Anda di halaman 1dari 17

Kegiatan Belajar (KB) 3

Pola Dasar Kalimat dan Pengembangannya


Komptensi Dasar (KD)
Memahami seleuk-beluk kalaimat

Indikator
Anda diharapkan 1. mampu menjelaskan pengertian kalimat; 2. menyebutkan dan menjelaskan pola kalimat bahasa Indonesia; 3. menganalisis kalimat berdasarkan fungsinya; 4. menganalisis kalimat berdasarkan perannya; 5. menganalisis kalimat berdasarkan jenis katanya; 6. menjelaskan dan mencontohkan bentuk dan variasi kalimat bahasa Indonesia

A. Pendahuluan Dalam berbahasa, kita sebenarnya tidak menggunakan kata-kata secara terlepas, melainkan kata-kata itu terangkai sesuai dengan kaidah sehingga membentuk rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, perasaan atau pikiran yang relatif lengkap. Rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, perasaan, atau pikiran yang relatif lengkap itulah yang disebut kalimat. Sebagai gambaran perhatikan contoh di bawah ini. (1) Gedung tinggi itu. (2) Rumah bagus yang bercat putih itu. Bandingkan kadua cotoh tersebut dengan contoh berikut. (3) Gedung itu tinggi. (4) Rumah bagus itu bercat putih. Dari perbandingan itu dapat diketahui bahwa rangkaian kata (1) dan (2) statusnya berbeda dengan (3) atau (4) meskipun jumlah dan bentuk kata yang digunakan sama. Rangkaian kata (3) dan (4) dapat disebut kalimat, sedangkan (1) dan (2) belum dapat disebut kalimat. Mengapa demikian ? Hal itu karena rangkaian kata (3) dan (4) sudah dapat mengungkapkan gagasan atau informasi yang relatif lengkap, sedangkan (1) dan (2) belum. Kelengkapan rangkaian kata (3) dapat diketahui dengan adanya kata tinggi, yang merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana gedung itu, dan kelengkapan rangkaian kata (4) dapat diketahui dengan adanya kelompok kata (frasa) bercat putih yang merupakan jawaban atas pertanyaa mengapa/bagaimana gedung tinggi itu. Masing-masing unsur yang merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana atau mengapa itu itu berfungsi sebagai predikat, sedangkan unsur gedung itu, -- yang merupakan jawaban atas pertanyaan apa yang tinggiberfungsi sebagi subyek atau pokok kalimat. Demikian pula dengan unsur rumah bagus itu, yang merupakan

jawaban atas pertanyaan apa yang bercat putih. Dengan demikian, jika dilihat dari fungsinya, kalimat (3) dan (4) tampak seperti berikut. (3a) Gedung // tinggi S P (4a) Rumah bagus itu // bercat putih S P Berbeda dengan itu, rangkaian kata (1) dan (2) belum dapat mengungkapkan informasi yang lengkap sehingga belum dapat disebut kalimat. Kebelumlengkapan itu dapat diketahui dengan belum adanya jawaban atas pertanyaan mengapa/bagaimana gedung tinggi itu atau mengapa/bagaimana rumah bagus yang bercat putih itu. B. Uraian Materi Status sebuah kalimat selain dapat diketahui dari segi kelengkapan unsurnya yaitu ada subjek dan ada predikat, dari strukturnya juga dapat diketahui dari kemungkinan dapat dipertukarkannya posisi unsur yang berupa subjek dan predikat. Apalagi unsur itu dapat dipertukarkan, rangkaian kata yang bersangkutan berarti dapat disebut kalimat. Unsur-unsur pada contoh (3) dan (4) ternyata dapat dipertukarkan sehingga contoh itu memang memenuhi syarat sebagai kalimat. Hal itu seperti yang dapat kita lihat pada contoh berikut. (3b) Tinggi // gedung itu. P S (4b) Bercat putih // rumah bagus itu. P S Tidak seperti (3) dan (4) unsur-unsur pada rangkaian kata (1) dan (2) ternyata tidak dapat dipertukarkan. Jika dipaksakan, pertukaran itu dapat menyebabkan informasi pada rangkaian kata (1) dan (2) itu terasa janggal. Hal itu dapat diketahui pada contoh berikut. (1a) Tinggi // gedung (?) (2a) Bercat putih itu // rumah bagus (?) Berdasarkan contoh di atas, kita dapat bertanya apakah yang tinggi itu pasti gedung? Belum tentu, karena yang tinggi itu bisa pohon, tiang listrik, atau bahkan mungkin rumah bagus? Jawabannya juga belum tentu karena rumah yang kurang bagus pun dapat pula yang bercat putih. Dengan demikian jelaslah bahwa pertukaran unsur pada (1) dan (2) tidak dapat dilakukan sehingga rangkaian kata pada (1) dan (2) itu belum dapat disebut kalimat. Rangkaian kata (1) dan (2) itu baru dapat disebut kalimat jika dilengkapi dengan unsur lain, misalnya seperti yang tampak pada contoh berikut.

(1b) Gedung tinggi itu // akan dipugar. S P (2b) Rumah bagus bercat putih itu // terkena pelebaran jalan. S P Dengan penambahan unsur akan dipugar pada (1) dan terkena pelebaran jalan pada (2), kedua rangkaian kata tersebut selain unsurnya menjadi lengkap, informasinya pun menjadi utuh sehingga memenuhi syarat sebagai kalimat. Sebagai bukti bahwa rangkaian kata (1) dan (2) dapat disebut kalimat strukturnya dapat dipertukarkan, seperti yang tampak pada contoh di bawah ini. (1c) Akan dipugar // gedung tinggi itu. P S (2c) Tekena pelebaran jalan // rumah bagus yang bercat putih itu. P S Dengan penukaran posisi unsur itu, struktur kalimat (1c) dan (2c) menjadi predikatsubjek dari struktur asalnya (1b) dan (2b) yakni subjek-predikat. Sebagai tambahan, parlu dikemukakan bahwa pemakaian struktur inversi seperti (1c) dan (2c) itu sebenarnya berkaitan dengan penataan gagasan, khususnya yang menyangkut penonjolan atau pemokusan informasi. Pada (1c) informasi yang ditonjolkan adalah tentang akan dipugar, terkena pelebaran jalan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1. Dari segi maknanya, sebuah kalimat harus mengandung informasi yang relatif lengkap, sedangkan dari segi bentuknya, sebuah kalimat sekurang-kurangnya harus mengandung unsur subjek dan predikat. 2. Unsur yang berupa SP posisinya dapat dipertukarkan sehingga menjadi PS 3. Subjek atau pokok kalimat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan apa atau siapa, sedangkan predikat atau sebutannya dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan mengapa atau bagaimana. (a). Kelengkapan Kalimat Sebuah kalimat yang tepat (benar), terutama dalam ragam resmi, harus mengandung kelengkapan dari segi unsur pembentukannya, tuntas dari segi makna/informasi dan berterima dari segi nilai sosial budaya masyarakat pemakainya. Dari segi unsur-unsurnya, sebuah kalimat dikatakan lengkap jika sekurang-kurangnya mengandung dua unsur, yaitu unsur yang disebut subjek dan unsur yang disebut predikat. Jika predikat kalimat berupa kata kerja transitif atau kata kerja yang menuntut kehadiran unsur pelengkap, unsur berupa objek juga harus ada, yaitu untuk melengkapinya. Jika diperlukan, unsur lain yang berupa keterangan juga dapat disertakan di dalam kalimat. Sebagai contoh perhatikan kalimat berikut.

(5) Pembangunan itu untuk menyejahterakan masyarakat. (6) Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pekerajaan ini yaitu kurangnya tenaga profesional. (6) Dalam pertemuan itu dihadiri oleh para guru se-Kodya Mataram. (7) Pada kesempatan itu menteri mengatakan, jalinan kerja sama dengan pemerintah daerah setempat perlu terus ditingkatkan. Jika dilihat dari segi makna atau informasi, kalimat tersebut tampaknya dapat dengan mudah dipahami, baik oleh pembaca (jika kalimat itu dituliskan) maupun oleh pendengar (jika kalimat itu dilisankan). Dengan kata lain, keempat kalimat yang dicontohkan itu sebenarnya cukup komunikatif. Sungguhpun demikian, jika diperhatikan secara cermat, pada dasarnya keempat kalimat tersebut kurang lengkap dari segi strukturnya. Mengapa kurang lengkap? Agar lebih jelas, perhatikan uraian berikut ini. Pada kalimat (5) unsur pembangunan itu merupakan subjek kalimat, sedangkan unsur selebihnya merupakan keterangan atau lebih tepatnya pelengkap. Dengan demikian, kalimat (5) berpola subjek-pelengkap. Dengan pola itu dapat diketahui bahwa kalimat (5) tidak memakai unsur predikat. Padahal, predikat merupakan unsur yang penting dalam struktur sebuah kalimat. Jadi, ketidaklengkapan kalimat (5) disebabkan oleh tidak adanya unsur predikat. Agar menjadi tepat, kalimat (5) harus dilengkapi dengan unsur predikat. Misalnya, kita dapat menambahkan kata bertujuan sebagai predikat atau kata adalah sebagai penanda predikat. Dengan penambahan itu, kalimat dapat dicermati menjadi (5a) atau (5b) berikut. (5a) Pembangunan itu bertujuan (untuk) menyejahterakan masyarakat. S P Pel. (5b) Pembangunan itu adalah untuk menyejahterakan masyarakat. S P Pel. Kalimat (6) dikatakan tidak lengkap karena unsur hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pekerjaan merupakan subjek, dan unsur yaitu kurangnya tenaga profesional merupakan keterangan. Jadi, kalimat (6) itu berpola subjek-keterangan. Dengan pola itu dapat diketahui bahwa ketidaklengkapan kalimat (6) juga disebabkan oleh tidak adanya unsur predikat. Kata yaitu, seperti halnya yakni, oleh sebagian pamakai bahasa dianggap dapat menandai unsur predikat. Anggapan itu tentu saja tidak benar karena kata yaitu dan yakni, sebenarnya menandai unsur keterangan. Dalam hubungan itu, unsur yang menandai predikat adalah unsur adalah atau ialah. Namun, penggunaan unsur atau kata itu tidak selalu sama. Kata adalah merupakan kata predikatif yan digunakan untuk menjelaskan, sedangkan ialah merupakan kata predikatif yang digunakan untuk mendefinisikan atau memberikan pengertian. Sejalan dengan keterangan tesebut, kalimat (6) dapat menjadi kalimat yang tepat jika dilengkapi dengan kata predikatif. Kata predikatif yang tepat digunakan pada kalimat (6) itu adalah kata adalah. Oleh karena itu, pencermatan kalimat (6) dapat diubah menajdi (6a) berikut. (6a) Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah kurangnya tenaga profesional.

Kalimat (7), secara sepintas juga tidak memperlihatkan kesalahan, tetapi jika diperhatikan secara cermat, akan tampak baha kalimat itu sebenarnya tidak memiliki subjek. Apa yang dihadiri oleh para guru ? Jawabannya tidak ditemukan pada kalimat tersebut. Apabila jawaban yang dimaksud adalah pertemuan itu, berarti penggunaan kata dalam pada kalimat tersebut tidak tepat karena kehadiran kata itu menyebabkan unsur yang mengikutinya tidak menjadi subjek, melainkan menjadi keterangan. Oleh karena itu, agar kalimat tersebut menjadi tepat, kata dalam yang mengawalinya harus dihilangkan. Dengan demikian, pencermatan kalimat (7) itu akan menjadi berikut. (7a) Pertemuan itu dihadiri oleh para guru se-Kodya Mataram. Kalimat (7a) itu bukan satu-satunya alternatif yang dapt ditempuh, yakni dengan tetap memeprtahankan kata dalam, berarti kalimat itu akan diawali dengan unsur keterangan. Jika demikian, kata kerja yang menjadi predikatnya harus diubah, yaitu dari dihadiri menjadi hadir, sehingga kalimat (7a) menjadi (7b) berikut. (7b) Dalam pertemuan itu hadir para guru se-Kodya Mataram. Dengan perubahan semacam itu, para guru se-Kodya Mataram merupakan subek, hadir predikat, dan dalam pertemuan itu merupakna keterangan. Alternatif lain, dapat pula kalimat (7b) diubah menjadi (7c) berikut. (7c) Para guru se-Kodya Mataram hadir dalam pertemuan itu. Kalimat (8), yakni pada kesempatan itu menteri mengatakan, jalinan keja sama dengan pemerintah daerah perlu terus ditingkat, dikatakan tidak lengkap. Ketidaklengkapan kalimat tersebut disebabkan oleh adanya penghilangan kata penghubung, yaitu kata penghubung bahwa. Penghilangan kata penghubung itu kadang-kadang dianggap sebagai salah satu cara untuk mencapai kehematan dalam berbahasa atau yang lazim dikenal dengan prinsip ekonomi bahasa. Prinsip ini umunya diterapkan dalam ragam bahasa berita atau ragam jurnalistik. Dalam hubungan itu, penghematan memang perlu, tetapi hendaknya jangan sampai mengorbankan kaidah. Di samping itu, penggunaan kata-kata di dalam sebuah kalimat pun harus tidak menyinggung nilai budaya masyarakat tertentu. Sebagai contoh, di daerah Kalimantan seperti halnya di Malaysia kata butuh merupakan kata yang dianggap tabu. Oleh sebeb itu, di daerah tersebut penggunaan kata butuh hendaknya dihindari. Sebagai penggantinya, kata perlu dapat digunakan karena keduanya bersinonim. Bentuknya pun, kata keperluan dapat digunakan sebagai pengganti kata kebutuhan. (b). Pola Unsur Kalimat Pola dasar kalimat yang dimaksud dalam hal ini adalah bentuk kalimat yang mendasari bentukan kalimat lain yang lebih luas. Sebagai bahan pemahaman, perhatikan contoh berikut.

(9) Pada kesempatan itu bupati menyerahkan sejumlah tanda penghargaan kepada warga masyarakat yang telah berjasa terhadap daerahnya. (10) Menurut rencana, pertemuan yang diselenggarakan oleh DPR Pusat itu akan ditunda sampai pekan depan. Jika dilihat dari segi jumlah kosa kata yang digunakan, kalimat (9) dan (10) cukup panjang. Sungguhpun demikian, pola dasar kalimat itu cukup singkat, yakni sebagai berikut. (9a) Bupati menyerahkan tanda penghargaan. S P O (10a) Pertemuan itu akan ditunda . S P Pola dasar yang singkat itu, yakni SPO pada (9a) dan SP pada (10a), oleh pemakai bahasa kemudian diperpanjang atau diperluas dengan keterangan-keterangan tertentu sehingga menjadi (9) dan (10). Mengapa timbul perluasan pola dasar semacam itu ? Perluasan pola dasar itu timbul karena keperluan informasi. Dengan hanya menggunakan pola (9a), misalnya pemakai bahasa merasa belum dapat mengungkapkan informasi secara lengkap karena di dalam pola dasar itu belum terungkap informasi tentang kapan penghargaan itu diserahkan, kepada siapa diserahkannya, dan berapa jumlahnya. Untuk melengkapi informasi itu, pemakai bahasa merasa perlu menambahkan kelompok kata pada kesempatan itu, kepada masyarakat yang telah berjasa terhadap daerahnya, dan sejumlah sehingga pola dasar (9a) itu berubah menjadi (9) di atas. Dengan pola dasar (10a), pertemuan itu akan ditunda, pemakai bahasa pun tampaknya merasa belum dapat mengungkapkan informasi yang lengkap karena di dalamnya belum ada informasi tentang dasar penundaan, siapa penyelenggaraan pertemuan, dan sampai kapan penundaan itu. Oleh sebeb itu, pemakiannya merasa perlu menambahkan keterangan menurut rencana yang diselenggarakan DPR Pusat, dan hingga pekan depan, sehingga kalimatnya menjadi Menurut rencana pertemuan yang diselenggarakan DPR Pusat akan ditunda sampai pekan depan. Bentukan kalimat yang cukup panjang semacam itu akan tetap mempunyai struktur yang jelas dan informasinya pun mudah dipahami jika memang didasarkan pada pola dasar tertentu. Dengan demikian, pengetahuan tentang pola dasar kalimat ini terutama dimaksudkan agar pemakai bahasa dapat memperluas kalimat dengan benar dan menyampaikan informasi secara lengkap. Dari beberapa pustaka yang berkembang dapat diamati bahwa bahasa Indonesia paling tidak mempunyai empat pola dasar kalimat. Keempat pola dasar kalimat itu adalah sebagai berikut. (a) Pola dasar SP (subjek-predikat) (b) Pola dasar SPPel (subjek-predikat-pelengkap) (c) Pola dasar SPO (subjek-predikat-obyek)

(d) Pola dasar SPOPel (subjek-predikat-objek-pelengkap) Pola dasar SP dapat diturunkan menjadi beberapa kalimat luas dengan menambahkan keterangan-keterangan tertentu, dengan menggabungkan dua pola atau lebih, dan dengan mengubah strukturnya atau dengan mempertukarkan letak posisi unsur-unsurnya. (11) Pekerjaan itu melelahkan . S P

(11a) Pekerjaan menangani surat-menyurat itu sangat melelahkan (11b) Sangat melelahkan pekerjaan menangani surat-menyurat itu. (11c) Pekerjaan itu cukup melelahkan karena banyak hal yang harus ditangani. Kalimat (11) merupakan pola dasarnya, kalimat (11a) merupakan perluasan pola dasar itu dengan menambahkan keterangan tertentu, kalimat (11b) merupakan perluasan dengan mengubah posisi unsur-unsurnya dan kalimat (11c) merupakan perluasan dengan menggabungkan pola dasar itu. (b) Pola Dasar SPPel Beberapa contoh pola dasar ini dapt diperhatikan pada kalimat berikut. (12) (13) Tetangga saya penjual barang-barang bekas. S P Pel. Pertandingan itu berlangsung S P cukup meriah. Pel.

Seperti halnya pola dasar SP, pola dasar S P Pel. ini pun dapat diperluas dengan cara (a) menambahkan keterangan tertentu, (b) memperluas posisi unsur-unsurnya, (c) menggabungkan pola dasarnya. Beberapa contoh perluasan itu dapat diperhatikan di bawah ini. (12a) Tetangga saya, yang rumahnya di dekat lapangan voli itu, seorang penjual barang-barang bekas. (13a) Minggu yang lalu pertandingan tinju antara Holified dan Bowe berlangsung cukup meriah. (13b) Cukup meriah pertandingan antara Holified dan Bowe yang berlangsung minggu lalu.

(13c) Pertandingan tinju itu berlangsung cukup meriah, sedangkan pertandingan sepak bola antara Pelita Jaya dan Persib terkesan sepi.

(c) Pola Dasar SPO Pola dasar ini pun perluasannya dapat bervariasi. Apalagi mengingat bahwa pola dasar ini berpredikat kata kerja transitif, variasi perluasannya pun dapat berbentuk pasif. Beberapa contoh kalimat yang berpola SPO ini dapat diperhatikan di bawah ini. (14) (15) Dekan FKIP Unram S Amerika S menugasi saya. P O Irak. O

menyerang P

Selain dapat diperluas dengan mengubah strukturnya menjadi pasif, pola ini dapat pula diperluas dengan cara yang sama seperti halnya pola-pola dasar yang lain. Perluasan itu, misalnya, dapat dilakukan seperti berikut. (14a) Dekan FKIP Unram menugasi saya untuk memberikan penyuluhan di Pusdiklat Mataram. (14b) Saya ditugasi Dekan FKIP Unram untuk memberikan penyuluhan di Pusdiklat Mataram. (14c) Ketika itu, Dekan FKIP menugasi saya untuk memberikan penyuluhan di Pusdiklat Mataram.

(14d) Penyuluhan di Pusdiklat Mataram ditugaskan kepada saya oleh dekan FKIP Unram.

(d) Pola Dasar S P O Pel Seperti halnya pola dasar SPO, pola dasar ini pun predikat kalimatnya berupa kata kerja transitif. Oleh karena itu, perluasannya pun dapat bervariasi dengan bentuk pasif. Beberapa contoh pola dasar ini dapat dilihat pada kalimat berikut. (15) (16) Amerika mengirimi Indonesia bantuan tenaga ahli S P O Pel. Ibu membelikan adik S P O baju baru Pel.

Pola dasar tersebut dapat diperluas dengan cara yang sama seperti pada perluasan pola dasar yang lain. Kecuali itu, perluasan pola dasar ini dapat pula divariasikan dengan bentuk pasifnya. Sebagai gambaran, perhatikan contoh perluasan berikut. (15a) Indonesia dikirimi bantuan tenaga ahli dalam bidang lingkungan hidup oleh Amerika. (16a) Amerika mengirimkan bantuan tenaga ahli dalam bidang lingkungan hidup kepada Indonesia. (15c) Tahun depan Amerika akan mengirimkan bantuan tenaga ahli kepada Indonesia, terutama jika Indonesia mau bersikap lunak terhadap negara adikuasa itu. (15d) Bantuan tenaga ahli yang dikirim Amerika kepada Indonesia akan dilakukan secara bertahap. Perluasan keempat pola dasar kalimat yang diberikan di sini tentu baru merupakan sebagian dari perluasan yang dapat dilakukan secra bertahap-tahap terhadap pola-pola dasar itu. Artinya, masih terbuka kesempatan pemerluasan keempat pola dasar itu dengan cara-cara lain yang mungkin berbeda dengan cara yang diberikan di sini. Dalam kaitan itu, hal lebih dipentingkan dalam pembicaraan ini adalah bahwa dengan mengetahui pola-pola dasar kalimat tersebut pembaca diharapkan dapat memperluas kalimat secara sistematis dan logis sehingga informasi yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami. Harapan itu tampaknya tidak berlebihan karena perluasan kalimat betapapun panjangnya-sejauh masih wajar akan tetap mudah diketahui strukturnya dan pahami maknanya jika memang didasarkan pada pola yang jelas. (e). Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk Kalimat pada dasarnya dapat dibedakan menjadi berbagai jenis. Sungguhpun demikian, jenis kalimat itu, jika didasarkan pada pola pembentukannya hanya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk. 1. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah suatu jenis kalimat yang hanya terdiri atas satu pola dasar, apakah pola itu berupa SP, SPO, SPPel, atau SPOPel. Dengan demikian, betapapun panjangnya sebuah kalimat jika hanya mempunyai satu pola dasar tetap disebut sebagai kalimat tunggal. Beberapa contoh selain yang dilihat pada pembicaraan tentang pola pada dasar kalimat, dapat diperhatikan pada contoh dan uraian di bawah ini. (16) (17) (18) (19) Bangunan itu menyerupai kantor. Kemampuan manusia itu sangat terbatas. Gedung megah yang terletak di jalan protokol itu akan dibongkar. Saya amat tertarik pada wajah gadis itu.

2. Kalimat Majemuk Istilah kalimat majemuk yang dimaksud di sini mengacu pada suatu jenis kalimat yang terdiri dari dua pola dasar atau lebih. Dengan demikian, perbedaannya dengan kalimat tunggal terletak pada jumlah pola dasar yang digunakan. Kalimat tunggal hanya memiliki satu pola dasar, sedangkan kalimat majemuk memiliki dua pola dasar atau lebih. Jenis kalimat majemuk ini masih dapat dibedakan lagi atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Secara lebih jelas, kedua jenis kalimat majemuk itu akan dibicarakan lebih lanjut pada uraian berikut. (a) Kalimat Majemuk Setara Kalimat majemuk setara adalah jenis kalimat majemuk yang unsur-unsurnya memiliki kedudukan setara atau sederajat. Oleh karena itu, unsur pembentukannya yang berupa pola-pola tertentu tidak ada yang disebut anak kalimat dan tidak ada pula yang disebut induk kalimat, tidak ada unsur inti dan tidak ada pula unsur tidak inti. Semua unsurnya mempunyai kedudukan yang seimbang. Dalam pemakaiannya, kalimat majemuk setara ini dapat dikenali melalui ungkapan penghubungnya. Ungkapan penghubung yang menandai kalimat majemuk setara ini dapat disebut ungkapan penghubung kesetaraan. Dalam bahasa Indonesia ungkapan penghubung kesetaraan itu, antara lain dapat dilihat pada contoh di bawah ini. dan atau lalu kemudian tetapi melainkan sedangkan

Contoh pemakain ungkapan penghubung tersebut dapat diperhatikan pada kalimat berikut. (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) Semua bergantung kebijakan pimpinan, apakah proyek ini akan dihentikan, atau diteruskan dengan resiko kekurangan dana. Dengan sabar dosen wanita itu menjelaskan sejarah arsitektur di Indonesia, dan para mahasiswanya memperhatikan dengan baik. Buru-buru dia membuka sepatu lalu menghempaskan dirinya di tempat tidur. Dia mendekati pohon itu, kemudian menaikinya. Sebenarnya dia orang asing, tetapi kelihatannya telah mengenal daerah ini dengan baik. Gadis yang berbaju batik itu bukan kekasih saya, melainkan adik ipar saya. Indonesia merupakan negara kepulauan, sedangkan India merupakan negara daratan.

Dari beberapa contoh di atas, dapatlah diketahui bahwa ungkapan penghubung atau menyatakan pemilihan dan menyatakan penjumlahan lalu dan kemudian menyatakan urutan waktu sedangkan, tetapi, melainkan, menyatakan pertentangan. Dalam pemakaiannya perlu diingat bahwa ungkapan penghubung kesertaraan selalu didahului tanda koma. Kecuali itu, sebagai ungkapan penghubung, kata seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan digunakan untuk menghububungkan bagian yang satu dan bagian yang didahului

oleh kata penghubung tersebut tidak dapat dipisahkan dari bagian yang lain. Jika pemisahan itu dilakukan, seperti yang selama ini sering kita jumpai, struktur kalimatnya menjadi tidak benar. Misalnya. (26) Buah-buahan semacam itu biasanya tidak besar. Tetapi mengandung kadar air yang cukup banyak. (27) Harga kebutuhan pokok terus meningkat. Sedangkan, daya beli masyarakat belum ada perubahan. Dari segi struktur kalimat, pemisahan bagian kalimat sebelum ungkapan penghubung tersebut tidak dibenarkan. Hal ini karena kedua bagian kalimat tersebut sebenarnya merupakan satu kesatuan, yang dihubungkan dengan ungkapan penghubung tetapi (26) dan sedangkan(27). Sebagai satu kesatuan, kedua bagian kalimat itu seharusnya ditulis serangkai seperti berikut ini. (26a) Buah-buahan semacam itu biasanya tidak besar, tetapi mengandung kadar air yang cukup banyak. (27a) Harga kebutuhan pokok terus meningkat, sedangkan daya beli masyarakat belum ada perubahan. (b) Kalimat Majemuk Bertingkat Kalimat majemuk bertingkat atau kalimat majemuk tidak setara sesuai dengan namanya, bagian yang satu dan bagian yang lain di dalam kalimat majemuk ini mempunyai kedudukan yang tidak sederajat. Bagian yang satu berkedudukan sebagai bagian yang merupakan inti, dan bagian yang lain berkedudukan sebagai bagian bukan inti. Bagian yang inti disebut induk kalimat, dan bagian yang bukan inti disebut anak kalimat. Seperti halnya kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat pun dapat dikenali melalui ungkapan penghubung yang digunakannya. Dalam hal ini, ungkapan penghubung yang menandai kalimat majemuk bertingkat, antara lain dapat diperhatikan di bawah ini. jika kalau apabila anadikata agar supaya sebab kalau ketika bahwa meskipun walaupun

Beberapa contoh kalimat majemuk bertingkat yang ditandai dengan penggunaan kata penghubung tersebut dapat dilihat di bawah ini.

(28) Saya akan membeli buku itu jika sudah mempunyai uang. (29) Tanaman itu perlu disirami agar tidak layu. (27) Penelitian itu cukup bagus meskipun datanya kurang akurat. Pada contoh tersebut bagian kalimat yang didahului kata penghubung disebut anak kalimat, sedangkan bagian sebelumnya disebut induk kalimat. Dalam kaitan itu, induk kalimat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. (a) Mempunyai unsru yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan anak kalimat (b) Dapat berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal (c) Tidak didahului kata penghubung Sementara itu, bagian yang disebut anak kalimat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. (a) unsur-unsurnya relatif tidak selengkap induk kalimat karena sebagian ada yang hilang. (b) tidak dapat bediri sendiri sebagai kalimat. (c) didahului kata penghubung yang menandai kebertingkatan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, bagian yang disebut induk kalimat pada contoh (28) - (30) masing-masing adalah sebagai berikut. (a) Saya akan membeli buku (28) (b) Tanaman itu perlu disirami (29) (c) Penelitian itu cukup bagus (30) Induk kalimat, selain dapat berdiri sendiri sebagai kalimat, bagian itu juga memiliki unsur yang relatif lengkap dan tidak didahului kata penghubung. Dalam ketiga contoh kalimat di atas, berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan, bagian yang disebut anak kalimat masing-masing adalah sebagai berikut. (a) Jika sudah mempunyai uang (28) (b) agar tidak layu (29) (b) meskipun datannya tidak lengkap (30) Dengan keterangan tersebut, jika dilihat dari strukturnya, kalimat (28) - (30) masingmasing induk kalimatnya mendahului anak kalimat. Dalam struktur semacam itu, kata penghubung dalam kalimat majemuk bertingkat tidak didahului dengan tanda koma. Namun jika

strukturnya mendahulukan anak kalimat daripada induk kalimat, tanda koma harus digunakan, yakni sebagai contoh, hal itu dapat diperhatikan pada perubahan kalimat (28) - (30) di atas menjadi seperti berikut. (28a) Jika sudah mempunyai uang, saya akan membeli buku. AK (anak kalimat) IK (induk kalimat)

(29a) Agar tidak layu, tanaman itu perlu disirami. AK IK penelitian itu cukup bagus. IK

(30a) Meskipun datanya kurang akurat, AK

Seperti halnya kalimat majemuk setara, bagian-bagian kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat pun, yang disebut anak kalimat dan induk kalimat, merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu, dalam pemakaiannya, anak kalimat tidak seharusnya dipisahkan dari induk kalimatnya. Perhatikan beberapa contoh berikut, yang ditulis secara tidak benar. (31) Tanaman pangan di daerah itu hasilnya selalu kurang memusakan karena terus menerus diganggu tikus. (32) Kehidupan mereka belum juga berubah. Meskipun, mereka bekerja sejak fajar hingga terbenam matahari. Penulisan kata majemuk seperti pada kedua contoh tersebut tidak benar karena selain bagian kalimat yang didahului penghubung karena dan meskipun tidak dapat berdiri sendiri, juga karena kedua bagian kalimat yang dipisahkan dengan tanda titik itu merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu, kedua bagian tersebut seharusnya ditulis serangkai menjadi seperti berikut. (31a) Tanaman pangan di daerah itu hasilnya kurang memuaskan karena terus-menerus diganggu tikus. (32a) Kehidupan mereka belum juga berubah meskipun mereka bekerja sejak fajar hingga matahari terbenam. Kedua kalimat tersebut dapat pula ditulis sebagai berikut tanpa mengubah makna kalimatnya atau tanpa mengubah informasi yang disampaikan. (31b) Karena terus-menerus diganggu tikus, tanaman pangan di daerah itu hasilnya kurang memuaskan.

(32b) Meskipun mereka bekerja sejak fajar hingga matahari tebenam, kehidupan mereka belum juga berubah. C. Rangkuman Dalam berbahasa, kita sebenarnya tidak menggunakan kata-kata secara terlepas, melainkan kata-kata itu terangkai sesuai dengan kaidah sehingga membentuk rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, perasaan atau pikiran yang relatif lengkap. Rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, perasaan, atau pikiran yang relatif lengkap itulah yang disebut kalimat. Status sebuah kalimat selain dapat diketahui dari segi kelengkapan unsurnya --yaitu ada subjek dan ada predikat --, dari strukturnya juga dapat diketahui dari kemungkinan dapat dipertukarkannya posisi unsur yang berupa subjek dan predikat. Apalagi unsur itu dapat dipertukarkan, rangkaian kata yang bersangkutan berarti dapat disebut kalimat. Kalimat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1. Dari segi maknanya, sebuah kalimat harus mengandung informasi yang relatif lengkap, sedangkan dari segi bentuknya, sebuah kalimat sekurang-kurangnya harus mengandung unsur subjek dan predikat. 2. Unsur yang berupa SP posisinya dapat dipertukarkan sehingga menjadi PS 3. Subjek atau pokok kalimat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan apa atau siapa, sedangkan predikat atau sebutannya dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan mengapa atau bagaimana. Sebuah kalimat yang tepat (benar), terutama dalam ragam resmi, harus mengandung kelengkapan dari segi unsur pembentukannya, tuntas dari segi makna/informasi dan berterima dari segi nilai sosial budaya masyarakat pemakainya. Dari segi unsur-unsurnya, sebuah kalimat dikatakan lengkap jika sekurang-kurangnya mengandung dua unsur, yaitu unsur yang disebut subjek dan unsur yang disebut predikat. Jika predikat kalimat berupa kata kerja transitif atau kata kerja yang menuntut kehadiran unsur pelengkap, unsur berupa objek juga harus ada, yaitu untuk melengkapinya. Jika diperlukan, unsur lain yang berupa keterangan juga dapat disertakan di dalam kalimat. Dari beberapa pustaka yang berkembang dapat diamati bahwa bahasa Indonesia paling tidak mempunyai empat pola dasar kalimat. Keempat pola dasar kalimat itu adalah sebagai berikut. (a) (b) (c) (d) Pola dasar SP (subjek-predikat) Pola dasar SPPel (subjek-predikat-pelengkap) Pola dasar SPO (subjek-predikat-obyek) Pola dasar SPOPel (subjek-predikat-objek-pelengkap)

Kalimat pada dasarnya dapat dibedakan menjadi berbagai jenis. Sungguhpun demikian, jenis kalimat itu, jika didasarkan pada pola pembentukannya hanya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah suatu jenis kalimat yang hanya terdiri atas satu pola dasar, apakah pola itu berupa SP, SPO, SPPel, atau SPOPel. Dengan demikian, betapapun panjangnya sebuah

kalimatjika hanya mempunyai satu pola dasartetap disebut sebagai kalimat tunggal. Beberapa contoh selain yang dilihat pada pembicaraan tentang pola pada dasar kalimat, dapat diperhatikan pada contoh dan uraian di bawah ini. (1) (2) (3) (4) Bangunan itu menyerupai kantor. Kemampuan manusia itu sangat terbatas. Gedung megah yang terletak di jalan protokol itu akan dibongkar. Saya amat tertarik pada wajah gadis itu.

Istilah kalimat majemuk yang dimaksud di sini mengacu pada suatu jenis kalimat yang terdiri dari dua pola dasar atau lebih. Dengan demikian, perbedaannya dengan kalimat tunggal terletak pada jumlah pola dasar yang digunakan. Kalimat tunggal hanya memiliki satu pola dasar, sedangkan kalimat majemuk memiliki dua pola dasar atau lebih. Jenis kalimat majemuk ini masih dapat dibedakan lagi atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Secara lebih jelas, kedua jenis kalimat majemuk itu akan dibicarakan lebih lanjut pada uraian berikut. D. Daftar Pustaka Abdullah Bin Nuh dan Oemar Bakry, 1959. Kamus Indonesia Arab Inggris. Djakarta: : Mutiara Adiwimarta, Sri Soekasih, dkk. 1978. Tata Istilah Indonesia. Jakarta : Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa. Ajib Che Kob. 1980. Bahasa dan Budaya: Satu Tinjauan Hubungannya. Dewan Bahasa. 24, bilangan 12 : 34 41. Alfian (Edit). 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan Jakarta : Gramedia. Ali, Lukman. 1989. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Alisjahbana, S. Takdir. 1965. The Failure of Modern Linguistics : in the Face of Lingistics Problems of the Twentieth Century. Kuala Lumpur: University of Malaya. Al-Kasimi, Ali M. 1977. Linguistics and Bilingual Dictionary. Lieden: E.J. Brill Alwasilah, Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa, Bandung : Angkasa. Jilid

Ansjar, Moh. 1991. Strategi Pembina Bahasa Indonesia Dalam Proses Pendidikan dan Pengajaran di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Makalah Munas V dan Semloknas I HPBI.

Anwar, H. Rosihan 1991. Bahasa Indonesia Dalam Media Massa Elektronik. Makalah Munas V dan Semloknas I BPBI. Atkinson, Martin ; David Kilby dan Iggy Roca. 1988. Foundations of General London : Unwin Hyman. Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta : Gramdeia. -------------. 1989. Pengaruh Ragam Jurnalistik Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia Sekolah. Makalah Seminar Ragam Bahasa Jurnalistik dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: HPBI. di Linguistics.

Bimo, Jay. 1981. Prokem (Bahasa Kerennya : The Indonesian Graffiti). Bonus Majalah Hai

E. TES FORMATIF 1. Kalimat dengan pola S-P-O-Ket. (waktu) adalah... A. Hadiah Nobel Sastra tahun 1994 dimenangkan oleh sastrawan Jepang. B. Menteri Sosial mengecam tindakan pemerkosaan itu, belum lama ini. C. Tahun 1995 merupakan tahun emas kemerdekaan bangsa Indonesia. D. Bacaan populer masih dianaktirikan. E. Wanita itu menangisi anaknya yang pergi ke luar negeri. 2. Pada bagian ini menguraikan pengelolaan sumber air bersih. Kalimat di atas tidak gramatikal karena A. Subjeknya berupa kata depan B. Subjeknya tidak ada C. predikatnya ganda D. predikatnya tidak ada E. Subjeknya berupa kata benda

3. Kalimat-kalimat berikut ini merupakan kalimat majemuk, kecuali A. Indonesia berjuang melawan kemiskinan agar lebih banyak orang menjadi sejahtera. B. C. D. E. Udara di Lombok Utara dingin, udara di Lombok Selatan panas. Kami menempuh semua ujian agar tidak mengulang kuliah. Surat kabar tidak akan meliput Pemilu 2003. Surat kabar yang terbit pagi ada tiga, sedangkan surat kabar yang terbit sore ahari ada dua.

4. a. Ayah belum mengirimkan uang b. Kami belum dapat membayar uang kuliah. Kedua kalimat di atas dapat digabungkan menjadi kalimat yang benar dengan kata hubung

A. B. C. D. E.

ketika sehingga tetapi apabila kalau


dan Kita tidak boleh lengah

5. Jika kalimat Air Kali Jangkuk telah normal kembali alirannya digabungkan, perangkai yang tepat adalah . A. walaupun demikian B. sehingga C. tetapi D. maka E. dengan demikian

6. Penggunaan kata penghubung yang tepat terdapat pada


A. B. C. D. E. Bukan Aminah yang salah, tetapi Ramiah. Antara Udin dengan Amir telah terjadi kesalahpahaman. Ia belajar demi untuk Ibunya. Ibu tidak memarahinya melainkan menasihatinya. Antara Bali dengan Lombok terdapat sebuah selat.

7. Kalimat yang berobjek adalah, kecuali A. Tetangganya berjualan bermacam-macam jenis alat tulis di pasar. B. Banyak orang menyukai olahraga renang karena dianggap dapat menyehatkan badan. C. Semua siswa sedang mempelajari bahasa Indonesia dengan penuh semangat. D. Adik dibelikan bahu baru oleh ayah. E. Kami mempelajari bahasa Indonesia. 8. Semua kalimat di bawah ini merupakan kalimat majemuk setara, kecuali
A. Semua bergantung kebijakan pimpinan, apakah proyek ini akan dihentikan atau diteruskan dengan resiko kekurangan dana. B. Dengan sabar dosen wanita itu menjelaskan sejarah arsitektur Indonesia dan para mahasiswanya memperhatikan dengan baik. C. Buru-buru dia membuka sepatu lalu menghempaskan dirinya di tempat tidur. D. Sebenarnya dia orang asing, tetapi kelihatannya telah mengenal daerah ini dengan baik. E. Penelitian itu cukup baik meskipun datanya kurang akurat.

Anda mungkin juga menyukai