TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Defenisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah
bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal (Smith,
perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital,
antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,
tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL
(Saifuddin, 2002).
1. Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum
hemorrhage). Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam
hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada
masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III (Angsar,
1999).
2.1.2. Penyebab
3
Kejadian perdarahan postpartum ini di sebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Atonia uteri
all., 2008).
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari
volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada
kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang
tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan
Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum (Smith, 2004).
4
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri
lembek.
Bekuan darah pada serviks
Perdarahan segera setelah anak atau posisi telentang akan
lahir menghambat aliran darah
keluar
Darah segar mengalir segera Pucat Robekan jalan lahir
setelah bayi lahir
Lemah
Uterus berkontraksi dan keras
Menggigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
menit traksi berlebihan
Perdarahan sekunder
2.1.4. Diagnosis
5
Karena pengertian dari Perdarahan postpartum itu kehilangan darah lebih dari
500 mL, maka di perlukan pengukuran jumlah darah yang hilang ketika persalinan.
Tetapi hal ini tidaklah akurat dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :
Beberapa mL darah masih berada didalam uterus tetapi diluar pembuluh darah
Urin
Cairan amnion
kehilangan darah yang sebenarnya, jadi penatalaksanaan akibat kehilangan darah yang
terjadi pada kasus perdarahan postpartum ini lebih sedikit dibandingkan pada saat
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta belum lahir
biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah plasenta lahir,
biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat diketahui dengan palpasi
uterus ; fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus lembek, kontraksi uterus tidak baik. Sisa
plasenta yang tertinggal dalam kavum uteri dapat diketahui dengan memeriksa plasenta
yang lahir apakah lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteri terhadap sisa
6
Eksplorasi kavum uteri dapat juga berguna untuk mengetahui apakah ada
robekan rahim. Laserasi (robekan) serviks dan vagina dapat diketahui dengan
laboratorium antara lain pemeriksaan Hb, COT (Clot Observation Test), kadar
a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal.
waktu pembekuan.
b) Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta
(Smith, 2004).
7
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
(Komite, 2000).
2.1.6. Penatalaksanaan
yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok
hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post
a) Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu
dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post
partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal
salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS
merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan
kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya
8
asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum.
Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang
dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah
partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup
dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan
efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik
dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan
b) Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-
tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat. PRC digunakan dengan
9
komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Para klinisi harus
memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan jumlah produk darah
pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC
bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat
menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan kembar, polihidramnion, atau anak
terlalu besar.
Kehamilan grande-multipara.
Ibu dengan keadaan yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
10
2.2.1. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan
masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih
setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek, perlu diperhatikan bahwa pada
saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500
2.2.2. Penanganan
Pemberian oksitosin secara i.m., i.v. akan mencegah bnyak kasus atonia uteri
Perlu diperhatikan bahwa pemberian derivat ergot ini tidak dianjurkan secara
febris, takikardia.
c) Resusitasi cairan agar tidak terjadi syok hipovolemik akibat darah yang banyak
keluar.
11
e) Kompresi aorta abdominalis.
f) Pemasangan tampon kondom dalam kavum uteri yang disambung dengan kateter
dan di fiksasi dengan karet gelang kemudian diisi cairan infuse 200 ml yang
g) Bedah konservatif dengan cara ligasi arteria uterina / arteria ovarika dan operasi
ransel B Lynch.
2.3.1. Definisi
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta melebihi waktu setengah jam
setelah bayi lahir (Manuaba, 2008). Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta
didalam uterus selama lebih dari satu jam setelah bayi lahir (Jones, 2001).
2.3.2. Etiologi
a) Kelainan uterus
1) Kelainan kontraksi
12
2) Uterus bicornus dan subseptus
Kelainan uterus ini, dapat menyebabkan retensio plasenta karena bentuk uterus
yang tidak sempurna. Pada keadaan ini miometrium tidak berfungsi dengan baik,
b) Kelainan plasenta
1) Plasenta akreta
Vili korialis plasenta menanamkan diri lebih dalam ke dinding rahim tetapi belum
menembus serosa.
2) Plasenta inkreta
Vili korialis tumbuh lebih dalam dan menembus lapisan desidua sampai ke
miometrium.
3) Plasenta perkreta
Vili korialis menembus lapisan miometrium dan menembus lapisan serosa atau
13
c) Kesalahan manajemen aktif Kala III
d) Penyebab lain
Persalinan preterm
Hal ini terjadi bila persalinan preterm dilakukan atas indikasi medis bukan
Kontraksi uterus akan mengurangi area plasenta, karena uterus bertambah kecil
bagian plasenta menjadi longgar dan lemah pada dinding uterus, bagian ini akan
Namun, terkadang ada sebagian kecil plasenta yang masih melekat pada dinding
uterus. Proses pelepasan plasenta terjadi setahap demi setahap, dengan adanya
plasenta. Bila pelepasan sudah lengkap, maka kontraksi uterus akan mendorong
plasenta yang sudah lepas ke segmen bawah rahim untuk segera dilahirkan.
14
Kala III normal dibagi ke dalam 4 fase yaitu:
a. Fase laten
Fase laten ditandai dengan menebalnya dinding uterus yang bebas dari tempat
tipis.
b. Fase kontraksi
kemudian lepas dari dinding uterus. Terpisahnya plasenta disebablan oleh kekuatan
antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat implantasi
1) Secara Schultze
2) Secara Duncan
15
d. Fase pengeluaran
Fase pengeluaran merupakan fase dimana plasenta bergerak turun, daerah tempat
pemisahan plasenta tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus Setelah bayi lahir dan sebelum
fundus biasanya turun hingga di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus berada di atas
pusat.
2. Tali pusat memanjang Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur
darah yang tibatiba menandakan bahwa darah yang terkumpul diantara tempat
Indonesia, 2004).
16
2.3.4. Diagnosis
b) Perdarahan pascapersalinan
b) Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta, apabila perdarahan yang terjadi
c) Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit setelah bayi lahir, ulangi penataksanaan
aktif Kala III dengan memberikan oksitosin 10 IU IM dan teruskan penegangan tali
menit atau lebih, jika plasenta masih belum lahir lakukan penegangan tali pusat
plasenta belum juga lahir, segera rujuk ke rumah sakit bila ibu tidak mengalami
perdarahan hebat.
d) Bila terjadi perdarahan hebat, maka plasenta harus dilahirkan secara manual (IBI,
2003).
17
2.3.6. Prosedur manual plasenta
a) Infus sudah terpasang sebelum tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien
b) Informed consent kepada pasien atau keluarga pasien sebelum melakukan tindakan
c) Siapkan alat, siapkan diri penolong dan siapkan pasien pada posisi litotomi
Mencuci tangan sampai ke siku dengan sabun, air bersih yang mengalir dan
sendiri.
Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegangkan tali pusat sejajar dengan
lantai.
Secara obsetrik masukkan satu tangan (ujung-ujung jari tangan saling merapat
Buka tangan obstetrik menjadi seperti salam (ibu jari merapat ke pangkal jari
telunjuk).
18
f) Melepaskan plasenta dari dinding uterus
a) Bila berada di belakang, tali pusat tetap berada di atas. Bila di bagian
uterus.
c) Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (punggung tangan
pada dinding kavum uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan
kanan.
g) Mengeluarkan plasenta
Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat
plasenta dikeluarkan.
19
Lakukan eksplorasi ulang untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang
Bila tidak yakin plasenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak
terkendali, maka rujuk ibu ke rumah sakit dengan segera (Ikatan Bidan
Indonesia, 2003).
i) Perawatan pascatindakan
Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan bila masih diperlukan.
Beri tahu ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai dilakukan tetapi
20
2.4. Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir umumnya terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan memudahkan robekan jalan lahir,
maka karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum
lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomy, robekan spontan perineum, trauma
Luka episiotomy,
Ruptura uteri.
Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya dikarenakan ada robekan
atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara inspeksi pada vulva, vagina, dan
serviks dengan memakai speculum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna
darah yang merah segar dan pulsatif sesuai dengan denyut nadi.
Perdarahan karena ruptura uteri dapat diduga pada persalinan macet atau kasep, atau
uterus dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas
21
intraabdominal (Karkata, 2009). Laserasi yang berdarah diperbaiki dengan benang kromik 00
atau 000. Visualisasi yang adekuat penting, dan serorang asisten sering diperlukan untuk
Laserasi serviks diperbaiki dengan merenggut mulut serviks yang berdekatan dengan
laserasi dengan menggunakan forsep cincin. Jahitan berurutan dengan chromic 00 atau 000
dilakukan melalui bagian yang paling mudah dari robekan serviks. Traksi pada jahitan
tersebut dapat membantu dalam menarik apeks laserasi kebawah. Pembuluh-pembuluh yang
Jahitan yang paling penting adalah pada apeks laserasi, di mana diperlukan perhatian
yang vermat untuk memastikan bahwa pembuluh-pembuluh yang mengalami retraksi tidak
terus berdarah. Jahitan terputus atau kontinu dapat dipakai, tergantung pada luasnya
perdarahan, tempat perdarahan yang terlihat dan keinginan operator (Taber, 1994)
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah inverse
uterus yang merupakan keadaan di mana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan
keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit (Karkata,
2009). Inversi inkompit dimana fundus uteri tidak terbalik di luar servis. Inverse komplit
Tekanan fundus,
22
Traksi tali pusat,
Tekanan abdomen yang meningkat secara tiba-tiba dan berkaitan dengan atonia uteri
(Taber, 2010).
Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat.
Bila baru terjadi maka prognosis masih baik, bila kejadiannya cukup lama mengakibatkan
uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi dikarenakan jepitan dari serviks yang
semakin mengecil. Tindakan yang dilakukan secara garis besar sebagai berikut :
1) Memanggil bantuan anastesi dan memasang infuse untuk cairan/darah pengganti dan
pemberian obat.
vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi
normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.
3) Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari
rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infuse atau i.m. tangan tetap
23
dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru
dilepaskan.
5) Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan
maneuver di atas tidak bias dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi dan
kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan
Kausal perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila
penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal
yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan da tendensi mudah terjadi perdarahan setiap
dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam
kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan
heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid) (Karkata, 2009)
24
2.7. Pencegahan
Pencegahan atau antisipasi dari perdarahan postpartum dapat dilakukan secara berikut :
1) Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien
hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, riwayat perdarahan postpartum sebelumnya dan
3) Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan pertus lama.
5) Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari
persalinan dukun.
25