Anda di halaman 1dari 22

Nama Peserta: dr.

Diah Permata Kinanti


Nama Wahana: Puskesmas Kecamatan Kalideres
Topik: Skizofrenia Paranoid
Tanggal (Kasus): 26-06-2015
Nama Pasien: Tn. L
No RM:
Tanggal Presentasi:
Nama Pendamping: dr. Rina Handayani
Tempat Presentasi:
Obyektif Presentasi:
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi: Tn. L, 28 tahun datang dibawa oleh keluarga ke Puskesmas Kalideres dengan
tidak mau bicara dan seperti orang ketakutan sejak 2 hari ini. Menurut pengakuan
keluarga pasien, pasien seperti orang bingung dan tidak bisa tidur. Menurut pengakuan
pasien, pasien mendengarkan ada suara yang berbicara kepada pasien, suara-suara itu
seperti menyuruh-nyuruh pasien.
Tujuan: untuk mempelajari penyakit Skizofrenia Paranoid
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Bahan Bahasan:
Presentasi dan Diskusi
Email
Pos
Cara Membahas: Diskusi
Data Pasien
Nama: Tn. L
No Registrasi: 2485/14
Nama Klinik: PKC Kalideres
Telpon: Terdaftar Sejak: -11-2015
Data Utama dan Bahan Diskusi
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Pada pasien terdapat pola perilaku atau psikologis yang secara bermakna dan khas
berkaitan dengan suatu gejala yang menimbulkan hendaya (disfungsi) dalam berbagai
fungsi psikososial. Terdapat pula penderitaan (disstres) yang dialami oleh pasien. Dengan
demikian dapat disimpulkan pasien mengalami gangguan jiwa.
Diagnosis Aksis I :
Berdasarkan anamnesis, pasien memiliki riwayat cedera kepala, riwayat tindakan
operatif, dan riwayat kondisi medik lain yang dapat secara langsung ataupun tidak
langsung mempengaruhi fungsi otak. Berdasarkan pemeriksaan fisik juga tidak
ditemukan kondisi medis umum yang dapat mempengaruhi fungsi otak. Pasien tidak
mengalami gangguan yang bermakna yang menimbulkan gangguan jiwa. Oleh karena
itu, gangguan mental organik (F00-09) dapat disingkirkan.
Pada pasien tidak mempunyai riwayat penggunaan alkohol dan ganja sehingga
diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-19)
dapat disingkirkan.
Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, maka kasus ini dapat digolongkan kedalam:
Skizofrenia Paranoid (menurut PPDGJ III)
Pedoman diagnostik:
Memenuhi kriteria umum diagnosa skizofrenia.
Sebagai tambahan:
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
1

a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah atau


halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksuual, atau lainlain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan,
dipengaruhi, atau passivity dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
-

adalah yang paling khas.


Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik

secara relatif tidak nyata tidak menonjol.


Pada pasien terdapat gejala-gejala psikotik seperti bicara dan tertawa sendiri, marahmarah, sulit tidur, halusinasi auditorik. Pada pasien juga terdapat kemiskinan dalam
pembicaraan dan afek yang tumpul. Halusinasi auditorik pada pasien ini bentuknya
berupa perintah yang menyuruh pasien untuk marah-marah maupun melakukan
kegiatan tertentu. Sehingga mendukung diagnosa skizofrenia paranoid. Pasien sudah
menunjukan gejala perubahan perilaku sejak 6 bulan yang lalu.
Diagnosis aksis II
Ciri kepribadian pramorbid yang sudah terbentuk pada pasien adalah :
Ciri Kepribadian Skizoid (menurut PPDGJ III)
Pedoman diagnostik :
Ciri kepribadian yang memenuhi deskripsi berikut :
a. Sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan
b. Emosi dingin, afek mendatar atau tidak peduli (detachment)
c. Kurang mampu untuk mengeksperikan kehangatan, kelembutan atau kemarahan
terhadap orang lain
d. Tampak nyata ketidakpedulian baik terhadap pujian maupun kecaman
e. Kurang tertarik memiliki pengalaman seksual terhadap orang lain (perhitungkan usia
penderita)
f. Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
g. Perokupasi dengan fantasi dan intropeksi yang berlebihan
h. Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab ( kalau ada hanya
satu) dan tidak ada keinginan untuk menjalin hubungan seperti itu
i. Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku
Pada pasien ini didapatkan bahwa pasien tidak memiliki teman dekat atau teman akrab
dan pasien selama ini tidak pernah memiliki pacar. Untuk mendiagnosis cirri
kepribadian tersebut dibutuhkan paling sedikit 2 dari kriteria di atas sehingga cirri
kepribadian pramorbid pasien adalah cirri kepribadian schizoid.
Diagnosis aksis III
Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis tidak didapatkan gangguan medis
Diagnosis aksis IV
2

Pada anamnesis tidak didapatkan adanya masalah psikososial dan lingkungan yang
mendahului gejala kekambuhan. Namun, pada riwayat perjalanan penyakit, pada riwayat
gangguan dahulu terdapat masalah yang diduga sebagai pencetus timbulnya gangguan yaitu
pasien ditinggal oleh pacarnya
Diagnosis aksis V
Skala GAF :
GAF HLPY : 52 (gejala sedang, disabilitas sedang)
o Fungsi Pekerjaan

: pasien tidak bekerja.

o Fungsi sosial/keluarga

: pasien masih mau bekomunikasi dan


berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan
sekitar.

o Fungsi perawatan diri

: pasien masih dapat merawat dirinya sendiri.

GAF Current : 40 (beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan


komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi)
o Fungsi Pekerjaan
: pasien tidak memiliki pekerjaan.
o Fungsi sosial/keluarga: pasien jarang berkomunikasi dengan keluarganya.
o Fungsi perawatan diri : pasien masih dapat merawat dirinya sendiri.

EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
Aksis V

:
:
:
:
:

Gangguan Skozofrenia
Ciri kepribadian pramorbid adalah skizoid
Tidak ada diagnosis
Tidak ada diagnosis
GAF HLPY : 52
Current
: 40

2. Riwayat Pengobatan
Pasien 1 tahun bulan Agustus tahun 2014 sempat berobat di RSJ Soeharto Heedjan
dengan keluhan yang sama. Menurut pengakuan keluarga pasien menjadi pendiam dan
seperti orang ketakutan itu karena habis putus dari pacarnya. Menurut keluarganya pasien
ditinggalkan pacarnya dengan lelaki lain. Pasien sempat dirawat di RSJ Grogol selama 1
minggu dan setelah dirawat pasien langsung kerja. Tetapi setelah dirawat pasien tidak
pernah control kembali ke RSJ Soeharto Heedjan Grogol.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Riwayat perlakuan seperti ini sebelumnya pernah dialami oleh OS dari pelaku yang sama
Riwayat penyakit paru (-)
3

Riwayat penyakit jantung (-)


Riwayat alergi (-)
Riwayat penggunaan napza (-), alkohol (-)

4. Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit kronis dalam keluarga
Tidak ada penyakit kejiwaan di keluarga
Daftar Pustaka
1. Kaplan & Sadock: Skizofrenia dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7, Penerbit
Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1997, halaman 685-729.
2. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi
3,Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2002, hal 46-51.
3. W.F. Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas Airlangga,1980, hal:215-35
4. Maslim. R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi 3, Penerbit
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa, FK Unika Atma Jaya, Jakarta, 2001, hal 14-23.
5. Hawari, Dadang:Skizofrenia dalam Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa,
Penerbit FKUI, Jakarta, 2003.
Hasil Pembelajaran
1. Perjalanan penyakit skizofrenia paranoid
2. Penentuan diagnosis banding etiologi skizofrenia paranoid berdasarkan data klinis serta
penegakkan diagnosis kerja.
3. Penatalaksanaan skizofrenia paranoid

1. Subyektif
Datang dibawa oleh keluarga ke Puskesmas Kalideres dengan tidak mau bicara dan
seperti orang ketakutan sejak 2 hari ini. Menurut pengakuan keluarga pasien,

pasien seperti orang bingung dan tidak bisa tidur


Menurut pengakuan pasien, pasien mendengarkan ada suara yang berbicara kepada

pasien, suara-suara itu seperti menyuruh-nyuruh pasien.


1 tahun bulan Agustus tahun 2014 sempat berobat di RSJ Soeharto Heedjan
dengan keluhan yang sama. Menurut pengakuan keluarga pasien menjadi pendiam
dan seperti orang ketakutan itu karena habis putus dari pacarnya. Menurut
keluarganya pasien ditinggalkan pacarnya dengan lelaki lain. Pasien sempat
dirawat di RSJ Grogol selama 1 minggu dan setelah dirawat pasien langsung kerja.

Tetapi setelah dirawat pasien tidak pernah control kembali ke RSJ Grogol.
2. Objektif
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital
:
Keadaan Umum :
Kesadaran
:
Tekanan Darah :
Nadi
:
Pernapasan
:
Suhu
:
Status Generalis
:
Kepala
:
Mata
:

tampak sakit ringan


compos mentis (GCS 15)
tidak dilakukan pemeriksaan
96 kali/menit
20 kali/menit
36 oC
dalam batas normal
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor
(3mm/3mm), refleks cahaya +/+
dalam batas normal
pergerakan dada simetris
bunyi napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal

THT
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen

:
:
:
:
:

Ekstremitas

: akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-)

Status Psikiatri
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan Umum
Pasien seorang laki-laki berusia 28 tahun, berpenampilan fisik tampak sesuai usinya.
Penampilan cukup rapi. Kebersihan diri cukup.
2. Kesadaran
- Neurologis/biologis : compos mentis
5

- Psikologis
: Berubah
- Sosial
: baik
3. Perilaku dan aktivitas motorik
Saat wawancara pasien duduk di kursi, kontak mata dengan pemeriksa kurang, perhatian
kurang. Selama wawancara pasien kooperatif dalam menjawab pertanyaan, terlihat kaku,
tampak tidak nyaman, konsentrasi baik.
4. Pembicaraan
Pasien mau menjawab pertanyaan, hanya mau bicara bila ditanya,berbicara terputus-putus
dan volume kecil.
5. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Alam Perasaan
1. Mood
: Hipothym
2. Afek
: Tumpul
3. Ekspresi afektif
- Kestabilan
: Stabil
- Kesungguhan : Echt
- Keserasian
: Serasi
4. Pengendalian : Cukup
5. Empati
: tidak dapat diraba-rasakan
C. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan, pengetahuan dan kecerdasan
Taraf Pendidikan

: SMP

Pengetahuan Umum

: Baik (pasien dapat menyebutkan nama presiden


Indonesia saat ini)

Kecerdasan

: Baik (pasien mampu menjawab soal hitungan yang


ditanyakan oleh pemeriksa)

2. Daya Konsentrasi

: Baik (pasien dapat menjawab pertanyaan 7 serial


test dengan benar)

3. Orientasi
Daya Orientasi Waktu

: Baik (pasien dapat menyebutkan sekarang siang atau


malam, mengidentifikasi hari, tanggal, bulan dan
tahun)

Daya Orientasi Tempat


Daya Orientasi Personal

: Baik (pasien mengetahui dimana ia berada sekarang.


Pasien dapat menyebutkan nama RS, yaitu RSMM
Bogor dan tempat ia dirawat, yaitu Ruang Kresna)
: Baik (pasien mengenali pemeriksa sebagai dokter).
6

4. Daya Ingat
Daya Ingat Jangka Panjang

: Baik (pasien dapat menceritakan perjalanan hidupnya)

Daya Ingat Jangka Pendek

: Baik (pasien ingat hari ini sarapan apa dan lauk makan
apa saja, serta aktivitas yang dilakukan selama hari
tersebut)
Daya Ingat Sesaat
: Baik (pasien mampu mengingat nama pemeriksa
setelah beberapa menit)
5. Kemampuan Visuospatial
: Baik (pasien dapat menggambar gambar bertumpang
tindih)
6. Pikiran Abstrak
: Baik (pasien dapat menyebutkan persamaan jeruk dan
apel)
7. Kemampuan Menolong Diri : Baik (pasien mau makan dan mandi secara teratur)
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
:
Halusinasi auditorik : ada ( terdapat suara-suara yang berbisik di telinga pasien yang
meyuruh pasien untuk marah-marah)
2. Ilusi
: Tidak ada
3. Depersonalisasi
: Tidak ada
4. Derealisasi
: Tidak ada
E. Proses Pikir
1. Arus Pikir
Produktivitas
: Miskin. Pasien hanya menjawab apa yang ditanya
Kontinuitas Pikiran
Hendaya Berbahasa

oleh pemeriksa.
: Koheren
: Tidak ada
Pasien mengunakan bahasa secara lazim sesuai
dengan tata bahasa.

2. Isi Pikir
Preokupasi
Waham
F. Pengendalian Impuls

: tidak ada
: tidak ada
: Pasien tenang selama wawancara (pengendalian
impuls cukup baik).

G. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial
Baik (ketika diberi pertanyaan apakah mengamuk itu baik atau tidak, pasien menjawab
tidak baik)
2. Uji daya nilai
Baik (pasien jika menemukan dompet di tengah jalan, maka pasien akan menyerahkan
dompet tersebut ke kantor polisi)
3. Penilaian realita

Terganggu (Ditemukan adanya halusinasi)


H. Tilikan
I. Taraf Dapat Dipercaya

: Derajat 3 (menyalahkan orang lain ataupun faktor


eksternal sebagai penyebab sakitnya)
: Dapat dipercaya

3. Assessment
Berdasarkan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik baik secara generalisata maupun
kejiawaannya
A. Definisi
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri
dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan
gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses
kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri
diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939) skizofrenia berasal dari bahas Yunani
yaitu schisoz yang artinya terbelah, terpecah dan phren yang artinya pikiran. Jadi secara
harfiah schizophrenia adalah pikiran atau jiwa yang terpecah atau terbelah. Dengan
demikian tidak ada kesesuaian antara pikiran dan emosi, antara persepsi terhadap
kenyataan yang sebenarnya. Bleuler mengindentifikasi simptom dasar dari skizofrenia
yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.
B. Gejala-Gejala Skizofrenia Paranoid
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:
1) Gejala positif
a) Delusi atau waham
Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan
secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap
meyakini kebenarannya.
b) Halusinasi
Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita
mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara/ bisikan itu.
c) Kekacauan alam pikiran
Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat
diikuti alur pikirannya.
d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat
dan gembira berlebihan.
e) Merasa dirinya Orang Besar, merasa serba mampu dan sejenisnya.
f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
g) Menyimpan rasa permusuhan.

2) Gejala negatif
a) Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar
Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan
ekspresi.
b) Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain
dan suka melamun.
c) Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam.
d) Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.
e) Sulit dalam berpikir nyata.
f) Pola pikir steorotip.
g) Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.
C. Faktor Resiko Skizofrenia Paranoid
Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut:
1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Kembar identik
Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka identik 100%
3. Struktur otak abnormal
Dengan perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT scan, Magnetic
Resonance Imaging (MRI), dan Positron Emission Tomography (PET) dalam 25 tahun
terakhir, para ilmuwan meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita
skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki
jaringan otak yang relatif lebih sedikit
4. Sosiokultural
Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara berkembang mungkin
menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan lebih baik daripada di negara maju.
Di negara berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat
disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih banyak
kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa negara berkembang
lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan, mengkritik, dan sangat terlibat jika
dibandingkan dengan keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini
mungkin membantu jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga
penderita skizofrenia.
5. Tampilan emosi
9

Sejumlah penelitian menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang keluarganya


tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar kemungkinannya untuk menderita
kekambuhan psikosis daripada mereka yang keluarganya sedikit atau kurang
mengekspresikan emosi.
D. Klasifikasi skizofrenia
Adapun klasifikasi skizofrenia adalah sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
a. Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
1) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
2) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
3) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya.
Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan
social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego
paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien
skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya,
respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Herbefrenik
10

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
a. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
b. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan :
1) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
2) Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum
sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner),
tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau
(pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated phrases);
3) Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
c. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya,
makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
a. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
11

dipengaruhi oleh stimuli eksternal)


c. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
d. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
e. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
f. Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
g. Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan
afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang
lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia Yang Tak Tergolongkan
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
a. Bouffe delirante (psikosis delusional akut)
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama
gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa
kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya
dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
b. Skizofrenia laten
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
12

konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat


sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten
sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan
skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik.
Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa
lalu.
c. Oneiroid
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin
pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan
tempat. Istilah skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang
khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan
keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus
berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau
neurologist dari gejala tersebut.
d. Parafrenia
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid.
Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang
memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti
ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam
mengkomunikasikan informasi.
e. Pseudoneurotik
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti
kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan
pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia,
panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien
yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang
mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam
penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
f. Skizofrenia Tipe I
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
13

pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.
g. Skizofrenia tipe II
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative
yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian.
Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk
terhadap pengobatan.
5.

Depresi Pasca Skizofrenia


Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini
b.

Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan

c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria


untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua:
a. Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
b.

Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis
14

atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.


Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang
cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social,
perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah
sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal
tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia simplex
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
a.

gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

b.

disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,


bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu,
tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

c. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia


lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan
proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita
mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.
Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi
pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi
pengemis, pelacur, atau penjahat.
8.

Skizofrenia yang lainnya


Selain gambaran Skizofrenia yang jelas dengan pengelompokan diatas, ada pula
pengelompokan gangguan yaitu Skizofreniform (episode Skizofrenia akut),
Skizofrenia latent, gaangguan skizoafektif.

9. Skizofrenia yang tidak terinci


Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak
terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
15

b. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau


katatonik
c. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
E. Kriteria Diagnostik Skizofrenia
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
1. Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kulitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
(withdrawal); dan
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
2. delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dati luar; atau
delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar;
(tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
3.

Halusinasi auditorik :

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
16

atau
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari
dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
5. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
6. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
8. Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour),
17

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara
sosial
4.

Plan
Terapi pada pasien skizofrenia
A. Farmakoterapi
Obat antipsikotik diberikan dengan tujuan meredakan gejala Skizofrenia, memperpendek
jangka waktu pasien di rumah sakit jiwa, dan mencegah kekambuhan. Antipsikotik

termasuk tiga kelas obat yang utama, yaitu:


1. Antagonis reseptor dopamine
2. Risperidone ( ris perdal )
3. Clozapine ( clozaril )
Pemilihan Obat
1. Antagonis Reseptor Dopamin
Adalah obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia.
Obat ini memiliki dua kekurangan utama, yaitu:
a. Hanya sejumlah kecil pasien, cukup tertolong untuk mendapatkan kembali
jumlah fungsi mental yang cukup normal.
b. Disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek
mengganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme
berupa rigiditas dan tremor. Efek serius yang potensial adalah tardive
dyskinesia dan sindroma neuroleptik malignan. Remoxipride adalah
antagonis reseptor dopamin dari kelas yang berbeda dari pada antagonis
reseptor dopamin yang sekarang ini tersedia. Awalnya obat ini disertai efek
samping neurologist yang bermakna, tetapi akhirnya remoxipride disertai
dengan anemia aplastik, jadi membatasi nilai klinisnya.
2. Risperidone
Adalah suatu obat antispikotik dengan aktivitas antagonis yang bermakna
pada reseptor serotonin tipe 2 ( 5-HT2 ) dan pada reseptor dopamine tipe 2 ( d 2 ).
18

Risperidone menjadi obat lini pertama dalam pengobatan skizofrenia karena


kemungkinan obat ini adalah lebih efektif dan lebih aman daripada antagonis
reseptor dopaminergik yang tipikal.
3. Clozapine
Adalah suatu obat antipsikotik yang efektif. Mekanisme kerjanya belum
diketahui secara pasti. Clozapine adalah suatu antagonis lemah terhadap reseptor
D2 tetapi merupakan antagonis yang kuat terhadap reseptor D 4 dan mempunyai
aktivitas antagonistic pada reseptor serotogenik. Agranulositosis merupakan suatu
efek samping yang mengharuskan monitoring setiap minggu pada indeks-indeks
darah. Obat ini merupakan lini kedua, diindikasikan pada pasien dengan tardive
dyskinesia karena data yang tersedia menyatakan bahwa clozapine tidak disertai
dengan perkembangan atau eksaserbasi gangguan tersebut.
Prinsip-Prinsip Terapetik
1. Klinis harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus
digunakan lagi.
3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada
dosis yang adekuat.
4. Penggunaan pada lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah
jarang diindikasikan.
5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang
diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama periode psikotik.
Pemeriksaan Awal
Obat antipsikotik cukup aman jika diberikan selama periode waktu yang cukup
singkat. Dalam situasi gawat, obat ini dapat diberikan kecuali clozapine, tanpa
melakukan pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri pasien. Pada pemeriksaan
19

biasa harus didapatkan hitung darah lengkap dengan indekss sel darah putih, tes fungsi
hati dan ECG khususnya pada wanita yang berusia lebih dari 40 tahun dan laki-laki
yang berusia lebih dari 30 tahun.
Kontraindikasi Utama Antipsikotik:
1. Riwayat respon alergi yang serius
2. Kemungkinan bahwa pasien telah mengingesti zat yang akan berinteraksi dengan
antipsikotik sehingga menyebabkan depresi sistem saraf pusat.
3. Resiko tinggi untuk kejang dari penyebab organic atau audiopatik.
4. Adanya glukoma sudut sempit jika digunakan suatu antupsikotik dengan aktivitas
antikolinergik yang bermakna.
Kegagalan Pengobatan
1. Ketidakpatuhan dengan antipsikotik merupakan alas an utama untuk terjadinya
relaps dan kegagalan percobaan obat.
2. Waktu percobaan yang tidak mencukupi.
Setelah menghilangkan alasan lain yang mungkin bagi kagagalan terapi antipsikotik,
dapat dicoba antipsikotik kedua dengan struktur kimiawi yang berbeda dari obat yang
pertama. Strategi tambahan adalah suplementasi antipsikotik dengan lithium (eskalith),
suatu antikonvulsan seperti carbamazepine atau valproate (depakene), atau suatu
benzodiazepine. Pemakaian terapi antipsikotik dosis-mega jarang diindikasikan,
karena hamper tidak ada data yang mendukung praktek tersebut.
B. ECT (Electro Convulsive Therapy)
C. Psikoterapi
Psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis.
1. Terapi psikoanalisa
Merupakan metode terapi berdasarkan konsep Freud yang bertujuan menyadarkan
individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan dan mekanisme

20

pertahanan yang digunakan untuk mengendalikan kecemasannya. Yang paling penting


pada terapi ini adalah mengatasi hal-hal yang dirasakan penderita saat tidak kambuh.
2. Terapi perilaku
Terapi ini bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan perilaku penderita
Skizofrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita berperan di masyarakat.
3. Terapi humanistik
a) Terapi kelompok
Terapi ini bertujuan agar penderita dapat menyelesaikan masalah dengan orang lain
sehingga nantinya apabila penderita mengalami masalah tersebut, penderita tahu
bagaimana harus mengatasinya
b) Terapi keluarga

Dimana keluarga diberikan informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan


perasaannya baik yang positif maupun negative secara konstruktif dan jelas untuk
memecahkan persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan
tentang keadaan penderita dan cara-cara menghadapinya
Rencana terapi yang akan diberikan pada pasien ini sesuai dengan referensi, maka
dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut

Psikofarmaka : Clozapine 2x100 mg


Trihexyphenidyl 2x2 mg (bila terdapat adanya sindroma
ekstrapiramidal. Pada pasien ini diberikan obat ini karena pasien
terdapat afek yang tumpul dan agitasi psikomotorik yang
merupakan gejala dari sindroma ekstrapiramidal)
vitamin B12 2x1 tablet

Psikoterapi
:
- Edukasi

kepada

pasien

bahwa

pasien

mengalami

sakit

jiwa

dan

memberitahukan bahwa sakit jiwa dapat disembuhkan agar tilikan pasien


-

menjadi lebih baik dan membuat pasien teratur mengkonsumsi obatnya


Psikoterapi suportif dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menceritakan masalahnya dan meyakinkan pasien bahwa ia sanggup

menghadapi masa-masa sulit dan masalah yang ada.


Memotivasi pasien untuk rajin minum obat secara teratur dan memberikan

21

dukungan kepada pasien bahwa gejala yang dialami akan menghilang dan
dapat kembali pulang ke rumah apabila menurut dokter yang merawat
-

keadaannya sudah membaik.


Memberikan edukasi pada pasien bahwa obat yang diminum tidak
menimbulkan ketergantungan, justru sebagai pengontrol agar gejala yang
dialami pasien dapat terkontrol dan pasien dapat menjalani kegiatan sehari-

hari seperti sebelum sakit.


Memberikan dukungan kepada pasien bahwa ia dapat kembali melakukan
aktivitas seperti sebelum sakit kalau gejala yang dirasakan pasien dapat

terkontrol.
Memberikan pengetahuan tentang kehidupan beragama, berkeluarga, dan

sosial yang baik.


Sosioterapi :
- Menjelaskan kepada keluarga bahwa kondisi pasien tidak dapat kembali seperti
normal, yang terpenting adalah pasien bisa merawat dirinya sendiri
- Menjelaskan kepada keluarga agar pasien tidak hanya berdiam diri saja di
rumah, mungkin ibu pasien bisa mengajak pasien untuk membantu-bantu
pekerjaan ibu pasien
- Menjelaskan agar adaik-adik pasien lebih mau berinteraksi dengan pasien agar
pasien tidak kesepian
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien agar mengerti
keadaan pasien dan selalu memberi dukungan kepada pasien.
- Mengikutsertakan pasien dalam kegiatan di PKC Kalideres agar dapat
berinteraksi

dengan

baik

dan

pendalaman

agama

sesuai

dengan

kepercayaannya.
- Mengingatkan keluarga pasien untuk rajin kontrol ke poliklinik psikiatri dan
mengambil obat secara teratur setelah selesai rawat inap dalam program rawat
jalan.
- Mengajarkan

keterampilan

yang

sesuai

dengan

kemampuan

dan

pendidikannya.
Dengan pengobatan perilaku pasien tidak ada perkembangan maka bisa disarankan
pasien dirujuk ke RSJ Soeharto Heedjan dan dianjurkan untuk dilakukan ECT agar
gejala negatif pada pasien dapat berkurang.

22

Anda mungkin juga menyukai