Pembimbing:
Disusun Oleh :
1161050071
FAKULTAS KEDOKTERAN
JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam dengue atau Dengue Fever dan Demam Berdarah Dengue atau
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai ruam , limfadenopati , leukopenia , trombositopenia serta
diatesis hemoragik.1,3
Perbedaan Demam Dengue dengan Demam Berdarah Dengue adalah
pada Demam Berdarah Dengue terjadi perembesan plasma (plasma leakage)
yang ditandai oleh hemokonsentrasi >20% [peningkatan hematokrit]. Sindrom
renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh syok.1,3
B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue , yang masuk
dalam genus Flavivirus , famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. Virus dengue menghasilkan satu rantai polipeptida berupa 3 protein
struktural (Capsid = C ; Pre-Membrane = prM dan Envelope = E) dan 7 protein
Non-Struktural (NS1, NS2A , NS2B , NS3 , NS4A , NS4B dan NS5). Protein NS1
merupakan satu-satunya protein nonstruktural yang dapat disekresikan oleh sel
pejamu mamalia tapi tidak oleh nyamuk , sehingga dapat ditemukan dalam darah
pejamu sebagai antigen NS1. Virus dengue dibagi menjadi 4 serotipe yaitu DEN-1
, DEN-2 , DEN-3 dan DEN-4 yang dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-
3 yang paling banyak.1,3,4
Virus dengue ditransmisikan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang telah terinfeksi virus dengue. Distribusi nyamuk Aedes aegypti ini
berada di negara yang memiliki daerah tropis dan subtropis. Nyamuk betina Aedes
aegypti menghabiskan waktu hidupnya di sekeliling rumah yang menjadikan
bahwa nyamuk Aedes aegypti ini merupakan hewan antropofilik (afinitas tinggi
untuk menggigit manusia) dan multiple-bite (dapat menggigit lebih dari satu
individu) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Nyamuk lainnya selain Aedes
2
aegypti adalah Aedes albopictus dan Aedes polynesiensis. Cara penularannya
adalah nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Lalu virus
yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari sebelum
dapat ditularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam
nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya , namun perannya dalam
penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di
dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama
hidupnya (inefektif). Di tubuh manusia , virus memerlukan waktu masa tunas 4-7
hari sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia yang sedang
mengalami viremia , yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam.3,4
C. Patogenesis
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi berlangsungnya hidup virus , virus harus bersaing dengan sel manusia
sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan protein. Persaingan
akan bergantung pada daya tahan tubuh pejamu , bila daya tahan tubuh pejamu
(host) baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi , namun bila daya
tahan tubuh rendah, maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan dapat
menyebabkan kematian.1,4,5,7
Terdapat dua teori yang banyak di anut pada DBD dan Sindrom Syok
Dengue , yaitu : Hipotesis Infeksi Sekunder (secondary heterologous infection)
dan Hipotesis Immune Enhancement. Hipotesisi ini menyatakan bahwa pasien
yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog memiliki risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD yang berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebeumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berkaitan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga
akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga
mengenai Antibodi Dependen Enhancement (ADE) , suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
3
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut , terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1,4,5,7
Ht Meningkat
Syok
Asidosis Anoksia
Meninggal
Gambar 2.1.Patogenesis terjadinya Syok pada DBD
Secondary Heterologous Dengue Infection
Penghancuran TrombositPengeluaran
oleh RES Platelet FaktorAktivasi
III
Faktor Hageman Anafilatoksin
Gambar 2.2.Patogenesis Perdarahan pada DBD
5
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = Koagulasi Intravaskular Deseminata) ditandai dengan peningkatan
FDP (Fibrinogen Degredation Product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.4,5,9
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue sangat luas dan dapat bersifat
asimtomatik(tak bergejala), demam tidak khas atau sulit dibedakan dengan infeksi
virus lain (viral syndrome) , demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD)
dan Expanded dengue syndrome.
Asimtomatik Simtomatik
6
Pada sindrom virus, aoabila bayi , anak-anak maupun dewasa sudah terkena
infeksi primer dari virus dengue , dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa
demam sederhana yang tidak khas , dan sulit dibedakan dengan infeksi virus lainnya.
Ruam makulopapular dapat menyertai demam atau pada saat penyembuhan. Gejala
gangguan pernapasan dan pencernaan sering ditemukan. Sindrom virus akan sembuh
sendiri (self limited) , namun dikhawatirkan apabila dikemudian hari terkena infeksi
yang kedua . Manifestasi klinis yang akan diderita lebih berat dibanding demam
dengue.4
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja maupun dewasa.
Setelah lewat masa inkubasi (4-6 hari dari rentang waktu 3-14 hari) akan
bermanifestasi klinis berupa demam , mialgia , sakit punggung , malaise , anoreksia
serta gangguan pengecap. Demam mendadak tinggi (39 O-40O C) , terus menerus
(kurva bifasik) biasanya berlangsung antara 2-7 hari. Pada hari ketiga sakit ,umunya
suhu tubuh menurun namun masih diatas normal , kemudian suhu naik tinggi
kembali , pola ini disebut dengan pola bifasik. Demam disertai mialgia , sakit
punggung , atralgia , muntah , fotofobia , dan nyeri retroorbital pada saat mata
digerakkan atau ditekan. Gejala lain seperti gangguan pencernaan (diare atau
konstipasi) , nyeri perut , sakit tenggorok dan depresi.4
Pada hari ketiga atau keempat ditemukan ruam makulopapular atau
rubeliformis , ruam ini segera berkurang sehingga sering luput dari perhatian. Pada
masa penyembuhan timbul ruam di kaki dan tangan berupa ruam makulopapular dan
petekie diselingi bercak-bercak putih, dapat disertai rasa gatal yang disebut dengan
ruam konvalesens. Pada pemeriksaan laboratoriumm , jumlah leukosit normal
kemudian terjadi leukopenia dengan jumlah PMN yang turun dan ini berlangsung
selama fase demam. Jumlah trombosit dapat normal atau menurun (100.000-
150.000/mm3) , jarang ditemukan jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3.
Peningkatan hematokrit >10% dapat terjadi dikarenakan dehidrasi karena pengaruh
demam yang tinggi , muntah ,atau karena asupan cairan kurang.4
Demam Berdarah Dengue bermanifestasi klinis berupa demam yang tinggi
(39O-40OC) , mendadak dan mengikuti pola bifasik serta berlangsung antara 2-7 hari.
Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue
seperti muka kemerahan , anoreksia , mialgia dan atralgia. Gejala lain yang dapat
timbul berupa mual , muntah dan nyeri di daerah epigastrik. Manifestasi perdarahan
7
dapat berupa petekie spontan di daerah ekstremitas maupun dengan uji torniquet yang
positif. Epistaksis dan perdarahan gusi dapat ditemukan , kadang dapat disertai
perdarahan ringan saluran cerna. Pada fase awal , didapatkan hepatomegali dengan
perbesaran bervariasi 2-4 cm bawah arkus kosta. Hepatomegali pada kasus demam
berdarah dengue tidak disertai dengan ikterus dan tidak berhubungan dengan derajat
penyakit .4
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi pleura,
apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites. Pemeriksaan rontgen
foto thoraks posisi lateral dekubitus kanan , efusi pleura terutama di hemithoraks
kanan merupakan temuan yang sering dijumpai. Pemeriksaan USG dapat digunakan
untuk menilai efusi pleura dan asites. Peningkatan nilai hematokrit 20% dan
penurunan kadar protein plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dL) merupakan
tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan berkurangnya
volume intravaskular yang akan menyebabkan syok hipovolemi atau SSD (sindrom
syok dengue).4
Pada fase demam , demam yang tinggi mendadak akan terjadi pada hari ke-1
dan ke-2 , setelah itu pada hari ke-3 demam akan turun namun tidak mencapai suhu
8
normal. Penurunan demam ini dapat disertai berkeringat dan perubahan laju nadi dan
tekanan darah , hal ini merupakan gangguan ringan sistem sirkulasi akibat kebocoran
plasma yang tidak berat. Pada kasus yang sedang hingga berat , akan terjadi
kebocoran plasma yang bermakna dan menyebabkan hipovolemi dan bila berat
menimbulkan syok.4
Pada fase kritis , terajadi pada saat demam turun , pada saat ini terjadi puncak
kebocoran plasma seingga pasien mengalami syok hipovolemi. Pada fase ini , harus
diketahui tanda dan gejala mendahului syok (warning sign). Warning signs umumnya
terjadi menjelang akhir fase demam , yaitu antara hari sakit ke 3 7. Muntah terus
menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan plasma yang
bertambah berat. Pasien tampak semakin lesu namun tetap sadar. Gejala tersebut
dapat menetap walaupun terjadi sudah terjadi syok. Lemah , pusing atau hipotensi
postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan spontan merupakan manifestasi
perdarahan penting. Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan
trombosit <100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit di atas 20% dan terjadi
leukopenia (5.000 sel/mm3. 4
Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah serta volume
nadi , oleh karena itu pengukuran hematokrit berkala sangat penting , apabila makin
meningkat berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan volume
intravaskular bertambah , sehingga penggantian cairan yang adekuat dapat mencegah
syok hipovolemi. Bila syok terjadi , mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi) , namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh
ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif.dan profound shock
yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ progresif , dan koagulasi
intravaskular diseminata. Pada pasien DBD baik yang disertai syok atau tidak dapat
terjadi keterlibatan organ yaitu hepatitis berat , ensefalitis , miokarditis dan atau
perdarahan hebat , yang dikenal sebagai expanded dengue syndrome.4
Pada fase penyembuhan , keadaan umum dan nafsu makan membaik , gejala
gastrointestinal mereda , status hemodinamik stabil dan diuresis menyusul kemudian.
Hematokrit kembali stabil , jumlah leukosit mulaimeningkat namun masih dalam
batas normal serta jumlah trombosit yang berangsur-angsur meningkat.4
9
E. Kriteria Diagnosis Klinis
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan
kriteria laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus , tata
laksana kasus , komplikasi dan prognosis pasien. Kriteria diagnosis laboratoris yaitu
kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang penting dalam pelaporan.3,4
10
Derajat II : Seperti derajat I , disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan
lain
Derjajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi , nadi cepat dan lambat , tekanan nadi
menurun (<20mmHg) atau hipotensi , sianosis dimulut , kulit dingin
dan lembab dan anak tampak gelisah
Derajat IV : Syok berat (profound shock) , nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur
11
Tanda-Tanda Syok Dekompensasi :4
1. Takikardia
2. Hipotensi (sistolik dan diastolik menurun)
3. Nadi cepat dan kecil
4. Pernapasan Kusmaull atau hiperpnoe
5. Sianosis
6. Kulit lembab dan dingin
7. Profound shok : Nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
F. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat
sangat penting dalam tata laksana klinis , surveilans , penelitian dan uji klinis vaksin.
Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue :1,4,5,8
1. Isolasi Virus
- Metode inokulasi pada nyamuk , kultur sel nyamuk atau pada sel mamalia
- Pemeriksaan yang rumit dan berada di laboratorium besar untuk penelitian
- Isolasi hanya untuk 6 hari pertama
2. Deteksi Asam Nukleat Virus
12
- Pemeriksaan RNA Virus (Asam Ribonukleat)
- Metode : RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction)
- Pemeriksaan hanya tersedia di laboratorium yang memiliki biologi molekuler
- Hasil positif (bila sediaan diambil pada enam hari pertama demam)
3. Deteksi Antigen Virus Dengue
- Pemeriksaan yang sering digunakan saat ini adalah pemeriksaan NS1 Antigen
virus Dengue (NS-1 dengue antigen) yaitu suatu glikoprotein yang diproduksi
oleh semua Flavivirus
- Dapat dideteksi sejak hari pertama dan kedua demam dan menurun setelah
hari pertama dan kedua demam.
Gambar 2.5. Kinetik NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG anti dengue pada
Infeksi Primer dan Sekunder
13
Pada pemeriksaan Serologi IgG dan IgM anti dengue dapat diperiksa apabila
perjalanan penyakit pasien lebih dari 2 hari pertawa timbul demam. Umumnya dapat
terdeteksi pada hari sakit kelima dan tidak terdeteksi lagi setelah sembilan puluh hari.
Pemeriksaan ini untuk menentukan pasien terinfeksi primer dari virus dengue , infeksi
sekunder dari virus lain , pernah terinfeksi maupun tidak ada infeksi. 1,4,5
3. Trombositopenia <100.000/uL
2. USG Abdomen
G. Diagnosis Banding
Dignosis Banding Demam Dengue : 3,4,5
- Infeksi Virus : Virus Chikungunya , campak , campak jerman , virus
influenza dan hepatitis A
- Infeksi Bakteri : Meningokokus , Leptospirosis , Demam Tifoid , Demam
Skarlet
14
- Infeksi Parasit : Malaria
H. Tatalaksana
Triase
Pada pasien yang datang dengan dugaan menderita infeksi virus Dengue ,
maka pasien harus dilakukan pemeriksaan skrining awal dengan cara menjalani
anamnesis secara dan pemeriksaan jasmani yang teliti serta pemeriksaan darah perifer
lengkap
u , nyeri kepala , mialgia , minimal
, atralgia kadar hemoglobin
, nyeri retroorbital , nilai
, manifestasi hematokrit
perdarahan , jumlah leukosit
(spontan/rumple leeddan
test) , leukosit <4
4,5,10
trombosit.
Pada pasiendengan gejala klinis demam tinggi terus menerus kurang dari 7
hari disertai nyeri kepala , nyeri retroorbital , mialgia , atralgia , ruam kulit ,
manifestasi perdarahan baik spontan maupun hasil uji Torniquette , jumlah leukosit
yang rendah (kurang dari 4.000/mm3) tanpa atau dengan penurunan jumlah trombosit
serta bila ada kasus dengue di lingkungan tempat tinggal atau sekolah, maka harus
dicurigai pasien tersebut menderita infeksi dengue. 4,5,10
omegali (nyeri tekan) , letargi , gelisah , akumulasi cairan, peningkatan hematokrit , demam turun tetapi keadaan anak
pensasi Manifestasi pasien yang terinfeksi virus dengue antara lain : Demam dengue ,
pati , perdarahan hebatdemam
sepertiberdarah
melena , dengue
hematemesis
, demam, hematokesia , hematuri
berdarah dengue , urinsyok
dengan berwarna gelap{hemoglobinuria}
atau expanded
ua/wali yang dapat diandalkan untuk merawat anak di rumah.
dengue syndrome. Oleh karena itu , pada pasien tersangka virus dengue harus diteliti
pasien mana yang dapat pengobatan rawat jalan dan pasien yang harus menjalani
rawat inap. Pada saat pasien mauk didiagnosis Demam dengue dapat diperlakukan
sebagai pasien rawat jalan, kecuali bila ditemukan komorbiditas seperti thalassemia ,
sindrom nefrotik , hipertensi , HIV-AIDS atau terdapat risiko tinggi seperti asma
bronkial dan obesitas atau apabila ditemukan indikasi sosial seperti rumah yang jauh ,
tidak ada orang tua atau pengasuh yang dapat membantu perawatan dirumah.
Demikian juga pasien demam dengue yang mengalami muntah persisten atau menolak
TIDAK YA
makan dan minum harus menjalani rawat inap. 4,5,10
Pasien demam dengue yang tidak memiliki komorbiditas dan indikasi sosial ,
diperlakukan sebagai pasien rawat jalan. Pasien diberi pengobatan secara simtomatik
berupa antipiretik seperti parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali yang dapat
diulang setiap 4-6 jam bila demam. Selain dengan menggunakan obat , upaya dalam
16
menurunkan demam dengan metode kompres dengan air hangat. Dianjurkan juga
untuk banyak minum air putih atau teh . 4,5,10
Pasien juga dianjurkan untuk kembali kontrol berobat setiap hari mengingat
tanda dan gejala DBD pada fase awal sangat menyerupai demam dengue. Dengan
melakukan kontrol setiap hari , maka dapat di ketahui pasien hanya menderita DD,
DD dengan penyulit atau DBD. Penatalaksanaan pasien di rumah harus disampaikan
secara jelas kepada orang tua atau yang merawat pasien dirumah. 4,5,10
Nasihat di rumah
Tata laksana yang tepat dan segera dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas DBD. Pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif , terapi suportif
berupa penggantian cairan yang merupakan pokok utama dalam tatalaksana DBD.
17
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang apabila cukup banyak maka akan
menimbulkan syok hipovolemik (sindrom syok dengue) dengan mortalitas yang
tinggi. Dengan demikian penggantian cairan ditujukan untuk mencegah timbulnya
syok. Namun , hal yang masih dipertanyakan adalah waktu terjadinya perembesan
plasma dan pemeriksaan yang dapat dipakai sebagai indikator terjadinya perembesan
plasma. Perembesan plasma terutama terjadi saat suhu tubuh turun (time of fever
defervescence). Pemeriksaan nilai hematokrit merupakan indikator yang sensitif
untuk mendeteksi derajat perembesan plasma, sehingga jumlah cairan yang diberikan
harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan hematokrit. Kebocoran plasma pada
pasien DBD hanya bersifat sementara . 4,5,10
Penggantian Cairan
Jenis Cairan
Jumlah Cairan
1. Volume cairan disesuaikan dengan berat badan , kondisi klinis dan temuan
laboratorium
2. Penghitungan cairan sebaiknya berdasarkan berat badan ideal (apabila pasien
obesitas)
3. Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma >20% jumlah
cairan yang diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan (maintenance)
ditambah dengan perkiraan defisit cairan 5%.
18
[mL]
5 500 750
10 1.000 1.500
15 1.250 2.000
20 1.500 2.500
25 1.600 2.850
30 1.700 3.200
Rumatan 1,5
Rumatan 3
Rumatan + Defisit 5% 5
Rumatan + Defisit 7% 7
Antipiretik
Nutrisi
Apabila pasien masih bisa minum , dianjurkan untuk minum yang cukup ,
terutama minum cairan yang mengandung elektrolit. 4,5,10
Pemantauan : 4,5,10
19
1. Pantau keadaan umum pasien , nafsu makan , muntah , perdarahan , dan
warning sign
2. Perfusi perifer , harus sering diulang untuk mendeteksi awal gejala syok
3. Tanda-tanda vital : Suhu , frekuensi nadi , frekuensi napas , dan tekanan darah
harus dilakukan setiap 2-4 jam sekali
4. Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi atau pemberian
cairan intravena [dilakukan setiap 4-6 jam sekali]
5. Volume urin perlu ditampung minimal 8-12 jam
6. Diupayakan jumlah urin 1,0 mL/kgBB/jam [BB diukur dari berat badan
ideal]
7. Pada pasien dengan risiko tinggi [obesitas , bayi , ibu hamil dan komorbid
(DM , hipertensi , thalassemia , sindrom nefrotik , dan lain-lain) diperlukan
pemeriksaan laboratorium atas indikasi
8. Pantau : Darah perifer lengkap , kadar gula darah , uji fungsi hati , dan sistem
koagulasi sesuai indikasi.
9. Apabila diperlukan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi adanya efusi
pleura , pemeriksaan yang diminta adalah foto radiologi dada dengan posisi
lateral kanan dekubitus [RLD]
10. Pemeriksaan golonga darah
11. Pemeriksaan lain atas indikasi : seperti Ultrasonografi abdomen serta EKG
Prinsip utama tata laksana SSD adalah pemberian cairan yang cepat dalam
jumlah yang adekuat. Serta evaluasi serta penanganan faktor ko-morbid dan penyulit
(hipoglikemi , gangguan asam basa dan gangguan elektrolit).
20
2. Berikan resusitasi cairan kristaloid isotonik [jumlah cairan 10-20 mL/kgB
dalam waktu 1 jam]
3. Bila syok teratasi berikan cairan dengan dosis 10 mL/kgBB/jam selama 1-2
jam
4. Bila keadaan sirkulasi tetap stabil jumlah cairan dikurangi secara bertahap
menjadi 7,5 , 5 , 3, 1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam
setelah resusitasi , cairan intravena sudah tidak diperlukan. Pertimbangkan
untuk mengurangi jumlah cairan intravena bila masukan cairan melalui oral
makin membaik
5. Bila syok tidak teratasi Periksa AGD , Hematokrit , Kalsium dan Gula
darah untuk menilai kemungkinan adanya Asidosis , Bleeding (perdarahan) ,
Calcium , Sugar (gula darah) yang memperberat syok hipovolemik. Apabila
salah satu atau beberapa kelainan tersebut ditemukan , segera lakukan koreksi.
IVFD 10 mL/kgBB [1-2 jam] Periksa A-B-C-S : AGD , Ht , Kalsium , Glukosa darah dan perda
Koreksi bila ditemukan asidosis , hipoglikemia , hipokalsemia
TTV STABIL
Turunkan IVFD bertahap 7 , 5 , 3 ,dan 1,5 mL/kgBB/jam
Ht Meningkat Ht menurun
Stop IVFD Bolus kedua kristaloid 10 20 mL/kgBB dalam waktu 10-20 menit
Perdarahan
Maksimal 48 jam setelah syok teratasi
Transfusi darah
Ht Meningkat Ht menurun
Stop IVFD Bolus kedua kristaloid 10 20 mL/kgBB dalam waktu 10-20 menit
Perdarahan
Maksimal 48 jam setelah syok teratasi
Transfusi darah
23
Tata laksana Expanded Dengue Syndrome : 4,5,10
I. Komplikasi
1. Ensefalopati Dengue
Komplikasi demam dengue yang berkepanjangan dengan perdarahan , tetapi
dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik
seperti hipoksemia , hiponatremia , atauperdarahan dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati.
Pada ensefalopati dengue , kesadaran pasien menurun menjadi apatil atau
somnolen , dapat disertai kejang , dan dapat terjadi pada DBD/SSD.
2. Penyakit Ginjal Akut
24
Penyakit ginjal akut terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan
mudah dikerjakan , untuk mengetahui syok telah teratasi. Diuresis diusahakan
>1mL/kgBB/jam.
3. Udem Paru
Komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang
berlebihan (overload).Pasien akan mengalami distres pernapasan , disertai
dengan udem palpebra dan ditunjang dengan rontgen thoraks fot dada. 4,5,10
J. Prognosis
Prognosis pada pasien yang terinfeksi virus dengue bergantung dari cepatnya
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan . Penegakan diagnosis yang cepat dan
tepat mengurangi risiko pasien mengarah ke kondisi perdarahan yang masif yang
menyebabkan syok dan berakibat meninggal dunia. 4,5,10
K. Pencegahan
penampungan air yang tak terpakai , dan memantau jentik nyamuk seminggu
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik dan simtomatik. Pada infeksi
yaitu Demam Dengue , Demam Berdarah Dengue tanpa syok maupun dengan
syok dan Expanded Dengue Syndrome. Virus Dengue memiliki 4 serotipe yaitu
adalah DEN-3. Virus ini ditransmisikan oleh nyamuk betina jenis Aedes aegypti
ciri demam yang mendadak tinggi , suhu 39 O-40O C , dan bersifat bifasik. Gejala
lain yang khas pada infeksi virus dengue adalah mialgia , atralgia dan nyeri
menjadi ciri khas adalah adanya tanda demam dengue disertai terjadinya plasma
26
leakage yang dapat diperiksa dari pemeriksaan fisik yaitu adanya perdarahan
mengetahui infeksi virus dengue. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari-1 dan ke-2
saja. Apabila sudah mencapai hari ke-3 pasien diperiksa IgM dan IgG anti dengue
agar dapat menentukan pasien mengalami infeksi primer virus dengue atau infeksi
sekunder dari virus lain atau pernah terinfeksi virus dengue atau tidak ada infeksi
virus dengue.
Tatalaksana pada pasien Demam Berdarah Dengue berdasarkan derajat DBD
yang diderita pasien . Pada prinsip tatalaksananya adalah pemberian cairan agar
adalah terjadinya syok dekompensasi yang ditandai dengan akral yang dingin dan
nadi tidak teraba serta keadaan ensefalopati dengue. Prognosis pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Soedarmo SS, Garna H , Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2015.
2. Yudianto , Budijanto D ,Hardhana B , Soenardi AT. Buku Katalog Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2015.
3. World Health Organization. Dengue : Guidelines for Diagnosis , Treatment ,
Prevention and Control.New Edition. Geneve : WHO. 2009.
4. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan Tata
Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta . 2014
5. Hadinegoro SR,dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Departemen Kesehatan. Jakarta . 2004
6. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and
control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and Expanded
edition. New Delhi : WHO , Regional Office for South-East Asia ; 2011
7. Martina BEE, Koraka P, Osterhaus ADME. Dengue virus pathogenesis : an
integrated view. Clin Microbiol Rev, 2009;22:564-81
8. Wahala WM, Silva AM. The human antibody response to dengue virus
infection. Viruses. 2011 ;3:2374-95.
9. Whitehorn J, Simmons CP. The pathogenesis of dengue. Vaccine.
2011;29:7221-8.
10. Gausche-Hill M, Buitenhuys C. Shock. Dalam: Fuchs S , Yamanto L editor.
APLS the Pediatric emergency medicine resources. Edisi ke 5. Burlington :
Jones & Bartlett Learning; 2012.h97-127
28