Acuan yang digunakan untuk tiap kelompok usia dapat berbeda. Saat ini
Indonesia menggunakan kurva pertumbuhan milik Badan Kesehatan Dunia
(WHO) dan kurva dari Center for Disease Control Prevention (CDC,2000). Untuk
pemantauan pertumbuhan anak Indonesia menggunakan WHO growth chart
2005 untuk anak usia 5 tahun. Indikator yang umum digunakan di Indonesia
adalah berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), meski ada juga indicator lain
seperti tinggi badan menurut usia (TB/U), dan berat badan menurut usia (BB/U).
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/pentingnya-memantau-
pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-bagian-1
http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-
who
Karena kurva pertumbuhan diperoleh berdasarkan sampel populasi, kurva
pertumbuhan ini dibuat lebih halus dan kontinu. Pola pertumbuhan yang normal
memiliki pacu tubuh dan plateau, maka dapat ditemukan adanya pergesaran
pola pertumbuhan pada grafik. Pergeseran z score yang terlalu besar
memerlukan perhatian, begitu pula halnya dengan ketidaksesuaian antara z
score tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Setiap kecurigaan adanya
abnormalitas perumbuhan memerlukan pemantauan pertumbuhan secara lebih
ketat, evaluasi segera, atau keduanya. Nelson indo
2d. Faktor penyebab gangguan pertumbuhan
1. Faktor Internal
Faktor internal terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur,
jenis kelamin, kelainan genetik, dan kelainan kromosom. Anak yang terlahir
dari suatu ras tertentu, misalnya ras Eropa mempunyai ukuran tungkai yang
lebih panjang daripada ras Mongol. Wanita lebih cepat dewasa dibanding
laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada
laki-laki, kemudian setelah melewati masa pubertas sebalinya laki-laki akan
tumbuh lebih cepat. Adanya suatu kelainan genetik dan kromosom dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti yang terlihat
pada anak yang menderita Sindroma Down. Chamidah, AN. Deteksi Dini
Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jurnal Pendidikan
Khusus. 2009: 4(3).
2. Faktor Eksternal
Selain faktor internal, faktor eksternal/lingkungan juga mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Contoh faktor lingkungan yang
banyak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah gizi,
stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi.
Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses
tumbuh kembang anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang
terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung pada tersedianya
bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil penelitian tentang
pertumbuhan anak Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan
paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut
adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan
penyakit infeksi. (Sunawang, 2002)
Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis.
Rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya dengan
penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain akan mempengaruhi anak dlam mencapai perkembangan yang
optimal. Seorang anak yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh orang
tua atau yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam
pertumbuhan dan perkembangan.
Faktor lain yang tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah faktor sosial ekonomi. Kemiskinan selalu
berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek,
serta kurangnya pengetahuan. (Tanuwijaya, 2003).
http://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=growth-problems-90-P01956
3d. Patofisiologi Toksoplasmosis
Toksoplasmosis merupakan infeksi protozoa yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii dengan hospes definitif kucing dan hospes perantara manusia. Manusia
dapat terinfeksi parasit ini bila memakan daging yang kurang matang atau
sayuran mentah yang mengandung ookista atau pada anak-anak yang suka
bermain di tanah, serta ibu yang gemar berkebun dimana tangannya tertempel
ookista yang berasal dari tanah.3
Perkembangan parasit dalam usus ku cing menghasilkan ookista yang dikeluar-
kan bersama tinja. Ookista menjadi matang dan infektif dalam waktu 3-5 hari di
tanah. Ookista yang matang dapat hidup setahun di dalam tanah yang lembab
dan panas, yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Ookista yang
matang bila tertelan tikus, burung, babi, kambing, atau manusia yang merupakan
hospes perantara, dapat menyebabkan terjadinya infeksi.3
Toksoplasmosis dikelompokkan menjadi toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan
toksoplasmosis kongenital yang sebagian besar gejalanya asimtomatik.
Keduanya bersifat akut kemudian menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak
sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lainnnya. 4 Pada ibu
hamil yang terinfeksi di awal kehamilan, transmisi ke fetus umumnya jarang,
tetapi bila terjadi infeksi, umumnya penyakit yang didapat akan lebih berat. Pada
toksoplasmosis yang terjadi di bulan-bulan terakhir kehamilan, parasit ter- sebut
umumnya akan ditularkan ke fetus tetapi infeksi sering subklinis pada saat lahir. 5
Pada ibu hamil yang mengalami infeksi primer, mula-mula akan terjadi pa-
rasitemia, kemudian darah ibu yang masuk ke dalam plasenta akan menginfeksi
plasenta (plasentitis). Infeksi parasit dapat ditularkan ke janin secara vertikal.
Takizoit yang terlepas akan berproliferasi dan menghasilkan fokus-fokus nekrotik
yang menyebabkan nekrosis plasenta dan jaring- an sekitarnya, sehingga
membahayakan janin dimana dapat terjadi ekspulsi ke- hamilan atau aborsi.5
Darah yang digunakan untuk tranfusi pada penderita dengan keadaan umum lemah
dengan hasil serologis kehamilan seronegatif harus mengalami pemeriksaan skrining
untuk antibodi terhadap T.gondii. Meskipun pemeriksaan skrining serologis tidak
dilakukan rutin, namun wanita dengan seronegatif harus mengalami pemeriksaan skrining
beberapa kali selama kehamilannya untuk menemukan bukti adanya infeksi jika mereka
terpajan dengan situasi lingkungan yang memberikan resiko terkena infeksi T.gondii.