TINJAUAN PUSTAKA
Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai
fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya
dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum
dan erat hubungannya dengan ren sinistra.
Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri
sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior. Colon sigmoideum
mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperi toneal, dan terletak didalam fossa
iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca
sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya didalam lumen,
bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis,
bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal
lagi.
Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding mediodorsal pada
aditus pelvis di sebelah depan os sacrum.
Arterialisasi didapat dari cabangcabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis
superior cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya
anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan
inferior, dari ketiga vena ini yang bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica
inferior hanya vena haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca
interna.
Jadi terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral
(vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada
penyakit hepar sehingga mengganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai
radix yang berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan
percabangan arteri iliaca communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-
kaki huruf V ini terdapat reccessus intersigmoideus.
2.2 Fisiologi USUS BESAR
2.2.1 Pertukaran air dan elektrolit
Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebnyak 90 %
kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium diabsorpsi secara aktif
melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari.
Air diserap secara pasif mengikuti dengan natrium melalui perbedaan osmotik.
Kalium secara aktif disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida
diabsoprsi secara aktif melalui pertukaran klorida-bikarbonat. Degradasi bakteri dari protein
dan urea menghasilkan amonia.
Amonia adalah substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke hati. Absorpsi
amonia ini tergantung daro pH intraluminal. Penggunaan antibiotik akan menyebabkan
penurunan bakteri usus dan penuran pH intraluminal yang akan menyebabkan penurunan
absorpsi amonia.
3. DEFINISI KANKER KOLON
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar adalah
suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu).
4.Etiologi
Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan :
Kasus sporadik
Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh keganasan
kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat diidentifikasi, namun kekerabatan
tingkat pertama dari pasien kanker kolorektal memiliki peningkatan resiko 3-9 x untuk dapat
terkena kanker.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak jenuh
meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan resiko ini untuk
individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa
orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.
5. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai urutan ke-4 di
dunia dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan
perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk.
Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh pasien
kanker di Amerika Serikat. Kanker usus besar adalah penyebab paling umum ketiga kematian
kanker pada wanita (setelah kanker paru-paru dan payudara) dan penyebab yang paling
umum ketiga kematian kanker pada laki-laki (setelah kanker paru-paru dan prostat).
5. PATOFISIOLOGI
Penyebab dari kanker kolorektal masih terus diselidiki. Mutasi dapat menyebabkan
aktivasi dari onkogen (k-ras) dan atau inaktivasi dari gen supresi tumor ( APC, DCC deleted
in colorectal carcinoma, p53). Karsinoma kolorektal merupakan perkembangan dari polip
adenomatosa dengan akumulasi dari mutasi ini.
Hiperventilasi
2. Konsentrasi, dan
3. Komposisi.
Ketiga macam gangguan tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang
lainnya sehingga dapat terjadi bersamaan. Namun demikian, dapat juga terjadi secara terpisah
atau sendiri yang dapat member gejala-gejala tersendiri pula. Yang paling sering dijumpai
dalam klinik adalah gangguan volume.
1. Perubahan Volume
Defisit Volume
Pada keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan
pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat, lebih
dapat ditoleransi sampai defisit volume cairan ekstraseluler yang berat.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium
menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (.150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering
terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10%
dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama
dalam kompartemen intravascular maupun kompartemen ekstravaskular(3).
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Sedangkan
dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih sedikit dari darah(3).
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka dehidrasi dapat
dibagi atas :
1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)
o Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] K serum yang diukur)
x 0,25 x BB (kg)
o Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] Cl serum yang
diukur) x 0,45 x BB (kg)
3. Perubahan komposisi
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi osmolaritas
cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan konsentrasi K dalam darah dari 4
mEq menjadi 8 mEq, tidak akan mempengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler tetapi sudah
cukup mengganggu otot jantung(6).
Demikian pula halnya dengan gangguan ion kalsium, dimana pada keadaan
hipokalsemia kadar Ca kurang dari 8 mEq, sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum
banyak menimbulkan perubahan osmolaritas(1).
Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit
Gangguan keseimbangan air dan elektrolit dapat terjadi karena:
Gastroenteritis, demam tinggi ( DHF, difteri, tifoid )
Dehidrasi hipotonik
Dehidrasi hipertonik
Dehidrasi isotonik
Sedangkan menurut derajat beratnya dehidrasi yang didasarkan pada tanda interstitial dan
tanda intravaskuler yaitu ;
Dehidrasi ringan ( defisit 4% dari BB)
Mata cekung
Ubun-ubun cekung
Vena-vena kolaps
Oliguri
Syok ( renjatan)
Dehidrasi hipotonik ( hiponatremik )
Pada anak yang diare yang banyak minum air atau cairan hipotonik atau diberi infus glukosa
5% (4):
Kadar natrium rendah ( <130 mEq/L)
Haus, irritable
Resusitasi cairan
Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga seringkali dapat
menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk ekspansicepat dari cairan intravaskuler
dan memperbaiki perfusi jaringan.
Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan nutrisi yang diperlukan oleh
tubuh
Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :
Gambar 12 Terapi
Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk :
Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL, dan feses
Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil
Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan didasarkan pada :
Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan drainase
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan untuk menghitung
berapa besarnya cairan yang hilang tersebut :
Refraktometer
Defisit cairan : BD plasma 1,025 x BB x 4 ml
Ket. BD plasma = 0,001
Dari serum Na+
Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium 1 )
Ket. Plasma Na = 140
Dari Hct
Defisit plasma (ml) = vol.darah normal (vol.darah normal x nilai Hct awal )
Hct terukur
Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa kriteria klinis
seperti pada tabel di bawah ini ;
Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid merupakan
larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam air. Larutan ini ada
yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan
antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun kerugian dari cairan
kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya terbatas untuk tetap berada
dalam ruang intravaskular(5).
Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan ringer
laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular. Karena
perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar
ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk
resusitasi defisit cairan di ruang intersisial.
Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan jumlah
besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya peningkatan produksi
bikarbonat akibat metabolisme laktat(7).
Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang rendah
atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi
dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain hiperomolalitas-hiperglikemik,
diuresis osmotik, dan asidosis serebral.
Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama dalam ruang intravaskuler(5).
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien daripada
kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit
cairan dari pada larutan kristaloid(6).
Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian
tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Koloid adalah cairan yang mengandung partikel
onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian
besar akan menetap dalam ruang intravaskular(5).
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular, namun
koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan menarik pula
cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab
mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia. Albumin
dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam untuk meminimalisir resiko
transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus imunodefisiensi. Waktu paruh albumin
dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2
jam setelah pemberian.
Dekstran
Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari sukrose
oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim dekstran sukrose.
Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang kemudian dilengketkan oleh hidrolisis asam dan
dipisahkan dengan fraksionasi etanol berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan
kisaran BM yang relatif sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam dekstran 70
(BM 70.000) dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau
Ringer laktat(8).
Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis
tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam. Pemakaian
dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya dibatasi sampai 1 liter (1,5
gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal. Batas dosis dekstran yaitu 20
ml/kgBB/hari(8).
Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan ke dalam urine dalam
24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan lewat usus atau dimakan oleh sel-sel
sistem retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L dapat mengganggu hemostasis.
Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor VIII merupakan alasan timbulnya
perdarahan yang meningkat.
Reaksi alergi terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid
mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik
karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal akut.
Gelatin
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum dipasaran
adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan pelarut NaCL isotonik.
Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel ) dengan pelarut NaCL isotonik dengan
Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L(8).
Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada koloid
yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang mengancam
nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan histamine yang mungkin sebagai
akibat efek langsung gelatin pada sel mast(8).
Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan termasuk
ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat ginjal dalam
urin, sementara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecil
dieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka
tidak ada pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya efek
dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada
pasien yang menjalani hemodialisis(8).
Sedangkan kontra indikasi adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal
(kreatinin serum >2 mg/dL dan >177 mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali
kedaruratan yang mengancam nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.
Bila problema sirkulasi utama pada syok adalah hipovolemia, maka terapi hendaknya
ditujukan untuk restorasi volume darah dengan cairan resusitasi ideal. Cairan ideal adalah
yang dapat membawa O2. Larutan koloid yang ada terbatas karena ketidak mampuan
membawa O2. Darah lengkap marupakan ekspander volume fisiologis dan komplit, namun
terbatas masa simpan yang tidak lama, fluktuasi dalam penyimpanannya, risiko kontaminasi
viral, reaksi alergi dan mahal(7).
Biarpun larutan koloid tidak dapat membawa O2, namun sangat bermanfaat karena
mudah tersedia dan risiko infeksi relatif rendah. resusitasi hemodinamik lebih cepat
dilaksanakan dengan koloid karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskular dengan
lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari
pembuluh darah dan hanya bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Larutan
kristaloid juga mengencerkan protein plasma sehingga TOK menurun, yang memungkinkan
filtrasi cairan ke interstisiel. Resusitasi cairan kristaloid dapat pula berakibat pemberian
garam dan air yang berlebihan dengan konsekuensi edema interstitial. Pada kasus perdarahan
yang cukup banyak, tetapi yang tidak memerlukan transfusi, dapat dipakai koloid dengan
waktu paruh yang lama misalnya : Haes steril 6 %.
Bila pasien memerlukan transfusi, selama menunggu darah, kita dapat memberi
koloid dengan BM sekitar 40.000 misalnya : Expafusin, Plasmafusin, Haemaccel, Gelafundin
atau Dextran L. Dengan begitu, manakala darah siap untuk ditransfusikan sekitar 2 -3 jam
kemudian, kita dapat melakukannya langsung, tanpa khawatir terjadi kelebihan cairan dalam
ruang intravaskular(7).
Berikut ini tabel beberapa jenis cairan kristaloid dan kandungan masing- masing :
Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk suatu kehilangan cairan
yaitu ;
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, A. Kompartemen Cairan Tubuh: Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler. Dalam: Buku
ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC; 1997. hal 375-7.
2. Latief, AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi : Terapi Cairan Pada Pembedahan. Edisi
Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI. 2002.
4. Graber, MA. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Edisi 2. Jakarta: Farmedia. 2003.
5. Aitkenhead, Alan R, et al. Textbook of Anaethesia. Fifth Edition. United Kingdom : Churchill
Livingstone. 2007.
6. Stoelting, Robert K, and Ronald D. miller. Basics of Anesthesia. Fifth edition. California :
Churchill Livingstone. 2007.
7. Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic Principles and
Clinical Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone. 2004.
8. Morgan, GE, et al. Clinical Aneshesiology : Fluid Management and Transfusion. Third
Edition. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2002.