Anda di halaman 1dari 34

PENDAHULUAN

Sindrom Ramsay Hunt didefinisikan sebagai neuropati perifer wajah


akut dikaitkan dengan ruam vesikuler eritematosa dari kulit saluran telinga,
daun telinga (juga disebut herpes zoster oticus), dan atau selaput lendir
orofaring. Sindrom ini juga dikenal sebagai neuralgia genikulata atau
neuralgia nervus intermedius. Sindrom Ramsay Hunt juga dapat terjadi
tanpa adanya ruam kulit, kondisi ini disebut zostersineherpete(Marivalle,
2014).
Sindrom Ramsay Hunt pertama kali dijelaskan pada 1907 oleh James
Ramsay Hunt pada pasien yang otalgia dikaitkan dengan ruam pada kulit
dan mukosa, yang dianggap berasal dari infeksi ganglion geniculata oleh
human herpes virus 3 (yaitu virus varisela zoster [VZV]). Sindrom ini
merupakan salah satu komplikasi dari Herpes zoster. Herpes zoster
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang
menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster ini merupakan reaktivasi virus
yang terjadi setelah infeksi primer. Virus varisela zoster menetap secara
laten di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kranialis yang
kemudian menyebar sepanjang syaraf sensorik ke tiap dermatomnya
(Marivalle, 2014).
Sindrom Ramsay Hunt merupakan salah satu komplikasi yang jarang
dari infeksi VZV. Sindrom ini mungkin terjadi tanpa adanya ruam pada
kulit, namun polymerase chain reaction (PCR) dapat mendeteksi virus ini
pada air mata penderita yang di diagnosis dengan Bells Palsy. Sindrom
Ramsay Hunt merupakan penyebab dari 16% kelumpuhan wajah unilateral
pada anak-anak dan 18% pada orang dewasa. Penyakit ini jarang terjadi
pada anak usia kurang dari 6 tahun. Sebanyak 20% Bells Palsy diduga
disebabkan oleh sindrom ini. Prognosis dari penyakit ini umumnya baik,
sayangnya hanya kurang dari 50% pasien yang mengalami kesembuhan total
bila sudah terjadi parase nervus fasialis (Juanda, Hamzah, & Aisah, 2010;
Marivalle, 2014).

1
Berdasarkan lokasinya herpes zoster dibagi menjadi herpes zoster
oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis. Herpes zoster
fasialis menyerang daerah distribusi nervus fasialis yang ditandai dengan
erupsi herpetik unilateral pada kulit. Sebelum timbul gejala kulit terdapat
gejala prodromal baik sistemik (demam, pusing, malaise), maupun gejala
prodromal lokal (nyeri otot,nyeri tulang, gatal, pegal dan sebagainya) serta
nyeri dan parestesi pada dermatom yang terserang virus tanpa adanya
kelainan kulit yang berlangsung kurang lebih selama 7 hari. Setelah itu
timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini
berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu),
dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah
dan disebut herpes zoster hemoragik. Disamping gejala kulit dapat juga
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional (Siregar, 2004).
Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menegakkan
diagnosis dan dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck,
dimana akan ditemukan sel datia berinti banyak. Selain itu dapat pula
dilakukan pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan
mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi
ditemukan serbukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut
saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan
inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop
elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara
imunofluoresensi (Siregar, 2004; Juanda, Hamzah, & Aisah, 2010;
Marivalle, 2014).
Pengobatan pada sindrom ramsay hunt diberikan untuk mengatasi
infeksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster, mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik, dan mencegah
terjadinya paralisis nervus fasialis. Obat yang dapat digunakan adalah
asiklovir dan modifikasinya, yaitu valasiklovir dan famsiklovir. Valasiklovir
dan famsiklovir diberikan dengan dosis yang lebih sedikit karena

2
konsentrasinya tinggi dalam plasma darah dibandingkan dengan asiklovir.
Pemberian kortikosteroid merupakan salah satu obat yang diindikasikan
untuk sindrom ramsay hunt. Kortikosteroid dapat diberikan selama satu
minggu kemudian dosis diturunkan bertahap. Selain itu pasien juga
diberikan obat-obat simptomatik untuk mengurangi keluhan yang dirasakan.
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel
agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila sudah terdapat erosi maka perlu
dilakukan kompres terbuka dan bila terdapat ulserasi maka perlu diberikan
salep antibiotik (Juanda, Hamzah, & Aisah, 2010; Marivalle, 2014).

3
KASUS

I. IDENTITAS
1. Nama : Tn.H
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Usia : 62 tahun
4. Alamat : Jalan Pinang Dalam, Kutim
5. Status Menikah : Menikah
6. Agama : Islam
7. Pekerjaan : Petani
8. Pendidikan : SD
9. No. Rekam Medis : 116816

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
diRuang Nilam RSUD Kudungga pada tanggal 23 Agustus 2016.
Keluhan Utama
Wajah perot sejak 1 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Bengkak dan nyeri pada daun telinga kanan, keluar cairan kental
berwarna kuning keruh, tidak berbau,, Demam (+), Mual (+), Muntah
(+), Sulit menelan (+), Sulit mengecap rasa (+).
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 23 Agustus 2016 pukul 14.10
WITA. Pasien datang dengan keluhan wajah perot sejak 1 hari yang
lalu. Awalnya, pasien mengeluhkan bengkak pada daun telinga kanan
dan demam sejak 6 hari yang lalu. Menurut pasien bengkak pada
telinga disebabkan oleh gigitan hewan saat bekerja di ladang namun
pasien tidak mengetahui jelas jenis hewannya. Selain bengkak, pasien
juga mengeluhkan lepuh dan nyeri pada liang telinga kanan yang
disertai keluarnya cairan kental berwarna kuning keruh sejak 3 hari

4
yang lalu, , mual muntah dan sulit menelan serta mengecap rasa
makanan. Pendengaran diakui pasien tidak mengalami gangguan, 1
hari yang lalu keluhan dirasakan memberat sehingga pasien dibawa ke
RSUD Kudungga.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (-), Asma (-), Ginjal (-), Alergi obat (-), riwayat
cacar tidak diketahui jelas.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Diabetes keluarga tidak diketahui, Hipertensi (-), Asma (-)
Riwayat Kebiasaan dan Sosial
Pasien jarang berolahraga dan tidak mengontrol pola makannya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2016.
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, House Brackmann IV
Tidak dapat mengerutkan dahi pada sisi kanan
wajah, mata tidak dapat menutup sempurna
dengan usaha maksimal, asimetris mulut
2. Kesadaran : Komposmentis, GCS 15 (E4 V5 M6)
3. Tanda-tanda Vital :
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 82 x/m (reguler, isi cukup)
c. Pernapasan : 20 x/m
d. Suhu : 36,3 oC
e. Saturasi : 98%
4. Kepala : Normosefali, penyebaran rambut merata
a. Mata : Pupil bulat reaktif isokor, reflek cahaya
langsung iiiii+/+, reflek cahaya tidak langsung
+/+konjungtiva iiiiianemis -/-, sklera ikterik -/-,
tidak dapat menutupImata kanan dengan usaha
maksimal

5
b. Telinga; Aurikula Dextra : edema (+), hiperemis (+), nyeri (+),
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiserumenI(+),IMembran timpani dalam batas normal
c. Mulut : Refleks muntah (+)
d. Lidah : Tampak ruam pada 2/3 anterior, terasa gatal dan
IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII panas jika pasien makan
e. Bibir : Mukosa kering, simetris, tidak pucat
f. Uvula : Intak di tengah
g. Tonsil : T1T1, Hiperemis (-), detritus (-)
h. Faring : Faring tenang
i. Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid

5. Thorax
a. Kulit : Bekas luka (-) perubahan warna (-)
b. Bentuk : Tidak ada deformitas, bentuk dada simetris
c. Gerak : Tidak ada gerak napas tertinggal, retraksi
IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIinterkostal(-)
d. Jantung
i. Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
ii. Palpasi : Iktus kordis teraba pada interkostal 5
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiimidclaviculaIkiri
iii. Perkusi :
batas jantung kanan linea parasternalis kanan
batas jantung kiri ICS 5 midclavicularis kiri
batas jantung atas ICS 2 parasternal sinistra
iv. Auskultasi : Bunyi jantung S1S2 reguler, gallop (-),
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiimurmur (-)
e. Paru
i. Inspeksi : Pernafasan simetris +/+
ii. Palpasi : Vokal fremitus normal dan seimbang pada
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiikedua sisi, pengembangan dada simetris
iii. Perkusi : Sonor

6
iv. Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+)/(+),irama nafas
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiteratur
6. Abdomen
a. Inspeksi : Kesan ascites (-), bekas luka (-), kaput
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii medusa (-)
b. Auskultasi : Bising usus positif 16 x per menit
c. Perkusi : Shifting dullness (-)
d. Palpasi : Supel, nyeri tekan epigstrium (+), hepar lien
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiidalamIbatas normal.
7. Ekstremitas
a. Akral hangat, piting edema pretibial (-/-) , sianosis (-), pergerakan
aktif dan pasif normal/tidak terganggu, CRT < 2 S
b. Kekuatan motorik 5 5 5 5 | 5 5 5 5
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiii 5555|5555
c. Reflek fisiologis : Positif, normal. Hipo/Hiper reflex (-)
d. Reflek patologis : Babinski (-)
e. Sensorik : Sensitif terhadap rangsang sentuh dan nyeri
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
DL, GDS
Pemeriksaan 23/8/16 Nilai normal
Hemoglobin 13,9 gr/dl 13-17gr/dl
Hematokrit 40,7 % 37-54%
Leukosit 4.400 /ul 5-10rb/ul
Trombosit 188 rb/ul 150-400 rb/ul
LED
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 10.7 2-6
N.Stab & N.Segmen 61.0 50-70
Limfosit 28.3 20-40
GDS 81 60-150

7
Foto Mastoid : Tidak tampak mastoiditis

V.RESUME
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 23 Agustus 2016 pukul 14.10
WITA. Pasien datang dengan keluhan wajah perot sejak 1 hari yang lalu.
Awalnya, pasien mengeluhkan bengkak pada daun telinga kanan dan
demam sejak 6 hari yang lalu. Menurut pasien bengkak pada telinga
disebabkan oleh gigitan hewan saat bekerja di ladang namun pasien tidak
mengetahui jelas jenis hewannya. Selain bengkak, pasien juga
mengeluhkan lepuh dan nyeri pada liang telinga kanan yang disertai
keluarnya cairan kental berwarna kuning keruh sejak 3 hari yang lalu, mual
muntah dan sulit menelan serta mengecap rasa makanan. Pendengaran
diakui pasien tidak mengalami gangguan, 1 hari yang lalu keluhan
dirasakan memberat sehingga pasien dibawa dibawa ke RSUD Kudungga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 82 x/m (reguler, isi cukup), pernapasan 20 x/m dan suhu 36,3oC.
Batas jantung kanan dan, batas jantung kiri dalam batas normal, bunyi
jantung S1S2 reguler, tidak terdengar gallop maupun murmur, pada
auskultasi parusuara nafas vesikuler+/+ ronki (-/-),abdomen supel,NT(-),
BU(+) kesan normal hepar lien tidak teraba,Ekstermitas akral hangat CRT
< 2
Status Lokalis : House Brackman IV, artinya pasien tidak dapat
mengerutkan dahi pada sisi wajah yang mengalami gangguan, mata tidak
dapat menutup sempurna dengan usaha maksimal serta ditemukan
asimetris mulut. Aurikula dextra tampak edema, hiperemis, nyeri, serumen.
Membran Timpani dalam batas normal. Hasil Lab Leukosit 4.400/mm3,
Glukosa Sewaktu 81 mg/dl, Hb 13,9 gr%, Foto mastoid tidak ditemukan
mastoiditis.

8
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja Pasien adalah Suspek Ramsay Hunt Syndrome

VII. FOLLOW UP
Tanggal & Waktu Follow up
24/8/2016 S: Nyeri di daun telinga kanan (+), Mual (+), bengkak (+),
Wajah perot (+)
O: CM, TD : 120/90, N : 82x, T : 36C, RR : 22x, parese N.VII
perifer, HB IV, ruam di aurikula kanan (+)
A:Suspek Ramsay Hunt Syndrome
P:
IVFD RL 18 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
Inj. Dexamethasone 2 x 1 ampul
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Konsul Saraf
Konsul DV

25/8/2016 S: Nyeri di daun telinga kanan (+), Mual (+), bengkak (+),
Wajah perot (+)
O: CM, TD : 130/90, N : 80x, T : 37C, RR : 22x
ruam di aurikula kanan (+)

9
A:Suspek Ramsay Hunt Syndrome
P:
IVFD RL 18 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
Inj. Dexamethasone 2 x 1
Drip Neurosanbe 1 ampul/24 jam
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Kenalog Oral Base 2 x sehari
Gentamisin Zalf 2 x sehari
Gabapentin 3 x 1
Mecobalamin 1 x 1

Endoskopi Liang Telinga : Ruam (+), hiperemis (+)

10
Menutup mata

Mengerutkan dahi

11
Tersenyum

26/8/2016 PASIEN PULANG


Metilprednisolon 2x 8 mg
Gabapentin 3 x 1
Mecobalamin 1 x 1

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terapeutik yang telah dilakukan di RS saat pertama kali
pasien masuk:
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj.Ranitidin 2 x 1
Inj. Dexamethasone 2 x 1
Asam Mefenamat 3 x 500 mg

IX.PROGNOSIS
Quo ad vitam :bonam
Quo ad functionam :dubia
Quo ad sanationam :bonam

12
ANALISIS KASUS
PEMBAHASAN

1. Anamnesis
Fakta Teori
Penderita laki-laki, usia 62 tahun Angka kejadian SRH dari seluruh
kejadian paresis fasialis akut pada
dewasa 18% , jarang pada anak
dibawah usia 6 tahun.
Riwayat terkena penyakit cacar air pada Didapatkan ada riwayat terkena
pasien tidak diketahui secara pasti penyakit cacar air
Keluhan bengkak pada daun telinga Gejala yang biasanya dikeluhkan
kanan dan demam sejak 6 hari yang lalu. adalah nyeri telinga paroksismal,
Adanya lepuh dan nyeri pada liang telinga ruam pada telinga atau mulut,
kanan serta keluarnya cairan kental ipsilatereal lower motor neuron
berwarna kuning sejak 3 hari yang lalu, paresis wajah (N. VII), vertigo,
disertai mual muntah dan sulit menelan ipsilateral ketulian (50% kasus),
serta mengecap rasa makanan. tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait
Pendengaran diakui pasien tidak ataxia, cervical adenopathy. Nyeri
mengalami gangguan, 1 hari yang lalu telinga sering kali nyeri menjalar ke
keluhan disertai dengan wajah yang perot luar telinga sampai ke daun telinga.
Nyeri bersifar konstan, difus, dan
tumpul.1

2. Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
Pada pasien digolongkan kedalam House- Derajat kelumpuhan saraf fasialis
Brackmann IV dapat dinilai secara subjektif dengan
menggunakan sistem House-
Brackmann selain itu derajat dapat
digunakan untuk evaluasi.

13
Status Lokalis telinga kanan : vesikel Lesi terdapat di telinga luar dan
berkelompok pada daun telinga, sekitarnya, kelainan berupa vesikel
membrane timpati utuh, eritema (+), berkelompok di atas daerah yang
Edema (+), Nyeri (+) eritema, edema dan disertai rasa
nyeri seperti terbakar pada telinga
dan kulit sekitarnya (nyeri
radikuler).
Tampak cairan berwarna kuning keruh Vesikel ini berisi cairan yang jernih,
keluar dari liang telinga kanan, tidak kemudian menjadi keruh (berwarna
berbau abu-abu), dapat menjadi pustul dan
krusta.

3. Diagnosa
Fakta Teori
Suspek Ramsay Hunt Syndrome Diagnosis SRH ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang THT-KL.
Pemeriksaan fungsi nervus VII
diperlukan untuk menentukan letak
lesi, beratnya kelumpuhan dan
evaluasi pengobatan. Pemeriksaan
meliputi fungsi motorik otot wajah,
tonus otot wajah, gustatometri dan
tes Schimer.7
Diagnosa pasti ditegakkan dengan
mengisolasi virus Herpes Zooster,
deteksi antigen spesifik untuk virus
varicella zoozter atau dengan
hibridasi DNA virus

14
4. Tatalaksana
Fakta Teori
23/8/2016
IVFD RL 20 tpm Saat pertama pasien masuk ke IGD
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj.Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Dexamethasone 2 x 1
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
24/8/2016
IVFD RL 18 tpm standar terapi lini pertama
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr untuk herpes zoster otikus
Inj. Ranitidine 2 x 50 mg anti viral Acyclovir 5x800
Inj. Dexamethasone 2 x 1 ampul mg/hari selama 5-7 hari
Asam Mefenamat 3 x 500 mg atau 10 mg/ kgbb/8 jam
Konsul Saraf selama 1 minggu (IV)
Konsul DV Valacyclovir 3x1000 mg
selama 10-14 hari
Famciclovir 3x500 mg/hari
selama 10 hari
Kortikosteroid
Analgetik dan
antiinflamasi
25/8/2016
IVFD RL 18 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. Ranitidine 2 x 1
Inj. Dexamethasone 2 x 1
Drip Neurosanbe 1 ampul/24 jam
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Kenalog Oral Base
Gentamisin Zalf
Gabapentin 3 x 1
Mecobalamin 1 x 1

15
26/8/2016 Pengobatan saat pasien pulang
Metilprednisolon 2x 8 mg
Gabapentin 3 x 1
Mecobalamin 1 x 1

Prognosis dari penyakit ini tergantung pada tindakan perawatan


secara dini dan derajat kerusakan saraf. Hanya kurang dari 50% pasien yang
mengalami parase nervus fasialis dapat kembali pulih sempurna. Pasien
perlu diedukasi tentang perawatan pada mata bila terjadi iritasi atau cidera
pada kornea, selain itu juga pasien perlu kontrol setelah 2 minggu, 6 minggu
dan 3 bulan dari pemberian terapi pertama (Marivalle, 2014).

16
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Nervus Facialis

Nervus fasialis merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di


dalam tulang temporal, sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis
terletak dalam tulang ini. Nervus VII terdiri dari 3 komponen yaitu
komponen motoris, sensoris, dan parasimpatis.7 Komponen motoris
mempersarafi otot wajah kecuali musculus levator palpebra superior. Selain
itu nervus facialis juga mempersarafi stapedius dan venter posterior
musculus gastricus. Komponen sensoris mempersarafi 2/3 anterior lidah
untuk mengecap melalui meatus corda timpani. Komponen parasimpatis
memberikan persarafan pada glandula lakrimalis, glandula submandibular,
dan glandula sublingualis. Nervus facialis memliki 2 inti yaitu superior dan
inferior. Inti superior mendapat persarafan dari korteks motor secara
bilateral sedangkan inti inferior hanya mendapat persarafan dari 1 sisi.
Serabut dari kedua inti berjalan mengelilingi inti nervus abducens (N.VI)
kemudian meninggalkan pons bersama nervus vestibulococlearis (N.VIII)
dan nervus intermedius masuk ke dalam tulang temporal melalui poros
meatus akustikus internus. Setelah masuk ke dalam tulang temporal N.VII
akan berjalan dalam saluran yang disebut kanal Fallopi. Dalam perjalanan di
dalam tulang temporal N. VII dibagi dalam 3 segmen yaitu segmen labirin,
segmen timpani, dan segmen mastoid. Segmen labirin terletak antara akhir
kanal akustik internus dan ganglion genikulatum. Panjang nervus ini 2-3
milimeter. Segmen timpani (segmen vertical) terletak diantara bagian distal
ganglion genikulatum dan berkala kearah posterior telinga tengah, kemudian
naik ke arah tingkap lonjong (fenestra ovalis) dan stapes, lalu turun dan
kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang
segmen ini kira-kira 12 milimeter. Segmen mastoid (segmen vertical), mulai
dari dinding medial dan superior kavum timpani. Perubahan posisi dari
segmen timpani menjadi segmen mastoid disebut segmen pyramidal atau

17
genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari N. VII
sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini
berjalan ke arah caudal menuju foramen stylomastoid. Panjang segmen ini
15-20 milimeter. Setelah keluar dari tulang mastoid, N. VII menuju glandula
parotis dan membagi diri untuk mepersarafi otot-otot wajah. DI dalam
tulang temporal N.VII memberikan 3 cabang penting, yaitu nervus petrosus
superior mayor, nervus stapedius, dan corda timpani. Nervus petrosus
superior mayor keluar ganglion genikulatum dan memberi rangsang pada
glandula lakrimalis. Nervus stapedius mempersarafi muskulus stapedius dan
berfungsi sebagai peredam suara. Corda timpani mempersarafi pengecapan
pada 2/3anterior lidah. 7
Korteks serebri akan memberikan persarafan bilateral pada nucleus N
VII yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya mernberi persarafan kontra
lateral pada otot wajah bagian bawah. Sehingga pada lesi LMN akan
menimbulkan paralysis otot wajah ipsilateral bagian atas bawah, sedangkan
pada lesi UMN akan menimbulkan kelemahan otot wajah sisi kontra lateral.
Pada kerusakan akibat sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian
bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan
memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti otot wajah bagian
bawah lebih jelas lumpuh dari pada bagian atasnya, sudut mulut sisi yang
lumpuh tampak lebih rendah. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat maka
sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat.
Lesi LMN : bisa terletak di pons, disudut serebelo pontin, di os
petrusus, cavum tympani di foramen stilemastoideus dan pada cabang-
cabang tepi nervus facialis. Lesi di pon yang terletak disekitar ini nervus
abducens bisa merusak akar nevus facialis, inti nervus abducens dan
fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralysis facialis LMN tersebut
akan disertai kelumpuhan rektus lateris atau gerakan melirik ke arah lesi,
Proses patologi di sekitar meatus akuatikus intemus akan melibatkan nervus
facialis dan akustikus sehingga paralisis facialis LMN akan timbul

18
berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia ( tidak bisa
rnengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).

19
II.2 PATOGENESIS SINDROM RAMSAY HUNT

Pada tahap awal virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui
saluran nafas atas dan mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada
kelenjar limfe regional dan tonsil. Virus kemudian menyebar melalui aliran
darah dan berkembang biak di organ dalam. 9 Fokus replikasi virus terdapat
pada system retikuloendotelial hati, limpa dan organ lain. Pada saat titer
tinggi, virus dilepaskan kembali ke aliran darah (viremia kedua) dan
membentuk vesikel pada kulit dan mukosa saluran nafas atas. Kemudian
berkembang dan menyebar melalui saraf sensoris dari jaringan kutaneus,
menetap pada ganglion serebrospinalis dan ganglion saraf kranial. Parese
nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang menetap pada
ganglion genikulatum dan proses ini disebut dengan ganglionitis.
Ganglionitis menekan selubung jaringan saraf, sehingga menimbulkan
gejala pada nervus VII. Peradangan dapat meluas sampai ke foramen
stilomastoid.10 Gejala kelainan nervus VIII yang juga dapat timbul akibat
infeksi pada ganglion yang terdapat di telinga dalam atau penyebaran proses
9,10
peradangan dari nervus VII. Lokasi ruam bervariasi dari pasien ke
pasien, seperti halnya wilayah dipersarafi oleh nervus intermedius (yaitu,
bagian sensorik dari CN VII). Daerah ini mungkin termasuk anterior dua
pertiga dari lidah, langit-langit lunak, kanal auditori eksternal, dan pinna.

II.3 DIAGNOSA
Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak
lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi
fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah, gustatometri dan tes Schimer.7
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada
riwayat terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala
prodromal berupa nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, mual dan
muntah. Lesi terdapat di telinga luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel

20
berkelompok di atas daerah yang eritema, edema dan disertai rasa nyeri
seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya (nyeri radikuler).2 Gejala-
gejala yang biasanya dikeluhkan adalah nyeri telinga paroksismal, ruam
pada telinga atau mulut (80% pada kasus yang ada, ruam bisa menjadi awal
dari adanya paresis), paresis wajah ipsilatereal lower motor neuron (N. VII),
vertigo, ketulian ipsilateral (50% kasus), tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait
ataxia, cervical adenopathy. Nyeri telinga sering kali nyeri menjalar ke luar
telinga sampai ke daun telinga. Nyeri bersifat konstan, difus, dan tumpul.
Nyeri muncul biasanya beberapa jam sampai beberapa hari setelah muncul
ruam.1
Pemeriksaan otoscopy menunjukkan vesikel-vesikel di dalam saluran
atau di membrana tympani. Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai
secara subjektif dengan menggunakan sistim House-Brackmann selain itu
derajat dapat digunakan untuk evaluasi.

Tabel House - Brackman

Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan


letak lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer dan tes gustometri.2,11
Pemeriksaan N. VII dimulai dari fungsi saraf motorik dengan cara
menggerakkan otot-otot wajah utama di muka, mulai dari mengankat alis
(m. frontalis), mengerutkan alis (m. soucilier), mengakat serta mengeruktan
hidung ke atas (m. piramidalis), memejamkan mata kuat-kuat (m. orbicularis

21
okuli), tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi (m. zygomatikus),
memoncongkan mulut ke depan sambil memperlihatkan gigi (m. relever
komunis), meggembungkan kedua pipi (m. businator), bersiul (m.
orbicularis oris), menarik kedua sudut bibir ke bawah (m. triangularis), dan
memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan ( m. mentalis). Setiap
gerakkan yang dilakukan dibandingkan kanan dan kiri. Penilaiain yang
diberikan adalah angka 3 jika gerakan normatl serta simetris, angka 1 jika
sedikit ada gerakan, angka 2 gerakan yang berada diantara angka 3 dan 1,
angka 0 jika tidak ada gerakan sama sekali. Tes gustatomeri ini digunakan
untuk menilai n.corda timpani, dengan cara membandingkan ambang rasang
antara sisi lidah kanan dan kiri. Tes Schrimer digunakan untuk mengetahui
fungsi serabut serabut pada simpatis dari N.VII yang disalurkan melalui
nervus petrosus superfisialis mayor setinggi genikulatum, dengan cara
meletekkan kertas lakmus pada bagian inferior konjungtiva dan dihitung
berapa banyak sekresi kelenjar lakrimalis.

Berdasarkan gejala klinis, klasifikasi SRH dibagi menjadi 4 yaitu (1)


penyakit yang menyerang bagian sensoris nervus VII, (2) penyakit yang
menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, (3) penyakit yang
menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala gangguan
pendengaran, (4) penyakit yang menyerang bagian sensoris dan motoris
nervus VII, disertai gejala gangguan pendengaran dan keseimbangan.12

II.4 DIAGNOSIS BANDING


Berdasarkan keluhan pasien dan temuan fisik yang beberapa penyakit
dapat dijadikan diagnosis banding untuk SRH, antara lain adalah Bells
Palsy, miringitis bulosa, otitis eksterna, dan trigeminal neuralgia.
Diagnosis banding yang mungkin adalah Bells Palsy hal ini
didasarkan pada tampilan klnis yaitu terdapat kelemahan separuh otot wajah.
Hal yang sangat membedakan adalah adanya ruam pada SRH 12

22
Miringitis Bullosa, memiliki karakteristik gambaran klinis pasien
yaitu tiba-tiba mengalami sakit telinga yang parah atau otalgia sifatnya
berdenyut. Nyeri biasanya terletak di dalam telinga, tetapi dapat menyebar
ke ujung mastoid, tengkuk, temporomandibula hingga ke seluruh wajah. 13
Karakteristik pemeriksaan fisik dari miringitis bullosa adalah adanya bulla
pada membran timpani. Bulla yang muncul paling sering pada sisi posterior
atau postero inferior membran timpani atau pada dinding kanalis posterior.
Pada pemeriksaan pendengaran dapat ditemukan adanya penurunan
pendengaran.
Otitis eksterna juga bisa dijadikan diagnosis banding berdasarkan
adanya otalgia, pruritus, keluarnya cairan dan hilangnya pendengaran. Pada
pemeriksaan didapatkan adanya nyeri tekan tragus dan liang telinga
hiperemis dan bengkak.14
Gejala trigeminal neuralgia muncul secara tiba-tiba, unilateral, nyeri
yang berat terasa tertusuk dan rasa nyeri rekuren sesuai dengan saraf
trigeminal tetapi trigeminal neuralgia tidak menyebabkan adanya defisit
nerologis.15

II.5 PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu
pengobatan infeksi virus akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan
dengan penyakit tersebut, dan pencegahan terhadap neuralgia pascaherpes.16
Perawatan utama untuk nyeri zoster akut termasuk analgesik narkotik
dan non-narkotika (baik sistemik dan topikal), agen neuroactive, dan agen
antikonvulsan. Sementara kemanjuran perawatan ini untuk nyeri neuropatik
umum telah mapan, hanya beberapa modalitas telah dievaluasi khusus untuk
zoster akut terkait nyeri pada studi terkontrol. Para oksikodon narkotika oral
dan antikonvulsan gabapentin lisan, serta aspirin analgesik topikal dan
lidokain, semua telah menunjukkan kemampuan untuk mengurangi akut
zoster terkait nyeri pada double-blind, placebo-controlled studi.17 Di sisi
lain, pregabalin anticonvulsant lisan gagal untuk menunjukkan pengaruh

23
signifikan secara statistik kesakitan zoster menghilangkan akut dalam studi
double-blind kecil, terkontrol plasebo.18 Meskipun, perlu dicatat obat ini
telah terbukti ampuh mengobati rasa sakit dari neuralgia postherpetic dalam
studi terkontrol lainnya.
Antivirus dan kortikosteroid juga telah ditunjukkan untuk
mempercepat resolusi zoster terkait sakit. Tujuan terapi antiviral pada herpes
zoster adalah untuk mengurangi rasa sakit, menghambat replikasi virus,
membantu penyembuhan penyakit kulit, dan mencegah atau mengurangi
keparahan neuralgia postherpetic. Tiga agen antivirus, asiklovir,
valasiklovir, dan famsiklovir, telah disetujui untuk pengobatan herpes zoster
di Amerika Serikat. Mekanisme kerja untuk semua agen adalah pencegahan
replikasi virus varicella-zoster (VZV) melalui penghambatan polimerase
DNA virus . Bentuk ke-3 agen telah terbukti dalam uji klinis untuk
mengurangi pelepasan virus dan mempercepat resolusi gejala, termasuk rasa
sakit, di herpes zoster tanpa komplikasi. Acyclovir merupakan turunan
guanin yang mencegah varicella-zoster virus (VZV) replikasi melalui
penghambatan polimerase DNA virus. Ini mengurangi durasi lesi
simtomatik. Setelah tertelan, famsiklovir dengan cepat biotransformed ke
dalam senyawa aktif penciclovir dan terfosforilasi oleh kinase timidin virus.
Dengan persaingan dengan triphosphate deoxyguanosine, penciclovir
trifosfat menghambat polimerase virus. Dosis disesuaikan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal atau penyakit hati. Valacyclovir adalah prodrug
yang dengan cepat diubah menjadi asiklovir sebelum mengerahkan aktivitas
antivirus nya. Beberapa penelitian memberi kesan superioritas valacyclovir
dan famciclovir dibandingkan dengan asiklovir dalam hal resolusi rasa sakit
dan percepatan penyembuhan kulit. Selain itu, baik valasiklovir dan
famsiklovir telah meningkatkan bioavailabilitas lebih asiklovir dan, sebagai
hasilnya, memerlukan dosis kurang sering. Studi-studi terkontrol
penggunaan antivirus pada herpes zoster hanya dievaluasi efektivitas mulai
terapi dalam 48-72 jam onset ruam, dan mereka telah menunjukkan tanpa
kehilangan efektivitas ketika obat dimulai pada setiap saat selama periode

24
itu.18 Meta-analisis dan uji coba terkontrol secara acak menunjukkan bahwa
agen antivirus oral asiklovir, famsiklovir, dan valacyclovir, dimulai dalam
waktu 72 jam setelah onset ruam, mengurangi keparahan dan durasi nyeri
akut, serta kejadian postherpetic neuralgia.19 Beberapa studi observasional
telah menunjukkan terapi antivirus yang mampu mengurangi rasa sakit
zoster, bahkan ketika mulai luar jendela 72-jam terapi tradisional. Terapi
antivirus harus dipertimbangkan untuk rejimen pengobatan zoster akut,
terlepas dari saat presentasi. Lamanya pengobatan antivirus dalam studi
telah bervariasi dari 7-21 hari. Berdasarkan literatur saat ini, untuk pasien
imunokompeten, asiklovir selama 7-10 hari atau kursus 7-hari dari agen
yang lebih baru adalah tepat. Kursus yang lama mungkin diperlukan pada
pasien immunocompromised.20,21,22 Terapi antivirus telah ditunjukkan untuk
menghentikan perkembangan dan penyebaran herpes zoster akut pada pasien
immunocompromised, bahkan bila dimulai lebih dari 72 jam setelah onset
ruam. Dengan demikian, pendapat pakar saat ini merekomendasikan
penggunaan terapi antivirus pada semua pasien immunocompromised zoster
sebelum krusta penuh dari semua lesi. Terapi herpes zoster pada individu
normal dapat diberikan asiklovir 5x800mg sehari selama 7 hari, paling
lambat 72 jam setelah lesi muncul.10 Menurut Gupta J dkk,23pemberian
asiklovir 7-10 hari. Pada saat 72 jam setelah munculnya gejala pemberian
antivirus 70% orang akan mengalami kesembuhan yang seutuhnya. Jika
pemberian antiviral diberikan lebih dari waktu emasnya makan kesempatan
seseorang untuk sembuh seutuhnya akan berukurang 50% .
Penggunaan steroid dalam hubungannya dengan antivirus untuk
herpes zoster tanpa komplikasi adalah kontroversial. Penambahan
kortikosteroid oral telah dievaluasi pada pasien yang diobati dengan
asiklovir dalam 2 studi terkontrol. Steroid yang ditemukan untuk
mempercepat resolusi neuritis akut dan memberikan peningkatan yang jelas
dalam kualitas-hidup tindakan dibandingkan dengan pasien diobati dengan
antivirus saja. Penggunaan steroid oral tidak berpengaruh terhadap
perkembangan atau durasi neuralgia postherpetik. Steroid oral belum diteliti

25
dengan valacyclovir atau famciclovir, sehingga manfaatnya tidak diketahui.
Bentuk nonoral terapi steroid tambahan pada herpes zoster akut juga telah
dipelajari. Sebuah penelitian yang melibatkan injeksi epidural steroid
tunggal dan anestesi lokal diberikan bersamaan dengan rejimen standar
antiviral oral dan analgesik ditemukan sederhana meningkatkan zoster
terkait sakit selama 1 bulan lebih tanpa pengobatan steroid. Seperti di atas,
tidak ada efek dalam mencegah postherpetic neuralgia dicatat. Mengingat
dampak negatif dari dan kontraindikasi untuk penggunaan kortikosteroid,
pendapat pakar saat ini menyarankan membatasi keterlibatan mereka dengan
kasus-kasus nyeri sedang sampai zoster parah, atau di mana gejala-gejala
neurologis yang signifikan (seperti kelumpuhan wajah) atau keterlibatan
SSP hadir (dan penggunaan kortikosteroid tidak dinyatakan kontraindikasi).
Durasi optimal terapi steroid tidak diketahui. Jika diresepkan, tampaknya
masuk akal untuk steroid untuk digunakan bersamaan dengan terapi
antivirus. Lamanya penggunaan steroid tidak boleh melampaui masa terapi
antivirus. Steroid tidak boleh diberikan sendiri (tanpa terapi antivirus),
karena kekhawatiran tentang promosi replikasi virus.
Individu dengan perubahan imunitas diperantarai sel, akibat kondisi
imunosupresif (misalnya, HIV, kanker) atau pengobatan (misalnya,
penggunaan kortikosteroid diperpanjang), akan meningkatkan risiko untuk
herpes zoster. Selanjutnya, presentasi herpes zoster pada populasi
immunocompromised dapat menjadi rumit oleh penyakit disebarluaskan dan
keterlibatan organ visceral. Menurut Gupta J dkk,23 kortikosteroid 3-5 hari
dengan regimen tapperring. Kortikosteroid dapat diberikan selama 10-14
hari dengan dosis 40-60mg/hari atau 1mg/KgBB/hari dengan regimen
tappering.2,24,25
Evaluasi dari pengobatan SRH ini sendiri dengan melakukan
pemeriksaan N.VII secara serial dan dengan pemeriksa yang sama selain
dari apa yang dikeluhkan oleh pasien. Selain terapi medikamentosa juga
diperlukann edukasi kepada pasien bahwa mungkin saja hilangnya

26
pendengaran ataupun paralisis wajah yang terjadi adalah menetap
mesiskipun sudah dilakukan pengobatan.

II. 6 KOMPLIKASI
Paralisis berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau tidak
sempurnanya kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralisis facial
yang permanen dan synkinesis. Adakalanya, virus dapat menyebar ke saraf-
saraf lain atau bahkan ke otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
menyebabkan sakit kepala, sakit punggung, kebingungan, kelesuan, dan
kelemahan. Neuralgia pasca herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan
sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita diatas
usia 40 tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Makin tua penderita
makin tinggi persentasenya. Sepertiga kasus diatas usia 60 tahun dikatakan
akan mengalami komplikasi ini, sedang pada usia muda hanya terjadi pada
10 % kasus.26 Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan
terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks.
Vesikel sering menjadi ulkus dan jaringan nekrotik. Paralisis motorik dapat
terjadi pada sebagian kecil penderita (1 5 % kasus), terutama bila virus
juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Terjadinya
biasanya 2 minggu setelah timbulnya erupsi. Berbagai paralisis dapat terjadi,
misalnya di muka, diafragma batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan
anus.27

II.7 PROGNOSIS
Prognosis SRH dipengaruhi oleh umur, riwayat diabetes mellitus,
hipertensi dan pemberian terapi yang cepat. Yeo dkk28 menyatakan bahwa
Herpes Zoster Oticus (HZO) memiliki prognosis yang buruk daripada Bells
Palsy. Sekitar setengah dari jumlah pasien SRH masih memiliki gangguan
motorik nervus fasial, hanya sebagian kecil pasien dengan gangguan
paralisis komplit. Hasil pemulihan akan lebih baik jika perawatan dimulai
pada hari ke tiga setelah gejala timbul. Kesembuhan yang sempurna akan

27
tercapai pada 70% kasus jika pengobatan dimulai pada saat ini. Namun, jika
pengobatan tertunda lebih dari 3 hari, kesempatan untuk mencapai
kesembuhan sempurna akan turun sekitar 50%.1,8

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Augosto AM. Ramsay Hunt Syndrome. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1166804-clinical. Accessed on December
2013. (D)
2. Bhupal HK. Ramsay hunt syndrome presenting in primary care. In: ThePrectitioner
casebook:2010;254:33-35. (E)
3. Coleman et al. Ramsay Hunt syndrome with severe dysphagia. Department of
Otolaryngology Head and Neck Surgery Michigan medical center. 2011;1-2.
4. Danil Kim et al. Ramsay Hunt syndrome presenting as simple otitis externa in
CJEM. Department of Medicine University of Toronto; 2008; 247-50.
5. Sandoval C C, Nunez F A, Lizama C M, Margarit S C, Abarca V K, Escobar H R.
[Ramsay Hunt syndrome in children: four cases and review]. Rev Chilena Infectol.
Dec 2008;25(6):458-64.
6. [Guideline] Gilchrist JM. Seventh cranial neuropathy. Semin Neurol. Feb
2009;29(1):5-13.
7. Sjarifudin, Bashirudin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer.
Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher Edisi 6.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007.p114 -17
8. Uscategui T, Doree C, Chamberlain IJ et al.; Corticosteroids as adjuvant to
antiviral treatment in Ramsay Hunt syndrome (herpes zoster oticus with facial
palsy) in adults. Cochrane Database of Systematic Reviews 2008, Issue 3. Art. No.:
CD006852. DOI: 10.1002/14651858.CD006852.pub2. (V)
9. Kim HJ, et al. Ramsay Hunt syndrome complicated by a brainstem lesion. Journal
of Clinical virology 39 (2007) 322-325.
10. Sjaiful dkk. Infeksi Virus Herpes. Jakarta: kelompok studi herpes Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia .2002.p196-7.
11. Honda, Nobumitsu et al. Swelling of the intratemporal facial nerve in Ramsay
Hunt syndrome. Acta Otolaryngol. 2002122:348-52.
12. Furuta Y, Ohtani F, Aizawa H, et al; Varicella-zoster virus reactivation is an
important cause of acute peripheral facial paralysis in children. Pediatr Infect Dis J.
2005 Feb;24(2):97-101.
13. Kotikosi, M. Acute miringitis in children less than two years of age. Acta
University Tamperensis 991. Finland. 2004. p.7, 15-20, 24-42.

29
14. Agius AM, Pickles JM, Burch KL. A prospective study of otitis externa. Clin
Otolaryngol 1992;17:150-4.
15. Merskey H, Bogduk N. Classification of chronic pain. Descriptions of chronic pain
syndromes and definitions of pain terms. Seattle (WA): IASP Press; 1994. p. 59-
71.
16. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al.
Recommendations for the management of herpes zoster. Clin Infect Dis. Jan 1
2007;44 Suppl 1:S1-26.
17. Lin PL, Fan SZ, Huang CH, et al. Analgesic effect of lidocaine patch 5% in the
treatment of acute herpes zoster: a double-blind and vehicle-controlled study. Reg
Anesth Pain Med. Jul-Aug 2008;33(4):320-5.
18. De Benedittis G, Lorenzetti A. Topical aspirin/diethyl ether mixture versus
indomethacin and diclofenac/diethyl ether mixtures for acute herpetic neuralgia
and postherpetic neuralgia: a double-blind crossover placebo-controlled
study. Pain. Apr 1996;65(1):45-51.
19. Huff JC, Bean B, Balfour HH Jr, et al. Therapy of herpes zoster with oral
acyclovir. Am J Med. Aug 29 1988;85(2A):84-9.
20. Ahmed AM, Brantley JS, Madkan V, Mendoza N, Tyring SK. Managing herpes
zoster in immunocompromised patients. Herpes. Sep 2007;14(2):32-6.
21. Tyring S, Barbarash RA, Nahlik JE, et al. Famciclovir for the treatment of acute
herpes zoster: effects on acute disease and postherpetic neuralgia. A randomized,
double-blind, placebo-controlled trial. Collaborative Famciclovir Herpes Zoster
Study Group. Ann Intern Med. Jul 15 1995;123(2):89-96.
22. Whitley RJ, Weiss H, Gnann JW Jr, Tyring S, Mertz GJ, Pappas PG, et al.
Acyclovir with and without prednisone for the treatment of herpes zoster. A
randomized, placebo-controlled trial. The National Institute of Allergy and
Infectious Diseases Collaborative Antiviral Study Group. Ann Intern Med. Sep 1
1996;125(5):376-83.
23. Gupta J, et al. Ramsay hunt syndrome, type I. ENTear, nose & throat journal.
2007:p.138-140.
24. Anil K. Facial nerve: disorders of facial nerve. In:Current otolaryngology. New
York: Mc Graw Hill;2007.
25. Philip A, Wackym, Jhon SR. Facial paralysis. In:Ballengers otorhinolaryngology
head and neck surgery. Ed.16th. Hamilton ontario : 2003; 24:492-494.

30
26. Kost RG, Straus SE. Postherpetic neuralgia--pathogenesis, treatment, and
prevention. N Engl J Med. Jul 4 1996;335(1):32-42
27. Janniger CK. Herpe Zoster Clinical Presentation.
Available:http://emedicine.medscape.com/article/1132465-clinical#aw2aab6b3b3.
Accesed on December 2013.
28. Yeo SW, et al. Analysis of prognostic factors in bells palsy and ramsay hunt
syndrome. Auris nasus larynx.2007.34:159-164.
29. Kuhweide R, Van de Steene V, Vlaminck S, Casselman JW. Ramsay Hunt
syndrome: pathophysiology of cochleovestibular symptoms. J Laryngol Otol
2002;116:844-848. Kuhweide R, Van de Steene V, Vlaminck S, Casselman JW.
Ramsay Hunt syndrome: pathophysiology of cochleovestibular symptoms. J
Laryngol Otol 2002;116:844-848.
30. Murakami S, Hato N, Horiuchi J, Honda N, Gyo K, Yanagihara N. Treatment of
Ramsay Hunt syndrome with acyclovir-prednisone: significance of early diagnosis
and treatment. Ann Neurol 1997;41:353-357.
31. Sweeney CJ, Gilden DH. Ramsay Hunt syndrome. J Neurol Neurosurg Psychiatry
2001;71:149-154.

31
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN1

KASUS..3

PEMBAHASAN.11

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM RAMSAY HUNT

ANATOMI NERVUS FACIALIS...14

PATOGENESIS....16

DIAGNOSA......DI
AGNOSA
BANDING.25

GEJALA KLINIS..26

DIAGNOSA...26

TATALAKSANA..28

KOMPLIKASI...38

SELULITIS

DEFINISI...40

ETIOLOGI.....40

EPIDEMIOLOGI..41

FAKTOR RESIKO...41

GEJALA KLINIS..41

PATOGENESIS.42

PEMERIKSAAN PENUNJANG.....43

DIAGNOSA...43

DIAGNOSA BANDING....44

TATALAKSANA..45

32
KOMPLIKASI...45

HIPERURISEMIA

DEFINISI...46

EPIDEMIOLOGI..46

ETIOLOGI.....46

FAKTOR RESIK..47

DIAGNOSA...48

TATALAKSANA..48

DAFTAR PUSTAKA50

33

Anda mungkin juga menyukai