Anda di halaman 1dari 20

KALIMAT EFEKTIF

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa
1. mampu menggunakan unsur kalimat untuk membuat kalimat efektif;
2. menyusun kalimat sesuai dengan pola-pola kalimat
3. mampu mememilih kata dengan tepat dalam menyusun kalimat yang efektif;
4. mampu memvariasikan kalimat dengan berbagai pola kalimat dengan tepat;

PENDAHULUAN

Jika diperhatikan secara cermat sehubungan dengan masalah tesebut, dalam


kenyataan berbahasa sampai saat ini masih sering dijumpai adanya beberapa kalimat
yang belum/tidak tersusun secara efektif. Salah satu di antaranya dapat diperhatikan
pada contoh berikut.

(1) Untuk penyusunan laporan yang lengkap ini memerlukan waktu yang cukup lama.

Dari segi informasi, kalimat (1) itu cukup jelas. Artinya, maksud yang diungkapkan di
dalam kalimat itu dengan mudah dapat dipahami. Akan tetapi, apakah kalimat itu
sudah efektif ? Jawabanya ‘belum’ karena kalimat itu belum memiliki unsur yang
lengkap.
Keefektifan sebuah kalimat, sebagaimana yang telah disinggung di atas, tidak hanya
ditentukan oleh kejelasan informasinya, melainkan juga oleh kelengkapan unsur-
unsurnya. Dalam hal ini, kalimat dikatakan memiliki unsur yang lengkap jika
sekurang-kurangnya mengandung unsur subjek (S) dan unsur predikat (P).
Jika dilihat dari segi unsur-unsurnya, satuan unsur penyusunan laporan yang lengkap
ini pada kalimat (1) merupakan keterangan (K) memerlukan merupakan predikat (P)
dan waktu yang cukup lama merupakan objek (O). Dengan demikian, kalimat (1)
tidak memiliki unsur subjek (S) sehingga kalimat itu menjadi tidak lengkap dan
notabene tidak efektif.
Subjek kalimat (1) itu sebenarnya dapat dieksplisitkan, yaitu dengan menghilangkan
kata depan untuk yang terletak pada awal kalimat. Atau jika kata depan itu ingin tetap
dipertahankan, kata kerja memerlukan yang menjadi predikatnya harus diubah

1
menjadi pasif diperlukan. Dengan demikian, ubahan kalimat (1) tampak menjadi
seperti berikut.

(1a) Penyusunan laporan yang lengkap ini memerlukan waktu yang cukup lama.
S P O

(1b) Untuk penyusunan laporan yang lengkap ini diperlukan waktu yang lama.
S P O
(1c) Waktu yang cukup lama diperlukan untuk penyusunan laporan yang lengkap
K P O

Perbaikan kalimat (1) menjadi kalimat (1a), (2b), dan (3c) selain memperlihatkan
informasi yang lebih jelas, unsur-unsur kalimatnya pun menjadi lengkap. Dengan
demikian, perbaikan kalimat tersebut memenuhi syarat sebagai kalimat yang efektif.
Selain ketidaklengkapan unsur kalimatnya, ketidakefektifan sebuah kalimat juga
dapat disebabkan oleh adanya ketidaksejajaran antara gagasan yang diungkapkan dan
bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapannya. Sebagai contoh perhatikan kalimat
berikut.
(2a) Pemimpin proyek tidak menyetujui lokasi itu karena lokasi itu sering dilanda
banjir.
(2b) Karena lokasi itu sering dilanda banjir, pemimpin proyek itu tidak
menyetujuinya.
Apabila subjeknya akan dibuat sama, struktur kalimatnya itu seharusnya disusun
sebagai berikut.
(2c) Lokasi itu tidak disetujui pemimpin proyek karena (lokasi itu) sering dilanda
banjir.
(2d) Karena sering dilanda banjir, lokasi itu tidak disetujui pemimpin proyek.

Dengan perubahan seperti itu, selain struktur dan informasinya jelas, juga terdapat
kesejajaran antara informasi yang diungkapkan itu dan bentuk bahasa sebagai sarana
pengungkapannya.
Ketidakefektifan kalimat yang lain dapat pula disebabkan oleh penggunaan kata-kata
tertentu yang tidak sesuai dengan situasi pemakaiannya. Dalam surat dinas atau rapat
dinas, misalnya penggunaan kata-kata seperti mas, mbak, ngapain, dan biarin juga

2
dapat menyebabkan kalimat yang digunakan menjadi tidak efektif karena
menyimpang dari kelaziman norma pemakaian. Selain itu, penggunaan kata-kata yang
berlebihan atau kata-kata yang mubazir juga dapat menyebabkan ketidakefektifan
kalimat yang digunakan.
Bebrapa contoh tersebut memperlihatkan bahwa keefektifan sebuah kalimat tidak
hanya ditentukan ole kejelasan informasi, melainkan juga ditentukan oleh
kesesuaiannya dengan kaidah pemakaian bahasa, baik yang berupa kaidah kebahasaan
seperti kaidah ejaan dan tata bahasa maupun kaidah nonkebahasaan seperti situasi
pemakain bahasa dan norma sosial budaya yang berlaku di masyarakat.

Kriteria Kalimat Efektif


1. Kelengkapan
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, kalimat yang efektif harus memiliki
unsur-unsur yang lengkap dan eksplisit. Untuk itu, kalimat yang efektif sekurang-
kurangnya harus mengandung unsur subejek dan predikat. Agar kelengkapan itu
dapat terpenuhi, subjek pada awal kalimat hendaknya tidak didahului kata depan,
predikat kalimatnya jelas, dan tidak terdapat pemenggalan bagian kalimat majemuk.

(a) Subjek Tidak Didahului Kata Depan


Sebagaimana telah disebutkan di atas, kalimat yang efketif harus tersusun sesuai
dengan kaidah yang berlaku. Dari segi kaidah tata bahasa, sekurang-kurangnya
kalimat itu harus memiliki unsur subjek dan predikat. Jika unsur subjek itu tidak ada,
kalimatnya pun berarti tidak memenuhi kriteria sebagai kalimat yang efektif.
Kalimat yang tidak bersubjek itu umumnya terjadi karena penggunaan kata depan
pada awal kalimat. Perhatikan contoh berikut.

(3) Dari dari hasil penelitian di laboroatorium membuktikan bahwa serum itu tidak
berbahaya.
Kata depan dari yang mendahului subjek pada awal kalimat itu dapat menghilangkan
gagasan yang ingin disampaikan karena dengan adanya kata depan itu subjek kalimat
itu menjadi kabur. Pada kalimat (36) tersebut subjeknya sebenarnya adalah hasil
penelitian, yang didahului kata depan dari. Adanya kata depan yang mendahului
subjek itu menyebabkan kalimat tersebut tidak dapat memberi informasi yang jelas.
Oleh karena itu, agar informasinya jelas dan kalimatnya menjadi efektif, kata depan

3
itu harus dihilangkan. Dengan demikian, kalimat (36) itu seharusnya menjadi kalimat
berikut ini.
(3a) Hasil penelitian di laboratorium membuktikan bahwa serum itu tidak berbahaya.
Perbaikan dengan cara lain dapat pula dilakukan, yaitu dengan tetap mempertahankan
kata depan dari, tetapi kata kerja membuktikan yang menjadi predikatnya diubah
menjadi kata kerja pasif. Dengan demikian, kalimat (36) juga dapat diperbaiki
menjadi berikut ini.
(3b) Dari hasil penelitian di laboratorium terbukti bahwa serum itu tidak berbahaya.
Kata dari pada kalimat (36b) itu tidak mendahului subjek, karena ia merupakan
bagian dari keterangan, dan subjek kalimat itu bukan lagi hasil penelitian, melainkan
bahwa serum itu tidak berbahaya.
Ketidakefektifan kalimat yang lain sering pula disebabkan oleh penggunaan kata
depan dalam pada awal kalimat, seperti yang tampak pada contoh dibawah ini.
(4) Dalam masyarakat Sasak juga mengenal sistem pertanian.
Pertanyaan yang menggoda sehubungan dengan kalimat (4) adalah masyarakat
manakah yang mengenal sistem pertanian ? Jawabannya tentu masyarakat Sasak
bukan dalam masyarakat Sasak sebagaimana yang terungkap dalam kalimat tersebut.
Dengan demikian, penggunaan kata dalam pada kalimat itu tidaklah tepat. Dengan
digunakannya kata dalam kalimat itu menjadi tidak bersubjek. Sementara itu jika
unsur yang diawali kata dalam dianggap sebagai keterangan, kalimat itu pun tidak
tepat karena predikatnya berupa kata kerja afktif.
Seperti pada kalimat sebelumnya, kalimat (4) pun dapat diperbaiki dengan dua cara.
Pertama, dengan menghilangkan kata depan dalam dan kedua jika kata dalam tetap
dipertahankan, bantuk predikat kalimatnya diubah menjadi pasif. Dengan demikian,
ubahan kalimat (4) menjadi seperti berikut.
(4a) Masyarakat Sasak juga mengenal sistem pertanian.
(4b) Dalam masyarakat Sasak juga dikenal sistem pertanian.
Kalimat (4b) itu sebenarnya masih menjumpai altenatif perbaikan yang lain, yaitu
dengan cara mengubah strukturnya menjadi seperti berikut.
(4c) Sistem pertanian juga dikenal dalam masyarakat Sasak.
Kata depan lain yang tidak seharusnya mengawali atau mendahului subjek, adalah
untuk, dengan, bagi, tentang, di, pada, mengenai, dan kepada.

4
Kata depan boleh sajak berada pada awal kalimat asalkan kata depan itu merupakan
bagian dari keterangan. Jadi, posisinya dalam kalimat bukan di depan subjek.
Perhatikan pula kalimat berikut.
(5) Dalam pengembangan sektor wisata di Lombok, kesenian tradisional mempunyai
arti yang sangat penting.
(6) Mengenai hal itu, beberapa data lain yang dijumpai pun menunjukkan gejala yang
serupa.
(7) Bagi sejumlah binatang ternak, rumput merupkan makanan yang utama.

(b) Predikat Kalimat Jelas


Kalimat yang tidak memiliki predikat juga tidak tepat disebut kalimat yang efektif
karena unsur-unsurnya menjadi tidak lengkap. Perhatikan contoh pada kalimat
berikut.

(8) Salah satu ciri logam yaitu akan memuai jika dipanaskan.
(9) Wilayah yang akan dikembangkan menjadi kawasan industri misalnya Lombok
Barat bagian Utara dan Lombok Selatan.
Kata yaitu dan misalnya berfungsi untuk menjelaskan hubungan antara unsur sebelum
dan sesudah kata itu. Keduanya bukan predikatif sehingga unsur yang terletak di
belakangnya tidak dapat disebut predikat. Agar unsur yang di belakang kata itu dapat
menajdi predikat, kata yaitu harus diganti dengan kata lain yang predikatif, misalnya
kata ialah, atau adalah, demikian pula kata misalnya pada kalimat (9). Dengan
demikan, perbaikan kalimat (8) dan (9) dapat dilakukan sebagai berikut.
(8a) Salah satu ciri logam adalah akan memuai jika dipanaskan.
(9a) Wilayah yang akan dikembangkan menjadi kawasan industri ialah Lombok Barat
bagian Utara dan Lombok Selatan.
Dengan digantikannya kata yaitu dan misalnya dengan kata yang bersifat predikat,
kalimat (8a) dan (9a) menjadi lengkap sehingga memenuhi syarat sebagai kalimat
yang efektif.

(c) Bagian Kalimat Majemuk Tidak Dipenggal


Dalam pemakaian bahasa sering ditemukan adanya bagian kalimat majemuk yang
ditulis terpisah dari bagian sebelumnya, misalnya.

5
(10) Pembangunan gedung itu belum dapat dilaksanakan. Karena dana yang
diusulkan belum turun.
(11) Semua lapisan masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Agar pembangunan yang sedang dilaksanakan dapat
berhasil dengan baik.

Kata kerana dan agar sebenarnya merupakan penghubungan intra kalimat atau
penghubung yang berfungsi menghubungkan bagian-bagian di dalam sebuah kalimat,
bukan menghubungkan kaliamt yang stu dan kalimat yang lain.
Sebagai bagian kalimat, unsur yang diawali kata penghubung itu tidak dapat berdiri
sendiri sebagai kalimat. Sebaliknya, unsur yang disebut anak kalimat itu selalu
tergabung dengan bagian kalimat yang lain, yang merupakan induk kalimatnya. Oleh
karena itu, bagian kalimat tersebut ditulis serangkai dengan bagian yang lain sehingga
bentuknya menjadi seperti berikut.
(10a) Pembangunan gedung itu belum dapat dilaksanakan karena dana yang
diusulkan belum turun.
(11a) Semua lapisan masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi sesuai dengan
bidangnya masing-masing agar pembangunan yang sedang dilaksanakan akan
dapat berhasil dengan baik.

Jika bagian kalimat yang mengikuti kata penghubung tersebut ingin ditonjolkan,
bagian kalimat itu dapat saja ditempatkan pada awal kalimat. Lalu, bagian kalimat
yang semula terletak di depan harus digeser ke belakang sehingga ubahan kalimat itu
menjadi seperti di bawah ini.
(10b) Karena dana yang diusulkan belum turun, pembangunan gedung itu belum
dapat dilaksanakan.
(11b) Agar pembangunan yang sedang dilaksanakan dapat berhasil dengan baik,
semua lapisan masyarakat diharapkan ikut berparatisipasi sesuai dengan
bidangnya masing-masing.

2. Kesejajaran
Kalimat yang efektif juga harus mengandung kejajaran antara gagasan yang
diungkapkan dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya. Jika dilihat dari segi
bentuknya, kesejajaran itu dapat menyebabkan keserasian. Sementara itu, jika dilihat

6
dari segi makna atau gagasan yang diungkapkan, kesejajaran itu dapat menyebabkan
informasi yang diungkapkan menjadi sistematis sehingga mudah dipahami.
Seperti yang secara implisit terungkap pada keterangan tersebut, kesejajaran itu dapat
dibedakan atas kesejajaran bentuk, kesejajaran makna, dan kesejajaran bentuk berikut
maknanya.
(a) Kesejajaran Bentuk
Bentuk kalimat yang tidak tersusun secara sejajar dapat mengakibatkan kalimat itu
tidak serasi. Perhatikan kalimat berikut ini.
(12) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi pimpinan belum menyetujuinya.
Ketidak sejajaran bentuk pada kalimat di atas, disebabkan oleh penggunaan bentuk
kata kerja pasif, disusulkan yang dikontraskan dengan bentuk aktif menyetujui. Agar
menjadi sejajar, jika bagian yang pertama menggunakan bentuk aktif, bagian
berikutnya juga menggunakan bentuk aktif. Dengan demikian, kalimat tersebut akan
memiliki kesejajaran jika bentuk kata kerjanya diseragamkan menjadi seperti di
bawah ini.
(12a) Program keraj ini sudah lama diusulkan, tetapi belum disetujui pimpinan.
(12b) Kami sudah lama mengusulkan program kerja ini, tetapi pimpinan belum
menyetujui.
Kesejajaran bentuk seperti pada contoh di atas, juga berlaku dalam bentuk
pemerincian. Berikut diberikan sebuah contoh bentuk pemerincian yang tidak
tersusun secara sejajar atau yang tidak mengandung kesejajaran bentuk.
(13) Peningkatan mutu dan disiplin pegawai dapat dilakukan dengan :
(a) menyediakan sarana kerja yang memadai
(b) atasan memberi contoh atau teladan
(c) dan penciptaan suasana kerja yang menyenangkan.
Ketidaksejajaran bentuk pada perincian tersebut dapat diketahui dari penggunaan
jenis kata pada awal unsur rinciannya. Unsur yang pertama pada rincian (a)
menyediakan, berjenis kata kerja, (b) atasan, dan (c) penciptaan, yang masing-masing
berjenis kata benda. Dengan demikian, kombinasi penggunaan bentuk kata kerja dan
kata benda itu yang menyebabkan unsur rincian itu tidak sejajar. Berdasarkan
penjelasan tersebut, agar unsur rincian itu sejajar, bentuk kata yang mengawalinya
harus seragam. Jika rinician yang pertama diawali dengan kata kerja, rincian
berikutnya pun hendaknya diawali dengan kata kerja. Sebaliknya, jika unsur yang
pertama diawali dengan kata benda, unsur selanjutnya pun hendaknya diawali dengan

7
kata benda. Dengan demikian, perincian tersebut dapat disejajarkan menjadi seperti
berikut.
(13a) Peningkatan mutu dan disiplin pegawai dapat dilakukan dengan :
(a) menyediakan sarana kerja yang memadai
(b) memberikan contoh atau teladan
(c) menciptakan suasana kerja yang menyenangkan

(b) Kesejajaran Makna


Masalah yang sering dihadapi dalam penyusunan kalimat, terutama yang menyangkut
penataan gagasan, adalah masalah penalaran. Penalaran dalam sebuah kalimat
merupakan masalah pokok yang mendasari penataan gagasan. Seperti diketahui,
bahasa dan penalaran atau pola pikir pemakainya mempunyai kaitan yang sangat erat.
Jika pikiran pemakianya sedang kacau, misalnya, bahasa yang dipakainya pun
cenderung akan kacau pula. Kekacauan itu dapat diketahui perwujudannya dalam
susunan kalimat yang tidak teratur dan berbelit-belit. Bahkan, penalaran di dalam
kalimatnya pun sering tidak logis. Hal itu, misalnya, dapat dilihat pada contoh
berikut.
(14) Dewan Keamanan PBB mengecam keras atas terjadinya pembunuhan 21 warga
Palestina yang tewas dan 200 lainnya yang luka-luka.
Dalam memahami makna kalimat seperti itu pembaca/pendengar dituntut berpikir
keras, bagaimana menghubungkan pembunuhan dengan warga yang tewas dan yang
luka-luka. Dari segi penalaran, tampaknya tidaklah mungkin sudah tewas. Jika itu
dilakukan, kesehatan mental pelakunya perlu diragukan. Jika pembunuhan itu
dilakukkan terhadap orang yang luka-luka, hal itu masih mungkin meskipun
sebenarnya tidak lazim dan bahkan, tidak manusiawi. Kesalahan semacam itu
mungkin tidak disadari oleh pemakaianya. Jika disadari, hal semacam itu tentu tidak
perlu terjadi. Bahkan, dia akan mencermatkannya sehingga menjadi seperti berikut.
(14a) Dewan Keamanan PBB mengecam keras atas terjadinya peristiwa yang
mengakibatkan 21 warga tewas dan 200 luka-luka.
Dengan pencermatan semacam itu selain penalarannya menjadi jelas, makna atau
informasinya pun menjadi lebih mudah dipahami. Ketidak sejajaran makna kalimat
dapat pula diperhatikan pada contoh berikut.

8
(15) Pembangunan jembatan yang diperkirakan menghabiskan dana sekitar dua
milyar rupiah akan dibangun tahun depan.
Ketidaksejajarn makna dalam kalimat itu terutama disebabkan oleh kekurangcermatan
pemilihan kata pembangunan yang digunakan sebagai subjek dan kata dibangun yang
digunakan sebagai predikatnya. Dari segi penalaran dan kejanggalan dalam kalimat
itu. Pertanyaan yang timbul adalah mungkinkah pembangunan itu dibangun ?
Jawabannya tentu ‘tidak’ karena pembangunan lazimnya dilaksanakan, dilakukan
atau dimulai, bukan dibangun. Jika maksudnya demikian, kalimat tersebut seharusnya
diungkapkan seperti berikut.
(15a) Pembangunan jembatan yang diperkirakan menghabiskan dana sekitar dua
miliar ruipiah itu akan dilaksanakan tahun depan.

(15b) Pembanguan jembatan yang diperkirakan menghabiskan dana sekitar dua miliar
rupiah itu akan dimulai tahun depan.
Setelah kata dibangun diganti dengan dilaksanakan atau dimulai, tampak bahwa
kalimat perbaikan itu menjadi lebih wajar dan lebih cermat. Di dalamnya pun
kemudian tidak terjadi kejanggalan makna. Contoh yang lain dapat dicermati pada
kalimat berikut.
(16 ) Waktu dan tempat kami persilakan.
Kalimat semacam itu biasanya digunakan dalam peralihan acara. Dalam suatu
pertemuan, misalnya, acara yang pertama berupa pembukaan, dan acara kedua adalah
sambutan. Dalam hal itu, pembawa acara lazim menguncapkan atau menggunakan
ungkapan seperti berikut.
“Acara selanjutnya adalah sambutan Ketua Panitia Penyelenggara, yang akan
disampaikan oleh Bapak Manan. Waktu dan tempat kami persilakan”.
Yang menjadi pertanyaan adalah, benarkah kalimat waktu dan tempat kami
persilakan ? Dalam kalimat tersebut, ungkapan waktu dan tempat tidak termasuk
kata yang bermakna insan, yang dapat dipersilakan. Oleh karena itu, peakaiannya
dalam kalimat waktu dan tempat kami presilakan jelas tidak tepat.
Dalam konteks tersebut, seharusnya pihak yang dipersilakan adalah orang yang
memberikan sambutan, yakni Ketua Panitia Penyelenggara atau Bapak Manan, jadi
bukan waktu dan tempat. Dengan demikian, kalimat yang digunakan oleh pembawa
acara tadi seharusnya berbunyi :

9
“Acara selanjutnya adalah sambutan Ketua Panitia Penyelenggara, yang akan
disampaikan oleh Bapak Manan. Bapak Manan kami persilakan”.
Dengan perubahan tersebut, selain kalimatnya menjadi lebih bernalar, informasinya
pun menjadi lebih jelas. Jika kita cermati dalam mengikuti kalimat bahasa Indonesia,
tentu kita dapat menemukan contoh kalimat lain yang dari segi penalarannya tidak
benar. Hal itu, misalnya dapat dibaca pada kalimat di bawah ini.
(17) Mereka tidak paham dan mengerti masalah politik.
Mengapa kalimat tersebut dikatakan penalarannya tidak benar ? Hal ini disebabkan
oleh terdapatnya pertentangan makna, tidak paham dan mengerti. Pertentangan ini
muncul karena penggunaan kata yang tidak sejajar yang digabungkan begitu saja
dengan kata dan. Kata yang tidak sejajar itu adalah tidak paham (negatif) dan
mengerti (positif). Dalam penjumlahan peristiwa, hal atau tindakan yang
menggunakan kata dan seperti itu, unsur yang dijumlahkan seharusnya sejajar. Jika
yang satu negatif, yang lain pun seharusnya negatif. Begitu pula sebaliknya, jika yang
satu positif, yang lain pun seharusnya berbentuk positif. Dengan demikian, akan
terjadi kesejajaran sehingga pertentangan makna itu tidak akan terjadi.
Berdasarkan keterangan tersebut, unsur-unsur yang tidak sejajar dalam kalimat
mereka tidak paham dan mengerti masalah politik harus disejajarkan agar tidak
terjadi pertentangan makna. Jadi, karena unsur yang pertama negatif (tidak paham),
unsur berikutnya pun seharusnya dibuat negatif (tidak mengerti). Atau dapat pula
kedua-duanya dibuat dalam bentuk positif. Dengan demikian, lebih bernalar jika
kalimat itu diubah menjadi seperti berikut.
(17a) Mereka tidak paham dan tidak mengerti masalah politik.
atau
(17b) Mereka paham dan mengerti masalah politik.
Kedua kalimat itu ubahan itu meman berbeda karena yang pertama negatif, dan yang
kedua positif. Meskipun demikian, keduanya dapat digunakan sesuai dengan konteks
makna yang diinginkan. Kesalahan penalaran dalam penyusunan kalimat juga lazim
terjadi pada karya-karya tulis ilmiah. Dalam hal ini kesalahan yang sering kita temui
tampak pada penulisan kata pengantar. Dalam hal ini kesalahan yang sering kita
temui tampak pada penulisan kata pengantar. Sebagai contoh, tidak jarang kita
temukan kalimat seperti berikut.

10
(18) Dengan mengucapkan puji syukur ke kehadirat Tuhan YME maka selesailah
penyusunan karya tulis ini.
Penulisan kalimat seperti itu lazim kita temukan pada karya tulis yang dibuat oleh
para mahasiswa. Anehnya, ketika hal itu ditanyakan kepada para mahasiswa, mereka
umumnya tidak mengerti bahwa kalimat itu salah dari segi penalarannya. Apakah itu
berarti penalaran mahasiswa kita masih rendah? Tentu tidak semuanya demikian. Dari
segi penalaran, kalimat itu jelas menyalahi logika. Hal itu karena dalam kalimat
tersebut terkandung makna bahwa seolah-olah hanya dengan mengucapkan puji
syukur, lalu karya tulis itu selesai dengan sendirinya. Ini tentu merupakan suatu hal
mustahil terjadi.
Andaikan kita menghadapi suatu pekerjaan, tentu diperlukan suatu kegiatan atau
aktivitas untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Jika tanpa aktivitas, mustahil pekerajan
itu dapat selesai dengan sendirinya, apalagi hanya dengan mengucapkan puji syukur.
Di situlah letak persoalan ketidakbernalaran kalimat tersebut. Masalahnya sekarang,
bagaimanakah cara kita mengubah kalimat itu agar menjadi logis atau bernalar ?
Untuk itu, struktur kalimat tersebut harus diubah agar sesuai dengan kaidah
penyusunan kalimat yang benar. Misalnya, kita dapat mengubah kalimat tersebut
menjadi berikut.

(18a) Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas selesainya karya tulis
ini.
Atau
(18b Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan YME karena atas berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ini.
Selain itu, kita dapat pula mengucapkan rasa syukur itu dengan mengucapkan puji
syukur itu dengan susunan kalimat yang lain misalnya :

(19a) Dengan selesainya penyusunan karya tulis ini penulis mengucapkan puji syukur
kehadirat Tuhan YME.
atau
(19b) Atas berkat dan rahmat Tuhan YME, penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ini tepat pada waktunya.

11
Berdasarkan hal tersebut, penalaran dalam satu pernyataan dapat menggambarkan
kejelasan informasi yang diungkapkan sehingga pembaca akan mengalami kesulitan
dalam memahaminya. Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut.
(20) Peraturan daerah untuk menata kawasan pemukiman penduduk sedang disusun
pemerintah daerah setempat, menyangkut detail tata ruang kawasan itu sebagai
tindak lanjut Keppres 48/1984 tentang penanganan khusus pemukiman di
wilayah Surabaya.
Kalimat tersebut tidak efektif karena terlalu sarat dengan informasi. Di dalamnya pun
tidak tercermin adanya kesejajaran antara gagasan yang diungkapkan dan bentuk
bahasanya. Oleh karena itu, jika dituliskan, pembaca perlu mencermatinya secara
berulang-ulang untuk memahaminya. Penumpukan gagasan semacam itu sebenarnya
tidak perlu terjadi jika pemakainya dapat secara cermat menuangkan satu gagasan ke
dalam satu pernyataan. Dengan demikian, agar efektif, kalimat itu dapat dikembalikan
pada gagasan semula, yang terungkap dalam beberapa kalimat. Pengembalian pada
gagasan semula itu menyebabkan kalimat menjadi lebih efektif seperti pada ketiga
kalimat berikut.
(20a) Peraturan daerah untuk menata kawasan pemukiman penduduk sedang disusun
pemerintah daerah setempat.
(20b) Peraturan itu menyangkut detail tata ruang kawasan tersebut.

(20c) Hal itu merupakan tindak lanjut Keppres 48/1984 tentang penanganan khusus
pemukiman di wilayah Surabaya.
Pembagian kalimat (21) menjadi (21a), (21b) dan (21c) selain dapat mengefektifkan
kalimatnya, juga dapat memperjelas informasi yang diungkapkannya.
Ketidaksejajaran yang lain dapat pula diperhatikan pada contoh kalimat di bawah ini.

(21) Menurut beberapa pakar arkeologi mengatakan bahwa Candi Borobudur


dibangun pada masa Syailendra.
Ketidaksejajaran antara bentuk dan makna seperti pada contoh (21) cukup sering
dilakukan oleh pemakai bahasa. Penyebab ketidaksejajaran itu adalah penggunaan
kata menurut yang diikuti ungkapan mengatakan bahwa. Seharunya, jika kata
menurut sudah digunakan, kata mengatakan bahwa tidak perlu digunakan.
Sebaliknya, kalau sudah menggunakan ungkapan mengatakan bahwa atau

12
mengungkapkan bahwa, kata menurut tidak perlu digunakan. Dengan demikian,
kalimat (21) lebih tepat diungkapkan seperti berikut.
(21a) Menurut beberapa pakar arkeologi Candi Borobudur dibangun pada masa
Syailendra.
(21b) Para pakar arkeologi mengatakan bahwa Candi Borobudur dibangun pada masa
Syailendra.

Ketidaksejajaran seperti itu lazim pulal ditimbulkan oleh penggunaan ungkapan


berpasangan seperti meskipun, --- tetapi atau walaupun... namun. Penggunaan
ungkapan berpasangan semacam itu juga menyebabkan kalimatnya menjadi rancu.
Hal itu, misalnya dapat diperhatikan pada contoh berikut.
(22) Meskipun perusahaan itu belum terkenal, tetapi produksinya banyak dibutuhkan
orang.
Kalimat (22) sebenarnya merupakan kalimat majemuk. Namun, kalimat itu tidak
termasuk kalimat majemuk yang efektif karena di dalamnya tidak terdapat unsur yang
berupa induk kalimat. Padahal, di dalam kalimat majemuk salah satu unsurnya harus
berupa induk kalimat. Kalimat (22) dikatakan tidak mengandung unsur yang disebut
induk kalimat karena kedua unsurnya masing-masing didahului dengan kata
penghubung, yaitu meskipun dan tetapi. Seperti diketahui, kata penghubung semacam
itu lazimnya menandai anak kalimat. Oleh karena itu, jika kedua unsurnya didahului
kata penghubung, berarti masing-masing unsurnya itu berupa anak kalimat. Jadi
dalam kalimat itu tidak ada unsur yang berfungsi seabgai induk kalimat. Kalimat
semacam itu terjadi karena dua gagasan dipadukan menjadi satu. Kedua gagasan yang
terungkap pada kalimat (23) adalah sebagai berikut.
(22a) Meskipun perusahaan itu belum terkenal paroduksinya banyak dibutuhkan
orang.
(22b) Perusahaan itu belum terkenal, tetapi produksinya banyak dibutuhkan orang.
Masing-masing gagasan itu sekaligus dapat dipandang sebagai perbaikan dari kalimat
(22).
Contoh lain dapat diperhatikan pada kalimat berikut.
(23) Walaupun datanya kurang memadai, tetapi kebenaran pendapatnya tidak ada
yang menyangsikannya.

13
Seperti pada contoh sebelumnya, kalimat (23) itupun dapat diperbaiki dengan dua
pilihan, yaitu sebagai berikut.
(23a) Walaupun datanya kurang memadai, kebenaran pendapatnya tidak ada yang
menyangsikannya.
(23b) Datanya kurang memadai, tetapi kebenaran pendapatnya tidak ada yang
menyangsikannya.
Beberapa contoh perbaikan kalimat yang rancu itu dapat diketahui bahwa kerancuan
yang terjadi terutama disebabkan oleh penggabungan dua jenis kalimat majemuk yang
berbeda, yakni kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Oleh karena
itu, perbaikannya juga dilakukan dengan megembalikan gagasan itu pada bentuknya
yang semula, apakah akan menjadi kalimat majemuk setara atau kalimat majemuk
bertingkat. Kata penghubung yang sebaliknya tidak digunakan secara bersama-sama,
karena dapat menimbulkan kerancuan adalah meskipun, ...namun, walaupun--- namun
dan karena...maka. Dua pasang kata penghubung yang pertama, meskipun, ---namun,
walaupun... namun sebaiknya digunakan salah satu saja, tidak berpasangan.
Semantara itu, pasangan karena ... maka dalam pemakainnya kata maka hendaknya
dihindari. Misalnya :
(24) Karena kekurangan air, maka tanaman itu menjadi layu.
Kata maka semacam itu seharusnya dihindari sehingga strukturnya menjadi seperti
berikut.
(24a) Karena kekurangan air, tanaman itu menjadi layu
(24b) Tanaman itu menjadi layu karena kekurangan air.
Pembalikan struktur seperti (25b) tampak tidak lazim jika kata maka disertakan.
(24b) Maka tanaman itu menjadi layu karena kekurangan air (?)

3. Kehematan
Kehematan merupakan salah satu dari kalimat efketif. Dalam penyusunan kalimat,
kehematan ini dapat diperoleh dengan menghilangkan bagian-bagian tertentu yang
tidak diperlukan atau yang mubazir. Hal itu, antara lain berupa penghilangan subjek
ganda, bentuk yang bersinonim, dan bentuk jamak ganda.
(a) Penghilangan Subjek Ganda
Kalimat majemuk bertingkat yang anak kalimat dan induk kalimatnya memiliki
subjek yang sama dapat dihilangkan salah satunya. Subjek yang dihilangkan adalah
yang terletak pada anak kalimatnya. Perhatikan contoh berikut.

14
(25) Sebelum surat ini dikirim, surat ini harus ditandatangani lebih dahulu.
(26) Program ini belum dapat dilaksanakan karena program ini belum disetujui.
Kalimat (25) dan (26) lebih efektif jika diubah menjadi (25a) dan (26a) berikut.

(25a) Sebelum dikirim, surat ini, harus ditandatangani lebih dahulu


(26a) Program ini belum dapat dilaksanakan karena belum disetujui.

(b) Penghilangan Bentuk yang Bersinonim


Dua kata atau lebih yang mendukung fungsi yang sama dapat menyebabkan kalimat
tidak efektif, misalnya adalah, merupakan, seperti misalnya, agarsupaya dan demi
untuk. Oleh karena itu, pengefektifan kalimat semacam itu dapat dilakukan dengan
menghilangkan salah satu dari kata-kata tersebut. Misalnya.
(27) Bank Muamalat adalah merupakan salah satu bank swasta di Indonesia.
(28) Kita perlu bekerja keras agar supaya tugas ini dapat berhasil.

Kalimat (27) dan (28) akan lebih efektif jika diubah menjadi seperti berikut.
(27a) Bank Muamalat adalah salah satu bank swasta di Indonesia.
(27b) Bank Muamalat merupakan salah satu bank swasta di Indonesia.
(28a) Kita perlu bekerja keras agar tugas ini dapat berhasil.
(28b) Kita perlu bekerja keras supaya tugas ini dapat berhasil.

(c) Penghilangan Makna Jamak yang Ganda


Kata yang bermakna jamak, seperti semua, segala, seluruh, beberapa, para dan
segenap, dapat menimbulkan ketidakefektifan kalimat jika digunakan secara bersama-
sama dengan bentuk ulang yang juga bermakna jamak. Misalnya.
(29) Semua data-data itu dapat dikalsifikasikan dengan baik
(30)Beberapa desa-desa di Lombok Barat sudah menjaga kebersihan
lingkungannya masing-masing.
Agar lebih efektif, kalimat (29) dan (30) sebaiknya diubah menjadi seperti berikut.
(29a) Semua data itu dapat diklasifikasikan dengan baik
(30a) Beberapa desa di Lombok Barat sudah menjaga kebersihan lingkungannya
masing-masing.

15
Penghematan suatu kalimat memang dapat dilakukan dengan penghilangan unsur-
unsur yang tidak diperlukan. Sungguhpun demikian, unsur-unsur tertentu yang
merupakan dari ungkapan idiometik hendaknya tidak dihilangkan. Misalnya :
(31) Penerimaan pegawai baru itu sudah sesuai peraturan pemerintah.
Kalimat (31) itu harus ditulis lengkap menjadi seperti betikut.
(31a) Penerimaan pegawai barut itu sudah sesuai dengan peraturan pemerintah.
Ungkapan idiomatik lain yang unsur-unsurnya tidak boleh ditinggalkan, di antaranya
adalah sebagai berikut.
bergentung pada
terbuat dari
terdiri atas
berkenaan dengan
berkaitan dengan
sehubungan dengan

4. Variatif
Kalimat yang efektif juga mengutamakan variasi bentuk pengungkapkan atau gaya
kalimatnya, Variasi itu dapat dicapai dengan menggunakan bentuk inversi, bentuk
pasif persona, dan variasi panjang pendek.

(a) Variasi Bentuk Inversi


Inversi merupakan salah satu variasi bentuk pengungkapan dengan menempatkan
unsur yang dipentingkan pada awal kalimat. Misalnya.
(32) Biaya dua miliar rupiah diperlukan untuk pembangunan jembatan itu.
Dari segi struktur informasi, kalimat (32) lebih menonjolkan informasi tentang biaya
atau besarnya biaya daripada informasi tentang pembangunan jembatan. Berbeda
dengan itu, jika penulis lebih mementingkan informasi tentang perlunya biaya,
kalimat tersebut sebaiknya diubah menjadi seperti berikut.
(32a) Diperlukan biaya dua miliar rupiah untuk pembangunan jembatan itu.
Dua variasi bentuk inversi tersebut diubah dari pengungkapan biasa seperti berikut.
(32b) Pembangunan jembatan itu memerlukan biaya dua miliar rupiah.

16
Penggunaan kalimat majemuk bertingkat dengan menempatkan anak kalimat di depan
induk kalimat, atau sebaliknya, juga merupakan variasi bentuk inversi yang dapat
dimanfaatkan sebagai gaya dalam pengungkapan. Misalnya.
(33) Karena jumlah angkutan umum sudah memadai, Pemda Lombok Barat tidak
akan mengubahnya lagi pada tahun ini.
(33a) Pemda Lombok Barat tidak akan mengubahnya lagi pada tahun ini, karena
jumlah angkutan umum sudah memadai.
Gaya kalimat (33) lebih mementingkan informasi tentang jumlah angkutan yang
sudah memadai, sedangkan gaya kalimat (33a) lebih mengutamakan informasi
tentang tidak akan menambah angkutan umum lagi.
Dari berbagai contoh itu, variasi bentuk mana pun dapat digunakan sesudai dengan
keperluan informasi yang akan diungkapkan.

(b) Bentuk Pasif Persona


Bentuk pasif persona juga dapat dimanfaatkan sebagai variasi lain dalam
mengungkapkan informasi ataupun penggayaan kalimat. Dari kalimat (34), misalnya,
dapat dibentuk menjadi kalimat (34a) dan (34b) sesusai dengan informasi yang lebih
dipentingkan.
(34) Saya akan melaporkan masalah itu kepada dekan.
(34a) Akan saya laporkan masalah itu kepada dekan.
(34b) Masalah itu akan saya laporkan kepada dekan.
Dalam bentuk pasif persona semacam itu, kata ganti orang atau kata ganti persona
langsung didekatkan pada kata kerjanya, tidak disisipi dengan unsur lain. Oleh karena
itu, susunan bentuk pasif persona seperti berikut tidak benar.
(34c) Masalah itu saya akan laporkan kepada dekan.
(34d) Saya akan laporkan masalah itu kepada dekan.
Susunan bentuk pasif persona (34c) dan (34d) meskipun tidak benar, banyak
digunakan oleh pemakai bahasa. Hal ini tentu sungguh patut disayangkan karena
ternyata belum banyak disadari bahwa susunan seperti itu tidak benar, juga susunan
seperti berikut.
(35) Pada bab berikut saya akan uraikan ciri-ciri dan perbedaan kedua masalah itu.
Susunan yang tepat untuk bentuk pasif persona seperti itu adalah seperti berikut.

(35a) Pada bab berikut akan saya uraikan ciri-ciri dan perbedaan kedua masalah itu.

17
(35b) Ciri-ciri dan perbedaan kedua masalah itu akan saya uraikan pada bab berikut.
Bentuk pasif persona semacam itu dapat dikembalikan pada bentuk aktifnya, yakni
seperti berikut.
(35c) Saya akan menguraikan ciri-ciri dan perbedaan kedua masalah itu pada bab
berikut.
Seperti yang telah disebutkan di atas, susunan bentuk pasif persona itu adalah dengan
menempatkan kata ganti persona langsung di dekat kata kerja yang mengikutinya,
tanpa disisipi oleh unsur lain. Contoh-contoh yang lain dapat diperhatikan di bawah
ini.

Urutan yang Benar Urutan yang Tidak Benar

belum saya ketahui saya belum ketahui


pernah kami lampirkan kami pernah lampirkan
ingin saya ajukan saya ingin ajukan
akan saya sampaikan saya akan sampaikan
ingin kami jelaskan kami ingin jelaskan
telah saya sebutkan saya telah sebutkan
sudah dia katakan dia sudah katakan

(c) Variasi Bentuk Aktif-Pasif


Variasi bentuk aktif-pasif merupakan variasi penggunaan atau penggayaan kalimat
dengan memanfaatkan kalimat aktif lebih dahulu, kemudian diikuti oleh kalimat pasif
atau sebaliknya. Misalnya.
(36) Minggu depan kami akan mengadakan rapat pimpinan. Dalam rapat itu akan
kami bahas berbagai kasus yang muncul akhir-akhir ini.
(36a) Minggu depan kami akan diadakan rapat pimpinan. Dalam rapat itu kami akan
membahas berbagai kasus yang muncul akhir-akhir ini.
Dengan variasi aktif-pasif semacam itu kalimat-kalimat yang digunakan lebih
‘bertenaga’ dan lebih efektif. Bandingkan misalnya, dengan bentuk atau susunan yang
kurang variatif seperti berikut.
(36b) Minggu depan kami akan mengadakan rapat pimpinan. Kami akan membahas
berbagai kasus yang muncul akhir-akhir ini.

18
Kalimat yang kurang bervariasi seperti pada contoh (37) tampak kurang ‘bertenaga’
dan kurang dapat memberikan efek komunikasi seperti yang diharapkan. Karena itu,
variasi merupakan aspek yang perlu dipertimbangkan dalam mengungkapkan gagasan
melalui kalimat.

(d) Variasi Bentuk Panjang-Pendek


Variasi bentuk panjang-pendek merupakan variasi penggunaan kalimat panjang dan
pendek secara bertantian. Misalnya :
(37) Penelitian ini memerlukan waktu dua bulan. Meksipun demikian, target yang
telah ditetapkan sebelumnya diharapkan dapat tercapai karena lokasi yang akan
diteliti mudah dijangkau dengan kendaraan umum.
(37a) Lokasi penelitian yang direncanakan sebelumnya berada di lereng pegunungan
sehingga sulit dijangkau dengan kendaraan umum. Karena itu lokasi tersebut
dibatalkan.
Berbagai variasi susunan kalimat tersebut, baik variasi inversi, aktif-pasif, pasif
persona, mapun variasi panjang-pendek, penggunaannya amat bergantung pada gaya
masing-masing pemakai bahasa. Sungguhpun demikian, variasi semacam itu dapat
dimanfaatkan untuk menghindari kemonotonan bentuk kalimat yang mungkin dapat
membosankan.
Sebagai catatan akhir pada bab ini perlu dikemukakan bahwa proses penyusunan
kalimat, pemakai bahasa tidak hanya dituntut untuk mampu menguasai kaidah tata
bahasa, melainkan juga dituntut pula untuk mampu memilih dan menggunakan kata-
kata secara tepat, cermat, dan serasi. Dengan penguasaan kaidah dan kemampuan
memilih kata secara tepat, pemakai bahasa diharapkan dapat menyusun kalimat secara
tepat dan efektif.

19
DAFTAR PUSTAKA
Ali Lukman dkk. 1990. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia di Timor Timur.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Arifin, E. Zaenal. 1989. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia yang
Benar. Jakarta: MSP.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989b. Cermat Berbahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi. Cetaskan ke-4 Jakarta. MSP.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa .1989. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Petunjuk Praktis Berbahasa


Indonesia. Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai