Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan
banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan tugas mata kuliah bahasa
Indonesia di fakultas MIPA jurusan farmasi universitas islam makassar.Dalam
penyusunan makalah ini kami berusaha untuk menguraikan pembahasan mengenai
kalimat efektif dan kalimat tidak efektif.Semua materi yang terdapat dalam makalah
ini kami himpun dari berbagai sumber yang terpercaya dan relevan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki keterbatasan, baik dari segi
materi maupun penyajian.Oleh karena itu, segala masukan dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan dimasa mendatang.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat memberikan wawasan yang
bermanfaat dan dapat dijadikan referensi bagi pembaca yang tertarik untuk lebih
memahami mengenai kalimat efektif dan kalimat tidak efektif
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................
C. Tujuan...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.TUJUAN
8. Untuk mengetahu bagaimana cara membedakan kalimat efektif dan tidak efektif
PEMBAHASAN
Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa
Indonesia lama lazim disebut jabatan kata dan pada saat ini disebut peran kata dalam
kalimat, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan
keterangan (Ket).
a.Subjek (S)
Subjek (S) adalah bagian dari klausa yang menunjukkan pelaku, tokoh, sosok
(benda), sesuatu hal, suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan.
Subjek pada biasanya diisi oleh jenis kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa
verbal. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh sebagai berikut ini.
Kata-kata yang dicetak tebal pada kalimat di atas adalah S. Contoh S yang diisi oleh
kata dan frasa benda terdapat pada kalimat (a) dan (b). Contoh S yang diisi oleh
klausaterdapat pada kalimat (c). Sedangkan contoh S yang diisi oleh frasa verbal
terdapat pada kalimat (d) dan (e).
Dalam bahasa Indonesia, setiap kata, frasa, klausa pembentuk S selalu melihat pada
benda (konkret atau abstrak). Pada contoh di atas, meskipun jenis kata yang mengisi
S pada kalimat (c), (d) dan (e) bukan kata benda, namun hakikat fisiknya tetap
merujuk pada benda. Bila kita menunjuk pelaku pada kalimat (c) dan (d), yang
bercelana biru dan berenang tentulah orang (benda). Demikian juga membangun
rumah tingkat yang menjadi S pada kalimat (e), secara implisit juga merujuk pada
“hasil membangun” yang tidak lain adalah benda juga. Di samping itu, kalau diselami
lebih dalam, sebenarnya ada nomina yang lesap, pada awal kalimat (c) sampai (e),
yaitu orang pada awal kalimat (c) dan kegiatan pada awal kalimat (d) dan (e).
Selain dari ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan memakai
kata tanya siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada P. Kalau ada jawaban yang logis
atas pertanyaan yang diajukan, itulah S. Jika ternyata jawabannya tidak ada dan atau
tidak logis berarti kalimat itu tidak mempunyai S. Hal ini terlihat dari contoh
“kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak ada/tidak jelas pelaku atau bendanya
(Andriani, dkk., 2017).
Contoh (a) sampai (c) belum memenuhi syarat sebagai kalimat karena tidak
mempunyai S. Kalau ditanya kepada P, siapa yang dilarang masuk pada contoh (a)
siapa yang melayani resep pada contoh (b) dan siapa yang memandikan adik pada
contoh (c), tidak ada jawabannya. Kalaupun ada, jawaban itu terasa tidak logis.
b.Predikat (P)
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberitahu melakukan (tindakan) apa atau
dalam keadaan bagaimana subjek (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat).
Selain memberitahu tindakan atau perbuatan subjek (S), P dapat pula menyatakan
sifat, situasi, status, ciri, atau jati diri S. termasuk juga sebagai P dalam kalimat
adalah pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki oleh S. predikat dapat juga
berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga
numeralia, nomina, atau frasa nominal (Rokhmansyah, dkk., 2019; Sukirman, dkk.,
2009).Perhatikan contoh berikut.
a. Kuda meringkik.
b. Ibu sedang tidur siang.
Bagian yang dicetak tebal dalam kalimat di atas adalah P. kata meringkik pada
kalimat (a) memberitahukan perbuatan kuda. Kelompok kata sedang tidur siang pada
kalimat (b) memberitahukan melakukan apa ibu, cantik jelita pada kalimat (c)
memberitahukan bagaimana putrinya, dalam keadaan aman pada kalimat (d)
memberitahukan situasi kota Jakarta, belang tiga pada kalimat (e) memberitahukan
ciri kucingku, mahasiswa baru pada kalimat (f) memberitahukan status Robby, dan
lima pada kalimat (g) memberitahukan jumlah rumah Pak Hartawan (Andriani dkk.,
2017).
Pada bagian berikut ini terdapat beberapa contoh kalimat yang tidak memiliki P
karena tidak ada kata-kata menunjuk pada perbuatan, sifat, keadaan, ciri, atau status
pelaku atau bendanya.
Walaupun contoh (a), (b), (c) ditulis persis seperti lazimnya kalimat normal, yaitu
diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, namun di dalamnya
tidak ada satu kata pun yang berfungsi sebagai P. Tidak ada jawaban atas pertanyaan
melakukan apa adik yang gendut lagi lucu (pelaku) pada contoh (a), tidak ada
jawaban atas pertanyaan kenapa atau ada apa dengan kantor di Jalan Gatot Subroto
dan Bandung terkenal sebagai kota kembang itu pada contoh (b) dan (c). karena tidak
ada informasi tentang tindakan, sifat, atau hal lain yang dituntut oleh P, maka contoh
(a), (b), (c) tidak mengandung P. Karena itu, rangkaian kata-kata yang cukup panjang
pada contoh (a), (b), (c) itu belum merupakan kalimat, melainkan baru merupakan
kelompok kata atau frasa (Pardjimin, 2005).
c.Objek (O)
Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. objek pada umumnya diisi oleh
nomina, frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba
transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O, seperti pada contoh di bawah
ini.
a. Syendi menimang …
b. Kontraktor membangun …
c. Ibu menggoreng …
Verba transitif menimang, membangun, dan menggoreng pada contoh tersebut adalah
P yang menuntut untuk dilengkapi. Unsur yang akan melengkapi P pada ketiga
kalimat itulah yang dinamakan objek. Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak
diperlukan. Itulah sebabnya sifat O dalam kalimat dikatakan tidak wajib hadir. Verba
intransitif mandi, rusak, pulang yang menjadi P dalam contoh berikut tidak menuntut
untuk dilengkapi (Maskurun, 2011).
a. Nenek mandi.
b. Komputerku rusak.
c. Tamunya pulang.
Objek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan.
Perhatikan contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang dan ubahan posisinya
bila kalimatnya dipasifkan (Maskurun, 2011).
d.Pelengkap (Pel)
Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. letak
Pelengkap umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga
ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat
berupa nomina, frasa nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat
perbedaan (Andriani et al., 2017). Perhatikan contoh di bawah ini.
S P O
S P Pel
Kedua kalimat aktif (a) dan (b) yang Pel dan O-nya sama-sama diisi oleh nomina
Pancasila, jika hendak dipasifkan ternyata yang bisa hanya kalimat (a) yang
menempatkan Pancasila sebagai O (Trianto, 2007). Ubahan kalimat (a) menjadi
kalimat pasif adalah sebagai berikut.
S P O
Posisi Pancasila sebagai Pel pada kalimat (b) tidak bisa dipindah ke depan menjadi S
dalam kalimat pasif. Contoh berikut adalah kalimat yang tidak gramatikal.
Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya. Selain diisi oleh
nomina dan frasa nominal, Pelengkap dapat juga diisi oleh frasa adjektival dan frasa
preposisional.
Di samping itu, letak Pelengkap tidak selalu persis di belakang P. Apabila dalam
kalimatnya terdapat O, letak pel adalah di belakang O sehingga urutan penulisan
bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel. Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dalam
kalimat.
Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai
bagian kalimat yang lainnya. Unsur Ket dapat berfungsi menerangkan S, P, O, dan
Pel. Posisinya bersifat bebas, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi
Ket adalah frasa nominal.
Menurut Wijayanti (2015: 66) kalimat dinyatakan efektif bila memiliki ciri-ciri:
a. Kesatuan gagasan
Kalimat efektif hanya mengandung satu gagasan. Baik didalam kalimat maupun di
dalam paragraf syarat yang harus dipeneuhi adalah adanya kesatuan gagasan.
Kesatuan gagasan ini akan memiliki arti bahwa di dalam sebuah kalimat hanya ada
satu ide/gagasan
b. Kesepadanan
1) Kalimat memiliki subjek dan predikat yang jelas. Dengan adanya Subjek dan
Predikat yang jelas akan memberikan kejelasan pula dalam penyampaian
ide/pesan dari kalimat tersebut. Apa atau siapa dalam sebuah kalimat
memberikan kejelasan dalam kalimat tersebut
3) Subjek tidak ganda. Subjek yang ganda dalam sebuah kalimat dapat
menimbulkan pemahaman yang ganda/lebih dari satu (ambigu). Oleh karena itu,
dalam kalimat efektif subjek harus memiliki satu makna yang jelas agar tidak
menimbulkan kealahan pemahaman yang berbeda
c. Keparalelan (kesejajaran)
Keparalelan adalah kesamaan bentuk atau makna yang digunakan dalam kalimat.
Contoh: Atika memetiki setangkai bunga. (tidak paralel makna). Kalimat tersebut
tidak memiliki kepararelan bentuk karena bila digunakan kata memetiki berarti
bukang hanya setangkai namun memiliki makna jamak, seharusnya memetik.
d. Kehematan
Kalimat efektif bercirikan tidak menggunakan kata-kata yang tidak diperlukan. Cara
untuk menghemat kata adalah dengan tidak mengulang subjek, tidak memakai
bentuk superordinate , tidak menggunakan kata bersinonim, dan tidak
menjamakkan kata-kata yang sudah menggunakan bentuk jamak. Contoh : Belajar
adalah merupakan tanggung jawab mahasiswa. Pemakaian kata adalah merupakan
memiliki makna yang sama.
e. Kelogisan
Kalimat dikatakan efektif jika dapat diterima oleh akal sehat. Contoh: Waktu dan
tempat kami persilakan. (tidak logis). Pemakaian kata dipersilakan tidak tepat/tidak
logis karena yang dapat dipersilakan adalah orang. Maka kalimat tersebut akan
menjadi efektif apabila kata tersebut diganti menjadi waktu dan tempat kami
serahkan atau kami berikan.
f. Kecermatan
Kalimat efektif ditulis secara cermat, tepat dalam diksi sehingga tidak menimbulkan
tafsir ganda. Penempatan unsur-unsur kalimat yang tepat akan membantu pembaca
untuk memahami makna kalimat secara jelas tanpa menimbulkan tafsir ganda
g. Kebervariasian
Ciri kalimat efektif yang lain adalah tidak monoton. Kalimat sebaiknya bervariasi
dengan memanfaatkan jenis-jenis kalimat yang ada dalam bahasa Indonesia.
h. Ketegasan
Ketegasan dapat dinyatakan dengan memberi penonjolan atau penekanan pada ide
pokok kalimat. Ketegasan dalam kalimat efektif ini menjadi penting karena hal yang
ditonjolkan tersebut merupakan ide dari gagasan dalam kalimat tersebut.
i. Ketepatan
Diksi yang digunakan perlu dipilih secara tepat dan cermat sehingga dapat mewakili
tujuan, maksud, atau pesan. Pemakain kata yang memiliki makana ganda, kata yang
berhomonim, homofon, homograf juga akan memiliki pengaruh dalam kalimat
tersebut.
j. Kebenaran struktur
k. Keringkasan
Dalam menulis ditemukan pemakaian kata dan kelompok kata yang sebenarnya
memiliki makna yang sama. Dalam hal ini kelompok kata merupakan bentuk
panjang, sedangkan kata merupakan bentuk ringkas/pendek.
a. kalimat tersebut dapat menjadi gambaran dari gagasan penulis atau pembicara
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak sesuai dengan tata bahasa
Indonesia yang telah ditentukan sehingga tidak mampu membuat isi atau maksud
yang disampaikan itu tergambar jelas dalam pikiran lawan bicara.
a.Kontaminasi
Kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan
kerancuan. Kalimat yang rancu adalah kalimat yang susunannya tidak teratur
sehingga informasinya sulit dipahami. Badudu (Badudu, 1993) membedakan
kontaminasi itu menjadi:
1) kontaminasi kalimat;
b.Pleonasme
1) pembicara tidak sadar bahwa yang diucapkannya itu mengandung sifat berlebih-
lebihan. Jadi, dibuat dengan tidak sengaja;
2) dibuat bukan dengan tidak sengaja, melainkan karena pembaca tidak tahu bahwa
kata-kata yang diucapkannya mengungkap pengertian yang berlebihlebihan, dan
3) dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa, untuk memberikan
tekanan pada arti (intensitas)
c. Ambiguitas
Ambiguitas diartikan sebagai tafsiran ganda terhadap satu kalimat. Misal pada
kalimat Rumah seniman yang antik itu akan segera dijual. Apa yang akan dijual?
Rumah atau seniman yang antik? Frase yang antik menerangkan kata rumah atau
seniman? Kalimat tersebut dapat menjadi efektif jika diubah menjadi sebagai berikut.
Kalimat yang baik harus memiliki unsur pembangun yang lengkap, sekurang-
kurangnya memiliki subjek dan predikat. Jika predikat kalimat berupa kata kerja
transitif, unsur kalimat yang disebut objek juga harus hadir. Unsur seperti keterangan
bersifat sekunder, boleh tidak ada (Putrayasa, 2014).
Selain kata dari, kata oleh, daripada juga sering digunakan berlebihan. Ada pula
pemakaian kata hari, tanggal, dan bulan yang dalam konteks tertentu tidak terlalu
diperlukan. Misalnya:
f). Setiap (bulan) Oktober, Kantor Bahasa Gorontalo mengadakan Festival Bahasa
Sastra.
Penggunaan kata hari, tanggal, dan bulan pada konteks berikut tidak dapat
dihilangkan karena memiliki nilai informatif yang tinggi. Misalnya:
g.Kesalahan Nalar
Nalar menentukan apakah kalimat yang kita tuturkan adalah kalimat yang logis atau
tidak (Putrayasa, 2014). Kalimat yang salah nalar dapat dilihat pada contoh berikut.
a). Hadirin yang kami hormati. Kita tiba sekarang pada acara berikut yaitu sambutan
bapak Bupati. Waktu dan tempat kami persilakan.
b). Dalam lomba itu, Romlah keluar sebagai juara pertama. Juara kedua diduduki
Widi.
Kalimat (a) jelas tidak logis. Siapa yang dipersilakan? Waktu dan tempat merupakan
benda abstrak sehingga tidak tepat untuk dipersilakan. Pada kalimat (b) juga
demikian. Jika diamati lebih lanjut, akan timbul pertanyaan: Siapakah juara kedua
yang diduduki oleh Widi? Apakah yang menjadi juara kedua tersebut merupakan
tempat duduk?
Dalam komunikasi sehari-hari, baik lisan maupun tertulis sering dijumpai kata
pedesaan, dan pemukiman. Jika dilihat dari proses pembentukan kata dan makna
katanya, kata-kata itu tidak tepat. Jika yang dimaksud sebagai tempat tinggal
penduduk desa, seharusnya yang tepat adalah perdesaan, dan permukiman jika yang
dimaksud adalah tempat bermukim. Pedesaan dan pemukiman memang berkelas kata
nomina tetapi artinya tidak menunjukkan tempat melainkan proses.
Ketidaktepatan makna kata dapat dilacak dengan mudah. Jika kata tersebut tidak
dapat dipahami maknanya, pemakaiannya bisa saja tidak tepat. Misalnya, contoh
kalimat berikut. Dia meregang nyawa dalam perjalanan ke rumah sakit. Frasa
meregang nyawa sering diartikan sebagai meninggal dunia, padahal dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia edisi kelima, meregang nyawa berarti sekarat.
Telah banyak bahasa daerah yang diserap ke bahasa Indonesia untuk memperkaya
bahasa Indonesia, misalnya kata heboh, becus, lumayan, baruga, gembleng, cemooh,
dan semarak. Hal yang perlu diperhatikan terkait penggunaan bahasa daerah tersebut
adalah apakah bahasa daerah tersebut sudah berterima (dibakukan) atau belum. Jika
belum, kita perlu dihindari penggunaannya agar tidak menimbulkan kemacetan dalam
berkomunikasi sehingga informasi yang disampaikan menjadi tidak efektif.
Seperti halnya bahasa daerah, bahasa asing juga turut memperkaya bahasa Indonesia.
Kata-kata seperti kulkas, telat, setrika, porselen, toko, buku, kalender, dan sampo
berasal dari bahasa asing yang saat ini tidak terasa sebagai kata-kata yang berasal dari
bahasa asing. Akan tetapi, penggunaan bahasa asing juga perlu kehati-hatian.
Kalimat (a) di atas termasuk kalimat yang tidak efektif karena ketidaktepatan
informasi yang akan disampaikan. Frase yang antik dalam Rumah seniman yang antik
itu pada kalimat (a) dapat ditafsirkan lebih dari satu makna, yaitu (i) yang antik itu
rumahnya atau yang antik itu senimannya. Untuk itu,agar tidak menimbulkan
multitafsir atau keambiguan makna, kalimat-kalimat di bawah harus diubah.
(a2)Rumah yang antik milik seniman itu dijual dengan harga murah.
(a4) Seniman itu memiliki rumah antik yang dijual dengan harga murah
kalimat (b) diatas termasuk ke dalam kalimat tidak efektif karena pada kalimat awal
subjeknya didahului oleh kata depan “dari”. Untuk itu harus diubah menjadi:
(b) Hasil penelitian di laboratorium membuktikan bahwa serum ini tidak berbahaya.
c. Terus meningkatnya permintaan terhadap produk kertas, mau tidak mau memaksa
industri kertas menambah produksinya dan lebih meningkatkan mutu kertas itu
sendiri.
Kalimat (c) di atas termasuk kalimat yang tidak efektif karena ketidaklugasan
informasi yang akan disampai kan. Penggunaan frasa mau tidak mau dan sendiri
dalam frasa kertas itu sendiri pada kalimat (c) menjadi penyebab kalimat itu tidak
efektif. Agar efektif, penggunaan kedua frasa itu seharusnya ditanggalkan.
(c2)Permintaan terhadap produk kertas yang terus meningkat memaksa industri kertas
menambah produksi dan meningkatkan mutunya.
Kalimat (d) diatas tidak efektif karena kalimat yang digunakan secara bersama-sama
dengan bentuk ulang juga bermakna jamak. Oleh, karena itu kalimat diatas dapat
diubah menjadi :
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau
pembicara secara tepat sehingga pendengar/ pembaca memahami pikiran tersebut
dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau
pembicaranya.
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak sesuai dengan tata bahasa
Indonesia yang telah ditentukan sehingga tidak mampu membuat isi atau maksud
yang disampaikan itu tergambar jelas dalam pikiran lawan bicara.
DAFTAR PUSTAKA