat disertai kejang , dan dapat terjadi pada DBD/SSD.
2. Penyakit Ginjal Akut

24
Penyakit ginjal akut terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan
mudah dikerjakan , untuk mengetahui syok telah teratasi. Diuresis diusahakan
>1mL/kgBB/jam.
3. Udem Paru
Komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang
berlebihan (overload).Pasien akan mengalami distres pernapasan , disertai
dengan udem palpebra dan ditunjang dengan rontgen thoraks fot dada. 4,5,10

J. Prognosis

Prognosis pada pasien yang terinfeksi virus dengue bergantung dari cepatnya
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan . Penegakan diagnosis yang cepat dan
tepat mengurangi risiko pasien mengarah ke kondisi perdarahan yang masif yang
menyebabkan syok dan berakibat meninggal dunia. 4,5,10

K. Pencegahan

1. Melakukan upaya preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan masal

2. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

3. Melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat

4. Melaksanakan program 4M Plus [Menutup tempat penampungan air ,

menguras tempat penampungan air secara rutin , mengubur tempat

penampungan air yang tak terpakai , dan memantau jentik nyamuk seminggu

sekali ; PLUS : Menghindari gigitan nyamuk , menanam tanaman pengusir

nyamuk , melakukan larvasidasi , dan menggunakan kelambu] 4,5,6

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik dan simtomatik. Pada infeksi

virus dengue yang bersifat simtomatik dapat menyebabkan beberapa keadaan ,

yaitu Demam Dengue , Demam Berdarah Dengue tanpa syok maupun dengan

syok dan Expanded Dengue Syndrome. Virus Dengue memiliki 4 serotipe yaitu

DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. Serotipe yang paling sering di Indonesia

adalah DEN-3. Virus ini ditransmisikan oleh nyamuk betina jenis Aedes aegypti

yang sudah terinfeksi virus dengue.


Manifestasi klinis dari infeksi virus Dengue adalah Demam 27 hari dengan

ciri demam yang mendadak tinggi , suhu 39 O-40O C , dan bersifat bifasik. Gejala

lain yang khas pada infeksi virus dengue adalah mialgia , atralgia dan nyeri

retroorbital. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukopenia <4.000/mm 3

dan trombositopenia <100.000/uL. Pada kasus Demem Berdarah Dengue , yang

menjadi ciri khas adalah adanya tanda demam dengue disertai terjadinya plasma

26
leakage yang dapat diperiksa dari pemeriksaan fisik yaitu adanya perdarahan

spontan (petekie, epistaksis , atau hematemesis) maupun uji tourniquate positif

dan jika diperiksa nilai Hematokrit meningkat >20%.


Pemeriksaan NS1 merupakan pemeriksaan yang sering digunakan untuk

mengetahui infeksi virus dengue. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari-1 dan ke-2

saja. Apabila sudah mencapai hari ke-3 pasien diperiksa IgM dan IgG anti dengue

agar dapat menentukan pasien mengalami infeksi primer virus dengue atau infeksi

sekunder dari virus lain atau pernah terinfeksi virus dengue atau tidak ada infeksi

virus dengue.
Tatalaksana pada pasien Demam Berdarah Dengue berdasarkan derajat DBD

yang diderita pasien . Pada prinsip tatalaksananya adalah pemberian cairan agar

mencegah terjadinya kekurangan cairan dalam darah karena terjadinya

perembesan plasma karena penurunan permeabilitas pembuluh darah.

Tatalaksanan juga bersifat simtomatik . Komplikasi yang paling dikhawatirkan

adalah terjadinya syok dekompensasi yang ditandai dengan akral yang dingin dan

nadi tidak teraba serta keadaan ensefalopati dengue. Prognosis pada pasien

Demam Berdarah Dengue dapat diketahui berdasarkan cepat dan tepatnya

penegakan diagnosis dan penatalsanaan sebelum terjadinya keadaaan syok.

DAFTAR PUSTAKA
27
1. Soedarmo SS, Garna H , Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2015.
2. Yudianto , Budijanto D ,Hardhana B , Soenardi AT. Buku Katalog Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2015.
3. World Health Organization. Dengue : Guidelines for Diagnosis , Treatment ,
Prevention and Control.New Edition. Geneve : WHO. 2009.
4. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan Tata
Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta . 2014
5. Hadinegoro SR,dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Departemen Kesehatan. Jakarta . 2004
6. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and
control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and Expanded
edition. New Delhi : WHO , Regional Office for South-East Asia ; 2011
7. Martina BEE, Koraka P, Osterhaus ADME. Dengue virus pathogenesis : an
integrated view. Clin Microbiol Rev, 2009;22:564-81
8. Wahala WM, Silva AM. The human antibody response to dengue virus
infection. Viruses. 2011 ;3:2374-95.
9. Whitehorn J, Simmons CP. The pathogenesis of dengue. Vaccine.
2011;29:7221-8.
10. Gausche-Hill M, Buitenhuys C. Shock. Dalam: Fuchs S , Yamanto L editor.
APLS the Pediatric emergency medicine resources. Edisi ke 5. Burlington :
Jones & Bartlett Learning; 2012.h97-127

28

Anda mungkin juga menyukai