Anda di halaman 1dari 3

Kalimat Rancu

Kata rancu dalam bahasa Indonesia berarti 'kacau'. Sejalan


dengan itu, kalimat yang rancu berarti kalimat yang kacau atau
kalimat yang susunannya tidak teratur sehingga informasinya sulit
dipahami. Jika dilihat dari segi penataan gagasan, kerancuan
sebuah kalimat dapat terjadi karena dua gagasan digabungkan ke
dalam satu pengungkapan. Sementara itu, jika dilihat dari segi
strukturnya, kerancuan itu timbul karena penggabungan dua
struktur kalimat ke
dalam satu struktur. Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut.
(1) Menurut para pakar sejarah mengatakan bahwa Candi
Borobudur dibangun pada masa Kerajaan Syailendra.
Kalimat itu termasuk kalimat yang rancu karena susunannya terdiri
atas dua struktur kalimat. Struktur yang pertama dimulai dengan
kata menurut, sedangkan yang kedua dimulai dengan subjek
'pelaku' (para pakar sejarah) yang diikuti dengan predikat
mengatakan.
Karena berasal dari dua struktur, kalimat rancu itu dapat
dikembalikan pada struktur semula, yaitu (1a) dan (1b) berikut.
(1a) Menurut pakar sejarah, Candi Borobudur dibangun pada
masa Kerajaan Syailendra.
(1b) Pakar sejarah mengatakan bahwa Candi Borobudur dibangun
pada masa Kerajaan Syailendra.
Kalimat (1) di atas strukturnya tidak sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, kalimat (1) tersebut harus diperbaiki
agar strukturnya menjadi benar. Perbaikannya dapat dilakukan
seperti kalimat (1a) dan (1b) di atas. Sehubungan dengan hal itu,
satu hal yang perlu kita perhatikan adalah bahwa kerancuan
seperti itu dapat terjadi jika kalimat yang kita susun diawali dengan
kata menurut dan kemudian diikuti oleh ungkapan sejenis
mengatakan bahwa, menyebutkan bahwa, atau menyatakan
bahwa. Oleh sebab itu, agar kalimat yang kita susun tidak menjadi
rancu, ungkapan sejenis mengatakan bahwa, menyebutkan
bahwa, atau menyatakan bahwa tidak perlu digunakan jika kalimat
yang kita susun dimulai dengan kata menurut. Sebaliknya, jika kita
akan menggunakan ungkapan sejenis mengatakan bahwa, kata
menurut tidak perlu digunakan pada awal kalimat. Kerancuan
kalimat yang lain dapat pula timbul karena penggunaan kata peng-
hubung meskipun atau walaupun pada awal kalimat yang kemu-
dian diikuti oleh kata penghubung tetapi, seperti yang tampak
pada contoh berikut.
(2) Meskipun perusahaan itu belum terkenal, tetapi produksinya
banyak dibutuhkan orang. Kerancuan kalimat itu juga disebabkan
oleh penggabungan dua kalimat menjadi satu. Kalimat pertama,
yang menggunakan kata penghubung meskipun, berupa kalimat
majemuk bertingkat, sedangkan kalimat kedua, yang mengguna-
kan kata penghubung tetapi, berupa anak kalimat dalam kalimat
majemuk setara. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
kerancuan kalimat (2) itu disebabkan oleh penggabungan kalimat
majemuk bertingkat dan kalimat majemuk setara ke dalam satu
kalimat. Karena berasal
dari dua kalimat yang digabungkan menjadi satu, perbaikan
kalimat itu pun dapat dilakukan dengan mengembalikan kalimat itu
ke dalam struktur kalimat asalnya, seperti yang tampak pada (2a)
dan (2b) berikut.
(2a) Meskipun perusahaan itu belum terkenal, produksinya banyak
dibutuhkan orang.
(2b) Perusahaan itu belum terkenal, tetapi produksinya banyak
dibutuhkan orang.
Dari perbaikan kalimat tersebut dapat diketahui bahwa kerancuan
yang disebabkan oleh penggunaan kata penghubung meskipun
atau walaupun yang diikuti oleh kata penghubung tetapi,
perbaikannya pun
dapat dilakukan dengan menghilangkan salah satu dari dua kata
penghubung tersebut. Dalam hal ini, jika kata meskipun/walaupun
sudah digunakan, kata tetapi tidak perlu lagi digunakan.
Sebaliknya, jika kata tetapi yang digunakan, kata penghubung
meskipun/walaupun tidak perlu digunakan.
Kerancuan kalimat seperti yang terdapat pada contoh di atas
sebenarnya tidak perlu terjadi jika penyusun kalimat dapat
mengungkapkan gagasannya secara cermat dan teratur. Dengan
menata gagasan secara cermat dan teratur, kalimat yang tersusun
akan terhindar dari kerancuan seperti itu.

Anda mungkin juga menyukai